Anda di halaman 1dari 89

PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi bersama yang menghimpun dan mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia, dengan kebudayaannya dan kepercayaan yang beraneka warna, menjadi satu ikatan kebangsaan1. Pancasila terbentuk secara menyeluruh sebagai konsensus bersama dalam proses mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila yang setiap sila menyimpan makna dan fungsinya masing-masing. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membatasi Pancasila pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Awal terbentuknya Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengalami diskusi dan perdebatan yang panjang, artinya ada kelompok yang menerima secara terbuka dan ada kelompok yang menolak dengan alasan Pancasila terbentuk atas kesepakatan Politik dimasa itu tanpa pertimbanganpertimbangan keagamaan dan spiritualitas. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari keberagaman agama dan budaya hidup dan beraktivitas dalam wilayah negara yang memiliki ideologi, asas, pandangan hidup yang dinamakan dengan Pancasila. Secara khusus sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapatkan perhatian utama dalam membentuk dan mengatur tatanan sosial dan keagamaan masyarakat Indonesia. Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama mempunyai implikasi yang menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Dasar
Ir. Seokarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II (Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965), hal. 158.
1

dari Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang menghimpun cita-cita masyarakat untuk bisa mengaplikasikan praktek keadilan, kebenaran, dan sikap toleransi. Dapat kita pahami Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pintu masuk dalam rangka stabilisasi kehidupan antar umat beragama di Indonesia. Masingmasing agama memberi argumentasi atas pemahaman tentang Ketuhanan dalam wilayah dogmatis setiap agama. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan ideologi yang bisa dijadikan salah satu dasar dari kebebasan dan kerukunan antar umat beragama dalam konteks Indonesia. Pecahnya konflik-konflik yang

mengatasnamakan agama berakar dari lemahnya sekelompok orang dalam menginterpretasi posisi masyarakat yang majemuk. Dengan demikian kehadiran Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa harus dipahami sebagai bagian dari motivasi dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang bebas dari paksaan untuk memeluk agama tertentu, tetapi lebih mengembangkan rasa toleransi antar umat beragama dan memberi penghargaan terhadap orang yang beragama lain. Kepercayaan terhadap Tuhan mencerminkan aktualisasi diri yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat status agama dan sosial. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada rapat pertama tanggal 1 Juni 1945 memberikan kesempatan kepada Soekarno untuk menyampaikan gagasannya dalam persiapan Indonesia merdeka. Soekarno dalam pidatonya memberikan pandangan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa; Prinsip Ketuhanan! bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha

menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada egoisme agama. Hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang sifat dapat memahami pendapat yang lain, tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan sifat itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormatmenghormati satu sama lain. Hatiku akan berpersta raya, jikalau saudarasaudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! Di sinilah, dalam pengakuan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya, maka Negara kita akan bertuhan pula2 Dalam uraian Pidato Soekarno di atas, dapat dipahami sebagai konsep Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada penjabarannya merupakan tatanan yang mengakomodir kebebasan beragama dalam sistem kepercayaan Umat Beragama dalam menjalankan tuntutan agamanya masing-masing. Secara normatif rumusan sila pertama dalam Pancasila sangat ideal, walaupun dalam perkembangannya banyak perdebatan yang muncul dari kalangan akademisi dan agamawan sekitar paham Ketuhanan Yang Maha Esa mengenai eksistensi dan kedudukannya sebagai salah satu ideologi untuk bangsa Indonesia. Misalnya perdebatan yang muncul dalam agama Buddha mengenai kata Ketuhanan yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia di mana masing-masing agama harus berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara, agama Buddha tidak mengenal konsep Ketuhanan dalam doktrinnya. Secara umum, agama Buddha tidak mendeskripsikan Tuhan yang personal secara konkrit. Wujud Tuhan dalam agama
Saafroedin Bahar, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hal. 80-81.
2

Buddha sangat berbeda jauh dengan Tuhan dalam konsep agama-agama lain. Agama Buddha percaya bahwa ada satu kekuatan yang menggerakkan dan mengatur hidup setiap makhluk hidup dalam menciptakan kebaikan-kebaikan dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Setiap agama yang ada, masing-masing mengisi dan menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama dengan paham teologisnya. Berbicara tentang agama di Indonesia, maka kita berhadapan dengan sebuah realitas, bukan hanya satu agama saja, melainkan ada banyak agama dan aliran kepercayaan yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan keyakinan dan kepercayaan mereka. Dalam wilayah Indonesia ada 6 Agama yang diakui oleh pemerintah yaitu; Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Ada juga yang beberapa aliran-aliran kepercayaan yang biasa disebut agama-agama suku. Disatu sisi keberagaman telah menjadi sebuah fenomena jelas yang tidak bisa kita hindari dan di sisi lain keberagaman bisa mengakibatkan konflik yang berlatar belakang paham-paham keagamaan. Ternyata, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan rumusan penting yang mendasari kehidupan antar umat beragama di Indonesia. Maksud dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah cita-cita terakhir dan empat sila yang lain merupakan jalan-jalan yang konkrit untuk mencapai cita-cita tersebut. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi Negara Republik Indonesia bersifat sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral. Ia menjawab baik kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani hidup Bangsa dan Negara karena kebutuhan spiritual dianggap paling utama, maka Ketuhanan Yang Maha Esa diprioritaskan dalam susunan Pancasila serta pada argumentasi-argumentasi
4

bahwa; Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan

bermasyarakat dengan keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan bisa berhasil secara bersama-sama mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi dalam penjabaran UUD 1945 Pasal 28 E, Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia sangat jelas dan terbuka dari sisi kebebasan beragama. Ternyata sila pertama dalam Pancasila memiliki hubungan erat dengan UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang dijamin kebebasannya untuk menyatakan agama dan kepercayaannya di muka umum (Pasal 29). Satu hal penting ketika kita membicarakan kebebasan beragama, maka pada saat yang sama Hak Asasi Manusia harus dibicarakan. Kebebasan beragama

adalah prinsip umum, mutlak dan abstrak. Kini kebebasan beragama masalah yang kontemporer dalam konteks Indonesia. Hak-hak seseorang untuk memeluk agama kini dibatasi dan diintervensi oleh orang lain yang berakibat pada tidak konsistennya konstitusi hukum yang dibentuk oleh pemerintah dalam melindungi masyarakat yang terdiri dari keberagaman dan kemajemukan baik dari agamanya dan budayanya. Ternyata telah terjadi disintegrasi yang sangat signifikan antara agama dan masyarakat, dilain tempat di Indonesia kebebasan orang untuk memeluk agama menjadi prioritas, maka di beberapa tempat juga, kebebasan beragama menjadi masalah besar karena telah mengganggu stabilitas agama tertentu. Di tengah-tengah kemajemukan agama di Indonesia maka diperlukan aturan-aturan dalam memberikan tatanan sosial yang baik demi menjaga stabilitas bangsa yang jauh dari konflik. Berbagai konflik berhubungan dengan agama mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak baik nasional maupun internasional. Di Indonesia konflik-konflik agama yang mencuat datang dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama Islam, dengan demikian pemikiran-pemikiran masyarakat Indonesia pada umumnya diarahkan pada agama Islam yang telah mendapatkan penilaian negatif dan telah mendapatkan stigma. Pancasila dinilai sebagai salah satu dasar yang kokoh untuk memberi perhatian terhadap kebebasan beragama di Indonesia, Apabila masyarakat Indonesia menghayati secara baik paham Ketuhanan Yang Maha Esa, maka kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi, implikasinya stabilitas kerukunan antar umat beragama akan terjaga. Namun, fenomena yang terjadi dalam konteks Indonesia adalah suatu kesenjangan antara agama dan
6

masyarakat. Kebebasan beragama seharusnya menjadi prioritas utama sebagai ciri khas dalam tatanan bangsa yang majemuk berdasarkan agamanya, apalagi dengan kokohnya didukung oleh konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan penjabarannya ke dalam konstitusi UUD 1945. Pada kedua asumsi di atas, munculah perdebatan luas mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa, ada yang memandang sebagai credo/pengakuan iman masing-masing agama serta ada yang memandang sebagai pernyataan politis. Oleh karena Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi asas bagi bangsa Indonesia, maka secara tegas bangsa Indonesia dalam aktivitas hidupnya harus berdada pada jalur yang telah diputuskan dan disepakati bersama. Fakta normatif Ketuhanan Yang Maha Esa sangat ideal dalam penerapannya konteks Indonesia, khususnya Sulawesi Utara. Walaupun banyak gagasan yang memandang Pancasila sebagai asas politik dalam bentukannya terutama sila pertama, namun tidak menjadi alasan setiap orang dan sekelompok orang untuk bersikap subversif. Beberapa tahun terakhir kita dikejutkan dengan rentetan peristiwa terorisme, radikalisme, dan fanatisme. Melunturnya

Penghayatan Ketuhanan Yang Maha Esa menimbulkan pertanyaan, apakah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa masih menjadi kerangka berpikir dan bertindak bangsa Indonesia dalam menghadapi keragaman beragama di Indonesia. Keluarnya perda-perda syariat Islam tanpa mempertimbangkan keberagaman agama mengakibatkan kisruh yang tak kunjung selesai. Namun, ada juga dibeberapa daerah dengan masyarakatnya, menerima penuh Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sistem nilai yang bisa menjadi dasar pijakan semua masyarakat.
7

Ketuhanan Yang Maha Esa seharusnya menjadi sistem nilai yang berimplikasi terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Berdasarkan latar

belakang yang secara umum telah diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mencari tahu posisi Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah diamalkan secara baik oleh masyarakat atau tidak. Masyarakat Kampung Jawa Tomohon merupakan fokus penelitian dari penulis. Dilihat dari kuantitasnya, mayoritas penduduk memeluk Agama Islam. Masyarakat Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman-pemahaman tersendiri tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada yang mengatakan, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prioritas dari kelima sila dalam Pancasila, untuk itu Pancasila diamalkan saja, bukan diperdebatkan. Pada umumnya, masyarakat mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rumusan Pancasila telah mempersatukan dan memperdamaikan antar umar beragama yang ada di Kampung Jawa, Lansot, Saroinsong dan daerah-daerah sekitarnya. Pemahaman tentang Ketuhanan Yang Maha Esa secara konkrit mereka dapatkan dalam ajaran agama Islam. Sementara dilain kesempatan, pemerintah turut mengambil bagian dalam ceramah-ceramah tentang pentingnya Kerukunan Antar Umat beragama sebagai wujud dan kesadaran terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, penulis juga akan melihat bagaimana wujud nyata dari pengamalan Masyarakat terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah ada relevansi antara teori yang dianggap sangat ideal dengan aktualisasi diri dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan latar pemikiran dan uraian umum konteks penelitian yang di sebutkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, dalam rangka pendalaman data. Memang Pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha
8

Esa telah menjadi masalah klasik, prodak jaman, hanya berlaku di jaman komunial, itulah pandangan-pandangan terhadap Pancasila. Di satu sisi sangat menarik ketika kita melakukan pengkajian dalam konteks wilayah tertentu. Saat ini penulis memfokuskannya di Kampung Jawa Tomohon. Ketika seseorang atau sekelompok masyarakat salah dalam penjabaran sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka akan berpotensi konflik antar umat beragama, akhirnya tidak ada kerukunan, kebebasan beragama pun sering di batasi oleh sekelompok orang dalam rangka kepentingannya. Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon terdiri dari komunitas masyarakat yang telah mengalami percampuran budaya, kolaborasi antara budaya Jawa dan Minahasa membentuk suatu tatanan kehidupan yang mengutamakan kehidupan yang rukun antar sesama manusia. Dasar utama adalah suatu kajian tentang Al-Quran dan Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa telah melahirkan kesadaran untuk menjalin relasi sosial dengan sesama manusia yang berbeda golongan agama dan suku. Ketika kita mengerti dengan baik makna Ketuhanan Yang ada di dalam Pancasila maka umat Muslim dituntut untuk memberikan penghargaan kepada agama-agama lain dalam melakukan aktivitas keagamaan. Kebebasan beragama menjadi perhatian khusus dalam rangka mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Kampung Jawa Tomohon. Hubungan kekeluargaan yang telah tercipta menjadi salah satu faktor pendorong kerukunan antar umat beragama. Apabila hubungan kamu dan sesama manusia tidak sempurna maka hubungan kamu dengan Tuhan tidaklah sempurna, pernyataan-pernyataan seperti ini dikaji berdasarkan Kitab Suci Al-Quran dan berdasarkan peristiwa-peristiwa konflik yang akhir-akhir ini hadir dengan

mengatasnamakan nama Islam. Padahal dalam Ajaran Islam tidak ada himbauan untuk saling menumbangkan diantara manusia. Berdasarkan sejarah yang terjadi tentang Pancasila, ada beberapa kelompok Islam yang ingin memperjuangkan dan membentuk Indonesia menjadi Negara Islam, artinya dasar pijakan dari negara Indonesia bersumber pada ajaran Islam. Namun, dilain tempat ada umat yang beragama Islam menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang di dalamnya bisa mengakomodir seluruh umat beragama. Berdasarkan uraian-uraian tersebut penulis merasa tertarik dengan konteks Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon yang menjadikan Pancasila sebagai salah satu prioritas dalam membangun kehidupan yang rukun dan damai sambil memperjuangkan kebebasan beragama demi tercapainya kerukunan antar umat beragama. Penulis akan mendalaminya dengan melakukan penelitian dalam rangka menemukan pemahaman serta melihat fenomena hidup Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon yang akan disusun dalam Skripsi dengan Judul: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Implikasi Kerukunan Antar Umat Beragama dan Kebebasan Beragama Menurut Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. B. IDENTIFIKASI MASALAH Bertolak dari paparan dalam latar belakang pemikiran di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: - Munculnya perdebatan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yang memandang sebagai credo/pengakuan iman dan sebagai pernyataan politis.

10

- Berdasarkan Fakta sejarah, ada kelompok yang beragama Islam yang memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar Negara Indonesia. Namun, di tempat lain ada kelompok Islam yang menerima dengan baik Pancasila sebagai dasar dan asas negara Indonesia. - Keberagaman Agama bisa memicu lahirnya konflik antar umat beragama. - Melunturnya penghayatan akan Pancasila berakibat pada ketegangan sosial dan ketegangan keagamaan antar umat beragama. - Munculnya kelompok-kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan Agama Islam. - Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prioritas utama yang harus diamalkan, bukan menjadi perdebatan. - Ada agama yang tidak mengenal konsep Ketuhanan secara personal sesuai dengan syarat-syarat dan regulasi menurut pemerintah. C. PEMBATASAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah-masalah tersebut, maka penulis

membatasi masalah pada Berdasarkan Sejarah, ada kelompok-kelompok Islam yang memperjuangkan agar Ajaran Islam menjadi dasar dan asas Negara Indonesia. Namun, umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon menerima dengan baik Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia . D. PERUMUSAN MASALAH Bertolak dari identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah teologis: Bagaimana Pancasila terutama Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bisa dijadikan ideologi oleh Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai motivasi

11

untuk kebebasan beragama, sementara dalam panggung Sejarah ada kelompokkelompok Islam yang memperjuangkan Agama Islam sebagai ideologi dan dasar Negara Indonesia?". E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: Mencari tahu serta mendalami (analisis) pemahaman dan praktek hidup umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon hubungannya dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam realitas kehidupan beragama,

bermasyarakat dan bernegara. Mendapatkan kajian teoritis dalam rangka menemukan perbandingan antara fakta empiris (pemahaman umat muslim kampung jawa tomohon) dan fakta normatif (rumusan teori) terhadap rumusan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa Merumuskan suatu refleksi Teologis yang dialogis bertolak dari fakta kehidupan dan pemikiran Umat Islam Kampung Jawa Tomohon terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Manfaat Penelitian Mampu dijadikan bacaan ilmiah untuk para pembaca dalam memahami makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konteks Indonesia. Kiranya dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pembanding dengan fakta normatif /teoritis mengenai konsep Ketuhanan Yang Maha Esa.

12

Memperluas wawasan serta menambah pengetahuan dari suatu wilayah dan komunitas tertentu tentang paham dan praktek tentang Kerukunan Beragama dan Kebebasan Beragama dari hasil pemaknaan Ketuhanan Yang Maha Esa.

F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metodologi Penelitian a. Tempat / Lokasi Penelitian Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis telah menentukan lokasi penelitian yang akan menjadi fokus penelitian. Penulis mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Kampung Jawa Tomohon, Kec. Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Untuk memperlengkapi penulisan skripsi ini, dipandang perlu untuk mempelajari studi kepustakaan dengan mancari bahanbahan bacaan yang mengangkat tentang Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa dan implikasinya terhadap kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama. Bacaan-bacaan ini didapatkan di Perpustakaan Fakultas Teologi UKI Tomohon, perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Manado. b. Waktu Penelitian Sebelumnya penulis telah melakukan Observasi sejak 30 Mei 2011. Penelitian termasuk wawancara dan pengamatan langsung di lokasi penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2011 21 Januari 2012. c. Jenis Penelitian Penulis dalam mendapatkan data-data di lapangan, menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan taylor berpendapat, metodologi kualitatif
13

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bisa memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang. Hal menarik dalam realisasi penelitian ini, adalah mencari dan menemukan pengertian dan pemahaman tentang fenomena dalam suatu wilayah yang berkonteks khusus. Pengertian ini bisa diartikan sebagai pendekatan penelitian yang digunakan haruslah alamiah3. Jenis penelitian yang diuraikan di atas sangat relevan dalam mencapai tujuan penelitian ini. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan komunitas yang menjadi narasumber utama dalam melakukan wawancara secara terbuka. Konteks dimana komunitas ini beraktivitas menjadi tempat strategis untuk melihat fenomena-fenomena sosial dan keagamaan dari umat Muslim setempat tentang dampak dari pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, penelitian kualitatif sangat memberikan kontribusi dalam penelitian ini dalam mendapatkan kualitas data-data di lapangan. d. Teknik pengumpulan dan Analisis data Untuk mendapatkan data-data sehubungan dengan maksud dan tujuan peneliti di Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi: Observasi/Pengamatan, wawancara, catatan lapangan, dan studi kepustakaan. Selanjutnya penulis akan melakukan analisis terhadap data-data yang telah didapatkan di lokasi penelitian.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 2.
3

14

1) Observasi/Pengamatan Teknik pengumpulan data dalam sebuah penelitian yakni meliputi pengamatan atau observasi oleh Guba dan Lincoln berpendapat, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Manfaat dari teknik pengamatan ini untuk menangkap arti fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data4. 2) Wawancara Kepentingan teknik wawancara dalam jenis penelitian kualitatif adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, tuntutan, kepedulian, selanjutnya memferifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain dalam rangka membangun dalam sebuah pengembangan oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara. Jenis wawancara yang dimaksud dalam wawancara ini mengharuskan peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan, tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Wawancara ada beberapa jenis, yaitu wawancara tertutup dan wawancara terbuka. Wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai. Mereka tidak tahu tujuan peneliti adalah untuk mencari data. Sedangkan wawancara terbuka para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dalam rangka eksplorasi maksud dan tujuan

Moleong, Op.Cit., hlm. 174-175.

15

dari sebuah penelitian. Di dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terbuka demi mendapatkan hasil yang maksimal dan terciptanya komunikasi yang leluasa antara peneliti dan orang yang diwawancarai. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan oleh peneliti yang bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali, semua aspek dipandang memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Pokok-pokok yang dijadikan dasar-dasar pertanyaan diatur secara sangat terstruktur. Keuntungan wawancara terstruktur ialah jarang mengadakan pendalaman yang dapat mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta. Dengan demikian teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah menggabungkan antara wawancara terbuka dan wawancara terstruktur. Tujuan dari penggabungan dua teknik pengumpulan data wawancara adalah untuk mendapatkan jawaban dan pernyataan dari responden secara leluasa, dalam artian responden bebas memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. 3) Studi Kepustakaan Dalam teknik penelitian ini, penulis melakukan eksplorasi sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan pokok yang hendak menjadi pembicaraan utama dari sebuah skripsi. Di dalam bagian ini, penulis menekuni beberapa literaturliteratur, artikel-artikel dan bahan-bahan bacaaan lainnya. Studi kepustakaan ini memberikan sumbangan yang penting untuk pengkajian data dalam perumusan

16

penulisan skripsi ini secara utuh dalam membangun keterkaitan antara kajian teori dan data lapangan. 4) Analisis data Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dalam bentuk deskriptif, bertolak dari data yang didapatkan melalui pengamatan wawancara dan catatan lapangan. Dipihak lain, analisis data kualitatif adalah untuk

mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, dan membuat ikhtisar sehingga data-data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.5 Menurut Miles dan Herberman, tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi), oleh karena itu data kualitatif yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan penjelasan kualitatif, maka dengan analisis ini, apa yang ditemukan tidak hanya dijelaskan dengan apa adanya, harus diinterpretasikan.6 Dalam menganalisis data penulis melihat pemikiran J.B. Banawiratma dalam bukunya yang berjudul Aspek-aspek Teologi Sosial, menurutnya analisis dapat di bagi mejadi empat bagian yaitu: Analisis historis: situasi oyang di alami bersama di tempatkan dalam situasi yang lebih luas, yaitu memperjelas keadaan sekarang dengan melihat pengaruh-pengaruh masa lalu dan membentuk sarana orientasi pada masa yang akan datang.

5 6

Moleong, Op.Cit., hlm. 29. Suprayogo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 48.

17

Analisis sosial dan kultural: melihat aspirasi nilai-nilai sosial sebagai proses interaksi dalam masyarakat serta mengambil nilai-nilai budaya yang berpengaruh dalam satu komunitas serta berlaku untuk menemukan kerangka acuan tindakan yang konkrit.7

Penulis juga menggunakan Analisis Teologis dalam rangka mengangkat paham-paham teologis yang turut mempengaruhi tujuan dari penulisan skripsi ini. e. Populasi dan Penetapan Sampel 1) Populasi Ketika penulis memiliki lokasi yang menjadi sentral penelitian, maka harus diketahui jumlah sampel umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.8 Berdasarkan data yang diperoleh dari pemerintah setempat secara keseluruhan Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon berjumlah 823 Jiwa. 2) Sampel Sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sampel bertujuan. Sampel ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel dengan jumlah besar.9 Namun, bukan berarti keterbatasan sampel akan mengabaikan tujuan yang hendak

J.B. Banawiratma, Aspek-aspek Telogi Sosial, (Yongyakarta:Kanisius 1989), hlm. 12. W. Surachmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Remadja Karya, 1989). Hlm. 3 9 Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek , (Jakarta: Rineke Cipta, 1998), hlm.117.
8

18

dicapai oleh peneliti. Maka, penetapan sampel telah dipilih beberapa responden yang mampu untuk menjawab maksud dan tujuan dari penelitian ini. Responden yang dijadikan sampel berjumlah 14 Orang, yang terdiri 3 orang Tokoh Agama, 3 orang mewakili Pemerintah, 4 orang Pemuda dan orang tua 4 orang (orang tua yang dimaksud adalah juga umat muslim yang sudah lama menetap di Kampung Jawa Tomohon). G. METODE STUDI AGAMA Sebagai usaha untuk mendekati dan mempermudah penulisan skripsi ini, penulis harus menggunakan metode pendekatan studi agama-agama. Setelah dikaji, ternyata penelitian skripsi ini berkaitan dengan studi agama-agama. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi agama-agama. Pendekatan Historis-Empiris untuk meneliti latar belakang sejarah mulai dari munculnya sampai pada perkembangan keyakinan, ajaran dan ritual keagamaa, DoktrinalNormatif untuk mencari tahu doktrin-doktrin suatu agama , dan Fenomenologis adalah pendekatan untuk mencari hakikat atau inti dari apa yang ada di balik segala macam manifestasi agama dalam kehidupan manusia secara nyata di dalam konteks yang hendak menjadi lokasi penelitian.10 Sementara, ada beberapa ahli yang menggambarkan pendekatan studi agama dengan tujuh pendekatan, yakni; Pendekatan Antropologis, Feminisme, Fenomenologis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Teologis. Secara umum ketujuh pendekatan studi agama-agama ini, bermaksud agar penelti memperoleh pengetahuan tentang konsentrasi utama masing-masing disiplin kerangka kerja

10

Amin Abdullah, Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Peladjar, 1996), hlm. 27.

19

yang digunakan para praktisi. Tujuan umum yang lebih sederhana adalah membantu peneliti menentukan disiplin manakah yang paling cocok sebagaimana mereka merefleksikan pilihan spesialisasi metodologis. Ini adalah kewajiban yang harus dilakukan peneliti studi agama, dan pada hakikatnya yang terpenting adalah bagaimana setiap mahasiswa menghubungkan fenomena keagamaan yang mereka minati dengan ide, wawasan dan teknik yang menjadi dasar penelitian.11 Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pendekatan studi agama-agama, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Doktrinal (Teologi) dan Fenomenologis. Pendekatan doktrinal adalah untuk melihat ajaran-ajaran yang turut mempengaruhi Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dalam memahami rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pendekatan fenomenologi adalah usahausah peneliti dalam melihat realitas dan gejala-gejala yang terjadi di lokasi penelitian. Gambaran fenomena ini sangat memberikan pengaruh bagi peneliti demi mencapai maksud dan tujuan pokok penelitian yang hendak dicapai. H. SISTEMATIKA PENULISAN PENDAHULUAN : Dalam bagian ini berisi Latar Belakang Pemikiran Dan Alasan Pemilihan Judul, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data dan Pendekatan Studi Agama-agama dan Sistematika Penulisan.

11

Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta : LKIS). hlm. 12-

13.

20

BAB I

: Dalam bagian ini berisikan uraian data-data yang ditemukan di lapangan, yang meliputi Gambaran Lokasi Penelitian, Pemaparan Data Hasil Penelitian tentang pemahaman Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai implikasi kebebasan dan kerukunan antar umat beragama, serta Analisis Data Lapangan.

BAB II

: Dalam bagian ini memaparkan dan menguraikan Landasan dan Kajian Teoritis mengenai rumusan Pancasila Yang Maha Esa dalam konteks ke

Ketuhanan

Indonesiaan dan dalam konteks keagamaan. BAB III : Dalam bagian ini berisi uraian refleksi teologis dialogis yang merupakan hasil kajian dalam memahami dan memaknai pemahaman umat Muslim Kampung Jawa Tomohon tentang konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. PENUTUP : Pada bagian ini, berisikan kesimpulan penelitian yang dilakukan berdasarkan hasil kajian dengan usaha

memberikan saran-saran untuk kepentingan pengembangan studi agama-agama.

21

BAB I URAIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Berdasarkan data terakhir yang diambil dari dokumen pemerintahan Kampung Jawa Tomohon, Secara Geofrafis Kampung Jawa Tomohon termasuk dalam Wilayah Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Kampung Jawa Tomohon memiliki luas wilayah 3000 m2. Sebelah utara kelurahan Kampung Jawa berbatasan dengan Kelurahan Tumatangtang, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Tumatangtang, sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Tumatangtang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Pinaras. Pada tahun 1930 terbentuklah komunitas kampung jawa. Komunitas ini sendiri adalah yang pertama bermukim di Sulawesi utara. Dari data sejarah yang di ketahui, komunitas Kampung Jawa Tomohon berawal dari buangan Belanda pada tahun 1791. Mereka berjumlah 7 orang dengan pimpinan rombongan Tubagus Buang, Penghulu Abu Salam, Masjebeng, Mukhali, Abdul Rais, Abdul Hai dan Abdul Haris dari Banten Jawa Barat. Mereka dibuang oleh pemerintah Belanda karena dianggap pemberontak karena tidak ingin menjalin kerja sama dengan Belanda12. Mereka diturunkan di daerah pesisir Tanawangko dan diperintahkan untuk berjalan kaki ke daerah pegunungan, dengan tujuan agar tidak bisa kembali lagi ke daerah asal mereka. Ketujuh orang Banten ini menetap di Kakaskasen dan tinggal beberapa tahun dan tidak lama kemudian mereka
12

TT, AT, Wawancara, 2 November2011. AM, Wawancara, 11 November 2011.

22

berpindah di belakang kantor Pertamina Lansot. 7 orang ini semuanya adalah lakilaki dengan tidak membawa istri, secara tidak langsung mereka harus menyesuaikan dengan konteks yang ada di daerah Tomohon. Terjadilah kawinmawin dengan penduduk asli di Tomohon. Dengan demikian, Masyarakat Kampung Jawa Tomohon sebagian besar memiliki banyak keturunan JawaMinahasa. Selanjutnya, ketika berada di Lansot, mereka menderita penyakit cacar sehingga mereka berpindah di perkebunan kayu payung atau kayu yang besar (wilayah Kampung Jawa sekarang). Setelah penyakit kulit membaik, mereka menetap dan membentuk Kampung Jawa. Secara resmi Kampung Jawa Tomohon memiliki pemerintahan sendiri pada tahun 1930. Berdasarkan data terakhir monografi Kelurahan Kampung Jawa Tomohon tahun 2011, penduduk masyarakat Kelurahan Kampung Jawa Tomohon memiliki jumlah penduduk 830 Jiwa. Laki-laki 398 jiwa dan perempuan 432 Jiwa. Sebagian besar penduduk Kampung Jawa Tomohon adalah suku Minahasa. Sejak mereka datang di Tomohon mereka melakukan kawin mawin dengan penduduk asli Tomohon. Oleh karena itu, jika kita berkunjung di Kampung Jawa Tomohon sebagian besar masyarakat memiliki marga Minahasa. Bukan hanya Agama Islam yang bermukim di Kampung Jawa Tomohon, ada juga sebagian kecil umat Kristen yang tinggal di Kampung Jawa Tomohon. Berikut ini, adalah data-data Kampung Jawa Tomohon yang dibuat dalam bentuk Tabel. Tabel 1: Daftar Hukum Tua dan Lurah Kampung Jawa Tomohon dari tahun 1930-Sekarang No. Nama Periode Keterangan

23

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Jasmani Tabiman Umar Haji Ali Dzakaria Kiay Demak Motong Kiay Demak Logas Tagolan Rebo Tubagus Totong Masloman Abdurahman Tubagus Djaber Tubagus Majid Tubagus Saat Kiay Demak Abdullah Abusalam Alo S. Saratiyono

1930-1940 1940-1941 1941-1942 1942 - 1959 1959-1963 1963-1964 1964-1966 1966-1972 1972-1977 1977-1985 19785-1993 1993-2001 2001-2009

Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua Hukum Tua / Tahun 2006 berganti Lurah nama menjadi

14

Munir Lihawa

2009-Sekarang

Lurah

Ket. Tabel ini bertujuan untuk menjelaskan proses perjalanan kepemimpinan dari Kampung Jawa Tomohon sejak awal terbentuknya wilayah Kampung Jawa. Proses pergantian hukum tua dan lurah dilihat sebagai hasil dari relasi yang baik antara penduduk Kampung Jawa Tomohon dengan pemerintah sewaktu Kampung Jawa Tomohon masih satu pemerintahan dengan Kec. Saroinsong, di dalamnya terdiri dari masyarakat yang bersuku Minahasa. Pembentukan intitusi pemerintah dan periodesasi merupakan keterbukaan dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam eksistensinya untuk mengembangkan aspek-aspek kemasyarakatan.

Tabel 2: Data Menurut Agama di Kampung Jawa Tomohon No. 1 Agama Islam Jumlah Jiwa 823 Jiwa

24

2 3

Katolik Protestan

1 Jiwa 5 Jiwa

Ket. Tabel ini, memperlihatkan posisi jumlah masyarakat yang memeluk suatu agama. Terlihat didominasi oleh agama Islam terhadap agama lain. Berdasarkan data, ada 1 Jiwa dari Umat Katolik dan 5 Jiwa dari Protestan, walaupun jumlah agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan tidak seimbang dengan agama Islam, namun mereka menunjukkan fenomena hidup yang rukun dan damai. Tidak pernah dijumpai konflik yang antar umat beragama Islam dan Kristen.

Tabel 3: Data Menurut Tingkatan Pendidikan di Kampung Jawa Tomohon No. 1 3 4 5 6 7 8 Pendidikan Taman Kanak-kanak SD SLTP SMA Diplomat Sarjana Pasca Sarjana Jumlah 17 Orang 128 Orang 159 Orang 273 Orang 5 Orang 31 Orang 2 Orang

Ket. Tabel tingkatan pendidikan ini bertujuan untuk melihat berapa banyak penduduk yang merasa pentingnya faktor pendidikan. Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memiliki sekolah di tempat-tempat yang telah mengalami percampuran agama dan budaya. Hal ini membuktikan, keberagamaan telah menjadi proses alamiah yang tidak mengenal status agama. Fenomena ini sudah bisa menggambarkan pentingnya kerukunan antar umat beragama.

B. Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama dan Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Pemahaman Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ada dua agama besar yaitu Islam dan Kristen, ada juga beberapa agama lainnya Hindu, Budha dan Konghucu.

25

Masing-masing pasti memberikan pemahaman dan tanggapan tentang rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, banyak pandangan yang berbeda ketika mencoba untuk menguraikan apa isi dari Ketuhanan Yang Maha Esa. 13 Persoalannya terletak pada cara tafsir dari masing-masing agama dalam melihat Pancasila sebagai ideologi negara disesuaikan dengan Kitab Suci masing-masing agama. Sebenarnya, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi bagian penting bagi Umat Muslim, jauh sebelum Pancasila, nilai Ketuhanan telah menjadi dasar pijakan dalam perjalanan hidup orang beriman dan bertakwa. Pancasila kemudian hadir sebagai ideologi yang mempertegas dan menyatukan keberagamaan Agama dalam bingkai keIndonesiaan. 14 Agama Islam adalah agama yang sangat mendukung Pancasila dijadikan dasar hidup bagi Negara Indonesia. Pancasila memiliki nilai-nilai moral yang menjadi penuntun dan pedoman kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Ketika kita membicarakan tentang nilai Ketuhanan Yang Maha Esa maka kita sudah bisa mengerti sila-sila yang lain.15 Sila pertama tentang Ketuhanan merupakan modal utama dan sila-sila yang lain hanyalah pelengkap, sebab jika manusia berketuhanan pasti dia sudah bisa bermusyawarah, berperikemanusiaan dan berkeadilan, artinya orang yang berkeadilan pasti dia mengenal Tuhan. Masalah keyakinan adalah masalah yang lebih ke dalam diri setiap orang, ketika seseorang yakin dengan adanya Tuhan pasti memiliki sikap toleransi terhadap orang lain. Pada saat menjabarkan

13 14

TT, AT, ML, Wawancara, 4 November 2011. TT, IJ, Wawancara, 4 November 2011. 15 TT, HM, ML, Wawancara, 8 November 2011.

26

Ketuhanan Yang Maha Esa faktor pendidikan sangat mempengaruhi dan menentukan makna yang ada di dalamnya.16 Di konteks Indonesia umat Islam adalah Mayoritas dan status Pancasila masih bertahan sebagai ideologi negara, artinya umat Muslim merasa ada relevansi antara Pancasila sebagai dasar negara dan dasar hidup manusia. Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pancasila dipandang sudah relevan ditetapkan sebagai dasar negara apalagi dasar kepercayaan bagi setiap umat beragama.17 Ketuhanan merupakan suatu hal yang pokok dalam setiap agama sehingga suatu agama yang tidak memiliki Tuhan bukanlah suatu agama. Tentu semua agama mengajarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam Islam disebut Tauhid; yaitu mengesakan Tuhan yaitu Allah adalah satu. Dalam memahami Ketuhanan Yang Maha Esa banyak penafsiran yang muncul, bagi umat Muslim pemahaman Ketuhanan ini sama dengan pemahaman agama Kristen, percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa/yang tunggal. Agama Islam memiliki keyakinan Muhammad itu adalah rasul yang diperintahkan Allah untuk mewartakan wahyuNya, begitupun Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Rasul. Agama Islam meyakini, isi dari Pancasila termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa bersumber dari al-Quran, artinya dasar Ketuhanan diambil dalam Kitab Suci agama Islam, di dalam al-Quran sangat jelas dikatakan asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah). Sangat tidak diperkenankan setiap umat Muslim untuk mempersandingkan Tuhan dengan ilah-ilah lain. Namun, bukan berarti

16 17

AT, US, Wawancara, 8 November 2011. ML, Wawancara, 4 November 2011 .

27

mengatakan salah terhadap apa yang diperayai agama-agama lain. Lakum


diinukum wa liya diin: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (6) (QS. Al Kafirun: 1-6), berdasarkan penyataan ini sebagai kamu muslimin hendaknya tidak mencampuri urusan manusia dengan Tuhan dalam proses kepercayaannya.18

Ketuhanan dalam Agama Islam merupakan inti dari Ajaran Islam untuk mengakui akan adanya Tuhan Yang Esa. Namun, bukan berarti Agama Islam tidak menghargai agama-agama lain yang juga memiliki pemahaman dan rumusan tersendiri terhadap Tuhan yang mereka anut. Berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, umat muslim dituntut untuk menjalankan amal ibadah-Nya menurut kepercayaan-Nya tanpa memaksakan orang lain untuk memeluk Agama Islam, jika demikian yang terjadi, maka Agama Islam telah menjadi agama yang memaksakan kehendak.19 Pada umumnya umat muslim Kampung Jawa Tomohon mengenal dan mengetahui konsep Ketuhanan Yang Maha Esa diketahui dari ajaran agama, di dalamnya dikatakan apabila seseorang tidak mengakui adanya Tuhan, dengan demikian orang itu pun tidak beragama.20 Ceramah-ceramah keagamaan dilakukan oleh orang-orang yang telah ditunjuk untuk memimpin Umat, mereka adalah Imam dan Ustad. Kampung Jawa Tomohon hanya memiliki 1 Imam dan 1 Ustad. Walaupun, jumlah para pemimpin umat di Kampung Jawa Tomohon hanya terbatas tetapi kehidupan keagamaan dan bermasyarakat di Kampung Jawa Tomohon sangat baik.21 Ketika kita mengakui adanya Tuhan dan percaya kepada Tuhan kita pun dituntut harus mengasihi sesama kita. Seperti di dalam Al-Quran dikatakan,
18 19

TT, Wawancara, 8 November 2011. US, Wawancara, 8 Desember 2011. 20 AA, Wawancara 5 Januari, 2012. 21 ML, RT, Wawancara, 13 Desember 2011.

28

sebelum kamu mengasihi Aku, terlebih dahulu kamu harus mengasihi manusia. Itulah nilai-nilai Ketuhanan yang seharusnya dipraktekkan oleh setiap manusia termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon.22 Sebagai wujud keyakinan terhadap Tuhan Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon memiliki program untuk menyisihkan hasil pendapatannya untuk diberikan kepada saudara-saudara yang berkekurangan. Pemberian sedekah itu pertama disosialisasikan di tempat ibadah (Mesjid) kemudian di tunjuk beberapa orang untuk mengkoordinir dalam rangka pengumpulan segala sesuatu yang hendak diberikan dan disumbangkan. Itulah salah satu wujud nyata Umat Islam dalam keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.23 Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa apabila dijalankan dan diamalkan secara benar dan baik oleh umat Muslim, maka akan membuahkan hasil yang baik pula, diantaranya akan terjadi kerukunan dan perdamaian di tengah-tengah masyarakat.24 Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi diperdebatkan, karena pernah terjadi beberapa waktu yang lalu di Kampung Jawa Tomohon, sempat berkembang isu-isu, untuk tidak lagi mendukung Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, karena sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan kalimat yang keliru.25 Beberapa bulan yang lalu ada jamaah-jamaah tabliq yang datang dari Jawa dengan tujuan untuk membawa Dakwa di Kampung Jawa Tomohon, mereka
22 23

AT, Wawancara, 4 November. US, Wawancara, 7 Januari, 2012 24 AT, AM, Wawancara, 30 November, 2011. 25 ML, Wawancara, 13 Desember 2011.

29

datang dengan membawa peralatan masak, namun karena telah ada himbauan untuk berhati-hati dengan tamu-tamu yang datang berkunjung, mereka tidak diberikan kesempatan untuk menginap di Mesjid karena Mesjid adalah tempat ibadah. Pada Tabliq-tabli ini, diperbolehkan untuk mengajar, tetapi memberikan pengajaran yang baik dan bisa mengarahkan umat bukan memberikan pengajaran sesat. Akhirnya mereka dikenakkan aturan, setelah mengajar di rumah-rumah harus pulang ke tempat mereka tidak boleh menetap dan bertempat tinggal di Kampung Jawa Tomohon.26 Perdebatan yang muncul tentang kata Ketuhanan ini bukan pertama kalinya Kampung Jawa Tomohon, dibeberapa daerah pernah terjadi konflik kekerasan oleh karena persoalan tafsit tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan isu ini juga diketahui oleh masyarakat terlebih khusus umat muslim di Kampung Jawa Tomohon dan dampaknya sangat buruk, sangat mudah memicu kesalahan dalam memandang sesuatu yang berhubungan dengan agama, dengan demikian yang akan terjadi adalah konflik baik antar umat beragama dan terhadap pemerintah. Seharusnya Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa tidak harus diperdebatkan, masyarakat mengamalkan saja nilai-nilai dari Ketuhanan Yang Maha Esa.27 Wacana tentang Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa diduga diindoktrinasi oleh tabliq-tabliq yang datang mengajar agama. Juru tabliq ini dalam pencerahan yang dilakukan mengatakan bahwa Ketuhanan dalam Pancasila telah menunjuk adanya banyak Tuhan dan banyak kepercayaan, sedangkan dalam

26 27

TT, IS, ML, HM, Wawancara, 8 November 2011. ML, Wawancara, 8 November 2011.

30

agama Islam Tuhan yang dipercayai hanyalah Allah, tidak ada yang Allah yang lain. jadi, negara memiliki kepentingan pribadi untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara.28 Namun, isu-isu yang berkembang bisa diantisipasi karena akan sangat berbahaya jika para Tabliq-tabliq ini lebih lama mempengaruhi masyarakat untuk memikirkan suatu hal yang tidak harus untuk dipermasalahkan. Sebagian besar masyarakat Kampung Jawa Tomohon sejak awal tidak mempersoalkan tentang rumusan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, karena kami yakin apa yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa menjelang kemerdekaan telah dipikirkan dengan sangat baik.29 Ternyata Pancasila memiliki nilai-nilai luhur untuk suatu keutuhan dan keamanan bangsa, tidak mungkin bangsa Indonesia merdeka tanpa ada Pancasila dan tidak mungkin bagsa Indonesia tentram tanpa ada Pancasila. Yang sangat berpengaruh dalam Pancasila adalah sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila seseorang telah mengerti dengan jelas maksud dan maknanya, maka seseorang akan sangat mudah untuk mengerti dan bahkan mempraktekan keempat sila lainnya.30 Jika kita membahas konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam hubungannya dengan kebebasan Beragama dan Kerukukan Antar Umat Beragama, maka itulah juga yang sementara dipertahankan oleh masyarakat Kampung Jawa Tomohon. Dalam ajaran Islam, manusia yang bertaqwa terhadap

28 29

TT, Wawancara, 8 November 2011. HM, TT, Wawancara, 8 November. 30 AT, AM, Wawancara, 30 November.

31

Tuhan Yang Maha Esa maka dia harus mampu berdampingan dengan orang lain dengan tidak saling mencari masalah.31 Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi dasar setiap masyarakat terhadap Tuhan yang diyakininya. Memang beberapa tahun terakhir ini, banyak konflikkonflik yang mengatasnamakan Islam. Misalnya, ada beberapa kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia, usulan-usulan peraturan daerah yang diskriminasi dengan memihak kepada Islam. Oleh karena itu, di Kampung Jawa Tomohon terus diberi himbauan untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu yang sedang dibicarakan di beberapa media berita. Kenyataan yang terjadi, kerukunan antar umat beragama baik Kristen dan Islam terus terjaga dan terpelihara dengan baik.32 Konflik antar umat beragama tidak pernah terjadi dalam perjalanan kehidupan masyarakat di Kampung Jawa Tomohon. Sejak terbentuknya kampung Jawa Tomohon tidak didapati ada konflik antar agama. Memang pada tahun 4 November 2010 sempat terjadi kekacauan, itupun diakibatkan oleh ulah para pemuda-pemuda yang sudah terpengaruh dengan minuman keras.33 Pemudapemuda ini berasal dari Kampung Jawa Tomohon dan Kelurahan Lansot, oleh karena keadaan yang tidak stabil, maka pemuda-pemuda dari Kampung Jawa Tomohon berusaha melindungi diri.34 Namun pemuda-pemuda dari Lansot pulang dan menyebarkan isu-isu napa torang sementara da ba minum orang Islam dari Kampung Jawa so pukul.

31 32

AT, ML, TT, Wawancara, 4 November. DS, AA, RA, Wawancara, 7 Januari 2012. 33 AM, Wawancara, 30 November 2011. RA, ML, Wawancara, 13 Desember 2011. 34 RA, Wawancara, 7 Januari. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.

32

Sekitar pukul 15.00 waktu itu, beberapa pemuda-pemuda dan juga masyarakat, mereka datang ke Kampung Jawa Tomohon dengan membawa benda-benda tajam seperti parang dan sejenisnya, selayaknya untuk berperang.35 Masyarakat Kampung Jawa Tomohon merasa bahwa mereka hanyalah kelompok minoritas maka mereka memilih untuk tetap berada di dalam rumah sambil menunggu polisi untuk mengamankannya. Memang beberapa kali peristiwa seperti ini terjadi, namun tidak sampai kepada konflik yang besar, apalagi membawa nama Agama.36 Sikap untuk mengalah dan tidak terpancing dengan keadaan merupakan keharusan dan ajaran yan selalu didapatkan oleh para orang tua dan pemimpin agama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Sikap-sikap seperti ini bisa melahirkan sebuah kesadaran dan mencairkan suasana menjadi lebih baik dan tidak akan merugikan orang lain termasuk diri sendiri.37 Setelah terjadi peristiwa tersebut, maka suasana kembali menjadi stabil, ketenangan yang dilakukan adalah sebuah kesadaran bahwa sebagian besar masyarakat telah memiliki budaya Jawa-Minahasa, artinya torang kwa basudara, Cuma tu torang pe anak-anak blum talalu tau, itu jelas terlihat dengan beberapa marga Minahasa, misalnya marga Togas, Kapoyos, Pangkerego, Kalimata, dsb. dalam kehidupan masyarakat Kampung Jawa Tomohon, apabila ada beberapa keluarga yang hendak berpindah agama, misalnya dari agama Kristen berpindah

35 36

RA, AA, Wawancara, 7 Januari 2012. ML, Wawancara ,13 November 2011. 37 JP, AA, Wawancara, 5 Januari 2012.

33

ke Islam dan agama Islam berpndah ke Kristen itu merupakan hal yang biasabiasa saja.38 Di hari-hari raya agama baik Kristen dan Islam saling bersilahturahmi karena banyak memiliki ikatan darah (ikatan kekeluargaan). Tidak jarang kampung jawa tomohon pada saat Hari Raya Idul Fitri, situasinya sangat ramai dan padat di kunjungi oleh kerabat keluarga dan masyarakat dari kelurahankelurahan tetangga maupun dari luar kota tomohon. Pengamalan Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dilihat pada saat umat Kristiani melakukan pengamanan dan penjagaan mesjid sebagai wujud kebersamaan dan menjaga kerukunan. Begitupun sebaliknya, pada saat menjelang perayaan Natal, pemudapemuda Kampung Jawa Tomohon yang beragama Islam berbondong-bondong pergi ke Gedung Gereja.39 Mempraktekkan kebaikan dan kerukunan merupakan tuntutan agama, itulah wujud ketaqwaan kepada Allah. Umat Muslim di Kampung Jawa tidak pernah memaksakan masyarakat lain untuk memeluk agama yang mereka anut yaitu Agama Islam. Apabila seperti itu yang terjadi, dengan demikian Agama Islam sudah membatasi seseorang untuk beragama dan jika demikian, tidak ada pengamalan terhadap Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita adalah warga negara Indonesia yang berada di bawah payung Pancasila, maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negara untuk memaknai Pancasila. Jadi, masing-masing sila dalam Pancasila memiliki makna yang besar, setiap

TT, ML, Wawancara, 8 November 2011. TT, HM, IJ, Wawancara, 8 November. ML, DS, Wawancara, 13 Desember 2011. AA, RT, Wawancara, 7 Januari 2012. AA, Wawancara, 10 Januari 2012.
39

38

34

orang yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Allah, maka dia akan mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan dan berkeadaban.40 Dukungan terhadap rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya datang dari Umat muslim Kampung Jawa Tomohon. Pemerintah juga mewajibkan masyarakat untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi terciptanya hidup rukun dan damai. Menurut mereka ketika telah ada hubungan persaudaraan, maka tidak lagi melihat keyakinan tapi persamaan yang lebih ditonjolkan.41 Dibeberapa kesempatan apabila ada acara suka maupun duka, dari pimpinan Agama dan Pemerintah mengambil kesempatan untuk memberikan pencerahan kepada Umat Muslim untuk mempertahankan hidup rukun dan damai, yang paling ditekankan adalah persamaan bahwa semua adalah manusia yang memiliki Tuhan dengan tuntutan saling membutuhkan dan melengkapi. Pokokpokok ini meyakinkan bahwa Agama Islam dalam ajarannya tidak

memperkenankan seseorang untuk membunuh atau saling mencederai, karena itu bukanlah sifat-sifat dari kaum muslimin, semua manusia sama dihadapan Tuhan. Oleh karena itu, pada waktu belajar tentang agama haruslah dipahami dan dimaknai secara baik sehingga nilai-nilai dari ajaran agama tidak salah dalam aktualisasinya.42 Pengetahuan tentang Pancasila Khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan saja didapatkan di dalam agama bisa juga didapatkan juga saat di bangku sekolah. Ketika seorang Muslim sudah memahami dan memaknai dengan baik
40 41

TT, AT, Wawancara, 4 November 2011. IJ, Wawancara, 7 Januari 2012. RT, ML, Wawancara, 13 Desember 2011. 42 AT, Wawancara, 30 November 2011.

35

ajaran agamanya, dia tidak lagi memperdulikan urusan orang lain apalagi di wilayah agama. Karena urusan kamu dengan Tuhan adalah urusan yang bersifat pribadi. Intinya, jika kita mengamalkan nilai-nilai Ketuhanan maka rasa kemanusiaan terhadap sesama sangat tinggi. Ditambahkan lagi, apabila hubungan seseorang tidak sempurna dengan sesamanya maka tidak sempurna dengan Tuhan.43 Di zaman sekarang ini, banyak Umat Muslim yang menganggap diri mereka memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka yang mereka lakukan hanyalah mempersoalkan dan memperdebatkan hal-hal dalam agama yang tidak terlalu penting untuk dijadikan masalah, misalnya; munculnya perdebatan mengenai Sunnah, Sunnah hanyalah persoalan kelebihan/bonus ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan baik hal itu sebenarnya tidak pantas untuk diperdebatkan secara lebar, malahan hal-hal utama seperti sholat 5 waktu tidak dijalankan secara benar dan penting untuk dibicarakan.44 Kepercayaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa berdampak pada pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap berpengang pada kitab suci AlQuran. Sebagai umat Muslmimin keteguhan iman untuk berpegang pada keyakinan agama sangatlah penting, namun dalam kehidupan sehari-hari yang disekitarnya terdapat manusia lain yang berbeda agama, maka agama Islam harus mampu untuk menjalin interaksi sosial dengan orang lain. Di Indonesia, bukan hanya agama Islam, kemajemukan baik agama dan budaya adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita hindari. Rasa cinta kepada Tuhan harus disalurkan juga kepada sesama manusia dalam kesehariannya,
43 44

AT, AM, Wawancara, 30 Noember 2011. US, Wawancara, 7 Januari 2011.

36

apalagi masyarakat yang ada di Kampung Jawa Tomohon telah mengalami perkawinan campur dengan masyarakat yang ada disekitar Kampung Jawa dan daerah-daerah lain. Perdamaian akan selalu terbina ketika ada rasa saling membutuhkan dan tidak ada keegoisan dari setiap orang, itulah makna dari ibadah Umat Muslim yang benar.45 C. ANALISIS DATA Setelah mendapatkan data dalam proses wawancara dengan sebagian umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon, penulis juga turut mengamati realitas di lapangan yang juga adalah homogen, karena dari data yang ada, masyarakat Kampung Jawa Tomohon didominasi oleh umat yang beragama muslim, walaupun ada 6 orang yang memeluk agama Kristen. Fenomena ini tidak menjadi hambatan bagi komunitas Masyarakat Kampung Jawa Tomohon untuk menerapkan perilaku hidup yang berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penulis melihat proses kehidupan mereka, dengan tujuan melihat kesejajaran antara fakta normatif (lewat pernyataan-pernyataan dari pada responden) dengan fakta empiris (lewat fenomena secara langsung, aktivitas umat Muslim Kampung Jawa Tomohon). Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, kita diperhadapkan dengan fenomena yang tidak terbantahkan yaitu kemajemukan dan pluralitas, baik agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan dua komponen besar yang pada satu sisi memberikan kekayaan kepada manusia dalam mengatur moralitas manusia, disisi lain Agama dan Budaya telah membentuk komponen masyarakat yang terkotak-kotakan dengan pemikiran yang eksklusivisme tanpa ada rasa peghargaan terhadap orang lain yang berlainan agama dan budaya. Setiap
ML, Wawancara, 13 Desember 2011. TT, Wawancara, 8 November 2011. AT, Wawancara, 30 November 2011.
45

37

agama memiliki perbedaan yang mendasar, baik dari Kepercayaan terhadap Yang Suci maupun ritual keagamaan. Masing-masing agama memiliki penjelasan terhadap apa dipercayainya Yang Suci dan penjelasan atas proses ritual yang dilakukannya. Indoktrinasi dari agama turut mempengaruhi sikap dan sifat seseorang dalam melihat segala hal. Artinya, agama telah mempengaruhi proses seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Agama tidak bisa lagi dipisahkan dengan manusia, karena manusia memiliki kebutuhan dan keinginan untuk beragama. Doktrin Ketuhanan merupakan titik berpijak dari setiap agama. Masing-masing memiliki interpretasi dalam membangun perspektif tentang Tuhan dan membangun hubungan dengan Tuhan. Setiap agama di dalamnya menanamkan nilai-nilai moral untuk bisa membangun hubungan baik dengan sesama manusia. Jika tidak demikian, yang terjadi adalah kekacauan. Bagaimana dengan sekelompok orang yang membawa nama Agama lantas praktek konkritnya adalah saling menumbangkan satu terhadap yang lain. Beberapa tahun terakhir ini, rentetan aksi tragis dan anarkis kerap kali kita dengar berasal dari ormas-ormas dan kelompok-kelompok yang mengatas namakan agama Islam. Hal ini menjadi pergumulan besar umat Muslim yang ada di Indonesia dalam menghadapi stigmatisasi terhadap agama mereka. 1. Analisis Historis Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon merupakan tatanan masyarakat yang yang minoritas beragama Islam. Dari latar belakang sejarah, terbentuknya komunitas Kampung Jawa Tomohon harus melewati perjuangan dan pergumulan yang panjang. Ternyata sejarah yang dimiliki Umat Muslim Kampung Jawa

38

Tomohon menyimpan makna yang mendalam, dalam artian sejarah yang dimiliki oleh masyarakat Kampung jawa Tomohon memberikan pengaruh yang besar terhadap kelahiran dan perkembangan kehidupan bersosialisasi dan bermasyarakat di Kampung Jawa Tomohon sampai masa kini. Berawal dari buangan Belanda yang dipandang sebagai pemberontak, diprediksi tidak bisa lagi melakukan aktivitas, namun fakta yang terjadi mereka boleh membangun relasi sosial dengan masyarakat di tempat yang menjadi lokasi pembuangan dari ke tujuh buangan dari Banten. Setelah mendengar pernyataan dari beberapa responden, ternyata Pancasila bukan merupakan dasar awal bagi umat Muslim dalam pengenalan terhadap Keesaan Tuhan. Pancasila lahir setelah agama Islam telah mengenal tentang Ketuhanan. Para buangan-buangan dari banten telah menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dibuktikan dengan, bertahannya mereka ditengah-tengah kemajemukan agama dan budaya ketika berada di Tomohon. Ekspansi ajaran menjadi berkembang dalam artian mendapatkan respon yang baik dari penduduk-penduduk asli Tomohon yang bersuku Minahasa. Setelah sampai pada tahap memdedah konteks sejarah dibantu dengan tanggapan-tanggapan para responden, penulis berpikir bahwa Pancasila hanyalah ideologi bersama dalam persyaratan untuk membentuk suatu Negara Republik Indonesia. Sila pertama dalam Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa hanyalah penegasan kepada masyarakat dalam penerapan moral-moral kehidupan bermasyarakat. Apabila Pancasila tidak ada, maka Indonesia tidak terbentuk menjadi Negara Indonesia. Harus dipertegas kembali, Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memahami konsep Ketuhanan Yang Maha Esa bukan dari Pancasila, karena
39

rumusan ini telah ada di Al-Quran dan hal ini jauh diketahui serta diamalkan oleh umat Muslim pada umumnya. Pancasila hadir untuk mengakomodir beragamnya agama dalam berbagai kepercayaannya, maka Pancasila harus menjadi salah satu pegangan dan ideologi terbuka dalam konteks kenegaraan untuk membentuk tatanan masyarakat yang saling menghargai agama-agama lain. Proses sejarah yang telah berlangsung harus dipahami sebagai pintu masuk untuk melihat latar belakang dibalik realitas dan proses hidup yang telah terjadi saat ini. Sangat perlu untuk mengangkat fakta sejarah sebagai awal terbentuknya komunitas Kampung Jawa Tomohon. Ketika ketujuh buangan dari Banten datang di Tomohon, mereka telah menganut suatu aliran kepercayaan dalam Islam. Di dalam agama Islam, bukan hanya satu golongan saja, melainkan ada beberapa aliran-aliran yang lahir dan berkembang di tengah-tengah keberagaman agama dalam konteks Indonesia. Walaupun mereka berstatus sebagai buangan-buangan Belanda yang dianggap pemberontak, mereka bisa hidup dan bersosialisasi di dalam wilayah yang didominasi oleh budaya Minahasa dengan tetap memegang identitas sebagai umat yang menganut kepercayaan Islam. 2. Analisis Sosial dan Budaya Terbentuknya relasi sosial yang baik merupakan hasil pemaknaan umat Muslim terhadap pokok-pokok dalam ajaran Islam. Apalagi faktor kebudayaan telah memberi pintu masuk bagi hubungan sosial antara umat muslim Kampung Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya. Perjumpaan antara budaya Jawa dan Minahasa telah dibagun dan dipadukan pada saat ketujuh Buangan dari Banten. Mereka berinteraksi dengan sebagian masyarakat Minahasa dan akhirnya

40

memutuskan untuk kawin. Dengan demikian terjadilah proses keturunan yang sampai saat ini sebagian besar umat Muslim Kampung Jawa Tomohon bersuku Minahasa. Ikatan keluarga yang terbentuk menjadi semangat dan dorongan bagi masyarakat untuk menjalin kerukunan dan relasi sosial yang baik. Keyakinan tidak lagi dipandang sebagai tembok-tembok pembatas, melainkan suatu kekayaan yang bisa saling mengisi dan membangun satu sama lain. Sikap saling memberikan pengertian dan rasa toleransi berdasar juga pada kesadaran akan adanya hubungan keluarga dengan sebagian masyarakat yang beragama Kristen. Dengan demikian, ketika telah membangun hubungan keluarga, maka keinginan untuk berdamai dan hidup saling mengasihi akan timbul dengan sendirinya. Hal inilah yang ingin ditampilkan oleh Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon, demi kerukunan antar umat beragama. Satu hal yang menarik adalah pada saat anggota keluarga ingin berpindah keyakinan Agama, maka tidak ada larangan untuk berpindah agama. Persoalan berpindah keyakinan merupakan kebebasan dari setiap manusia. Dalam Al-Quran pun kaum muslimin tidak diperkenankan untuk memaksakan seseorang untuk memeluk Islam. Sebuah kebebasan orang untuk beragama merupakan pemberian penghormatan hubungan Tuhan dengan manusia. Oleh karena itu, pemahaman seputar Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki berbagai pernyataan yang menarik. Di Kampung Jawa Tomohon pernah terjadi konflik, konflik ini merupakan kekacauan yang datang dari pemuda-pemuda Kampung Jawa Tomohon dengan pemuda-pemuda dari kelurahan Lansot. Akar penyebab konflik antar pemuda

41

datang dari pengaruh minuman keras yang terlalu berlebihan, oleh karena melepas kekesalan dan untuk mencari dukungan kuantitas dari orang lain maka mereka menggunakan nama Agama untuk memprovokasi demi terjadinya konflik. Konflik itu tidak terjadi, karena masyarakat Kampung Jawa Tomohon tidak ada yang keluar dari rumah mereka. Penulis melihat, rupanya ada kesadaran dari umat Muslim untuk tidak terpancing dengan undangan untuk berkonflik dari pemudapemuda dari Kelurahan tetangga. Ungkapan Napa torang orang Islam so pukul merupakan kata-kata yang bersifat provokatif, ternyata sebagian umat beragama sangat mudah menggunakan nama-nama agama untuk memicu terjadinya konflik antar umat beragama. Konflik ini tidak dilihat sebagai konflik antar agama, walaupun secara menonjol para pemuda-pemuda menggunakan bahasa orang Islam secara umum. Benturan yang terjadi, merupakan pengaruh dari pergaulan pemuda-pemuda yang telah mengkomsumsi minuman keras secara berlebihan, akibatnya relasi sosial menjadi kacau dan tidak terkendali. Bahaya besar bisa terjadinya konflik baik internal dan eksternal di konteks Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon adalah sikap yang terlalu berlebihan, menerima informasi yang tidak jelas kemudian melakukan perluasan isu-isu yang tidak benar. Jika dikaji, penyebaran isu-isu yang tidak benar merupakan sikap yang suka mencari-cari masalah. Namun, walaupun demikian yang terjadi, pada umumnya masyarakat dan pemerintah setempat mampu untuk menyaring setiap informasi yang berkembang dan dianalisa semaksimal mungkin untuk mencegah pecahnya konflik, baik konflik sosial dan konflik agama.

42

3. Analisis Teologi Secara umum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ideologi utama yang mendasari hidup warga negara adalah Pancasila. Di dalam agama Islam, ajaran utama adalah tentang Tauhid Ketuhanan. Pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan cita-cita luhur dari bangsa Indonesia dalam konteks kemajemukan dan keberagaman agama. Oleh karena terdapat beberapa agama di Indonesia, maka masing-masing agama memberikan isi dan tafsiran terhadap rumusan sila pertama. Konsep Ketuhanan menurut Umat Islam Kampung Jawa Tomohon tidak lain berasal dari Kitab Suci Al-Quran yang dianggap oleh umat muslim sebagai wahyu dari Allah dengan perutusan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Namun, ada responden yang mengatakan bahwa, usaha-usaha memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila sebenarnya sama dengan umat Kristen yang meyakini Tuhan Yang Esa. Apalagi agama-agama Samawi dari fakta historikal memberikan bukti jelas, tentang adanya hubungan baik antara Nabi-nabi terdahulu dalam membangun sebuah wilayah masyarakat yang penuh kedamaian. Pada dasarnya Umat Islam memiliki kajian tersendiri ketika hendak menjelaskan tentang konsep Ketuhanan Yang Esa. Secara langsung ada yang memberikan tafsir tunggal yang bisa berdampak eksklusivitas dan ada beberapa tanggapan yang memberikan pernyataan bahwa Ketuhanan memiliki jangkauan yang universal. Ketika Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi poros utama dalam mengisi Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia muncullah berbagai tafsiran yang pada dasarnya masing-masing memberikan penilaian terhadapnya.

43

Debat terbuka terjadi kalangan tertentu dengan berbagai kepentingan dan suksesi dengan menggunakan Tema Agamis yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon merasa gelisah ketika Ketuhanan Yang Maha Esa diperdebatkan secara terus-menerus. Beberapa responden berpendapat bahwa Pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa tidak harus diperdebatkan, apalagi perdebatan yang terlalu jauh dengan dasar yang sempit, apalagi ada kepentingan dari orang-orang tertentu saja, hanya akan memicu terjadinya kecemburuan dan kesenjangan di tengah-tengah antar umat beragama. Dewasa ini, Pancasila masih berdiri kokoh sebagai dasar bagi masyarakat Indonesia didalam keanekaragaman yang ada baik agama maupun kehidupan bermasyarakat terutama umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Hal ini dibuktikan dengan stabilitas relasi sosial antara masyarakat Kampung Jawa Tomohon dengan masyarakat di sekitarnya. Ketuhanan merupakan pokok ajaran dalam Islam yang juga dikenal sebagai Tauhid, maka semua bentuk aktivitas umat Muslim haruslah berdasarkan Ketuhanan yang menjadi inti kepercayaan. Jangkauan Ketuhanan ternyata tidak terbatas pada umat Muslim saja. Ketuhanan bersifat universal, itulah yang menjadi kebutuhan dan kepentingan setiap umat beraama dimasa kini. Segala bentuk pengetahuan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sepenuhnya tertuang dalam Al-Quran. Artinya, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa tidak bisa dilepaskan dengan Kitab Suci agama Islam. Walaupun keyakinan umat muslim tentang Ketuhanan dalam Pancasila bersumber dalam Al-Quran, namun mereka

44

tidak bersikap eksklusif terhadap agama-agama lain yang ada disekitar mereka. Dasar uatama yang dipegang oleh umat muslim adalah sebuah kesadaran bahwa mereka berada ditengah-tengah kemajemukan dan pluralitas agama-agama. Itulah realitas sebenarnya yang sedang dihadapi masyarakat saat ini. Persoalan Ketuhanan Yang Maha Esa memang telah menjadi isu yang klasik, karena perdebatan-perdebatan mengenai sila pertama ini tidak kunjung selesai. Namun, dimasa kini nilai-nilai Ketuhanan terkadang dipandang biasabiasa saja dan seakan-akan tidak memiliki makna yang penting. Padahal, ketika kita mengkaji lebih dalam, akar terjadinya konflik sosial dan konflik agama salah satu bersumber dari ketidaktahuan masyarakat tentang makna Ketuhanan di dalam agama yang mereka anut. Sebab, di dalam agama yang diyakini seseorang pasti mengajarkan Ketuhanan menurut cara dan metode yang berbeda. Umat Islam Kampung Jawa Tomohon mengisi makna Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan ajaran Islam yang mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan peribadatan berdasarkan keyakinan dan kepercayaan mereka. Seseorang yang telah mempelajari baik ajaran-ajaran agama dengan baik pasti akan mengamalkan nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan setiap hari. Hal ini ditunjukkan oleh umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, dengan cara menjaga kerukunan antar umat beragama. Sangat menarik ketika kita mendapatkan beberapa pernyataan tentang makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa dari satu wilayah tertentu yang mayoritasnya adalah agama Islam, sementara disatu sisi mereka berada di tengahtengah Minoritas masyarakat yang beragama Kristen di Kota Tomohon secara

45

keseluruhan. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon berdasarkan kepercayaan kepada Allah dan Kitab Suci sebagai wahyu tunggal memiliki keyakinan bahwa Allah itu Esa/tunggal asyhadu an-laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah). Walaupun sebagian besar responden memberikan pernyataan secara tegas bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa hanyalah bersumber dalam Al-Quran, namun fakta yang terjadi adalah penjagaan stabilitas dalam bentuk toleransi terhadap agama-agama lain. Memang, konflik antar umat beragama dengan membawa nama agama merupakan pergumulan besar yang sementara dihadapi oleh umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, mengapa tidak, ada beberapa kelompok-kelompok yang melakukan teror di beberapa daerah dengan maksud ingin mendirikan Negara Islam Indonesia, ada juga dengan alasan ingin mengembalikan kesucian Islamisasi. Secara umum mereka mambawa nama Islam dalam aktivitasnya, otomatis sebagian masyarakat yang non-Islam berpandangan buruk terhadap agama Islam. Dengan berbagai pernyataan yang muncul Islam adalah Agama pembunuh, agama pembantai, agama yang suka kekerasan dan peperangan. Setelah dipelajari dan ditelusuri aksi-aksi anarkis dan upaya-upaya yang mereka lakukan hanyalah berdasarkan pada ideologisasi kepentingan pribadi, oleh karena kekeliruan dalam menafsirkan Kitab Suci yang terlalu harafiah dan ada kepentingan-kepentingan politik dalam memenuhi apa yang menjadi tujuan mereka. Perlu untuk diketahui bersama bahwa aksi terorisme yang membawa nama Islam sangat tidak sesuai dengan ajaran agama Islam dan mereka bukanlah mewakili keseluruhan umat Islam di Indonesia.

46

Kerukunan antar umat beragama merupakan harapan dan cita-cita dari setiap warga negara, apalagi pemberian hak kepada seseorang untuk dapat memeluk agamanya secara bebas. Pengamalan dan refleksi terhadap kepercayaan kepada Tuhan dibuktikan dengan aplikasi nyata; setiap hari-hari raya besar agama, umat Muslim dan Kristiani saling bergantian menjaga tempat ibadah, hal ini bertujuan agar kerukunan antar umat beragama terjalin secara terus menerus. Di hari-hari raya agama, hal menarik yang terlihat adalah proses silahturahmi antara masyarakat Kampung Jawa Tomohon dan masyarakat tetangga, baik dihari Natal dan Idul Fitri sangat ramai dengan masyarakat yang saling berkunjung. Proses yang telah berlangsung, membuktikan bahwa masyarakat yang datang berkunjung di Kampung Jawa Tomohon memiliki penilaian yang baik tentang pergaulan baik beragama dan bermasyarakat. Dengan demikian, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, merupakan interpretasi antara Kitab Suci AlQuran direlevansikan dengan konteks beragama dan bermasyarakat masa kini. Sepanjang sejarah tidak pernah terjadi Konflik antar agama di Kampung Jawa Tomohon. Hal-hal sederhana itu memberikan sangat menyadari bahwa telah terjadi perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku merupakan interpretasi sebagian besar umat Muslim termasuk para tokoh-tokoh Islam dalam membentuk sikap hidup yang memiliki rasa toleransi terhadap agama lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memeluk agamanya tanpa ada paksakan dari orang lain. Secara umum, rumusan sila pertama di dalam Pancasila merupakan bagian penting bagi masyarakat Kampung Jawa Tomohon dalam memahami realitas
47

Indonesia yang majemuk. Masyarakat memahami Ketuhanan sebagai ideologi bersama dalam membentuk nilai hidup yang cinta akan perdamaian, terlepas dari hal ini Negara seharusnya tidak membatasi diri pada kesepakatan dan kesimpulan politik tentang paham Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nafas setiap agama, hanya bisa dimiliki oleh 6 agama. Undang-undang dasar 1945 merupakan konstitusi yang mengatur dan membentuk konteks sosial yang bebas dari kepentingan politik dan agama tertentu. Hal penting yang perlu ditegaskan, Pancasila yang di dalamnya termaktub Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukan merupakan sumber utama dalam memahami realitas kehidupan beragama dalam Agama Islam, tetapi Pancasila merupakan ideologi yang hadir dalam konteks Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. Kehadiran Pancasila khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus dipahami dan didekati dengan paham teologis masing-masing agama dalam mendukung dan menerima Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini dilakukan juga oleh komunitas Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon, semua aktivitas hidup yang berhubungan langsung dengan umat beragama lain harus memiliki dasar yang bisa membentuk kestabilan dalam membentuk situasi sosial dan keagamaan yang aman dan kondusif. Kedudukan Pancasila telah menjadi instrument penting bagi komunitas ini, karena semua aktivitas masyarakat haruslah memiliki keteraturan agar tidak terkesan kacau balau. Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon sangat menjunjung tinggi terhadap perbedaan agama, di dalamnya kebebasan agama tidak lagi menjadi kompromi. Dengan demikian dampak dari sikap hidup ini melahirkan kerukunan antar umat beragama. Di dalam Agama Islam, Agama dan
48

Negara merupakan dua komponen yang saling melengkapi, keduanya tidak saling mematikan, artinya agama harus mendukung dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati bersama oleh pemerintah di dalam negara, begitupun sebaliknya negara harus memberikan penghargaan terhadap agama dalam melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Pancasila telah memberikan peran yang besar dalam kehidupan Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon dengan hadirnya lima sila yang oleh umat muslim dipahami sejalan dengan paham ajaran agama Islam. Dalam posisi ini Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon memahami Pancasila berdasarkan pemahaman keagamaan mereka dalam kaitannya dengan kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama.

49

BAB II

KAJIAN TEORI

SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA MENURUT AGAMA ISLAM

A. Sejarah Lahirnya Pancasila

Pada tanggal 28 April 1945 pemerintahan Jepang membentuk sebuah Badan Usaha Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Indonesia. Badan ini beranggotakan 62 orang anggota, yang diketuai oleh dr. Radjiman

Wediodeningrat, seorang priyayi Jawa, dan bekas ketua Budi Utomo, didampingi oleh dua orang wakil ketua, masing-masing berkebangsaan Jepang dan seorang Indonesia. Tugas badan ini adalah untuk mempertimbangkan masalah-masalah pokok dan kemudian merumuskan rencana-rencana pokok bagi Indonesia merdeka. Hasilnya kemudian diserahkan, melalui pemerintah pendudukan Jepang. Dalam dua sidang paripurnanya yang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni dan yang kededua dari 10 Juli sampai 17 Juli, badan penyelidik itu membahas prinsip-prinsip pokok yang akan menjadi dasar dari negara yang akan didirikan itu. Pertanyaan pokok adalah yang dikemukakan oleh dr. Radjiman di dalam pidato pembukaannya: Apakah dasar dari negara yang akan kita bentuk itu?`

Pada waktu itu ada 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu: Peri kebangsaan, peri ke Tuhanan, kesejahteraan rakyat, peri kemanusiaan, peri kerakyatan. Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu: Persatuan, mufakat

50

dan demokrasi, keadilan sosial, kekeluargaan, musyawarah. Pada tanggal 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal dengan hari lahirnya Pancasila, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas pula yang secara spontan Seokarno mengistilahkan Pancasila yaitu: Kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan peri

kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang Maha Esa. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.46 Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut: Ir. Soekarno (ketua), Drs. Moh. Hatta (wakil ketua), Mr. Achmad Soebardjo (anggota), Mr. Muhammad Yamin (anggota), KH. Wachid Hasyim (anggota), Abdul Kahar Muzakir (anggota), Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota), H. Agus Salim (anggota) dan Mr. A.A. Maramis (anggota).

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Kecil kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: Pertama: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketiga: Persatuan Indonesia. Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Musthafa Kamal Pasha, Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis, (Citra Karsa Mandiri, 2002), hlm. 61.
46

51

Meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai implikasi yang menentukan bagi keseluruhan makna Pancasila. Panitia lima berpendapat bahwa dasar Ketuhanan Yang Maha Esa memimpin cita-cita kenegaraan kita, yang memberikan jiwa kepada usaha menyelenggarakan segala yang benar, adil dan baik, sedangkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kelanjutan dalam perbuatan dan praktik hidup dari dasar yang memimpin tadi. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab harus menyusul, berangkaian dengan dasar yang pertama. Letaknya tak dapat terpisah dari itu, sebab ia harus dipandang sebagai kelanjutan dalam praktek dari cita-cita dan amal Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan dasar-dasar ini pemerintah tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai keselamatan negara dan masyarakat, ketertiban dunia dan persaudaraan bangsa-bangsa.47 Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi hanya sekedar hormat menghormati agama masing-masing, melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, persaudaraan dan lainnya, dengan demikian Negara itu memperkokoh fundamennya.48 B. Pemahaman di sekitar Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada perkembangannya telah terjadi perdebatan mengenai penggunaan kata Allah dan Ketuhanan. Sejak awal telah digunakan kata Allah, dalam kalimat Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dalam rumusan undang-undang dasar Allah di sini menunjuk pada sebuah pribadi Allah, yang adalah Allah orangorang Islam (dan Allah orang-orang Kristen juga, tetapi khususnya bagi orangorang Islam). Persoalan sekitar penggunaan kata Allah, haruslah ditinjau dari
Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 107-108. 48 Panitia Lima, Uraian Pancasila (Jakarta: Mutiara, 1977), hlm. 31.
47

52

bawah terang perumusan sila pertama. Pertama-tama, amatlah jelas bahwa Pancasila diusulkan dan kemudian diterima sebagai semacam kompromi di antara dua pendapat, di antara pendapat yang menghendaki suatu negara agama dan pendapat lain yang menghendaki suatu negara sekuler. Dalam hubungan ini, maka rumusan sila pertama itu sangat menentukan dan berpengaruh. Itulah sebabnya, sila pertama dirumuskan dalam bentuk yang senetral mungkin. Ia tidak dirumuskan Allah atau bahkan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia tidak menunjuk kepada Allah atau Tuhan yang tertentu, melainkan kepada suatu konsep atau satu prinsip yang umum dan abstrak.49

Pada sidang yang kedua dari BPUPKI pada tanggal 10-17 Juli 1945, dibentuk suatu panitia perumus UUD, yang terdiri dari 19 orang yang diketuai oleh Soekarno. Diantara 19 orang ini, ada 7 orang ditunjuk sebagai panitia kerja yang diketuai oleh Soepomo, seorang anggota pengurus Budi Utomo. Soepomo dan anggota lainnya menyelesaikan rumusan undang-undang pada tanggal 13 Juli 1945 dengan hasil rumusan UUD yang diajukan adalah sebuah pasal tentang agama, pasal ini adalah pasal 29 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama

berbunyi; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban untuk melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, artinya terjadi pengulangan persis seperti Piagam Jakarta berkaitan dengan kalimat ini dalam UUD pasal 29. Ayat kedua berbunyi; Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penambahan kata dan

49

Darmaputera, Op.Cit., hlm. 108-109.

53

kepercayaannya adalah usul Wongonegoro, seorang pemimpin kebatinan yang terkemuka.

Pada perkembangannya, muncul perdebatan dan keberatan dari panitia yang tidak beragama Islam. Dalam rangka menjaga persatuan dan keutuhan seluruh wilayah Indonesia, harus dikeluarkan bagian kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dari pembukaan Undangundang dasar, karena kesatuan territorial ditekankan, oleh karena walaupun Islam dianut oleh mayoritas, namun ada beberapa bagian Indonesia yang penduduknya sebagian besar tidak memeluk agama Islam.50 Mr. Latuharhary yang didukung oleh Wongsonegoro dan Husein Djajadiningrat menyatakan keprihatinan apabila Piagam Jakarta diterima akan mendorong fanatisme sebagian masyarakat Islam.51 Pada tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa menurut dasar dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945. Rumusan itu berbunyi: dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
50 51

Panitia Lima, Op.Cit., hlm. 32. DR. A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), hlm. 7

54

Menurut tata atau dasar negara, setiap penyelenggara negara dan institusi pemerintahan terikat pada Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam Pancasila. Namun, dengan istilah ketuhanan, setiap tipu muslihat dan pemutarbalikan makina, baik nats maupun semangat, konstitusi dalam bidang keagamaan dimulai. Ketuhanan adalah istilah abstrak. Ia cocok dalam bidang kenegaraan, karena negara bukan merupakan lembaga keagamaan. Dengan istilah ketuhanan ini, diakuilah oleh negara bahwa dalam masyarakat yang membentuknya terdapat berbagai pemahaman mengenai suatu Kuasa Yang Mahatinggi dan Maha Esa. Oleh karena itu, istilah yang patut untuk negara ialah istilah yang tidak konkret melainkan abstrak, karena sebagai contoh, bukan negara yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa melainkan umat beragama.52 Sila pertama tentang ketuhanan mengingatkan negara bahwa masyarakatnya terdiri dari kelompok-kelompok yang dengan caranya masing-masing menyembah Tuhan dan memercayainya. Dalam hal ini, tugas negara tidak lain adalah melindungi masyarakat agar ia dapat menjalankan kepercayaannya dan kewajiban sosialnya yang berakar dalam pemahaman agama secara aman dan saksama.53 C. Perbedaan Tafsir di Sekitar Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 1. Abdurahman Wahid Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di tanah air kita. Namun, sebuah kesepakatan, seluhur apapun, tidak akan banyak berfungsi jika tidak didudukkan dalam status yang jelas. Karenanya, kesepakatan luhur bangsa kita itu akhirnya dirumuskan sebagai ideology bangsa dan falsafah
Olaf Schumann, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm. 544-545. 53 Ibid., hlm. 553.
52

55

negara. Ideology bangsa artinya setiap warga negara RI terikat oleh ketentuanketentuannya yang sangat mendasar, yang tertuang dalam kelima sila. Pandangan hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada pancasila sebagai keutuhan, bukan hanya sekedar masing-masing sila. Sebagai falsafah negara, Pancasila berstatus sebagai kerangka berpikir yang harus diikuti dalam menyusun undang-undang dan produk-produk hukum yang lain, dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antara lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini. Justru dalam stataus sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara inilah dirasa adanya tumpang-tindih antara Pancasila dengan sebagian sisi kehidupan beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki lingkup masing-masing yang berjangkauan universal, berlaku seluruh umat manusia, sehingga terasa sulit untuk dibatasi pada sisi ke-Indonesia-an belaka. Hal ini langsung tampak dalam upaya Pancasila dalam menekankan isis kelapangan dada dan toleransi dalam kehidupan antara umat beragama dan berkepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa. Jelas setiap agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki visi eksklusivistiknya sendiri, di samping visi universal yang mempersamakan semua agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, wawasan Pancasila tentang kebersamaan antara agama-agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak sepenuhnya sama dengan wawasan sekian agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang satu sama lain saling berbeda itu.54

54

Oetojo Oesman Alfian Pancasila sebagai Ideologi Menurut Abdurrahman Wahid

56

2. Mohamad Natsir Menurut Mohamad Natsir, Pancasila di anut sebagai dasar rohani, akhlak, dan susila oleh bangsa Indonesia. Persoalannya terletak pada pola tafsiran tentang Pancasila. Tidak seorang pun, termasuk perumus Pancasila sendiri, yang berhak memonopoli tentang tafsirannya. Pancasila adalah peryataan dari niat dan cita-cita kebajikan yang harus kita laksanakan di dalam negara dan bangsa kita. Maka, apabila di tinjau dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu maka akan mendapat penegasan kepada semua warga negara dan penduduk dari negara luar, bahwa sesunguhnya seorang manusia tidak akan dapat memulai kehidupannya menuju kebajikan dan keutamaan hidup kalau ia belum dapat meyadarkan dan mempersembahkan dirinya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, bagaimana Al-Quran akan bertentangan dengan sila pertama itu sementara dalam pengakuan di AL-Quran,Pancasila itu tetap hidup subur. Sebaiknya seorang Muslim tidak mempertentangkan Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Islam, karena di mata seorang muslim, rumusan Pancasila bukan kelihatan sebagai barang asing yang berlawanan dengan ajaran Al-Quran.55

D. Negara Indonesia Berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa Kita sementara hidup dalam suatu masyarakat yang berupaya untuk berkemas menyongsong masa depannya. Di satu pihak kita mengakui fakta sejarah bahwa Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa dengan segala keterbatasannya dalam menghadapi realitas negara yang tidak homogen. Proses kerukunan antar umat beragama dan kebebasan beragama berakar dari
(Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991), hlm. 163-166. 55 Artikel (http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila/).

57

pengetahuan yang jelas tentang kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran Ketuhanan menurut agama Islam, sering disebut juga sebagai ilmu Tauhid. Tauhid menurut bahasa, artinya mengetahui dengan sebenarnya bahwa Allah itu ada dan Esa. Menurut istilah Tauhid merupakan suatu ilmu yang membentangkan kepada kita tentang adanya Allah, dengan sifat-sifatnya yang wajib berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits untuk mempercayai dengan yakin.56 Dalam agama Islam, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi titik berangkat dalam memahami posisi manusia yang mengaku percaya dan bertaqwa kepada Tuhan. Tauhid merupakan pokok ajaran yang berkonsepkan Keesaan Tuhan. Banyak pandangan dalam member tafsir tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, apalagi dikalangan umat Muslim yang mempertegas bahwa Tauhid berdasarkan pada Kitab Suci Al-Quran.

Pengertian Tauhid yang digariskan oleh Al-Quran dengan pemikiran ilmiah yang bersumber pada sejarah hidup Nabi, telah memberikan fakta-fakta yang khas bagi pelaksanaan seluruh sila-sila dari Pancasila filsafat Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, hingga dapat dikatakan, bahwa Tauhid ajaran Quran dan Hadits sajalah yang dapat mengisi Pancasila sebagai wadah dalam wujudnya didalam masyarakat dan negara. Oleh sebab itu dalam usaha indoktrinasi Pancasila dalam masyarakat, harus diutamakan pelajaran, pendidikan dan penerangan Iman dan Ibadat kepada Allah menuju taqwa karena taqwa inilah yang dapat membina kekuasaan roh manusia menguasai nafsu-nafsu
AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983), hlm. 151.
56

58

naluriah dan benda dalam hidup dan kehidupan menurut kehidupan Tuhan, hingga seseorang yang mutakin adalah orang-orang yang alim yang dapat menguasai dirinya dari berbuat segala bentuk kejahatan.57

Drs. Imam Pratigno menafsirkan pengertian bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan dasar moral yang dikehendaki ialah Ketuhanan yang berbudaya, yang penuh toleransi. Masing-masing manusia di Indonesia supaya ber-Tuhan menurut agamanya masing-masing dan menjalankan ibadatnya sesuai dengan ajaran agamanya. Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dapat ditafsirkan dalam pengertian agama ataupun adanya agama resmi menjadi agama negara atau adanya penguasaan dari agama yang satu terhadap yang lain.58

Sebuah paham tentang ketuhanan menjawab bahwa masyarakat adalah wadah kebudayaan, kebudayaan terbentuk dari hubungan antara manusia. Dalam hubungan itu lahirlah cita-cita, perbuatan dan ciptaan, yang menjalin kebudayaan. Prilaku atau perbuatan dan ciptaan diistilahkan amal saleh dalam Islamologi, taqwah yang bersifat pasif menjadi aktiv dalam wujud amal yang saleh. Kebudayaan dilahirkan dalam kesatuan sosial. Kesatuan sosial terbentuk dari pergaulan hidup. Pergaulan hidup adalah hubungan antar manusia dan manusia. Hubungan antar manusia adalah lanjutan antara manusia dengan dirinya sendiri dan alam. Kehidupan yang luas, beragam dan amat berliku-liku ini dapat berdampak pada hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lain. Betapa pentingnya hubungan-hubungan itu, karena sangat relevan oleh Al-Quran ditimpahkan kepada mereka kehinaan (hilang kekuasaan) di mana
Usman EL. Muhammady, Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, (Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963), hlm. 194. 58 Drs. Imam Pratigno, Filsafat Negara: Pantja Sila (Jakarta : Usdek, 1963), hlm. 54-56.
57

59

saja mereka berada, kecuali mereka yang menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran ajat 112). Persoalan tauhid bukan lagi menjadi persoalan bagi tiap-tiap orang muslim tetapi ia menjadi soal amal dan tingkah laku dalam mewujudkan demokrasi kebangsaan dan pri-kemanusiaan.59 Berdasarkan istilahnya, Kemahakuasaan Tuhan adalah sebagai ganti ungkapan Kemahaesaan Tuhan yang sejalan dengan ungkapan resmi pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak berarti bahwa kaum muslim menolak paham Tuhan Yang Maha Kuasa. Pendapat Ketuhanan Yang Maha Esa atau Kemahakuasaan Tuhan adalah netral, dalam arti berlaku untuk semua agama.60

Memang ada sedikit kekaburan di kalangan kaum Muslim Indonesia mengenai masalah ini. Misalnya, banyak orang Indonesia yang mengira bahwa hanya orang Islam yang percaya kepada Allah, atau bahwa kepercayaan kepada Allah adalah khusus Islam, atau bahwa perkataan Allah itu sendiri adalah khusus Islam, mereka lupa bahwa dalam (Q., 29:49) Janganlah kamu berbantah dengan ahli Al-Kitab, melainkan dengan sesuatu yang lebih baik, kecuali terhadap yang zalim dari kalangan mereka. dan katakanlah kepada mereka, Kami beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan oleh Tuhan kepada kami dan kepada Kitab Suci yang diturunkan kepada kamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu, dan kita semua pasrah kepada-Nya. 61

Ibid., hlm. 235-236. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), hlm. xcii. 61 Ibid., hlm. xciv.
60

59

60

Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan tegaklah engkau sebagaimana diperintahkan, serta janganlah engkau mengikuti keinginan nafsu mereka. dan katakana kepada mereka. Aku beriman kepada kitab manapun yang diturunkan Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di antara kamu. Allah (Tuhan Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian. Bagi kami alam perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu. Tidak perlu perbantahan antara kami dan kamu. Allah akan mengumpulkan antara kita semua, dan kepadaNya semua akan kembali. Memang Kitab Suci Islam mengajarkan sikap tidak satu garis terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen. Di suatu tempat dalam Kitab Suci disebutkan bahwa Allah menanamkan dalam hati para pengikut Isa Al-Masih, rasa kasih dan sayang. Oleh karena itu senantiasa tetap terbuka luas bagi agama-agama, di Indonesia khususnya dan di dunia umumnya, untuk bertemu dan berpangkal tolak ajaran kesamaan, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti dikehendaki oleh Al-Quran melalu Nabi S.A.W dan kaum Muslim. Lebih-lebih lagi di Indonesia, dukungan kepada optimisme itu lebih besar dan kuat, karena yang pertama, bagian terbesar penduduk beragama Islam; dan kedua, seluruh bangsa sepakat untuk bersatu dalam titik pertemuan besar, yaitu nilai-nilai dasar yang kita sebut Pancasila. Pancasila merupakan pendukung besar, karena memang dari semua ia mencerminkan tekad untuk bertemu dalam titik kesamaan antara berbagai golongan di negeri kita. Sikap mencari titik kesamaan ini sendiri mempunyai nilai keislaman.62 Pertama-tama, kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa
62

Ibid., hlm. xcvii-xcviii.

61

(rabbaniyyah).63 Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan seorang Muslim bahwa agama Islam adalah sebuah agama universal, untuk sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid yang secara harafiah memahaesakan, yakni memahaesakan Tuhan dengan percikan nilai-nilai Ketuhanan berdampak pada kebebasan beragama dan berdamai dengan sesama manusia.64 Dalam konteks Indonesia, paham yang diberikan oleh dokumen negara adalah bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; namun, ketika paham yang sama akan dikenakan kepada aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa maka seluruh paham di atas sirna bukan karena salah tetapi tidak boleh dikenakkan kepada aliran kepercayaan meskipun aliran kepercayaan itu tetap dibenarkan untuk menyatakan bahwa mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika Ketuhanan Yang Maha Esa dinyatakan bukan agama lantas apa yang dipercaya oleh agama-agama di Indonesia? Kalau pertanyaan ini dikemukakan maka agama yang dipersoalkan di sini bukan lagi suatu keyakinan akan tetapi adalah sebuah perdebatan agama. Semuanya ini berakibat bahwa mereka yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa itu harus dibina agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru.65 Jika dicermati regulasi pemerintah di atas, negara telah menggalang pengakuan dengan jalan lain adalah dengan politik pengabaian. Dalam hal ini bisa terjadi bahwa hal itu adalah
Dalam Kitab Suci terdapat kata-kata rabbaniyyin, orang-orang yang berketuhanan. Dari situ diambil kata-kata rabbayyah semangat ketuhanan, yaitu inti semua ajaran para nabi dan rasul Tuhan: Tidaklah sepatutnya seorang manusia yang kepadanya Tuhan menurunka n kitab suci, keputusan yang adil (al-hukum) dan martabat kenabian akan berkata kepada umat manusia, Jadilah kamu sekalian orang-orang yang berketuhanan dengan menyebarkan ajaran Kitab Suci dan dengan kajian pendalamannya oleh diri kamu sendiri (Q., s. Al u Imran 3:79). 64 Madjid., Op.Cit., hlm. 177-180. 65 TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang garis-garis Besar Haluan Negara, Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya, dalam Surat Kabar Kompas, 3 April 1978.
63

62

suatu aksi sendiri-sendiri atau bersama dengan tujuan mengeluarkan agama atau kepercayaan lain sehingga tercipta suatu tanda entry barrier ke dalam wilayah pengakuan. Dengan berbuat seperti itu agama-agama akan membuka suatu soal yang begitu mendasar seperti; dengan melarang aliran kepercayaan hanya karena mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa maka pertanyaannya kalau sekiranya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu bukan agama maka apa yang diyakini agama-agama itu? Siapa Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai oleh kaum aliran itu? Apakah itu Tuhan yang berbeda dari yang dipercaya oleh agama-agama yang diakui negara? Kalau berbeda ada berapa Tuhan, dan kalau sama mengapa mereka dilarang? Siapa sebenarnya yang berkuasa menentukan kesamaan dan kebedaan itu?66 E. Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Implikasi Kebebasan Beragama dan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia

Ketuhanan Yang Maha Esa eksistensinya berpangkal dari Pancasila sebagai sila pertama yang sangat berpengaruh sebagai ideologi terbuka dan bersama. Pancasila merupakan kompromi untuk menghadapi persoalan-persoalan yang konkrit. Efektifitas Pancasila haruslah diukur dari sampai sejauh mana ia mampu untuk mempertahankan baik ke bhinneka an maupun ke tunggal an Indonesia di dalam suatu keseimbangan yang dinamis dan kreatif. Efektifitas Pancasila terbukti melalui kemampuannya untuk bertahan di tengah-tengah perubahan-perubahan konstitusional, untuk mengatasi tantangan-tantangan yang mengancam kesatuan dan kemajemukan Indonesia, dan di dalam keberadaannya
Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 559.
66

63

sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin bagi Indonesia, paling tidak dalam tahap sejarah Indonesia sekarang ini dan masa depan yang dekat.67

Yang membuat Pancasila unik dank has adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sinilah terletak jiwa Pancasila. memang benar bahwa sila ini adalah bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di Indonesia dank arena itu mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Pancasila secara umum dan khususnya sila pertamanya, paling baik dipahami di dalam konteks permasalahan konkrit yang dihadapi. Pada waktu itu, persoalannya adalah pilihan antara negara sekuler atau negara Islam. perumusan sola yang pertama harus dilihat sebagai perumusan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ia diterima oleh Islam dan Kristen yang monoteistis. Ia juga diterima oleh kelompok Hindu dan Buddha oleh karena sila pertama tidak menyebut Allah atau Tuhan tetapi Ketuhanan. Pentingnya sila pertama tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi masalah kemajemukan agama. Tetapi bahwa ia mencerminkan satu cara pemecahan yang khas Indonesia di dalam menghadapi kenyataan kemajemukan pada umumnya.68

Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh bangsa yang majemuk dalam hal agama. Jika toleransi beragama tidak ditegakkan, bangsa atau negara tersebut akan menghadapi berbagai konflik antar pemeluk masing-masing agama dan dapat menyebabkan disintegrasi nasional. Untuk memberi perhatian khusus kepada masalah kerukunan antar umat beragama, harus diupayakan pemahaman yang benar dan ditemukan cara untuk menciptakan kerukunan tersebut. Kerukunan antarumat beragama dalam
67 68

Darmaputera, Op.Cit., hlm. 129. Ibid., hlm. 141-142.

64

pandangan Islam (seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam masyarakat.

Kemajemukan agama adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin kita hindari. Kita hidup di dalam kemajemukan aktif maupun pasif. Kita menghadapi kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing. Bahkan tidak hanya itu, kita pun menghadapi orang yang mengaku tidak beragama dan bertuhan. Islam dengan tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agama dan keberagaman. Tak ada paksaan dalam agama. Secara eksplisit Al-Quran menegaskan bahwa orang-orang beriman (muslim), orangorang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta melakukan amal kebaikan, mereka akan memperoleh ganjaran dari Tuhan, bebas dari rasa takut dan kesedihan (Al-Baqarah, 62).69

Kebebasan beragama dan respek terhadap agama dan kepecayaan orang lain, apapun wujudnya, bukan saja penting bagi sebuah masyrakat majemuk akan tetapi bagi seorang muslim, merupakan ajaran agama. Karena itu membela kebebasan beragama bagi siapa saja dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain merupakan bagian dari kemusliman. Keharusan untuk membela kebebasan beragama memang diisyarakatkan oleh Al-Quran sendiri yang disimbolkan dalam sikap mempertahankan rumah-rumah peribadatan seperti biara-biara dan gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid (Al-Hajj, 40). Islam mengakui adanya titik temu yang sifat-sifatnya esensian dari berbagai
Abdurrahman Wahid, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta : Interfidei, 2004), hlm. 61-62.
69

65

agama khususnya agama-agama samawi, yakni kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan untuk hidup bersama. (Ali Imran, 63).70 Perspektif teologi Islam tentang kerukunan hidup antar agama dan konsekuensinya terhadap anatarumat beragama sangat berkaitan erat dengan doktrin Islam tentang hubungan antara sesama manusia dan hubungan antara Islam dengan agamaagama lain. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama: keturunan Adam dan Hawa. Perbedaan di antara umat manusia, dalam pandangan Islam, bukanlah karena warna kulit dan bangsa, tetapi hanyalah tergantung pada tingkat ketakwaan masing-masing (Al-Quran 49:13). Dengan demikian, pluralisme keagamaan di antara umat manusia tidak terelakkan lagi, bahkan pluralism ini merupakan hukum Tuhan (sunnatullah). Karena itu, agama Islam tidak boleh dipaksakan oleh siapa pun kepada siapa pun. Sebab jika Tuhan menghendaki, maka semua manusia akan beriman (Al-Quran 2:256; 10:99). Jika Islam menolak pemaksaan agama, bagaimana halnya dengan dakwah. Islam seperti agama-agama lain, tidak dapat menggelekkan diri dari penyebaran misinya yang dipercayai mempunyai kebenaran eksklusif. Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agama-agama lain dan membenarkan para pemeluk agamaagama lain terebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing.71

Menurut Abdul Kalam Azad; semua agama mempunyai akar yang sama dan satu, yaitu Allah. Menurutnya, inti dari semua agama adalah mengusahakan kebaikan, menjauhi kejahatan dan percaya kepada keesaan Allah. Yang membedakan
Ibid., hlm. 63. Weinata Sairin, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butirbutir pemikiran (Jakarta : Gunung Mulia, 2006), hlm. 92-94.
71 70

66

agama yang satu dengan agama lain adalah hukum-hukum masing-masing agama itu. Hal ini tidak dapat dihindarkan. Sebab walaupun agama-agama mempunyai sumber yang sama dan satu, mereka (agama-agama itu) bertumbuh dan berkembang dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda.72 Kebebasan beragama telah menjadi hak dari setiap orang, Jean- Rousseau seorang tokoh Revolusi Perancis pernah melontarkan perkataan yang melawan arus pada zamannya, "kemajuan pendidikan dan kebudayaan tidak mengakibatkan perbaikan moral di dalam masyarakat modern." Diakhir tulisan dalam bukunya "Social Contract", Rousseau menulis, "Siapapun tidak berhak untuk mengekang manusia yang lain, kalimat ini sangat memiliki kaitan dengan kebebasan beragama. Siapapun tidak berhak untuk menguasai hak manusia yang lain, kecuali disetujui oleh orang itu. Pada waktu itulah pertama kali dalam sejarah, orang mulai melihat mengapa begitu banyak orang dirampas kebebasannya. Pemikiran Rousseau itu kemudian menjadi api yang mencetuskan Revolusi Perancis pada tahun 1789. Dan pada waktu revolusi Perancis, ada kalimat yang amat menggetarkan umat beragama "Begitu banyak dosa dilakukan di belakang jubah kependetaan." Agama ternyata bukan hanya menghadirkan kontribusi positif saja, tetapi juga wajah kekerasan. Agama, dalam bahasa latin "religere" artinya "hubungan." Berarti, hubungan antara manusia dengan Yang Tidak Kelihatan atau Sang Pencipta. Hubungan manusia antara manusia dengan manusia yang lain.73

Manusia harus kembali kepada Tuhan dengan penuh perasaan takut kepada Allah, jujur kepada kebenaran, dan cinta kepada sesama. Ini adalah dasar bahagia daripada satu negara, satu masyarakat. Dan dari sinilah berdiri satu kekuatan di dalam diri manusia untuk tidak bersikap semaunya terhadap orang
72 73

Dr. A.A.Yewangoe, Op.Cit., hlm. 121-122. http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama/

67

lain. Karena kebebasan yang melebihi batas yang seharusnya bukanlah kebebasan, melainkan kebuasan. Jadi, kebebasan beragama bukan karunia pemerintah, tetapi bcrsumber dari Tuhan. Dan, mereka yang beragama atau berkebudayaan sepatutnya mempunyai moralitas sebagai manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah.

Jikalau agama betul- betul meningkatkan moral, kesucian, kejujuran, kesungguhan, kasih, kebajikan, dan keadilan, agama akan menjadi hal yang paling indah dalam kebudayaan manusia. Sebaliknya. Jikalau agama menjadi alat untuk mendukung egoisme, kejahatan, keserakahan, dan menjadi alat untuk menenuhi ambisi pribadi, maka agama akan menjadi alat yang paling jahat di dunia. Kita harus menghargai adanya hak kebebasan beragama karena ini adalah pemberian Tuhan. Sebagai peta dan teladan Tuhan, manusia diberikan kebebasan. Kita tidak mungkin menyetujui semua agama. Orang Islam tidak setuju agama lain, orang Kristen tidak setuju agama lain, itu adalah keyakinan masing-masing. Tetapi kita harus setuju bahwa manusia mempunyai kebebasan beragama menurut keyakinan mereka. Meskipun setiap pemimpin agama tidak suka akan hal tersebut, tetapi biarlah setiap manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dia tahu tentang agamanya. Dan kita harus saling menghormati. Meskipun semua umat beragama berhak mempropagandakan agama masing-masing sesuai konstitusi Indonesia, tetapi, itu tidak boleh mengganggu kebebasan umat beragama lain. Hak memilih agama sesuai keyakinan setiap orang, harus dilindungi. Hak kebebasan beragama adalah hak yang sangat hakiki yang tidak boleh dirampas oleh siapapun, dan sepatutnya menjadi hak sipil setiap warga negara.

68

BAB III REFLEKSI TEOLOGIS DIALOGIS Pancasila merupakan ideologi terbuka bagi masyarakat Indonesia di tengah-tengah perjumpaan agama-agama dan budaya-budaya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan perkembangan tercetusnya rumusan Pancasila,

merupakan suatu kajian terhadap realitas sosial dan keagamaan. Sila-sila dalam Pancasila telah di jabarakan ke dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara Indonesia dengan penilaian secara umum sangatlah ideal. Masing-masing sila menyimpang makna dan nilai luhur dalam mengakomodir semua kelompok masyarakat dalam beraktivitas berdasarkan aturan dan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Kemajemukan merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia, semua masyarakat dengan latar belakang kepercayaan berbeda terintegrasi dalam satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fenomena ini tidak terbantahkan dan tidak bisa kita hindari. Perjumpaan yang sementara terjalin dan terbangun haruslah dilihat sebagai sebuah kekayaan yang bisa memperdamaikan dalam membangun kehidupan yang humanis. Di dalam Pancasila tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran agama. Prinsip-prinsip Pancasila justru merefleksikan pesan-pesan utama semua agama, yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai kemaslahatan umum. Dengan demikian Pancasila dengan sila-silanya memposisikan diri sebagai ideologi yang mengakui keragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi segenap keyakinan dan budaya bangsa. Setiap agama termasuk agama Islam dalam indoktrinasinya memiliki konsep-konsep teologis yang membina dan membangun

69

pemikiran umat tentang relasi antara manusia dengan Tuhan Yang Suci dan manusia dengan sesamanya. Konsep Ketuhanan merupakan pokok utama dari ajaran setiap agama dalam membangun mental spiritualitas yang salah satunya menghargai keberagaman. Dalam Q., 42:15 berkata Oleh karena itu (Wahai Nabi) ajaklah dan tegaklah engkau sebagaimana diperintahkan, serta janganlah engka mengikuti keinginan nafsu mereka. dan katakan kepada mereka, Aku beriman kepada kitab manapun yang diturunkan Allah, dan aku diperintahkan untuk bersikap adil di antara kamu. Allah (Tuhan Yang Maha Esa) adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian. Bagi kami amal perbuatan kami, dan bagi kamu amal perbuatanmu. Tidak perlu perbantahan antara kamu dan kamu. Allah akan mengumpulkan antara kita semua, dan kepada-Nya semua akan kembali. Dengan demikian umat Islam harus menginterpretasikan secara jelas dalam mengembangkan pluralisme agama dengan tidak memperluas masalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang hanya dimiliki oleh agama tertentu. Dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1-4 dituliskan: Keesaan Tuhan memiliki prioritas yang tak terbantahkan lagi, Katakanlah, Dia-lah: Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Secara konprehensif agama Islam dalam sisi dogmatisnya sangat menekankan makna keesaan Tuhan/Allah. Persoalannya terletak pada cara setiap Muslimin untuk memahami dengan baik dan benar dasar Al-Quran ini. Sensitivitas merupakan sifat utama dalam membicarakan kepercayaan terhadap

70

Allah, bisa mengakatkan benturan pada saat interpretasi Kitab Suci ini berdimensi tunggal. Ketergantungan segala sesuatu termasuk manusia terhadap Allah member ruang gerak kepada setiap Muslim untuk menerjemahkannya dalam konteks keIndonesiaan yang beragam agamanya dan kepercayaannya. Tidak

diperkenankan umat Islam melakukan tindakan kekerasan dengan alasan agama, berdasarkan hasil tafsiran, itulah bahaya dalam memahami teks al-Quran dalam alur berpikir terbatas dan eksklusif. Tuhan dalam keesaanNya harus dipahami secara terbuka, dengan demikian maksud keilahian Tuhan adalah juga bagian dari rasa penghargaan terhadap agama-agama lain.

Dalam agama Islam Tauhid adalah istilah yang digunakan pada saat berbicara tentang Ketuhanan. Secara umum, umat Muslim memiliki keyakinan bahwa Tuhan itu Esa, dalam ke-Esaan-Nya, Tuhan memiliki otoritas yang tinggi terhadap manusia. Nilai dari Ketuhanan dalam agama Islam sebenarnya tidak bersifat eksklusif, sifatnya universal yang bisa menjangkau seluruh umat manusia pada umumnya. Semua bersumber pada perspektif seseorang ketika membaca Kitab Suci. Tafsiran yang harafiah bisa berakibat eksklusivisme dan stigmatisasi terhadap agama lain. Biasanya, kedangkalan tafsiran Kitab Suci dilakukan oleh kelompok fundamentalisme yang telah mengidiologisasikan suatu teks menjadi pendukung dalam melakukan ekspansi pemikiran yang sangat keliru dan tidak benar. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sisi dogmatisnya memiliki gagasan ideal untuk membangun kehidupan umat yang harmonis, agamis dan humanis. Konsep Ketuhanan menjadi wilayah yang sensitif bagi setiap agama. Penjelasan

71

dan ide-ide tentang Ketuhanan tidak bisa dijabarkan secara harafiah, apalagi telah ada ideologi politik. Kemajemukan agama telah mencirikan identitas Ketuhanan, karena masing-masing agama memberikan uraian dan konsep tentang Ketuhanan itu. Paman Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam tidak lain adalah mengaku dan percaya bahwa Tuhan yang mereka sebut Allah adalah Esa/satu, tidak bisa disandingkan dengan bentuk-bentuk allah lain. Namun, pemahaman ini tidak menjadi alasan bagi agama Islam untuk tidak menghargai, menerima dan mengakui keyakinan serta kepercayaan agama-agama lain. Apabila hal itu yang terjadi, maka hanya agama Islam yang paling benar, sedangkan agama-agama lain tidak. Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat tidak relevan di tempatkan pada konteks Indonesia yang beragam agama. Umat muslim kampung Jawa Tomohon mengaplikasikan dengan baik makna dari kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai kemanusian hasil dari pemahaman ini menjadi prioritas utama dalam menjaga stabilitas kerukunan antar umat beragama dengan tidak memaksakan orang yang bukan agama Islam untuk memeluk agama Islam. Memang tidak mudah bagi masyarakat kampung Jawa Tomohon untuk merealisasikan makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa, harus ada kesadaran dan pengetahuan yang luas mengenai rumusan ini, jika tidak, kesenjangan sosial yang akan terjadi. Relasi sosial yang baik antara umat muslim Kampung Jawa Tomohon dengan masyarakat disekitarnya merupakan substansi dari makna Ketuhanan Yang Maha Esa. Di tempat lain, Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa oleh beberapa orang, memberikan pandangan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pernyataan politis yang pada konteks itu adalah asas untuk
72

menyatukan keberagaman agama demi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Walaupun Ketuhanan Yang Maha Esa lahir dari konsensus politis, rumusan itu telah menjadi wawasan terbuka yang mampu diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadi bagian dari bangsa yang berKetuhanan Yang Maha Esa. Agama Islam dan Kristen memiliki argumentasi dalam mengasumsikan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama Kristen, nilai Ketuhanan Yang Maha Esa salah satu diuraikan dalam Ulangan 6:4-6 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan. Dalam kalangan agama Yahudi kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa, tidak hanya berimplikasi di bidang agama (satu Allah dan satu Nama), tetapi juga implikasinya dibidang kesusilaan (satu bangsa dan satu taurat). Ayat ini ingin mempertegas dan meminta pengakuan kepada bangsa Israel bahwa Allah itu adalah esa. Ayat ini sering juga disebut Syema yang merupakan perintah penting yang harus sungguh-sungguh diperhatikan. Kata syema berarti mendengar dengan sungguh-sungguh dan menaatinya. Tuhan Yesus sendiri menyebut syema sebagai hukum yang terutama dan pertama dalam hukum Taurat (Markus 12:28-30; Matius 22:36-38). Ayat dalam Ul. 6:4-6 diucapkan oleh Musa kepada bangsa Israel, ketika Musa akan meninggalkan Israel karena mati. Ucapan ini sebenarnya mewujudkan suatu pengakuan iman yang ditekankan kepada Israel pada waktu itu, agar supaya

73

Israel jangan melupakannya. Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musa sebagai hasil pemikiran akalnya, yang diperolehnya dengan memandang kepada gejalagejala alam semesta, atau disimpulkan dari hukum akal, melainkan didasarkan atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat Israel sendiri, sejak Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dengan melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir. Di sini diakui, bahwa Allah Israel adalah Tuhan. Arti nama ini yaitu bahwa dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah Allah yang setia, yang memenuhi segala janji-Nya. Dengan mengingatkan kepada nama itu Musa bermaksud menekankan, bahwa Tuhan adalah setia, yang benar-benar telah memegang teguh kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat. Bahwa TUHAN adalah Allah yang setia, bukanlah suatu teori bagi Musa dan bagi bangsa Israel di dalam Firman dan karya Tuhan Allah di sepanjang sejarah Israel hingga kini dan akan diteruskan di dalam kelanjutan sejarah itu.

Keesaan Tuhan harus dipahami juga sebagau norma kesusilaan, implikasinya telah nyata dalam Perjanjian Baru sendiri, di mana tidak hanya diuraikan bahwa dari satu orang saja Allah telah menjadikan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi (Kis. 17:26). Dalam kalangan agama Kristen kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa tidak hanya mempunyai implikasi dibidang agama melainkan di bidang moral yang tetap mererapkan perbuatan-perbuatan yang benar dan bermoral. Kepercayaan ini menjadi pendorong umat untuk berlaku terbuka dan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Hal ini, dilihat atas

74

interpretasi untuk dapat mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan. Maka, dalam proses mengasisi Tuhan Allah dengan penuh pemaknaan dan penjiwaan, manusia harus mengasihi sesamanya sebagai bentuk

keseimbangan dan aktualisasi konkrit atas pemaknaan terhadap sifat-sifat dan nilai Ketuhanan yang menekankan perdamaian dengan semua orang. Sejarah telah membuktikan bahwa perumusan Ketuhanan Yang Maha Esa di letakkan sebagai sila pertama dalam Pancasila tidak lain adalah untuk memberikan gambaran yang jelas bahwa bangsa Indonesia memiliki tolok ukur untuk menjalankan dan mengamalkan sila-sila yang lain. Beberapa tahun terakhir, kita perhadapkan dengan peristiwa-peristiwa, terorisme, ketidakadilan, fanatisme, politik yang berpihak, tidak bebasnya masyarakat beragama, dsb, itulah realitas dan kesenjangan sosial yang hadir di konteks bangsa Indonesia. Hadirnya kelompok-kelompok garis keras dengan paham egaliter dan fundamentalisme telah menjadi ancaman besar bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, apabila kelompok-kelompok garis keras telah membawa simbol dan tema agama tertentu. Dengan demikian masyarakat non-Muslim akan memberikan stigmatisasi serta mengidentikan agama Islam sebagai agama yang suka tindakan kekerasan dan pemaksaan. Agama Islam dalam menjawab konsep Ketuhanan Yang Maha Esa harus berdasarkan Kitab Suci Al-Quran, karena disitulah tersirat makna-makna teologis yang dialogis. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki kesadaran, bahwa mereka berada dalam konteks bangsa yang beragam. Hal utama yang harus mereka lakukan adalah membuka ruang untuk saling menerima dan berdialog dengan agama-agama lain, inilah esensi dari refleksi kepercayaan dan ketakwaan
75

terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam doktrin Islam, tidak ada ayat suci Al-Quran yang mendorong seseorang untuk bertindak kejam dan tidak berprikemanusiaan. Dewasa ini, stigmatisasi terhadap suatu agama sering terjadi, hal ini diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang nilai-nilai luhir yang tersimpan oleh setiap agama. Pada dasarnya semua agama memberikan pengaruh dan dorongan kepada umatnya untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaa. Dengan demikian tidak menjadi alasan untuk melakukan penguasaan terhadap agama lain dan hegemoni terhadap suatu kepercayaan. Kini umat Muslim sedang mengalami krisis identitas yang diakibatkan oleh kelompok-kelompok garis keras yang membawa dakwah eksklusivnya, mereka hadir dengan alasan ingin

mengembalikan kesucian Islam dalam identitas yang sesunggunya. Segala bentuk kemaksiatan yang membawa nama agama Islam bukalah representatif umat Muslim yang ada di Indonesia, jadi tidak menjadi alasan bagi agama-agama lain untuk memberikan kesimpulan-kesimpulan negatif terhadap suatu agama. Jika kita melihat peta kehidupan antar umat beragama di Indonesia, disatu sisi akan ditemukan beberapa masyarakat yang bersikap inklusif terhadap agama-agama lain dan disisi lain telah ada saling curiga, ketertutupan, perasaan dendam dsb. Umat Muslim Kapung Jawa Tomohon, merupakan komunitas masyarakat yang mayoritas beragama Islam, yang menjadikan Al-Quran sebagai Kitab Suci dan sumber dogmatis. Dengan tegas umat Muslim menolak segala bentuk tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam, karena di dalam Islam

76

tidak pernah tertuang ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan kepada setiap umatnya untuk saling menumbangkan satu sama lain. Model utama sebagai wujud pengetahuan yang luas tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dibuktikan dengan realitas hidup yang penuh dengan kerukunan dan kedamaian. Kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama merupakan potensi utama dalam mewujudkan keharmonisan bangsa Indonesia. Wilayah agama merupakan imanensi antara manusia dengan Tuhan. Negara pun dalam konstitusi UUD 1945 pasal 29 menjamin kebebasan seseorang untuk memeluk suatu agama Kepentingan masa kini, melihat situasi masyarakat Indonesia adalah kebutuhan menjalin kerukunan antar umat beragama. Hal ini bisa diwujudkan dengan berbagai langkah dan metode strategis, salah satunya adalah dialog antar umat beragama. Dialog yang dimaksud bukan pertemuan yang akan melakukan misi-misi agamis tertentu atau ideologisasi agama tertentu. Apabila yang demikian terjadi, maka kepentingan dialog tidak lain adalah penyeragaman. Keterbukaan dan melepaskan rasa curiga menjadi modal utama untuk memupuk kredibilitas dalam membangun dialog antar umat beragama. Langkah ini, memberikan ruang kepada masing-masing agama saling memberi masukan demi kepentingan bersama. Pokok-pokok iman dipandang, bisa menjadi fokus pertemuan dalam rangka dialog. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa bisa dibedah dan dibicarakan secara bersama dalam dialog, misalnya Islam dan Kristen memiliki pemahaman yang sedikit berbeda tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Hasil dari dialog antar umat beragama bisa memunculkan nilai-nilai positif dalam melihat kesenjangan sosial di Indonesia.

77

Model-model pendekatan seperti dialog sementara dilakukan oleh umat Muslim Kampung Jawa Tomohon, karena sebuah hubungan yang baik dengan sesama manusia yang berbeda agama, dipandang sebagai sebuah kebutuhan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Pemerintah sebagai bagian yang mendukung Pancasila sebagai sebagai dasar negara, harus bersikap netral tanpa ada kepentingan untuk berpihak. Penggagalam konstitusi yang telah disepakati bersama demi kepentingan publik sering kali dicegal oleh institusi pemerintah yang membawa kepentingan politik yang berakibat pada praktek ketidakadilan, diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Oleh kerena itu, pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai Pancasila bersifat universal dan dalam interpretasi terhadap-Nya, berimplikasi pada kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama. Inilah fakta normatif berdasarkan kajian-kajian teoritis dan empiris dari suatu komunits yang memeluk agama Islam. Sedangkan, fakta empiris tidak lain adalah kelaborasi konseptual dan realitas sosial. Hal penting yang harus kita perhatikan, kemajemukan bukan dilihat sebagai ketidaknyamanan. Kemajemukan terjadi secara alamiah, dengan demikian kemajemukan harus dipandang sebagai kekayaan dalam membangun pemikiranpemikiran cerdas untuk keutuhan bangsa Indonesia. Baik ajaran Islam dan Kristen, banyak memiliki sisi positif yang menekankan keutuhan dan harmonisasi terhadap ciptaan Tuhan Yang Esa. Kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan Allah yang kita yakini dalam pengakuan iman kita harus menjadi prioritas utama namun dibalik otoritas Tuhan yang adalah Maha Kuasa, Dia menghendaki pola hidup yang bisa mencerminkan karakter yang mulia.
78

Sejauh ini, agama Kristen dan Islam menjadi sorotan dari peristiwa konflik antar agama. Padahal, dari perspektif sejarah banyak mengatakan banyak kesamaan dan keterhubungan satu sama lain. Pada dasarnya masing-masing agama memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar, dibalik perbedaan itu ada nilai-nilai luhur dan mulia untuk membangun pandangan yang sama dalam meretas jalan-jalan Tuhan Yang Maha Esa menuju konteks masyarakat yang rukun dan damai. Dalam Sidang Raya X DGI di Ambon 1984 Dr. T.B. Simatupang memberikan penegasan dan ajakan untuk berpartisipasi dalam pengamalan Pancasila dalam pembangunan nasional bukan berarti kita mengkristenkan Pancasila atai mempancasilakan gereja. Gereja tidak mempunyai dasar yang lain kecuali dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Semua warganegara yang menganut agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang berlainan bersama-sama mengamalkan Pancasila untuk membangun masa depan bersama, dalam suasana kerukunan dan kebebasan yang bertanggung jawab. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa berarti ajakan kepada agamaagama dan kepercayaan-kepercayaan untuk bersama-sama mengembangkan dasar-dasar moral yang positif, kreatif dan kritis bagi pembangunan kita. Sila ini tidak merupakan dalil teologi. Negara tidak berteologi. Yang berteologi adalah agama-agama. Dengan adanya sila pertama ini dijamin tempat yang wajar bagi dimensi religius dalam kegidupan negara dan bangsa.

79

PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis memberikan uraian berdasarkan data wawancara dan studi teoritis, maka dapat disimpukan dengan beberapa pandangan-pandangan umum berikut ini: 1. Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon memiliki pemahaman yang universal tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara dogmatis, penjelasan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dikaji berdasarkan Al-Quran sebagai sumber utama. 2. Pancasila diterima dengan baik oleh Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon sebagai ideologi dan dasar dalam menjujung kebebasan beragama demi terwujudnya kerukunan antar umat beragama. 3. Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapat tanggapan positif dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon sebagai rumusan terpenting untuk memperjelas identitas bangsa Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4. Interpretasi pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa dari Umat Muslim Kampung Jawa Tomohon berdampak pada pengakuan terhadap keyakinan dan kepercayaan agama-agama lain, demi membangun stabilitas kerukunan antar umat beragama dengan memberikan ruang kepada umat yang beragama lain untuk memiliki kebebasan beragama. 5. Kelompok-kelompok Fundamentalisme yang memakai Agama Islam tidak mendapat pengakuan dari umat Muslim Kampung Jawa Tomohon. Dengan

80

demikian, tindakan-tindakan kekerasan yang gencarkan oleh aliran fundamentalisme ini, tidak representatif agama Islam di Indonesia termasuk umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. 6. Umat Muslim sementara menghadapi pergumulan, oleh karena telah terjadi stigmatisasi dari umat non-Muslim terhadap umat Muslim yang diakitabkan dengan hadirnya kelompok-kelompok fundamentalisme yang membawa nama Islam dengan aksi teroris dan subversif terhadap agama lain. 7. Pancasila merupakan penegasan yang jelas dalam mengakomodir setiap agama-agama yang ada di Indonesia. Kebebasan beragama dan kerukunan antar umat beragama menjadi substansi dalam konteks negara yang memiliki keberagaman agama, maka Pancasila hadir sebagai ideologi terbuka dalam jaminan dan dukungan status hukum untuk beraktivitasnya setiap agama secara bebas tanpa ada intervensi dari berbagai pihak. 8. Telah ada stigmatisasi, bahwa Pancasila hanyalah rumusan politis oleh para Pendiri Bangsa. Oleh karena itu Pancasila sangat tidak bernilai dalam hal keagamaan. Namun, pernyataan-pernyataan itu terbantahkan, oleh karena Pancasila terumus dan lahir atas konsensus bersama yang merupakan cita-cita bersama yang telah lahir dan berkembang. 9. Kitab Suci Al-Quran tidak pernah memberi rujukan kepada setiap pemeluk agama Islam untuk melakukan tindakan kekerasan dan pemaksaan seseorang untuk memeluk agama Islam, tetapi kebebasan orang untuk beragama menjadi bagian dari pengamalan iman terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa.

81

10. Pemerintah harus lebih aktif dalam mengamalkan Pancasila yang adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1944 dalam rangka menjawab kecemasan dan ketakutan masyarakat terhadap praktek-praktek ketidakadilan kepada suatu agama. 11. Keberagaman agama terjadi secara alamiah tanpa ada intimidasi dari pihak manapun, dipahami juga keberagamaan adalah realitas sosial yang harus dijaga dan dikembangkan dalam rangka membentuk tatanan hidup yang saling menghargai satu sama lain. 12. Dialog antar umat beragama merupakan kebutuhan dari masing-masing agama sebagai antisipasi terjadinya salah pengertian baik dari sisi dogmatis, interpetasinya dan aktualisasinya dalam realitas sosial dan keagamaan. B. Saran Berdasarkan data hasil penelitian, analisis, serta pendalaman teoritis, maka telah ada pokok-pokok pikiran yang akan dijadikan saran atau berupa sumbangan pemikiran sebagai pengembangan studi agama-agama khususnya bagi Umat Muslim di Kampung Jawa Tomohon. 1. Pengajaran tentang Ketuhanan Yang Maha Esa harus lebih diintensifkan lagi oleh tokoh-tokoh agama dalam rangka membangun dan mendidik pola pikir umat agar tidak terjebak pada eksklusivisme. 2. Dialog antar umat beragama harus berjalan secara efektif untuk menjaga hubungan baik dengan agama-agama lain dalam rangka kerukunan antar umat beragama.

82

3. Hubungan keluarga umat Muslim Kampung Jawa Tomohon dengan keluarga yang berada di kelurahan-kelurahan tetangga, harus tetap dijaga dengan baik demi terciptanya rasa saling pengertian satu sama lain. 4. Pendekatan budaya menjadi salah satu langkah efektif dalam membangun hubungan sosial dengan orang lain, apalagi sebagian besar umat Muslim Kampung Jawa Tomohon telah mengalami perpaduan budaya JawaMinahasa. 5. Pemerintah bisa menjadi mediator dalam rangka pertemuan antar agama. Di dalamnya membicarakan langkah-langkah strategis untuk melihat realitas-realitas sosial. Dalam pertemuan ini, konsentrasi lebih dipusatkan untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan sosial yang tidak relevan dengan nilai-nilai keagamaan. 6. Pemerintah harus lebih mengintensifkan dan memaksimalkan proses pengamalan Pancasila berdasarkan butir-butir yang dipandang sangat ideal dan relevan di tengah-tengah situasi Indonesia yang penuh dengan kesenjangan dan ketimpangan sosial. Jika tidak demikian maka Pancasila akan tidak bermakna apa-apa sebagai ideologi negara. Pemikiran ini, berkaca dengan realitas sosial yang sedang dialami oleh negara. Harus ada keseimbangan antara Pancasila yang menjadi dasar negara dengan praktek dalam pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.

83

DAFTAR PUSTAKA

REFERENSI: LAI, Lembaga Alkitab Indonesia, 2008 Al-Quran, terjemahan Indonesia, Departemen Agama Republik Indonesia, 2002

LITERATUR:

Abdullah, Amin M., Studi Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996 Arikunto, Suharmisi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineke Cipta, 1998 Bahar, Saafroedin, et.al. (Peny.), Risalah Sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 Banawiratma, J. B., Aspek-aspek Telogi Sosial, Yongyakarta:Kanisius 1989 Budiyono AP., Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983 Connolly, Peter (ed.)., Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta : LKIS Dhakidae, Daniel, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003 Darmaputera, Eka, Pancasila: Identitas dan Modernitas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987 Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 1992 Moleong, Lexy, J., Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Refisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 Muhammady, Usman, EL., Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa, Jakarta : Pustaka Agusalim, 1963 Oesman O.A., Pancasila sebagai Ideologi Menurut Abdurrahman Wahid , Jakarta: Perum percetakan negara RI, 1991

84

Panitia Lima, Uraian Pancasila, Jakarta: Mutiara, 1977 Pasha, Musthafa K., Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis, Citra Karsa Mandiri, 2002 Pratigno, Imam, Filsafat Negara: Pantja Sila, Jakarta : Usdek, 1963 Sairin, Weinata, Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-butir pemikiran, Jakarta : Gunung Mulia, 2006 Soekarno, Ir., Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II Jakarta: Di bawah Bendera Revolusi, 1965 Schumann, Olaf, Agama-agama:Kekerasan dan Perdamaian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011 Surachmad, W., Dasar dan Teknik Research, Bandung: Remadja Karya, 1989 Wahid, Abvdurrahman, dkk., Elga Sarapung, dkk. (ed.), Dialog : Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta : Interfidei, 2004 Yewangoe, Andreas, A., Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2009 WEBSITE: http://www.nusahati.com/2011/10/hak-sipil-kebebasan-beragama http://mohamadnatsir.wordpress.com/2011/01/13/natsir-dan-pancasila

85

LAMPIRAN 1 (Daftar Pertanyaan Wawancara)

1.

Menurut agama yang anda anut, apa yang anda pahami tentang Ketuhanan Yang Maha Esa?

2.

Apa yang anda pahami tentang Pancasila kaitannya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa?

3. 4. 5.

Apa hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Agama? Dimana anda mengetahui pemahaman tentang Ketuhanan Yang Maha Esa? Apa dampak yang terjadi setelah anda mengetahui pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa?

6.

Menurut anda, apakah tepat Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan salah satu dasar sebagai ideologi dalam konteks keberagamaan agama?

7.

Bagaimana hubungan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kebebasan Beragama dan Kerukunan Antar Umat Beragama?

8.

Apakah umat Muslim Kampung Jawa Tomohon telah mengamalkan Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa?

9.

Dalam bentuk apa umat Muslim membuktikan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa telah dipahami dan diamalkan?

10. Apa tanggapan anda tentang konflik-konflik yang mengatas namakan agama dan ajaran Islam? 11. Bagaimana situasi Kebebasan agama dan Kerukunan antar umat beragama di Kampung Jawa Tomohon? 12. Apa yang telah institusi pemerintah dan institusi agama lakukan untuk mempererat kerukunan antar umat beragama?

86

LAMPIRAN 2 (Data Informan) MEWAKILI PEMERINTAH 1. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 2. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 3. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan : Munir Lihawa : 57 Tahun : S1 : Lurah Kampung Jawa Tomohon : Hidayat Maskun, S.Pd : 45 Tahun : S1 : Pegawai Negeri Sipil : Ratna Togas : 42 Tahun : S1 : Pegawai Negeri Sipil

MEWAKILI TOKOH-TOKOH AGAMA 4. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 5. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 6. Nama : Hj. Tommy Tubagus : 69 Tahun : PG. SLP : Ketua Majelis Ulama Indonesia di Tomohon : Mohamad Solihi, S.Pd : 37 Tahun : S1 : Pegawai Negeri Sipil : Imam Johari Likit
87

Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan

: 43 Tahun : SMA : Tokoh Agama

MEWAKILI TUA-TUA KAMPUNG JAWA 7. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 8. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 9. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 10. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan : Awad Tubagus : 71 Tahun : SMA : : Ahmad Masjebeng : 73 Tahun : SR :: Darmawan S. : 69 Tahun : SR : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil : Ahmad Abusalam : 70 Tahun : SR :-

MEWAKILI PEMUDA PEMUDA 11. Nama Umur Pendidikan Terakhir : Abdullah Abusalam : 29 Tahun : SMA
88

Pekerjaan 12. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 13. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan 14. Nama Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan Keterangan:

: Pegrajin : Jein Pangkerego : 29 Tahun : S1 : Pegawai Swasta : Abdurahman : 34 Tahun : SMP : Pedagang : Retno Abusalam : 38 Tahun : S1 : Pegawai Negeri Sipil

Responden-responden yang telah diuraikan di atas merupakan orang-orang yang telah dipilih berdasarkan konsultasi dengan Bpk. Munir Lihawa sebagai Lurah Kampung Jawa Tomohon, mereka memiliki kompetensi dalam menjawab tujuan dari penulis. Sebagian besar perpendidikan stratum satu, dan ada sebagian yang berpendidikan terakhir SMA namun dalam pemahamannya respondenresponden ini memberikan pernyataan yang jelas dan berdasarkan fakta.

89

Anda mungkin juga menyukai