Anda di halaman 1dari 29

DEFINISI Efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura berupa transudat atau eksudat,

bukan suatu diagnosis, melainkan suatu tanda kelainan penyakit. TB paru merupakan suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80 % terjadi di paru-paru, penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbumbuhan sangat lambat, yakni Mycobacterium tuberculosis.

KLASIFIKASI Secara umum efusi pleura dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Efusi pleura transudat Efusi pleura jenis ini terbentuk bila ada peninggian tekanan kapiler sirkulasi sistemik atau penurunan tekanan onkotik plasma. Jumlah efusi pleura akan bertambah tinggi sampai tercapai keseimbangan yang baru dimana penyerapan kembali cairan pleura = pembentukannya.Transudat sering terbentuk bilateral. Penumpukan cairan di dalam rongga toraks disebut juga hidrotoraks. Efusi pleura transudat dijumpai pada kelainan ekstrapulmonal, dimana selaput pleura masih utuh dan kurang permeabel terhadap protein. 2. Efusi Pleura eksudat Efusi pleura eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas lapisan pleura terhadap protein.Pada efusi jenis ini bisa lebih dari 10 gr protein masuk ke dalam rongga pleura tiap 24 jam, sehingga tekanan onkotik transpleura menurun. Proses ini akan terus berlangsung sampai penyerapan kembali protein melalui saluran getah bening sama dengan rotein yang masuk ke dalam rongga pleura. Efusi pleura jenis eksudat megandung protein lebih besar dari pada jenis transudat.Faktor lain yang menyebabkan terbentuknya eksudat adalah

pengurangan aliran getah bening dari ronnga pleura.Peningkatan kadar protein di dalam rongga pleura akan lebih menambah volume cairan pleura. Gangguan aliran getah bening akan mempermudah terjadinya efusi pleura pada penerita keganasan atau pleuritis TB.Eksudat sering ditemukan unilaterl, berbeda dengan transudat sering ditemukan bilateral.

Tabel : perbedaan transudat dan eksudat No 1. 2. Uji Rivalta Protein Protein c p./protein plasma 3. 4. Berat jenis LDH Transudat Negatif < 30 gr % < 0,5 < 1, 016 < 200 iu < 1000 / m3 > 50 % limfosit / MN Positif > 30 gr % > 0,5 > 1,016 > 200 iu > 0,6 > 1000 /m3 > 50 % limfosit Eksudat

Ratio LH c.pl/LDH plasma < 0,6 5. Leukosit Diff. Count leukosit

(Tb,Keganasan) > 50 % PMN (radang akut) 6. 7. pH Glukosa < 7,3 = plasma < 7,3 pada infeksi pada reumatik, - tumor > 500 u/ml - pankreatitis - tumor - infeksi

PATOGENESIS
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar UV, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat , ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan di hadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertambah dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Mekanisme terjadinya penumpukan cairan di dalam rongga pleura salah satunya disebabkan oleh : bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah.Peradangan pleura akan menyebabkan permeabiliti dinding kapiler meningkat sehingga cairan dan protein yang melewati dinding itu meningkat maka terbentuk efusi

pleura.Pada radang akut terjadi vasodilatasi, eksudasi dan perpindahan leukosit ke daerah radang terutama netrofil. Histamin dan kinin yang dikeluarkan proses radang meningkatkan permiebiliti kapiler sehingga akan meningkatkan eksudasi plasma.Pada tuberkulosis efusi pleura timbul karena reaksi hipersensitiviti terhadap tuberkuloprotein, sehingga meningkatkan permeabiliti dinding pembuluh darah pleura.

RESPON IMUN TERHADAP M. Tuberculose Ig M akan terbentuk 4-6 minggu setelah terjadinya infeksi TB kemudian menurun diikuti oleh munculnya Ig G dan Ig A. Selanjutnya bakteri yang telah diikat oleh imunoglobulin akan mengalami fagositosis oleh makrofag.Puncak pembentukan antibodi terjadi pada bulan kedua setelah pengobatan yang berhasil, kemudian menurun sampai mencapai batas normal bila pasien telah sembuh. Pengobatan TB paru yang tidak ditangani dengan benar , keadaan gizi serta hygiene yang buruk dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi : a. Komplikasi dini Pleuritis Efusi pleura Empiema Laringitis Menjalar ke organ lain usus Poncets arthropathy Obstruksi jalan napas Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis (SOPT) Kerusakan parenkim berat SOPT / fibrosis paru , kor pulmonal Amiloidosis Karsinoma Paru Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)

b. Komplikasi lanjut

GEJALA Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - batuk - cegukan - pernafasan yang cepat - nyeri perut - dada terasa penuh - Mudah lelah - BB menurun - nafsu makan berkurang dan demam.

DIAGNOSA Diagnosis dapat ditegakkan berasarkan anamnesa teliti dan pemeriksaan fisik yang baik, foto thorak PA dan lateral dapat membantu diagnosa, sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui punksi, biopsi, dan analisis cairan pleura. Pada pemerikasaan fisik thoraks ditemukan: Inspeksi: Dinding dada simetris / asimetris Sela iga melebar Cembung Gerakan menurun kesisi yang sehat Palpasi Gerakan fremitus suara menurun. Perkusi: Redup, garis Ellis Domoiseau (+) Auskultasi: Pada bagian yang sakit, suara napas menurun

Pada foto thoraks:

Rontgen dada. Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Gambaran Efusi pleura akan tampak sbb: a. Cairan pleura tampak berupa perselubungan hemogen menutupi struktur paru baeah yang biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung b. Perselubungan berjalan dari lateral atas e arah medial bawah c. Kadang-kadang tampak mediastinum terdorong ke arah kontralateral. CT scan dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. Torakosintesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). Biopsi dan analisis cairan pleura Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

DIAGNOSIS BANDING Efusi pleura e.c TB paru Emfisema paru Emboli pulmonal Gagal jantung

PENYULIT

Syok Perdarahan Sakit Pneumotorak Infeksi

PENATALAKSANAAN EFUSI PLEURA e.c TB PARU Tergantung 2 aspek , yaitu : 1. obati penyakit yang mendasarinya 2. Pengobatan lokal antara lain : Punksi pleura kurang dari 1 L Pasang salir sekret air ( WSD = Water Sealed Drainage ) Pleurodesis Pirau pleuroperthoneum Pleurektomi dan Dekortikasi Radioterapi

Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan

penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).

PROGNOSIS Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi pleura. Pasien yang mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka komplikasi yang lebih rendah.

Efusi Pleura
Posted Januari 22, 2012 by wiriblog in Askep, Tugas. Tinggalkan Sebuah Komentar BAB I

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Efusi pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO). Secara geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemikk di suatu daerah. Pengetahuan yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura. B. TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini bertjuan untuk: 1. Mengetahui pengertian efusi pleura 2. Mengetahui etiologi penyakit efusi pleura 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada pasien efusi pleura 4. Mengetahui patofisiologi efusi pleura 5. Mengetahui langkah langkah proses keperawatan yang dilakukan pada pasien efusi pleura BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) B. ETIOLOGI 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah c. Peningkatan tekanan negative intrapleural d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura C. TANDA DAN GEJALA a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.

c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. D. PATOFISIOLOGI

E. PENGKAJIAN 1. Anamnesis: Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis. 2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas

a. Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak. b. Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuat, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot , nyeri dan stiffness (kekakuan). 3. Kebutuhan integritas pribadi a. Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan b. Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan 4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri a. Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk b. Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan 5. Kebutuhan Respirasi a. Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada b. Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk. c. Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah d. Dapat pula ditemukan deviasi trakea 6. Kebutuha Keamanan a. Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS, demam sub febris b. Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris 7. Kebutuhan Interaksi sosial a. Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran

F. PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis 2. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam 3. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 72 jam setelah injeksi. 4. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung. 5. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis 6. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis) 7. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis 8. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru 9. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, peningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut. H. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas 3. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis I. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler Batasan karakteristik : a. Penurunan ekspansi dada b. Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada c. Penggunaan otot aksesori d. Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun Kriteria hasil : Klien akan : a. Melaporkan berkurangnya dyspnea b. Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat c. ABGs dalam batas normal Intervensi Rasionalisasi a. Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan - Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan. b. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger. - Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital c. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi - Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek d. Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas - Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas

e. Monitor ABGs - Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik (Doengoes, Marilyn (1989)) 2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas Batasan karakteristik : a. Suara napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal. b. Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor. Kriteria hasil : a. Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten b. Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas Intervensi Rasionalisasi a. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori - Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas. b. Atur posisi semi fowler - Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar c. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari - Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan d. Kolaborasi : o Pemberian oksigen lembab - Mencegah mukosa membran kering, mengurangi sekret

o Mucolytic agent - Menurunkan sekret pulmonal dan memfasilitasi bersihan o Bronkodilator - Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran. o Kortikosteroid - Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia. (Doengoes, Marilyn (1989)) 3. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru + Kriteria hasil : Klien akan dapat : a. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi b. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi. Intervensi Rasionalisasi a. Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne - Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi b. Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik - Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi c. Monitor suhu sesuai sesuai indikasi - Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi

d. Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi - Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien e. Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin. - Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan primary drugs lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut. (Doengoes, Marilyn (1989) BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus. Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 300 ml. Tanda tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas.

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pleura adalah membran tipis yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan

mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkealis, serabut saraf dan pembuluh limfe secara histologis kedua lapisan ini terdiri atas sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh kapiler dan pembuluh getah bening. Pleura sering kali mengalami kelainan patogenesis seperti terjadinya efusi cairan misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks(cairan limfe), piotoraks atau empiema torasis bila berisi nanah dan pneumotorak bila berisi darah. Penyebab kelainan patologi pleura bermacam-macam terutama karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan dan trauma (Suyono Slamet, 2001)

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok dan menyelesaikan pembahasan tentang efusi pleura sesuai dengan silabus mata kuliah sistem respirasi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sitem pernafasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Muttaqin Arif, 2008)

2.2 Anatomi Dan Fisiologi


Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediatinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997)

2.3 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi (Muttaqin Arif, 2008) 1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom meigs. 2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan penyakit kolagen. 3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan tuberkulosis.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritamatosus sistemis, tumor dan tuberkulosis.

2.4 Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf, 1995 dalam Muttaqin Arif, 2008) Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar caairan bebas dan kavum pleura. Kemungkinan prose akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi (Guyton dan Hall, 1997): 1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura . 2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekana perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga pleura. 3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan. 4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma cairan kedalam rongga secara cepat. Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (loimfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran. permeabilitas membran akan meningkat dan ahirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadionya efulsi pleura akibat dari tuborkolosis paru melalui fokus subflura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijuan kearah salaruan getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis.

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya seruosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi (Muttaqin Arif, 2008)

2.5 Manifestasi klinis


Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2.6 Diagnosa
1. Anamnesis: adanya keluhan nyeri dada dan dispnea. 2. Pemeriksaan fisik: pada daerah efusi, fremitus tidak ada, perkusi redup, suara nafas berkurang. 3. Pemeriksaan laboraturium: analisis cairan efusi yang di ambil lewat torakosentesis. Kriteria transudat dan eksudat dapat dilihat dari tabel dibawah ini: 4. Pemeriksaan radiologi

Dalam foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari 300 ml, pergeseran mediastinum kadang ditemukan.

2.7 Pemeriksaan fisik


Infeksi dan fibrosa paru Tabel perbedaan transudat dan eksudat Transudat Kadar protein dalam efusi (g/dl) Kadar protein dalam efusi Kadar protein dalam serum Kadar LDH dalam efusi (IU) Kadar LDH dalam efusi Kadar LDH dalam serum Berat jenis cairan efusi Hasil tes rivalta < 1,016 Negatif >1,016 Positif < 200 < 0,6 >200 >0,6 <3 < 0,5 Eksudat >3 > 0,5

Sinar x dada: menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) GDA: variabel tergantung derajat fungsi paru yang di pengaruhi gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCo2 kadang kadang meningkat, PaO2 mungkin normal ataupun menurun. Torasentesis : menyatakan darah atau cairan serosanguinosa (hemotorax). Hb : menurun, menunjukkan kehilangan darah.

Inspeksi

Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produksi dengan sputum purulen. Palpasi Pendorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairanya >300 cc. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Perkusi Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin keatas semakin tipis.

2.8 Penatalaksanaan medis


Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis) indikasi untuk melalukan thorakosentesis adalah: a. Menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura. b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal. c. Bila terjadi reakumulasi cairan. Pengambilan pertama cairan pleura tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian thorakosentesis adalah: a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura. b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura. c. Dapat terjadi pneumothoraks.

2.9 Asuhan Keperawatan Klien Dengan Efusi Pleura


Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan denagn menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. 2. Ketidakefektifan bersihnya jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringel. 3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen. 5. Gangguan ADL (activity daily living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak nafas. 6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bertnafas). 7. Gangguan pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan. 8. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. Rencana Intervensi Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal. Kriteria evaluasi: Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi nafas terdengar jelas. Rencana intervensi Identifikasi faktor penyebab. Rasional Dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, kita dapat

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, serta melaporkan setiap

perubahan yang terjadi. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur di tinggikan 60-90 atau dimiringkan kearah sisi yang sakit.

mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien. Penurunan diafragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. Miring ke arah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat maksimal. Peningkatan frekuensi nafas dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekana otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernafasan). Lakukan auskultasi suara nafas setiap 2-4 jam. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thoraks. Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis

Pemberian O2 dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia. Tindakan thorakosentesis atau fungsi pleura bertujuan untuk menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, klemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakeal/faringeal. Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria evaluasi: Klien mampu melakukan batuk efektif

Pernafasan klien normal (16-20 x /menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas. Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan normal. Rencana intervensi Rasional Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu nafas). Penurunan bunyi nafas menunjukan atelektasis, ronkhi menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan kerja pernafasan. Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Posisi flowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernafas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret dan jalan nafas besar untuk dikeluarkan. Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter dan volume sputum. Berikan posisi semiflowler/flowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml /hari kecuali tidak di indikasikan.

Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, Mencegah obstruksi dan aspirasi. bila perlu lakukan pengisapan (suction). Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangaka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan efek samping suction. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Obat antibiotik Pengobatan antibiotik yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji resistensi kuman terhadap jenis antibiotik ssehingga lebih mudah mengobati pneumonia. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. Bronkodilator meningkatkan dameter

Agen mukolitik

Brokodilator: jenis aminofilin via

intravena.

lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Kortikosteroid berguna pada hipoksemia denga keterlibatan luas dan bila rekasi implamasi mengancam kehidupan.

Kortikosteroid

DAFTAR PUSTAKA Mansjoer Arif.1999.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN.Media Aesculapius:Jakarta Suyono Slamet.2001.BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM.Balai Penerbit FKUI:Jakarta Guyton and Hall.2007.FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/12/22/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan-efusi-pleura/ Diperoleh pada Tanggal 04 Oktober 2011 Diposkan oleh Zul Rahman di 01.30 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Senin, 25 Agustus 2008


Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura) TUJUANNYA : Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi Atmosfir 760 760 760 Intrapulmoner 760 757 763 Intrapleural 756 750 756 INDIKASI PEMASANGAN WSD : Hemotoraks, efusi pleura Pneumotoraks ( > 25 % ) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator KONTRA INDIKASI PEMASANGAN : Infeksi pada tempat pemasangan Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol. CARA PEMASANGAN WSD 1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media. 2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan. 3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis. 4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru. 5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps 6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada 7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan. 8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan. ADA BEBERAPA MACAM WSD : 1. WSD dengan satu botol Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung. Drainage berdasarkan adanya grafitasi. Umumnya digunakan pada pneumotoraks 2. WSD dengan dua botol Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level. Dapat dihubungkan sengan suction control 3. WSD dengan 3 botol Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

Fungsi dari transudat dan eksudat adalah sebagai respon tubuh terhadap adanya gangguan sirkulasi dengan kongesti pasif dan oedema (transudat), serta adanya inflamasi akibat infeksi bakteri (eksudat).

Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB dalam rongga pleura. Perbedaan Transudat dan Eksudat: Keterangan: Rivalta Berat jenis Kadar protein Protein plasma LDH LDH plasma Lekosit Hitung jenis leukosit PH Glukosa Amilase Alkali fosfatase Transudat: < 1,016 < 3 gr / 100 cc < 0,5 < 200 IU < 0,6 < 1000 / mm3 < 50% limfosit >7,3 plasma = plasma >75 u Eksudat: + > 1,016 > 3 gr / 100 cc > 0,5 > 200 IU > 0,6 > 1000 / mm3 > 50% limfosit < 7,3 < plasma >plasma > 75 u

Anda mungkin juga menyukai