Anda di halaman 1dari 19

I.

ABSTRAKSI
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat merambat pada medium hampa udara. Bukan hanya mempunyai kecepatan yang sangat tinggi ( 3 x 105 km/s), tetapi mempunyai kecenderungan menempuh lintasan dengan waktu tempuh tersingkat. Dengan melihat cahaya mempunyai kecenderungan menentukan probabilitas jalur dengan waktu tempuh tersingkat sesuai dengan Principle of Least Time, menghasilkan aplikasi lain yang sangat menakjubkan yaitu perangkat penyelubung( penghilang) optis pada suatu benda. Penggunaan perangkat

penyelubung optis (Optical Cloaking Device) menjadi tanda tanya besar sekaligus memancing naluri berfikir kita mengenai perilaku cahaya sebagai agen pembawa informasi optis. Dahulu manusia hanya menggunakan teori Principle of Least Time sebatas pada aspek penjelasan fenomena-fenomena fisis yang terlihat oleh indra manusia yaitu mata. Dan sekarang, gagasan menakjubkan penciptaan Optical Cloaking Device ini telah coba untuk direalisasikan pada fenomena tidak terlihatnya suatu benda dari sudut pandang optika. Sedikit demi sedikit, telah bermunculan alat-alat yang dapat menghilangkan suatu benda semisal peralatan-peralatan yang digunakan oleh para pesulap, dan jaket tembus pandang ciptaan ilmuwan dari Jepang. Penemuan alat penyelubung ini menggunakan model eksperimen penerapan hukum Snellius mengenai pemantulan( refleksi ) dan pembiasan( refraksi ), maupun yang lebih advance lagi menggunakan model metamaterial. Kita akan memfokuskan makalah ini pada penjelasan terperinci penggunaan hukum-hukum optika geometri dan memberikan penjelasan advance model pada aplikasi Optical Cloaking Device melalui penggunaan metamaterial. Perlu banyak pengujian pada Optical Cloaking Device ini, dikarenakan masih sulitnya mengelabuhi cahaya dan teknologi manusia yang masih terbatas. Hanya saja, dengan menggunakan teknologi penciptaan material semisal pada metamaterial, diharapkan dapat menciptakan piranti yang bukan hanya untuk mengelabuhi cahaya, tetapi juga menjinakkan cahaya agar teknologi Optical Cloaking Device lebih banyak menghasilkan aplikasi lain yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

1|Page

II. PEMBUKAAN
Penciptaan alat atau benda yang bisa menghilangkan benda lain perlu mencermati baik itu perilaku cahaya, medium, ataupun alat bantu tambahan untuk menunjang peristiwa Cloaking dari suatu benda. Cahaya sendiri adalah gelombang elektromagnetik yang tentunya dalam merumuskan peristiwa menghilangnya suatu benda dengan menggunakan hukum-hukum yang berlaku pula pada gelombang elektromagnetik yang dalam hal ini menggunakan persamaan Maxwell sebagai tools utama. Jika medium yang menjadi pusat perhatian kita, tentu kita akan menggunakan pendekatan medium udara dikarenakan alasan mempermudah pengamatan fenomena Cloaking suatu benda. Dan apabila kita menggunakan analisa alat tambahan (utility tools) dalam menciptakan efek Cloaking, maka kita memasuki ranah dari optika geometri, karena tentulah yang paling sederhana adalah menggunakan prinsip refleksi maupun refraksi yang merupakan penerapan dari hukum Snellius. Peristiwa Cloaking dapat dijelaskan oleh beberapa fenomena sebagai berikut: 1. Cloaking dengan hukum Snellius 2. Cloaking dengan lensa 3. Cloaking dengan cermin 4. Cloaking dengan menggunakan metamaterial Dengan melihat banyaknya cara terjadinya fenomena Cloaking dari suatu benda diatas, ini memacu meningkatnya probabilitas penemuan piranti berdasarkan Cloaking Device. Sehingga diharapkan, akan banyak penemuan spektakuler pada dunia optis yang berguna bagi kehidupan manusia kelak.

2|Page

III. STUDI LITERATUR


Pada zaman modern dan serba canggih ini, penerapan teknologi optik semakin meluas. Tidak hanya sebagai piranti pembantu kegiatan manusia saja, tetapi telah mencapai ranah keilmuwan yang lebih kompleks terkait fenomena menghilangnya suatu benda pada waktu tertentu. Kita sebagai engineer dan scientist, seharusnya mencermati fenomena-fenomena dari kejadian ganjil tersebut secara ilmiah. Peristiwa Cloaking suatu benda, hanya bisa dijelaskan melalui pendekatan optika maupun elektromagnetik dikarenakan peristiwa Cloaking dapat ditangkap oleh instrumen optis (Optika) melalui pemantulan dan pembiasan cahaya (elekromagnetik). Dewasa ini, telah ditemukan beberapa aplikasi dari Optical Cloaking Device, anatara lain: 1. e-Camouflage Contoh aplikasi invisibility cloak adalah yang dikembangkan Departemen Pertahanan Inggris. Teknologi itu bernama e-Camouflage. Dalam uji coba yang dilakukan beberapa tahun lalu, kamera dan proyektor yang digunakan mampu membuat sebuah tank tempur menjadi tak terlihat. Kamera dipasang pada tank dan berfungsi mengambil gambar lingkungan di sekitarnya. Lalu, gambar dikirim secara real time kepada proyektor, yang kemudian diproyeksikan pada tank yang sudah ditutupi invisibility cloak , sehingga pengamat hanya melihat gambar lingkungan di sekitar tank, tanpa bisa melihat wujud tank yang sesungguhnya. Masih dengan konsep kamera dan proyektor, ilmuwan dari Tokyo University bernama Profesor Susumu Tachi, juga pernah melakukan uji coba invisibility cloak. Dengan kamera yang diletakkan di belakang seorang model, jubah yang dikenakannya tampak tembus pandang, sehingga orang bisa melihat apa pun yang ada di belakang tubuh model.

2. Selubung Karpet Penelitian invisibility cloak yang lebih terkini adalah yang dilakukan Profesor Jingjing Zhang bersama timnya dari tiga perguruan tinggi, yaitu Denmark Technical University, University of Birmingham dan Imperial College London. Penelitian itu diberi nama selubung karpet (carpet cloak).

3|Page

Penelitian yang dirilis dalam jurnal Optics Express pada April 2011 ini, merupakan upaya penyempurnaan teknologi invisibility cloak yang telah ada sebelumnya, yang masih memiliki kendala. Ukuran selubung harus jauh lebih besar dari objek yang ditutupi. Permasalahan ini dipecahkan Profesor Zhang menggunakan bahan bernama silicon on insulator (SOI). Bahan ini bersifat anisotropik, yaitu tiap sudut memiliki karakter fisik yang berbeda. Satu hal penting dalam pembuatan selubung karpet adalah, pemasangan silikon pada lapisan paling atas SOI. Silikon yang digunakan harus sesuai ukuran dan strukturnya. Pemasangan yang benar akan menentukan panjang gelombang cahaya, yang nantinya berpengaruh pada proses penyelubungan (cloaking). SOI menjadikan selubung karpet memiliki ukuran yang hanya sedikit lebih besar dari benda yang ditutupi. Ini lebih sederhana dibanding teknologi terdahulu. Layaknya benda yang ditutup karpet, maka akan terlihat adanya tonjolan di atasnya. Dalam penelitian ini, Profesor Zhang bersama timnya berhasil menciptakan ilusi, yaitu menyembunyikan tonjolan tersebut, sehingga terlihat seperti bidang datar. Itu sebabnya, teknologi ini disebut selubung karpet.

4|Page

IV. TEORI DASAR CLOAKING EFFECT


Optical Cloaking Device merupakan suatu kejadian dimana benda akan nampak tidak ada secara optis dikarenakan adanya peristiwa pembiasan, pemantulan dari cahaya oleh suatu objek. Berikut adalah rekonstruksi dari peristiwa terselubunginya benda oleh fenomena optik dengan menggunakan Principle of Least Time. o Penyelubungan (Cloaking) dengan hukum Snellius

Gambar 1. skema pembiasan pada cermin air. (sumber:Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects) Berdasarkan penggunaan prinsip Fermat (Principle of Least Time) yang menjelaskan bahwa cahaya membutuhkan waktu tercepat untuk mencapai jarak tertentu, maka dirancanglah lensa buatan yang berfungsi untuk merefraksikan cahaya yang melewati medium lensa buatan yang berisi materi air tersebut, dengan menyebabkan efek cloaking dari benda yang ada diantara dua lensa tersebut. Cahaya datang sebagai berkas garis melalui medium lensa buatan dari lensa yang berada disebelah kiri disekitar titik A, akan membelok kearah luar dari cermin (titik O) sebagai konsekuensi dari prinsip fermat. Pada medium yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati sumbu normal, dan mengambil lintasan miring keatas (sekitar titik O). Setelah keluar dari lensa pertama, cahaya akan dibiaskan lagi menjauhi sumbu normal. Perhatikan skema berikut.

Gambar 2. Skema pembiasan

5|Page

Pemilihan bentuk lensa demikian bukanlah tanpa alasan, cahaya yang jatuh tepat pada titik A akan dipantulkan sebagai konsekuensi logis nilai dari prinsip fermat. Bentuk permukaan dari lensa yang demikian itu, menyebabkan tidak pernah bertemunya garis cahaya yang melewati sumbu AO dengan garis cahaya yang melewati sisi atas atau bawah dari titik A. Hal ini berkebalikan dengan pembiasan pada permukaan sferis yang akan bertemu pada suatu titik tertentu.

Gambar 3. Pembiasan pada lensa dengan permukaan sferis. (sumber Feynman Lectures On Physics) Konsekuensi logis lainnya yang patut diperhitungkan yaitu nilai sumbu normal pada lensa buatan kita, yang mana sumbu normalnya akan berpotongan pada titik tertentu didepan lensa buatan kita, berbeda dengan permukaan sferis yang sumbu normalnya tak pernah berpotongan pada satu titik tertentu. Akibat dari tidak pernah bertemunya cahaya pada sumbu AB, menyebabkan ada daerah dimana tidak ada berkas sinar yang melewati daerah tersebut. Perhatikan gambar berikut.

Gambar 4. Efek dari pembiasan menghasilkan selisih sebesar d. (sumber: Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects)

6|Page

Nilai dari d dapat didekati dengan perbandungan geometri sederhana sebagai berikut. ))) ))) Cloaking area dapat diketahui yaitu 2d, sebagai akibat dari nilai dua berkas paling kecil yang melewati daerah sekitar AB. Perlu dicatat, Cloaking pada lensa buatan ini dapat menghasilkan efek maksimal apabila dua lensa terletak tepat sejajar, dan masing-masing lensa membentuk sudut 900. Pada Principle of least time dikatakan bahwa cahaya dengan probabilitas tertentu melewati suatu medium dengan waktu paling singkat. Secara jelas pada pembiasan dengan menggunakan lensa buatan yang berisi air menggunakan prinsip waktu tercepat sebagai dasar teori penyusunan dari efek cloaking pada lensa buatan ini. Dengan mengatur sudut bukaan dari lensa buatan ini, kita bisa menghasilkan efek cloaking dikarenakan kecenderungan cahaya menempuh waktu tersingkat dalam perambatannya. Cahaya akan merambat dari A ke O dan dari O ke B. o Penyelubungan (Cloaking) dengan lensa Fresnel

Gambar 6. Skema Cloaking Effect pada lensa Fresnel (sumber: Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects)

Pada dasarnya, prinsip kerja lensa adalah mengumpulkan dan menyebarkan berkas cahaya. Untuk lensa cembung, cara kerjanya yaitu mengumpulkan cahaya. Dan sebaliknya untuk lensa cekung. Apabila cahaya datang pada daerah tak hingga jauhnya menuju lensa cembung, maka berkas cahaya akan dikumpulkan pada satu titik tertentu dibelakang lensa, yang kemudian kita namakan titik fokus. Khusus pada lensa fresnel, konstruksi lensa didesain dengan panjang fokus yang
7|Page

pendek, jarak fokus tak terhingga dan tebal lensa yang sangat tipis jika dibandingkan dengan lensa konvensional, agar dapat dapat melewatkan lebih banyak cahaya sehingga lampu mercusuar (sebagai aplikasi dari lensa fresnel) dapat terlihat lebih jauh. Cahaya yang datang pada permukaan lensa cembung pertama, akan dibiaskan menuju fokus, setelah mencapai fokus, cahaya akan meneruskan lintasannya ke lensa kedua dengan cara yang sama pula dengan lensa yang pertama. Analog dengan Principle of Least Time, cahaya disemua titik pada permukaan lensa fresnel akan menempuh waktu yang sama disetiap titiknya (cahaya dalam semua arah di permukaan lensa akan menempuh waktu yang sama). Lensa fresnel mempunyai bentuk permukaan yang cembung sedemikian sehingga semua berkas cahaya akan mengumpul pada suatu titik (yang pada pembahasan sebelumnya disebut sebagai titik fokus). Dimanakah letak Cloaking Space nya? Jawabannya adalah didaerah segitiga tepat diatas fokus seperti yang ditunjukkan oleh gambar 6 diatas. Bentuk real aplikasinya ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 7. Helikopter dengan ekor truk pemadam kebakaran. ( sumber: Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects) Alasan dipilihnya lensa Fresnel salah satunya agar efek cloaking dapat dilihat pada jarak yang cukup jauh seperti aplikasi dari mercusuar yang cahayanya dapat dilihat dalam radius yang cukup jauh oleh kapal yang berada dilautan. o Penyelubungan (Cloaking) dengan cermin Salah satu sifat cermin adalah memantulkan cahaya dengan sudut datang sama dengan sudut pantul. Dengan memanfaatkan sifat demikian, kita bisa menciptakan efek penyelubungan yang paling mudah yaitu dengan menempatkan

8|Page

benda pada daerah belakang cermin yang telah di desain membentuk sudut siku. Perhatikan gambar berikut.

Gambar 8. Skema Cloaking Effect pada cermin. (sumber: Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects)

Cahaya datang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan hukum pemantulan pada cermin datar yaitu . Ini merupakan implikasi dari Principle of Least Time, dimana garis cahaya menentukan titik-titik yang mempunyai waktu paling singkat pada suatu jarak tertentu. Berkas cahaya yang melewati 2 cermin yang saling berhadapan ini masing-masing mempunyai waktu yang sama ketika melewati jarak ACDR. Daerah cloaking pada cermin terletak dimuka sebaliknya dari cermin yang tidak terjadi peristiwa pemantulan disana. Akibatnya, kita tidak dapat melihat benda yang diletakkan pada Cloaking Region, tetapi kita dapat melihat benda yang ada pada daerah B.

Gambar 9. Susunan cermin siku yang sejajar untuk penciptaan efek Cloaking. (sumber: Paper simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects)

9|Page

V. Tinjauan Cahaya Sebagai Gelombang Untuk Menjelaskan Fenomena Optis


Kriteria cahaya bisa diperlakukan sebagai gelombang apabila dimensi dari cahaya comparable dengan alat yang digunakan yang mana sangat mudah apabila kita juga menggunakan pendekatan gelombang radio atau gelombang dengan kisaran frekuensi rendah dengan lambda atau panjang gelombang yang cukup besar serta energi dari foton dapat diabaikan karena sangat kecil dibandingkan dengan energi dari alat pengukur. Dengan melihat rentang dari keberlakuan cahaya sebagai gelombang tersebut, maka saya menggunakan gelombang mikro sebagai aplikasi dari bentuk rekayasa pengendalian perambatan cahaya pada aplikasi metamaterial sebagai piranti pengendali cahaya (waveguide). Konsep dasar dari pembuatan metamaterial adalah dengan menggunakan polarisasi dari cahaya. Seperti diketahui, Maxwell

menyebutkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang terdiri dari medan magnet dan medan listrik yang saling tegak lurus dalam arah perambatannya. Peristiwa polarisasi dapat terjadi bilamana cahaya melewati suatu medium yang memiliki struktur yang memiliki panjang tertentu, bentuk tidak sferis, lebih panjang daripada lebarnya, dan tersusun saling sejajar antara satu dengan yang lainnya. Perhatikan skema dari gambar berikut ini.

Gambar 10. Skema dari polarisasi pada medium yang berlainan indeks bias (Sumber : Feynman Lectures on Physics) Pada gambar tersebut terlihat bahwa pada proses polarisasi terjadi proses refleksi pada permukaan gelas dan proses refraksi didalam gelas itu sendiri. Pada gambar (a), Sinar i yang datang diradiasikan kearah b maupun kearah a sekaligus. Dimana titik perambatan dari berkas sinar a dan b adalah titik yang sesuai dengan waktu tersingkat yang ditempuh oleh cahaya pada jarak tertentu. Kita dapat menganggap bahwa
10 | P a g e

gambar (a) dan (b) sama, dan rasio dari B/A dan b/a adalah sama. Tetapi apabila kita perhatikan seksama, arah polarisasi dari gambar (a) dengan gambar (b) berbeda. Komponen A tegak lurus dengan B, ) adalah persamaan matematis yang

efektif untuk menghasilkan B. Hubungan formula antara kedua gambar ini dapat dirumuskan menjadi. ) Diketahui bahwa medan listrik dari gelas menyebabkan muatan gelas berosilasi sebagai respon dari adanya cahaya yang nilainya sebesar -1. Pada gambar (a), berkas sinar putus-putus (dengan nilai -1) merambat dengan arah yang sama dengan berkas sinar a, sedangkan berkas sinar putus-putus pada gambar (b) merupakan proyeksi dari berkas sinar A. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. ) Inilah dasar dari penciptaan metamaterial yang mempunyai indeks refraksi negatif.

VI. METAMATERIAL
a.) Pengertian Metamaterial Sebagian besar dari kita mengetahui hukum Snellius tentang pembiasan ) . Pada umumnya kita mengetahui bahwa cahaya yang datang dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat akan dibiaskan mendekati garis normal, dan cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal apabila cahaya datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat, dengan faktor pembias sebesar n. Teori pembiasan ini sangat cocok dengan material alam yang ada. Berbeda dengan yang diketahui selama ini, telah ditemukan oleh para ilmuwan, suatu kondisi yang berkebalikan dengan hukum Snellius yaitu peristiwa negative refraction. Tentu, kondisi ini bukan serta merta menggunakan material biasa dari alam, melainkan menggunakan ilmu rekayasa nano untuk menciptakan efek yang melawan hukum alam ini. Perhatikan gambar berikut.

11 | P a g e

Gambar 11. Ilustrasi perbedaan negatif refraksi dengan refraksi biasa. ( sumber: Paper Metamaterials and the Control of Electromagnetic Fields ) Apa yang menyebabkan peristiwa refraksi negatif ini? Pertanyaan ini menanyakan definisi piranti penyebab efek refraksi negatif yang oleh para ilmuwan dinamakan sebagai metamaterial. Metamaterial yaitu materi hasil dari rekayasa yang dilakukan pada skala atomik yang mempunyai properti unik yang tidak dijumpai di alam. Sebab itu, semua interaksi dari kejadian fisis yang terjadi pada metamaterial selalu berkaitan dengan penggunaan teknologi berbasis nano. Perhatikan tabel perbedaan antara metamaterial dengan material yang ada di alam dibawah ini. Tabel 1. Perbandingan Metamaterial vs Materi yang Ada Di Alam. Medium Alami Biasanya Perambatan Gelombang Pelepasan Thermal Simetri Interaksi Atomik 230 kisi kristal Bola keras atau halus, dominan dekat terhadap atom tetangganya Ketidak teraturan Random Terkontrol Rotasi, Translasi, Jaringan.. Atom dapat lebih besar dari kisi Signifikan Lemah? Gelombang kuantum Metamaterial Gelombang klasik

b.) Cara Kerja Metamaterial Tak dapat diragukan lagi, konsep refraksi negatif merupakan keunggulan dari bahan metamaterial. Konsep ini di cetuskan oleh Victor Veselago pada tahun 1968. Refraksi negatif ini dapat dicapai ketika,
12 | P a g e

(1)

Dengan menggunakan persamaan Maxwell kita dapat menghitung indeks pembiasan, (2)

Pada material konvensional, indeks bias bertanda positif. Veselago menunjukkan, jika kondisi (1) dijumpai, maka n akan bernilai negatif sesuai dengan prinsip kausalitas (Levy Olivia Nur : 2012). Refraksi negatif berharga untuk dipelajari, dan hal inilah yang membuat para scientist dan teknisi (engineers) sangat tertarik dengan konsep refraksi negatif pada metamaterial. Setelah semua peristiwa pembiasan dipahami dengan baik, mengapa hanya dengan membalikkan tanda saja, hal ini menjadi sangat menarik? Petunjuk utamanya ditemukan pada proses pembiasan oleh metamaterial itu sendiri.

Perhatikan gambar berikut.

Gambar 12. Kiri: menunjukkan refraksi negatif material seperti yang dideskripsikan oleh Veselago, cahaya membuat sudut negatif terhadap normal. Komponen paralel dari vektor gelombang selalu tetap dalam perambatannya, tetapi aliran energi berlawanan arah dengan perambatan dari vektor gelombang. Kanan: implikasi dari kecepatan gelombang dan vektor titik yang berlainan tanda. ( sumber: Paper Metamaterials and the Control of Electromagnetic Fields )

Berdasarkan pada gambar diatas, dicermati bahwa aliran energi sejajar terhadap permukaan medium dan vektor gelombang tegak lurus dengan permukaan. Hal ini tidak cocok dengan teori refraksi negatif kecuali aliran energi bergerak berlainan arah dengan vektor gelombang.

13 | P a g e

Pengertian matematika dari kalimat diatas yaitu indeks pembiasan negatif harus mendispersi dengan frekuensi kuat. Mengambil definisi dari vektor gelombang dan aliran energi diatas, didapatkan , ) (3)

Dengan menganggap V dan Vg mempunyai tanda yang berlawanan, maka dapat disimpulkan | | (4) Kita mengasumsikan nilai n adalah negatif. Dengan memilih frekuensi 2 dimana n(2) < 0 dan kemudian mengintegrasikannya, ( ) (5) ( )

Dan kemudian diperoleh, | (6) Besar 1 pada penyebut merupakan nilai frekuensi yang menyebabkan indeks bias pada medium pertama (n1) menjadi berkurang dan semakin berkurang seiring bertambahnya nilai 1. Tetapi ada pula saat kondisi dari . Praktisnya |
| |

kami membatasi konsep metamaterial: jika n1 menjadi sangat besar dan panjang gelombang dapat dibandingkan dengan dimensi dari elemen metamaterial, maka indeks pembiasan tidak lebih panjang dan berhenti pada suatu nilai tertentu (JB.Pendry : 2007). Perbedaan dari indeks bias adalah salah satu indikasi awal dari peristiwa pembiasan negatif. Ini juga memberikan implikasi bahwa pembiasan negatif dari suatu material memiliki keadaan keberlakuan pada densitas yang sangat besar. Komponen dasar dari pembiasan negatif merupakan resonansi dari setiap elemen yang menyusun suatu material. Dengan melihat cahaya adalah sebagai gelombang tranversal dan mempunyai sumbu magnetik dan elektrik yang saling tegak lurus, ini memberikan implikasi bahwa elemen yang menyusun metamaterial harus pula mempunyai sistem peredam medan elektrik dan magnetik( ini bisa terjadi jika
14 | P a g e

material juga mempunyai sistem yang berkebalikan dengan yang ada pada cahaya).

VII.

Penerapan Penggunaan Material Sebagai Sistem Antideteksi Radar Untuk Platform Kendaraan Tempur
Cara untuk menghasilkan efek anti deteksi radar adalah dengan menggunakan material anti deteksi radar. Radar adalah jenis gelombang mikro yang dapat mendeteksi keberadaan suatu benda pada radius tertentu. Pada sistem aplikasi penggunaan material pada permukaan dari kendaraan tempur, dimaksudkan dapat menciptakan suatu bentuk teknologi yang bisa membuat efisiensi dari komponen pertahanan menjadi semakin baik. Bagaimana skema dari hasil dari penerapan metamaterial pada platform kendaraan tempur? Perhatikan gambar berikut.

Gambar 13. Tank yang tidak terlihat. ( sumber : https://www.google.com )

Metamaterial mempunyai beberapa bagian yang antara lain adalah AMC ( Artificial Magnetic Conductor ) yang mempunyai sifat memantulkan cahaya atau gelombang mikro yang datang menuju ke metamaterial. AMC dapat diciptakan dengan menggunakan teknologi permukaan bertekstur ( textured surface ) yang nantinya fungsi dari AMC ini pula sebagai absorber atau penyerap gelombang elektromagnetik yang datang. Manfaat dari absorber ini pula adalah untuk mengurangi berbagai bahaya radiasi elektromagnetik dan sebagai parameter penting sister berbasiskan radar.
15 | P a g e

AMC menggunakan prinsip HIS ( High Impedansi Surface ) dengan cara menggunakan tekstur konduktor periodik yang dapat mengubah sifat

elektromagnetikanya. Bila ukuran atau lebar dari tekstur lebih kecil jika dibandingkan nilai dari panjang gelombang yang mengenai permukaan atau surface, maka struktur permukaan tersebut bisa dimodelkan sebagai impedansi permukaan. Permukaan yang halus dan rata mempunyai impedansi permukaan yang rendah, sedangkan permukaan yang bertekstur mempunyai impedansi yang tinggi. Menyangkut adanya impedansi, impedansi permukaan bisa disamakan atau ekivalen dengan resonan paralel LC, dimana saat frekuensi rendah bersifat induktif dan pada saat frekuensi tinggi bersifat kapasitif (Levy Olivia Nur : 2012). Karena impedansi permukaan dapat dimodelkan dengan resonan LC, maka secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. (1) Dan persamaan lainnya yaitu (2) Pembahasan Perlu dicermati disini bahwa tinjauan dari penggunaan sistem anti deteksi radar ini adalah untuk menciptakan efek penyelubungan dari suatu benda dalam hal ini adalah kendaraan tempur yang mempunyai sistem gerak dalam operasinya. Tidak dapat dipungkiri lagi jika material adalah jalan satu-satunya yang paling praktis yang bisa didekati dan juga tidak rumit dalam aplikasi dilapangan. Merujuk pada pembahasan digunakannya material pada sistem platform dari kendaraan tempur, saya menggunakan analisis textured surface sebagai bahan untuk mengkaji sistem cloaking pada kendaraan tempur (sistem anti deteksi radar). Material berbasiskan textured surface pada intinya adalah untuk menciptakan efek absorpsi dari gelombang radar yang mengenai permukaan atau platform kendaraan tempur. Absorbsi dari gelombang mikro dapat dilakukan apabila permukaan yang terkena gelombang radar yang datang mempunyai texture yang kasar dan bergelombang, konsep textured surface ini apabila kita kaitkan dengan pendekatan kelistrikan biasa disebut sebagai impedansi (karena menyangkut texture suatu permukaan kita sebut sebagai impedansi permukaan). Mengapa menggunakan tinjauan pemahaman elektrik? Jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu karena radar itu sendiri menggunakan gelombang mikro, dan gelombang mikro itu sendiri merupakan
16 | P a g e

gelombang elektromagnetik. Mengutip dari persamaan maxwell, salah satu yang menarik adalah peristiwa adanya gaya magnet pada kumparan. Hal ini bisa dianalogikan bahwa platform anti deteksi radar dapat dibuat jika kita juga mampu mendesain nanostruktur dari material yang melindungi platform yang mempunyai sifat dasar mengabsorpsi gelombang mikro.. Material disini bukan hanya material biasa, tetapi saya menggunakan metamaterial yang mempunyai sifat mengabsorpsi secara sempurna dari gelombang

elektromagnetik yang melaluinya. Pada rentang skala nano, besar dari panjang dimensi materi tentulah lebih kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang mikro. Maka tentulah analisis kita lanjutkan keranah mikro komponen. Perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 14. Bentuk patch material antideteksi radar dari sel satuan menggunakan lapisan AMC; (a) segiempat, (b) segi enam sama sisi, (c) segi delapan sama sisi. (dikutip dari paper Rancang Bangun Material Antideteksi Radar Berbasis Teknologi Texture Surface Untuk Platform Kendaraan Tempur)

Untuk menganalisis peristiwa absorber dengan baik, perlu menggunakan analisis sel satuan , karena sel satuan yang ditampilkan tersebut mempunyai dimensi lebih kecil dari panjang gelombang mikro yang mengenai platform dari kendaraan tempur. Perlu diperhatikan dengan cermat, radar menggunakan detector yang bisa mendeteksi keberadaan suatu benda dengan membaca gelombang pantulan (reflection wave) yang kembali ke detector dan membacanya sebagai benda atau materi. Tetapi, apabila kita mendesain suatu piranti absorber, diharapkan nanti keberadaan dari kendaraan tempur tidak dapat dideteksi oleh system radar musuh yang sedang mengintai keberadaan kendaraan tempur kita. Hal ini berkaitan erat dengan hukum

17 | P a g e

reflaksi dari suatu benda. Secara matematis persamaan matematis dari reflaksi yang berhubungan dengan impedansi dapat dirumuskan sebagai (3) Dimana Z0 adalah impedansi udara bebas (120) dan ZL adalah impedansi yang terdiri dari impedansi permukaan bertekstur (Zpatch) yang dipasangkan paralel dengan impedansi elemen eksternal yang dihubungkan pada permukaan bertekstur (Zelement). Arti matematisnya yaitu, agar koefisien refleksi dapat diminimalisir atau bahkan bernilai nol, nilai impedansi beban (ZL) harus mendekati atau sama dengan impedansi udara bebas (Z0). Kondisi ini dapat dipenuhi dengan memilih impedansi elemen eksternal (Zelement) lebih rendah dari impedansi permukaan bertekstur (Zpatch) karena pada umumnya impedansi permukaan bertekstur jauh lebih besar dari impedansi udara bebas. Jika kondisi ini berlaku maka jumlah energi yang dibalikkan dari struktur permukaan bertekstur dapat ditekan secara maksimal, sehingga berefek pada peningkatan penyerapan energi yang diterima (Levy Olivia Nur : 2012). Membahas patch satuan yang menyusun material antideteksi radar seperti yang ditunjukkan gambar 12, secara eksperimen dibuktikan bahwa untuk patch segi enam sama sisi memiliki nilai absorbsi yang paling baik dibandingkan dengan bentuk geometri patch yang lainnya. Untuk mempertinggi nilai penyerapan dari material antideteksi radar, oerlu ditambahkan elemen eksternal pada patch, yaitu berupa resistor. Mengapa demikian? Dikarenakan resistor mempunyai sifat resistif yang dapat digunakan untuk untuk mengatur besarnya impedansi struktur permukaan supaya bersesuaian dengan besarnya impedansi udara bebas tanpa menggeser secara signifikan frekuensi kerjanya. Disini berarti, elemen eksternal yang melapisi patch mempunyai peran yang lebih dominan untuk memperbaiki sifat penyerapan dibandingkan elemen penyusun material atau patch itu sendiri. Sehingga diharapkan teknologi cloaking dari radar pada kendaraan tempur dapat meningkatkan kecanggihan teknologi pertahanan dan keamanan kita, yang selama ini dihuni oleh barang-barang bekas Asing yang telah Uzur pula. (dikutip dari paper Rancang Bangun Material Antideteksi Radar Berbasis Teknologi Texture Surface Untuk Platform Kendaraan Tempur).

18 | P a g e

VIII. KESIMPULAN
Teknologi penciptaan peralatan yang menggunakan sistem penyelubungan optik sudah mulai di aplikasikan pada banyak peralatan dan sistem teknologi, tak terkecuali teknologi antideteksi radar pada platform kendaraan tempur sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pertahanan nasional. Salah satu teknologi antideteksi radar yaitu menggunakan material yang terdiri dari patch yang mempunyai lapisan yang bersifat absorber gelombang mikro yang dipancarkan oleh detektor radar. Selain memperhatikan bentuk geometri dari elemen patch yang menyusun material, untuk meningkatkan efisiensi absorber dari patch dilakukan dengan cara menambahkan elemen resistif pada patch sehingga struktur permukaan bertekstur mempunyai impedansi yang sama dengan impedansi udara bebas.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Nur, Levy Olivia, dkk. Rancang Bangun Material Antideteksi Radar Berbasis

Teknologi Texture Surface Untuk Platform Kendaraan Tempur,Bandung.,2012.


2. Feynman, Richard, dkk. 2010. The Feynman Lectures on Physics, California 3. 4.

5. 6.

Institute of Technology, California. Howell, C Howell,dkk. 2013. Simple, broadband, optical spatial cloaking of very large objects, University of Rochester, New York. L.Olivia, A. Munir, A. Kurniawan, Sugihartono, Varactor Tunable Diode of Micowave Thin Radar Absorber Composed of Hexagonal Patch Array AUTOLE, 2010. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/03/161288/18/Selubun g-Ajaib-Tank-Tempur-pun-Tak-Terlihat http://elfrida9b8.blogspot.com/

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai