Anda di halaman 1dari 9

Mawas Desember 10

PENDAHULUAN

APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A1


Budi Gunawan2 ABSTRACT Generaly sensor to be differentiated to become two type that is physics sensor and chemical sensor. Physics censor more to the ability of to detect the condition of physics phenomenon, such as; pressure, force, water level, flow, etc. Chemical censor is appliance capable to detect chemical phenomenon such as; gas composition, types of gas, etc, including biosensor. Biosensor have been developed by researchers, and topic which is expanding is biosensor based on DNA. Keyword : chemical sensor, biosensor, DNA ABSTRAK Secara umum sensor dibedakan menjadi dua jenis yaitu sensor fisika dan sensor kimia. Sensor fisika lebih kepada kemampuannya untuk mendeteksi kondisi besaran fisika seperti tekanan, gaya, tinggi permukaan air laut, kecepatan angin, dan sebagainya. Sedangkan sensor kimia merupakan alat yang mampu mendeteksi fenomena kimia seperti komposisi gas, kadar keasaman, susunan zat suatu bahan makanan, dan sebagainya. Termasuk ke dalam sensor kimia ini adalah biosensor. Dewasa ini, biosensor telah banyak diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti dan industri, dan dalam dunia biosensor research, topik yang sedang berkembang sekarang ini adalah biosensor yang berbasis DNA (genosensor). Kata kunci : sensor kimia, biosensor, DNA

1 2

Artikel untuk majalah ilmiah UMK MAWAS Staf pengajar pada Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

Biosensor adalah alat untuk mendeteksi suatu analit yang menggabungkan komponen biologis dengan komponen detektor fisikokimia. Ini terdiri dari 3 bagian: 1) unsur biologis sensitif bahan biologis misalnya jaringan, mikroorganisme, organel, reseptor sel, enzim, antibodi, asam nukleat, dll yang berasal bahan biologis atau biomimic, 2) transduser atau elemen detektor, bekerja dengan cara yang fisikokimia; optik, piezoelektrik, elektrokimia, dll yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi antara analit dengan unsur biologis menjadi sinyal listrik dan 3) elektronik yang terkait atau prosesor sinyal yang terutama bertanggung jawab untuk menampilkan hasil dalam cara yang user-friendly. Contoh umum dari biosensor komersial adalah biosensor glukosa darah, yang menggunakan enzim glukosa oksidase untuk memecah glukosa darah turun. Dalam melakukan hal itu pertama mengoksidasi glukosa dan menggunakan dua elektron untuk mengurangi FAD (komponen enzim) untuk FADH2. Hal ini pada gilirannya teroksidasi oleh elektrode (menerima dua elektron dari elektroda) di sejumlah langkah. Arus yang dihasilkan adalah ukuran 2 APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI
Budi Gunawan

konsentrasi glukosa. Dalam hal ini, elektroda adalah transduser dan enzim adalah komponen biologis aktif.

PRINSIP DETEKSI 1. Photometric Biosensors banyak optik berdasarkan fenomena plasmon resonansi permukaan adalah gelombang cepat berlalu dr ingatan teknik. Ini menggunakan properti dari emas dan bahan lainnya; khusus bahwa lapisan tipis emas pada permukaan kaca indeks bias tinggi dapat menyerap sinar laser, memproduksi gelombang elektron (plasmons permukaan) pada permukaan emas. Ini hanya terjadi pada sudut tertentu dan panjang gelombang cahaya insiden dan sangat tergantung pada permukaan emas, seperti yang mengikat dari analit target ke reseptor pada permukaan emas menghasilkan sinyal terukur. Sensor plasmon resonansi permukaan beroperasi menggunakan sebuah chip sensor yang terdiri dari kaset plastik mendukung piring kaca, satu sisi yang dilapisi dengan lapisan emas mikroskopis. Kontak sisi ini aparat optik deteksi instrumen tersebut. Seberang kemudian dihubungi
BIOSENSOR BERBASIS D N A

Mawas Desember 10

dengan sistem aliran microfluidic. Kontak dengan menciptakan sistem aliran di saluran yang reagen dapat dikirimkan dalam larutan. Ini sisi chip sensor kaca dapat dimodifikasi dalam beberapa cara, untuk memungkinkan lampiran mudah molekul bunga. Biasanya itu dilapisi dalam dekstran karboksimetil atau senyawa serupa. Terang panjang gelombang tetap tercermin dari sisi emas chip di sudut pantulan internal total, dan terdeteksi di dalam instrumen. Ini menyebabkan gelombang cepat berlalu dr ingatan untuk menembus kaca piring dan jarak beberapa cairan yang mengalir ke atas permukaan. Indeks bias di sisi aliran permukaan chip memiliki pengaruh langsung pada perilaku cahaya yang tercermin dari sisi emas. Mengikat ke sisi aliran chip memiliki efek pada indeks bias dan dengan cara ini interaksi biologis dapat diukur dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dengan semacam energi. Salah satu contoh seperti, dual polarisasi interferometri menggunakan pandu terkubur sebagai referensi terhadap yang propagasi perubahan konstan diukur. konfigurasi lain seperti Mach-Zehnder memiliki lenganlengan referensi melukiskan pd

sepotong logam didefinisikan pada substrat. tingkat integrasi yang lebih tinggi dapat dicapai dengan menggunakan geometri resonator dimana frekuensi resonansi resonator cincin berubah ketika molekul-molekul yang diserap. Biosensors optik lainnya adalah terutama berdasarkan perubahan absorbansi atau fluoresensi dari suatu senyawa indikator yang tepat dan tidak memerlukan geometri refleksi internal total. Sebagai contoh, prototipe perangkat beroperasi penuh mendeteksi kasein dalam susu telah dibuat. perangkat ini didasarkan pada mendeteksi perubahan dalam penyerapan lapisan emas. Suatu penelitian alat yang digunakan secara luas, arraymikro, juga dapat dianggap sebagai suatu biosensor. Biologi biosensors sering menggabungkan suatu bentuk rekayasa genetika protein asli atau enzim. Protein yang dikonfigurasi untuk mendeteksi analit tertentu dan sinyal berikutnya dibaca oleh alat deteksi seperti fluorometer atau luminometer. Sebuah contoh yang dikembangkan baru-baru ini merupakan salah satu biosensor untuk mendeteksi sitosol konsentrasi analit cAMP (cyclic adenosine monophosphate), seorang

kurir kedua yang terlibat dalam signaling seluler dipicu oleh ligan berinteraksi dengan reseptor pada membran sel. Sistem serupa telah diciptakan untuk studi selular tanggapan terhadap ligan asli atau xenobiotics (racun atau inhibitor molekul kecil). Semacam "tes" yang umum digunakan dalam pengembangan obat penemuan oleh perusahaan farmasi dan bioteknologi. Kebanyakan cAMP tes digunakan saat ini membutuhkan lisis sel sebelum pengukuran cAMP. Sebuah biosensor hidup-sel untuk cAMP dapat digunakan dalam sel nonlysed dengan beberapa keuntungan tambahan membaca untuk mempelajari kinetika respon reseptor. 2. Elektrokimia Biosensors elektrokimia biasanya didasarkan pada katalisis enzimatik reaksi yang menghasilkan atau mengkonsumsi elektron (enzim tersebut tepat disebut enzim redoks). Substrat sensor biasanya berisi tiga elektroda, sebuah elektroda referensi, sebuah elektroda aktif dan wastafel elektroda. Sebuah elektrode tambahan (juga dikenal sebagai elektroda counter) juga dapat hadir sebagai 4 APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI
Budi Gunawan

sumber ion. Target adalah terlibat dalam reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda aktif, dan ionion yang dihasilkan membuat potensi yang dikurangi dari referensi elektroda untuk memberikan sinyal. Kita dapat mengukur arus (laju aliran elektron sekarang sebanding dengan konsentrasi analit) pada potensial tetap atau potensi dapat diukur di nol saat ini (ini memberikan respon logaritmik). Perhatikan bahwa potensi elektroda aktif bekerja atau ruang muatan sensitif dan ini sering digunakan. Lebih jauh lagi, bebas dan langsung listrik deteksi-label peptida kecil dan protein dimungkinkan dengan biaya intrinsik mereka menggunakan biofunctionalized ion-sensitiftransistor efek medan. Contoh lain, yang biosensor potensiometri, bekerja bertentangan dengan pemahaman kemampuannya. biosensors tersebut screenprinted, melakukan polimer dilapisi, biosensors rangkaian terbuka potensial berdasarkan immunoassays polimer terkonjugasi. Mereka hanya memiliki dua elektroda dan sangat sensitif dan kuat. Mereka memungkinkan mendeteksi analit pada tingkat sebelumnya hanya dapat dicapai oleh HPLC dan LC /
BIOSENSOR BERBASIS D N A

Mawas Desember 10

MS sampel dan tanpa persiapan yang ketat. sinyal ini diproduksi oleh elektrokimia dan perubahan fisik pada lapisan polimer melakukan karena perubahan yang terjadi pada permukaan sensor. perubahan tersebut dapat dikaitkan dengan kekuatan ion, pH, hidrasi dan reaksi redoks, yang kedua karena label enzim membalik substrat.

BIOSENSOR Biosensor sendiri didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan suatu tranduser. Dalam proses kerjanya senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi yang disebut molekul sasaran. Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dimengerti. Biosensor yang pertama kali dibuat adalah sensor yang menggunakan transduser elektrokimia yaitu elektroda enzim untuk menentukan kadar glukosa dengan metode amperometri.

Sejauh ini, biosensor dalam perkembangannya mempunyai tiga generasi yaitu generasi pertama; dimana biosensor berbasis oksigen, generasi kedua; biosensor menjadi lebih spesifik yang melibatkan mediator diantara reaksi dan transduser, dan terakhir generasi ketiga; dimana biosensor berbasis enzyme coupling. Untuk produk-produk komersial dari teknologi biosensor, sekarang ini telah banyak diperjualbelikan. Biosensor eksternal/internal dalam bentuk chip bahkan telah diproduksi oleh perusahaan Amerika i-Stat, MicroChips, Digital Angel, VeriChip yang dapat ditanam dalam tubuh manusia. Beberapa Perusahaan Jepang pun turut berpartisipasi, seperti Matsushita Electric Industrial Co. dengan teknologi biosensornya yang mampu menetapkan secara cepat dan mudah pengukuran kolesterol darah. Tokyo Medical and Dental University dengan biosensor nafasnya yang memanfaatkan enzim monoamine oksidase A (MAO A) dan lain sebagainya. Tetapi secara umum untuk penguna biosensor, hampir 60% pengunanya berasal dari health-care industri. 1. Prinsip Kerja Biosensor

Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel, jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada dalam bentuk terimmobilisasi pada suatu transduser. Immobilisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan (1) adsorpsi fisik, (2) dengan menggunakan membran atau perangkap matriks atau (3) dengan membuat ikatan kovalen

antara biomolekul dengan transduser. Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor adalah transduser elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, field effect transistor dan temistor. Proses yang terjadi dalam transduser dapat berupa calorimetric biosensor, potentiometric biosensor, amperometric biosensor, optical biosensor maupun piezo-electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian di proses dalam suatu sistem elektronik misalnya recorder atau komputer. Berikut adalah contoh skema umum dari biosensor :

Gambar 1. Skema Umum Biosensor

2. Aplikasi Biosensor Aplikasi biosensor pada dasarnya meningkat seiring dengan berkembangnya keperluan manusia dan kemajuan iptek. Tetapi secara 6

umum tetap didominasi untuk aplikasi dibidang medis dan lingkungan hidup. Beberapa bidang aplikasi lainnya dapat dilihat sebagai berikut : 1. Medis dan Farmasi;

APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A

Budi Gunawan

Mawas Desember 10

a) Mengontrol penyakit : diabetes, kolesterol, jantung dll b) Diagnosis untuk : obat, metabolit, enzim, vitamin c) Penyakit infeksi, alergi. d) Studi efisiensi obat 2. Lingkungan Hidup a) Kontrol polusi b) Monitoring senyawasenyawa toksik di udara, air, dan tanah. c) Penentuan BOD (biological oxygen demand) 3. Kimia a) Mengontrol kualitas makanan (mendeteksi kontaminasi mikroba, menentukan kesegaran, analisis lemak, protein dan karbohidrat dalam makanan. b) Mendeteksi kebocoran, menentukan lokasi deposit minyak. c) Mengecek kualitas udara di ruangan. d) Penentuan parameter kualitas pada susu 4. Pertanian a) Mengontrol kualitas tanah. b) Penentuan degradasi seperti biodegradable pada kayu dan makanan. c) Mendeteksi keberadaan pestisida

5. Militer a) Mendeteksi zat-zat kimia dan biologi yang digunakan sebagai senjata perang (senjata kimia/biologi) seperti virus, bakteri patogen, dan gas urat syaraf.

DNA DAN BIOSENSOR ELEKTROKIMIA 1. DNA DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler. DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara ketiganya adalah DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan tidak berasosiasi dengan protein histon. Selain itu, DNA mitokondria dan kloroplas memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal dari garis ibu. Hal ini sangat berbeda dengan DNA nukleus yang memiliki pola pewarisan sifat dari kedua orang tua. Dilihat dari organismenya, struktur DNA prokariot berbeda dengan struktur DNA eukariot. DNA prokariot tidak

memiliki protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linear dan memiliki protein histon. DNA merupakan polimer yang mengandung gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rantai DNA memiliki lebar 2224 , sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 . Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus gula dan fosfat yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa, yaitu 2deoksiribosa. Sedangkan RNA gula penyusunnya adalah ribosa. DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masingmasing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks 8
Budi Gunawan

ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), cytosine ( dilambangkan C), guanin (dilambangkan G), dan timin (dilambangkan T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun pada tumbuhan. Ada 5 tahap untuk melakukan isolasi DNA, yaitu isolasi jaringan, pelisisan dinding dan membran sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi. 2. Sekuens DNA (DNA Sequence) Sekuens DNA berkaitan dengan urutan rantai nukleotida dalam DNA. Sekuensing asam nukleat atau pengurutan asam nukleat adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA. RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA juga terdapat di dalam DNA

APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A

Mawas Desember 10

cetakannya sehingga sekuensing DNA cetakan tersebut sudah cukup untuk membaca informasi pada RNA. Namun demikian, sekuensing RNA dibutuhkan khususnya pada eukariota, karena molekul RNA eukariota tidak selalu sebanding dengan DNA cetakannya karena pemotongan intron setelah proses transkripsi. Berhubungan dengan fungsi biologinya, sebuah sekuens dapat berupa sense atau anti-sense dan kode atau nonkode, sekuens DNA dapat juga membawa DNA sampah. 3. Teknik Sekuensing DNA 3.1 Metode Maxam-Gilbert Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode ini menginginkan fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens terlebih dahulu harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap yaitu pemotongan molekul

DNA secara parsial dengan menggunakan piperidin dimana masa inkubasi atau konsentrasi piperidin perlu dikontrol agar dihasilkan fragmen-fragmen DNA dalam berbagai ukuran dan pemodifikasian basa dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing MaxamGilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up. Dewasa ini metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga. 3.2 Metode A. Sanger Pada metode metode Sanger atau yang disebut terminasi rantai, perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang

mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya dideoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida atau polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) agar pembacaan sekuens dapat dilakukan, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjarijari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental. Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.

BIOSENSOR ELEKTROKIMIA 1. Biosensor

DNA

Selain menggunakan tehnik sekuensing DNA seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, telah berkembang pula sekuensing DNA dengan menggunakan biosensor elektrokimia yang biasa disebut biosensor DNA elektrokimia. Akhir-akhir ini, telah banyak riset dan pengembangan biosensor dilakukan oleh ilmuwan maupun industri, dan dalam dunia biosensor research, telah berkembang biosensor yang berbasis DNA (genosensor). Sensor dapat diartikan sebagai alat yang dapat menangkap fenomena fisika atau kimia kemudian mengubahnya menjadi sinyal elektrik. Berdasarkan fenomena kimia yang diubah menjadi sinyal elektrik, ada sejumlah sensor kimia yaitu sensor elektrokimia, sensor elektrik, sensor optik, sensor sensitif berat, biosensor dan lain-lain. Biosensor sendiri adalah perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan suatu transduser. Wicaksono (2000:79) menjelaskan biosensor sebagai berikut.

10

APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A

Budi Gunawan

Mawas Desember 10

Biosensor, menurut definisi klasiknya (hingga sekitarpertengahan dekade 90an) didefinisikan kira-kira sebagai berikut : Suatu perangkat/instrumen analitik yang menggunakan biomolekul (molekul dari makhluk hidup) seperti enzim, antibodi, jaringan, sel, mikroba, dan lain-lain untuk melakukan pengenalan/deteksi/rekognisi (recognition) akan suatu zat (bio)kimia tertentu, yang kemudian perubahan sifat fisika-kimia pada biomolekul itu yg merepresentasikan informasi ditransduksikan dengan transduser fisis menjadi besaran elektronik untuk bisa diolah selanjutnya. Dalam proses kerjanya senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi yang disebut molekul target. Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dibaca. Wicaksono) Biosensor yang pertama kali dibuat adalah sensor yang menggunakan transduser elektrokimia yaitu elektroda enzim untuk menentukan kadar glukosa

dengan metode amperometri. Sejauh ini, biosensor dalam perkembangannya mempunyai tiga generasi yaitu generasi pertama dimana biosensor berbasis oksigen, generasi kedua yaitu biosensor menjadi lebih spesifik yang melibatkan mediator diantara reaksi dan transduser, dan terakhir generasi ketiga, dimana biosensor berbasis enzyme coupling. Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel, jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada dalam bentuk teramobilisasi pada suatu transduser. Amobilisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan adsorpsi fisik, menggunakan membran atau perangkap matriks atau dengan membuat ikatan kovalen antara biomolekul dengan transduser. Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor adalah transduser elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, transistor efek medan dan temistor. Proses yang terjadi dalam transduser dapat

berupa biosensor kalorimetrik, potensiometrik, amperometrik, optikal maupun piezo-electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian diproses dalam suatu sistem elektronik misalnya perekam atau komputer. Suatu biosensor DNA (atau genosensor) menggunakan DNA yang diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Untuk biosensor DNA elektrokimia, unsur biologi yang digunakan adalah DNA dan transdusernya adalah transduser elektrokimia. Metode elektrokimia yang digunakan adalah voltametri, amperometri dan cyclic voltametry.

2. Hibridisasi dalam Biosensor DNA Elektrokimia

Aspek yang penting pada hibridisasi biosensor adalah sensitivitas untuk mendeteksi konsentrasi DNA yang serendah mungkin, dan selektivitas untuk dapat mendeteksi titik mutasi. Metode tradisional untuk mendeteksi terjadinya hibridisasi adalah sangat lambat dan memerlukan preparasi khusus. Ini yang menjadi alasan mengapa 1. Aspek Elektrokimia Pada akhir-akhir ini pengembangan Biosensor DNA Elektrokimia biosensor hibridisasi secara elektrokimia menjadi sangat Untuk transduser pada menarik. biosensor digunakan transduser 12 APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A
Budi Gunawan

Suatu biosensor hibridisasi DNA elektrokimia pada dasarnya terdiri dari suatu elektrode yang dimodifikasi dengan ssDNA yang disebut probe. Karena elektrode dimodifikasi dengan probe, maka akan menyebabkan interaksi dengan sampel melalui pengenalan urutan komplementernya, di antara yang lainnya, di bawah kondisi pH, kekuatan ion, dan temperatur tertentu. Tahap selanjutnya adalah deteksi pembentukan double helix. Tahap-tahap pembuatan biosensor hibridisasi elektrokimia meliputi amobilisasi probe, hibridisasi dan deteksi terjadinya hibridisasi. Deteksi terjadinya hibridisasi DNA antara probe dengan target adalah DNA diamobilisasi hingga menyebabkan basa-basa dapat mengalami biopengenalan dengan urutan komplementernya. Dalam hal ini, sifat elektrode memainkan peranan yang sangat penting. Bagaimana kompromi basa-basa untuk berinteraksi dengan permukaan elektrode dan selanjutnya mereka dapat membentuk double helix

Mawas Desember 10

elektrokimia. Secara elektrokimia, fungsi dari biosensor dijalankan berdasar pada kelistrikan yang timbul dari sampel berupa sinyal. Sinyal yang keluar dari transduser ini diproses dalam suatu sistem elektronik recorder atau komputer. Pada sistem biologis, sering terdapat reaksi redoks pada enzim. Pertukaran elektronnya bisa dideteksi dengan metode elektrokimia untuk mendapatkan hubungan dengan konsentrasi zat yang terkait dalam reaksi redoks tersebut. Metode elektrokimia yang dipakai amperometri. Elektrode mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi sinyal listrik yang dapat diukur terhadap waktu. 2. Biosensor DNA dengan Pengenalan Asam Nukleat Pemilihan asam nukleat untuk preparasi suatu biosensor berdasarkan DNA bergantung pada apa yang akan di-sense. Biosensor untuk mendeteksi urutan DNA, suatu ssDNA, biasanya digunakan oligonukleotida pendek sebagai elemen biosensing. Dendrimer dan analog DNA dapat digunakan juga untuk tujuan ini Suatu biosensor DNA (atau genosensor) menggunakan DNA yang diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Biosensor DNA

secara elektrokimia merupakan suatu elektrode yang mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi sinyal listrik yang dapat diukur. Biosensor DNA berdasarkan proses pengenalan asam nukleat berkembang pesat ke arah pengujian yang cepat terhadap penyakit infeksi maupun genetik. Transduser elektrokimia sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya hibridisasi DNA, karena sensitivitasnya, dimensinya yang kecil dan biayanya yang tidak mahal.. Beberapa piranti melibatkan amobilisasi probe single-stranded (ss-) pada permukaan elektrode untuk mengenali pasangan basa komplementernya dalam larutan sampel. Pembentukan dupleks biasanya dideteksi dengan penggunaan indikator hibridisasi elektroaktif. Indikator biasanya menggunakan kompleks logam kationik, seperti Co[phen] atau Co[bpy]atau senyawa organik penginterkalasi (seperti acridine orange dan biru metilen), yang berinteraksi dengan cara yang berbeda antara ss-DNA dan dsDNA. Respon elektrokimia yang meningkat karena asosiasi indikator dengan permukaan dupleks kemudian berperan sebagai sinyal hibridisasi

3. Cara Sekuensing DNA dengan Biosensor Elektrokimia Sekuensing DNA berbasis sensor elektrokimia memanfaatkan berbagai sifat kimia yang berbeda berupa interaksi skala nano pada larutan target ,lapis tipis antara larutan dan permukaan elektroda yang solid. Numerous approaches to electrochemical detection have been developed, including direct electrochemistry of DNA, electrochemistry at polymermodified electrodes, electrochemistry of DNA-specific redox reporters, electrochemical amplifications with nanoparticles, and electrochemical devices based on DNA-mediated charge transport chemistry. Berbagai pendekatan untuk deteksi elektrokimia telah berkembang, termasuk elektrokimia langsung pada DNA, elektrokimia dengan elektroda polimer termodifikasi, elektrokimia yang meliputi reaksi redoks spesifik DNA, electrochemical amplifications dengan partikelpartikel nano, dan perangkat elektrokimia berdasarkan sistem transpor kimia media DNA. Metode yang tepat digunakan adalah metode elektronika secara tak langsung. Dalam penelitian yang dibutuhkan hanya peralatan dasar elektrokimia untuk 14 APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI
Budi Gunawan

pendeteksian secara elektronika dengan membuat hibridisasi yang menarik. Metode tersebut adalah metode amperometri dengan menggunakan film (membran) sangat tipis terbuat dari polimer polipirol dengan campuran minyak oligonukleotida, dengan limit deteksi yang rendah yaitu 1,6 fmol dalam 0,1 mL. Fokus utama adalah terhadap deteksi DNA dengan metode elektrokimia tidak langsung. DNA silikon yang sensitif dan bebas label merupakan basis dari mikrosensor elektrokimia yang dibuat dengan menggunakan film tipis dari polipirol yang dipasangkan dengan probe oligonukleotika. Metode yang digunakan untuk deteksi target DNA yang melawan patogen adalah amperometri. Silikon untuk sensor elektrokimia yang disatukan dalam bentuk chip didesain dengan 12 disc elektroda dengan ukuran 34. Disiapkan elektroda dengan diameter 90 mm dan dibuat jarak antara pusat elektroda ke pusat sepanjang 250 mm. Semua elektroda berlokasi di bawah wadah reaksi elektrokimia dan setiap elektroda dikontrol secara individu. Dua batang silikon berukuran 60 inchi digunakan sebagai substrat dalam pembuatan sensor elektrokimia ini. Emas digunakan
BIOSENSOR BERBASIS D N A

Mawas Desember 10

sebagai material elektrodanya. Ukuran chip yang digunakan adalah 1 cm x 1 cm, dan volume wadah adalah 0,5 cm x 0,5 cm x 0,67 cm. Elektroda yang digunakan adalah 5000A disc emas yang dilapisi oleh 200A titanium. Setelah logam dideposisi, lapisan insulator dengan 2000A silikon dioksida, 2000A silikon nitrida, dan 2000A silikon dioksida diendapkan oleh PECVD. Untuk membentuk bilik reaksi elektrokimia dan bilik hibridisasi DNA, silikon kedua digunakan sehingga terbentuk rongga dan terbentuk bilik reaksi. Lapisan insulator kemudian diluruskan dengan lapisan yang saling berikatan oleh PDMS pada suhu kamar. Permukaan elektroda dipoles dengan serbuk alumina dan dicuci dengan air, serta dikeringkan dengan nitrogen untuk uji perbandingan. 4. Kelebihan Sekuensing DNA dengan Biosensor Elektrokimia Aplikasi dari elektrokimia dalam bidang kedokteran, medis, forensik, dan obat-obatan, dengan cara mendeteksi dan mengkuantifikasi urutan dari rantai DNA sangat mudah, dapat dipercaya, hemat, dan dapat

dilakukan dalam skala besar dengan menggunakan metode amperometri. Sebelumnya telah berkembang metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger. Metode Sanger saat ini merupakan metode yang banyak dipakai baik dalam skala laboratorium maupun massal. Aplikasi elektrokimia yang yang diterapkan pada bioteknologi biosensor memberikan alternatif yang menarik dalam perkembangan pengetahuan dan teknik sekuensing DNA dari yang telah ada sebelumnya.

PENUTUP Di Indonesia penelitian di bidang biosensor telah berkembang pesat. Tetapi kebanyakan penelitian di bidang ini berhenti pada tahap publikasi ilmiah di jurnal-jurnal atau seminar-seminar. Dan tidak sampai menyentuh tahap paten/aplikasi untuk di komersialisasikan. Hal ini sangat di sayangkan, padahal penelitian para ilmuwan Indonesia sangat aplikatif semisal tentang penelitian pembuatan biosensor untuk mendeteksi kadar alkohol atau daging hewan tertentu pada produk makanan atau minuman, atau penelitian untuk membuat biosensor

yang mampu mendeteksi pestisida, serta berbagai penelitian lainnya. Semuanya ini berpotensi untuk dikembangkan. Secara kualitatif, kebutuhan akan biosensor di Indonesia sangat besar. Dan diperkirakan permintaan biosensor di pasaran dunia akan selalu meningkat tiap tahun. Sebagai perbandingan, data statistik menunjukkan untuk penjualan sensor di bidang non milter saja pada tahun 2008 akan mencapai 5051 miliar dolar AS. Hal ini dari sisi ekonomis sangat mengiurkan. Sehingga sudah seyogyanya para peneliti dan pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum tersebut untuk dapat merintis dan mengembangkan sistem sensor dengan kreatifitas, langkah dan kebijakan yang lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA Bambang Widihastono. 2005. Biosensor. Warta Kimia Analitik. Situs Web P2K LIPI. Bambang Kuswandi, E.W Atmoko dan A. A Gani. 2006. Optical Biosensor For Urea Based on Immobilised Urease on Sol-Gel Glasses. Acta Pharmaceutica 16

Indonesia Vol. 31 No. 2 Hal. 79-85. Dedy Hermawan Bagus Wicaksono. Mengenal Biosensor (2) : Memanfaatkan dan Meniru Mahluk Hidup. Tokyo Institute of Technology, Jepang. E-gagas.net Fraden, J. 1993. AIP Handbook of Modern Sensors: Physics, Designs and Applications. American Institute of Physics. New York. Hartati, Yeni Wahyuni. 2009. Deteksi Hibridisasi Dalam Biosensor DNA Elektrokimia, (http://resources.unpad.ac.id/ unpadontent/uploads/publikasi_do sen/deteksi%20hibridisasi.p df, Deteksi Hibridisasi Dalam Biosensor Dna Elektrokimia). 1. Hartati, Yeni Wahyuni. 2007. Elektrokimia untuk Deteksi Urutan DNA Tanpa Indikator Hibridisasi, ( http://resources.unpad.ac.id/ unpadcontent/uploads/publikasi_d osen/makalah%20seminar% 20HKI%202007.pdf). Lee Yook Heng, Loh Han Chern dan Musa Ahmad. 2003. Biosensor Potentiometrik

APLIKASI SENSOR KIMIA SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS D N A

Budi Gunawan

Mawas Desember 10

untuk Penentuan Urea dan Ketoksikan Logam Berat. Sains Malaysiana 23 Juli 2003. Meta Ira Yunita, Putri Kusumah Wardani, Andhini Alifiani, Fuji Fitriani. Biosensor. In Internet Putra, Sinly Evan. 2009. Biosensor dan Aplikasinya, (http://www.chem-istry.org/?sect=fokus&ext=43, diakses 15 Januari 2009). Wikipedia.com. Biosensor. Situs Web Wikipedia English Wicaksono, Dedy Hermawan Bagus. 2009. Mengenal Biosensor dan Generasi Terbaru Biosensor, http://wwwstd.ryu.titech.ac.j p/~indonesia/tokodai/zoa/pd f/zoadedy.pdf). Wikipedia. 2008. Sekuens DNA,(http://id.wikipedia.or g/wiki/Sekuens_DNA). Wikipedia. 2009. Sekuensing Asam Nukleat, (http://id.wikipedia.org/wiki/ Sekuensing_asam_nukleat). Yeni Wahyuni Hartati, Siti Rochani, H.H Bahti, M. Agma. Biosensor Elektrokimia untuk Deteksi Urutan DNA Tanpa Indikator Hibridisasi. Universitas Padjajaran Bandung. In Internet

Zunita, Megawati. 2009. Sensor Cepat dan Sensitif DNA Elektrokimia, (http://www.pikiranrakyat.com/prprint.php?mib =beritadetail&id=6963)

Anda mungkin juga menyukai