Anda di halaman 1dari 6

PENYESALAN Matahari bersinar hangat, aku berlari tergesa-gesa melewati pertokoan.

Beberapa orang sibuk memajang barang jualan ataupun membersihkan toko-toko mereka. Langkahku terhenti di sebuah halte. Tempat inilah yang mempertemukan aku dengan dia. Joe Julianto, seorang laki-laki yang bisa membuatku melamun selama seharian penuh dan membuatku melupakan segalanya. Woi, pagi-pagi udah ngelamun aja, seru Yuki membuyarkan lamunanku tentang Joe. Agathan Yuki, sahabatku yang paling bisa mengerti aku. Bisa dibilang dialah satu-satunya orang yang bisa mentolerir semua kegilaanku tanpa komentar, aduh Kimmy, cewek tuh ga boleh manjat-manjat pohon kayak gitu atau Kim, suara kamu gede banget sih, kecilin dikit dong. Nanti ga cantik lagi loh! Hello, apa hubungannya cantik sama suara yang besar? Nonsense. Ngagetin aja sih! Untung ga aku timpuk make buku. Omelku sambil menepuk pelan pundak Yuki. Yuki hanya cengengesan tidak menyadari kesalahan fatalnya karena telah mengganggu lamuanku. Tapi apa boleh buat, cuma Yuki yang tahu dan mengerti tentang perasaanku untuk Joe. Paling lagi ngelamunin dia kan? selidik Yuki. Daripada ngelamunin kamu, mendingan juga Joe kemana-mana kali, sahutku semangat. Beda banget orang yang lagi kasmaran. Katanya sahabat, tapi di nomor duain, seru Yuki tidak mau mengalah. Aku dan Yuki sudah saling mengenal dari kecil. Lebih tepatnya kami bertetangga semenjak kedua orang tuanya pindah ke Bandung. Mungkin semua orang bingung kenapa Yuki bisa jadi sahabatku. Yuki, cowok keren yang bisa bikin semua cewek mecemoohku ketika kami berjalan bersama. Tapi di mataku, Yuki hanyalah seorang cowok aneh dengan semua hobihobinya yang bisa dibilang agak autis. Mungkin itulah kenapa cuma aku yang bisa betah dekat-dekat dengan dia. Aku tidak menyadari ada sisi positif dibalik sosok Yuki. Yuki yang ternyata bisa dengan sangat sabar mendengarkan semua kegalauanku tentang Joe dan nasihat-nasihat yang bagaikan cahaya menerangi kembali cahaya cintaku pada Joe yang cenderung redup-gelap. Eh, busnya udah datang tuh. Joe kemana yah? Apa dia telat? seruku sambil melihat kanan-kiri. Mana aku tau, di culik tikus kali, gurau Yuki. Aku hanya diam saja meratapi nasib karena tidak bisa melihat Joe pagi ini. Sepanjang jalan menuju sekolah aku hanya diam, sedangkan Yuki asyik mendengarkan mp3. Aku mengumpat kesal dalam hati, karena lupa membawa mp3 dan berujung dengan kebosanan di bus yang mulai penuh ini. Yuki tiba-tiba

PENYESALAN memasangkan sebelah earphonenya ke telingaku dan membuatku terlonjak kaget. Aku takut kamu kesambet pagi-pagi gara-gara ngelamun ga jelas, serunya masih dengan tampang sok cool. Tentu saja tampangnya yang seperti itu bisa membuat cewek-cewek melted, tapi hal tersebut tidak berlaku untukku. Karena aku sudah mengetahui semua sifat jeleknya, mulai dari ngupil, sampai jarang mandi. Dan itu semua mampu menghilangkan semua pesonanya di mataku. Kayaknya kamu harus ngomong terus terang deh sama dia, kalo kamu suka ama dia. Daripada kamu terus-terusan galau tiap hari. Ujung-ujungnya aku yang bakal kena auranya. seru Yuki ketika kami hampir sampai di sekolah. Ye, kamu kira gampang apa nyatain suka? Aku takut dia illfeel ama aku, balasku dengan bibir manyun. Atau perlu aku yang ngomong? Kalo begini terus, percaya deh, sampai lebaran monyet juga dia ga bakalan tau kalo kamu suka ama dia. Aku hanya bisa terdiam membenarkan kata-kata Yuki. Sepanjang hari aku menderita bad mood. Banyak alasannya, mulai dari katakata Yuki di Bus, tidak bertemu dengan Joe di halte bahkan di sekolah, pelajaran yang bikin bosan. Nih, mumpung aku lagi baik, kata Yuki sambil menyodorkan es krim coklat vanila kesukaanku. Ih, Yuki baik banget sih, seruku dengan senyum yang sumringah. Memang cuma Yuki yang bisa memadamkan api bad moodku. Aku kepikiran ama kata-kata kamu tadi pagi. Aku bingung, aku suka ama dia dan aku ga tau dia suka apa ga ama aku. Aku bener-bener ga tau musti gimana, curhatku frustasi. Aku hanya bisa duduk lemas menopang dagu Kimmy, semua orang itu berhak kok suka sama seseorang. Dan, ga semua rasa suka itu diungkapin dengan kata-kata. Bisa juga dengan perbuatan. Coba deh pas kalian bertemu mata, kamu jangan langsung buang pandangan. Coba kamu tatap matanya beberapa detik. Itu sudah cukup kok buat dia ngerasa kamu spesial. Ucap Yuki panjang lebar sampil tersenyum. Trus, kalo dia tau aku suka sama dia gimana? tanyaku polos. Loh, bukannya itu yang kamu mau kan? Biar kamu ga terus nungguin dia di halte. Biar kamu ga curi-curi pandang lagi ke dia? seru Yuki gemas, sambil mencubit pipiku. Akupun refleks menghindari tangan algojonya. Beberapa hari berlalu, dan Kimmy masih tetap menjadi stalker Joe Julianto. Selama beberapa hari ini aku mencoba trik-trik yang diajarkan Yuki. Dan menurutku cukup berhasil. Aku sudah mulai berani menatap mata Joe dan aku merasakan dia juga menatapku. Entah hanya perasaanku saja atau tidak. Terakhir kali kami

PENYESALAN bertemu di halte, Joe bahkan sempat tersenyum kepadaku. Senyum yang mampu membuatku terbang ke langit ketujuh. Selepas pulang sekolah, aku dan Yuki berjalan menuju halte dan menunggu bus yang biasa kami naiki. Kim, nanti kalo aku ga ada, kamu bisa kan pulang -pergi ke sekolah sendiri? seru Yuki tiba-tiba. Kamu kira aku anak kecil apa? Aku aja berani keliling Bandung sendirian. Kimmy Clarista, ujarku menyombongkan diri. Kok kamu nanya kayak gitu? tanyaku penasaran. Ga apa-apa, cuma nanya aja. Masalah? Balas Yuki sembarangan. Siang itu sepertinya sangat tidak bersahabat. Bus yang aku naiki penuh sesak dan aku terpaksa berdiri menunggu kursi kosong. Yuki berdiri di sampingku dan di belakangku berdiri seorang laki-laki paruh baya dengan atribut-atribut yang bisa dibilang norak. Aku tidak tau mengapa laki-laki itu sengaja mengambil posisi di belakangku. Menyadari ada yang tidak beres dengan laki-laki tersebut, Yuki sontak menarikku ke hadapannya. Hingga posisiku berdiri persis berhadapan dengan Yuki dan hanya menyisakan beberapa centi antara wajahku dan wajahnya. Aku menyadari wajahnya mulai memerah, mungkin karena marah pada laki-laki yang berniat tidak sopan kepadaku. Aku berterima kasih kepada Tuhan karena memiliki sahabat seperti Yuki yang selalu menjagaku. Kimmy, aku bahagia banget bisa kenal sama kamu, kamu itu seseorang yang ga bakal pernah bisa aku lupain. Seru Yuki ketika aku sampai di depan rumahku. Kok hari ini kamu ngomong aneh terus sih? Emang ada masalah apa? Cerita dong ke aku. Tuntutku bingung. Hari ini aku pindah ke Surabaya. Papa aku dipindahin dinas kesana. Kata Yuki. Kalimat singkat itu mampu membuatku merasa sesak. Trus kenapa kamu baru bilang sekarang? Kenapa kamu ga pernah cerita ke aku? ujarku menahan tangis. Aku ga mau kamu sedih. Aku suka Kimmy yang ceria dan ga terbebani karena aku, jelas Yuki. Tapi aku... Aku tidak mampu lagi meneruskan kata -kataku karena tangis. Melihat aku menangis, Yuki memelukku sambil mengusap pelan punggungku yang malah membuatku semakin terisak. Aku tidak mau kehilangan Yuki, dia sahabat terbaikku, teman semua kegilaanku. Tapi aku sadar, aku tidak mungkin membiarkan dia menemaniku disini. Sambil menahan tangis, aku menjauhkan diri dari pelukannya. Kapan kamu berangkat? tanyaku ditengah isak. Jam 4 sore ini, jawabnya singkat. Aku dapat melihat mata Yuki kemerah-merahan menahan tangis.

PENYESALAN Tidak mau melihat sahabatku menangis, aku mencoba tersenyum. Aku juga bahagia bisa punya sahabat seperti kamu. Makasih yah, sudah mau jadi sahabatku. Inget, sering-sering kirim email. Aku harus tau semua perkembangan kamu disana, seruku sambil mengelap sisa air mata di pipi. Aku harus mencoba untuk tegar. Aku tidak mau perpisahan ini menjadi perpisahan yang menyedihkan. Toh, kami juga akan kembali bertemu suatu saat nanti. Kini, aku hanya bisa melepas kepergian Yuki dengan senyuman. Sebulan telah berlalu semenjak kepergian Yuki. Pagi ini aku menyeret paksa kakiku menuju halte bus, tempatku biasa menunggu Yuki dan mungkin Joe. Aku duduk di tempat duduk menunggu bus datang. Hai, selamat pagi, tiba-tiba seseorang menegurku. Mataku menangkap sosok yang sudah tak asing lagi. Seseorang yang aku suka. Joe Julianto. Aku mengatur napas dan jantungku terlebih dahulu sebelum balas menegur Joe, takut menimbulkan suara aneh. Halo, balasku singkat sambil mencoba tersenyum seindah mungkin. Bisa bicara dengan pak camat? ujarnya. Aku bingung mendengar jawaban dari Joe. Setelah beberapa saat, barulah aku mengerti dia sedang bercanda. Akupun tertawa mendengarnya, guyonan ala Joe Julianto. Kamu barusan ngelawak yah? tanyaku masih sambil tertawa. Lucu nggak? tanyanya polos. Kalo aku jawab enggak gimana? sahutku. Berarti kamu boong, kamu barusan ketawa kan, ato nangis? tanyanya sambil tersenyum. Banyak banget sih nanyanya, kayak wartawan aja, tukasku. Nama aku Joe, kamu Kimmy kan? SMA Harapan Sentosa? Anak XI IPA 2? tanya Joe sambil mengulurkan tangannya. Pertanyaaan Joe cukup membuatku melongo karena di atahu nama bahkan kelasku. Wow, berarti aku terkenal juga yah, sampe kamu aja tahu nama dan kelas aku, ujarku cengengesan seraya membalas uluran tangan Joe. Joe hanya tersenyum menanggapi gurauanku. Mulai dari hari itu dan seterusnya aku mulai dekat dengan Joe. Joe ternyata sosok yang easy going dan asyik. Pacar kamu mana? Kok belak angan ini aku jarang liat kamu bareng-bareng ama dia? tanya Joe di tengah perjalanan menuju sekolah. Pacar? Pacar dari Hongkong? seruku bingung. Itu loh, yang sering sama sama berangkat bareng kamu, jelasnya. Oh, si Yuki. Itu mah sahabat aku, bukan pacar masbro. Dia udah pindah ke Surabaya. Jawabku singkat. Hatiku terasa sesak mengingat kembali tentang Yuki. Kenangan-kenangan bersama Yuki kembali hadir di benakku, sampai Joe

PENYESALAN mengomentari sikap diamku. Kok diem? Kamu suka yah sama dia? tanya Joe penasaran. Nggak dia cuma sahabat aku kok. Eh, kamu sendiri gimana? Udah punya pacar? tanyaku mengalihkan perhatian Joe. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengingat Yuki. Gebetan sih udah ada, tinggal nunggu kepastian dia aja, ujar Joe sok misterius. Siapa? Kenapa nunggu-nunggu lagi? Tar keburu diserobot orang loh. balasku agak kecewa. Ya udah, kamu mau ga jadi pacar aku? ujar Joe tiba -tiba. Pertanyaan Joe membuatku terdiam, dengan sejuta perasaan berkecamuk. Jiah, nembak cewek di bus mas? Ga ada tempat romantis dikit apa? ujarku sambil tertawa mencoba mencairkan suasana dengan candaan . Daripada diserobot orang, balasnya singkat. Dan, akupun kehabisan kata-kata. Kamu bercanda kan? Ga serius kan? Gila, aku hampir kena serangan jantung nih, ucapku gugup. Joe memegang tanganku sambil berkata, Kimmy, aku tuh udah lama suka sama kamu. Oke, aku akui aku pengecut. Ngeliat kamu sering bareng ama Yuki, nyali aku menciut. Baru setelah Yuki ga ada, aku berani ngedeketin kamu. Dan, ternyata selama ini Yuki cuma temen kamu. Joe menjelaskan dengan mata yang benar-benar bisa membuat perempuan merasa damai. Di hadapanku, Joe telah menyatakan cintanya, orang yang selama ini aku impikan. Aku ingin berteriak sekarang, tapi tidak di tempat ini. Tenang aja, aku ga minta kamu jawab sekarang kok. Aku tau kamu butuh waktu, ujar Joe lembut. Kalo aku jawab sekarang boleh ga? seruku gugup. Aku mau, lanjutku pelan. Dan, semenjak hari itu aku resmi menyandang gelar pacar Joe Julianto. Banyak orang sering berkata, ketika kamu kehilangan seseorang, seseorang yang lain akan datang. Dan itu terbukti di hidupku. Yuki tidak pernah memberi kabar. Emailku tidak pernah dibalas dan aku kehilangan kontak dengannya. Sesuatu yang sangat tidak aku inginkan. Sampai, suatu hari aku menerima email Yuki yang membuatku gamblang. From : a_yuki@rocketmail.com To : cy_kim_my@gmail.com

Dear Kimmy Apa kabar Kim? Maaf aku ga bales email kamu. Maaf banget. Kamu ga marah kan? Aku ga bales email kamu karena aku butuh waktu untuk mencoba menghapus perasaan sayang aku ke kamu. Dan ternyata menghapus itu

PENYESALAN susah banget. Aku suka kamu Kim, rasa suka aku udah lebih dari suka sama sahabat. Aku pengen miliki kamu. Kamu cinta pertama aku. Maafin aku, aku sayang sama kamu dan ga bisa berhenti sayang sama kamu. Meski perasaan aku ke kamu sekarang ga berarti apa-apa buat kamu. Karena kamu udah punya Joe yang juga sayang sama kamu. Mungkin, Cuma mungkin, mungkin kalo kamu juga sayang sama aku, suatu saat kita pasti bisa bersama. Aku yakin itu. With all my love.. Email dari Yuki membuatku tersentak. Tanpa sadar, air mataku kembali menetes. Dan kali ini tidak mudah untuk aku hentikan. Aku menangis semalaman. Aku tidak tahu penyebabnya, tapi hatiku sesak. Sesak yang dibarengi dengan penyesalan. Membaca email Yuki membuatku ingin segera menyusulnya dan memeluknya. Dan, aku sadar selama ini aku mencintai Yuki. Aku merasa berdosa dan tidak mau membiarkan dua orang terluka karena aku. Cukup aku dan Yuki yang terluka. Aku tak ingin ada orang lain lagi yang terluka. Cukup aku, Yuki dan Tuhan yang tahu perasaan kami. Ceritaku dengan Yuki mungkin hanya sampai di kosa kata sahabat.

Anda mungkin juga menyukai