Anda di halaman 1dari 0

8

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Penjadwalan
Penjadwalan merupakan bagian yang strategis dari proses
perencanaan dan pengendalian produksi dan juga merupakan rencana
pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber baik waktu maupun
fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Menurut Thomas E.
Morton dan David W. Pentico (2001, p12), penjadwalan merupakan proses
pengorganisasian, pemilihan, dan penentuan waktu penggunaan sumber daya
yang ada untuk menghasilkan output seperti yang diharapkan dalam waktu
yang diharapkan pula. Sementara menurut Kennent R. Baker (2004, p132),
penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber-sumber atau
mesin-mesin yang ada untuk menjalankan sekumpulan tugas dalam jangka
waktu tertentu. Definisi lain menurut Conway (2001, p56) mengatakan
bahwa penjadwalan adalah proses pengurutan pembuatan produk secara
menyeluruh pada sejumlah mesin tertentu dan pengurutan didefinisikan
sebagai proses pembuatan produk pada satu mesin dalam jangka waktu
tertentu. Input dari suatu penjadwalan mencakup urutan ketergantungan antar
operasi (routing), waktu proses untuk masing-masing operasi, serta fasilitas
yang dibutuhkan oleh setiap operasi.
Menurut Bedworth (2002, p72), terdapat dua target yang ingin
dicapai melalui penjadwalan mesin, yaitu jumlah output yang dihasilkan


9

(throughput), serta batas waktu penyelesaian yang telah ditetapkan (due date).
Kedua target ini dinyatakan melalui kriteria penjadwalan (misalnya minimasi
makespan, minimasi mean flow time, minimasi mean lateness, minimasi
maksimum tardiness, minimasi mean tardiness, minimasi number of tardy
dan sebagainya.

2.2 Tujuan Penjadwalan
Tujuan penjadwalan secara umum adalah :
1. Meningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu
mesin menganggur.
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan jalan
mengurangi jumlah rata-rata tugas yang menunggu dalam antrian
suatu mesin karena mesin tersebut sibuk.
3. Mengurangi keterlambatan (hukuman) karena batas waku telah
dilampaui, dengan cara :
a. Mengurangi maksimum keterlambatan.
b. Mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat.

2.3 Klasifikasi Penjadwalan
Menurut Conway (2001, p56), masalah penjadwalan dapat
diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor yaitu :
1. Jumlah mesin
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :


10

Penjadwalan pada mesin tunggal.
Penjadwalan pada mesin ganda.

2. Pola kedatangan job
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Statik
Semua job datang secara bersamaan dan siap dikerjakan pada
mesin- mesin yang tidak bekerja.
Dinamik
Job datang secara acak selama diadakan penjadwalan.
3. Sistem Informasi
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Informasi bersifat deterministik.
Informasi bersifat stokastik.

Informasi ini meliputi informasi yang berhubungan dengan
karakteristik job, yaitu saat kedatangan, batas waktu penyelesaian,
perbedaan kepentingan di antara job-job yang dijadwalkan,
banyaknya operasi, serta waktu proses tiap operasi. Disamping itu
terdapat pula informasi yang menyangkut karakteristik mesin, seperti
jumlah mesin, kapasitas, fleksibilitas serta efisiensi penggunaan yang
berbeda untuk job yang berbeda.



11

4. Aliran proses
Dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Pure Flow Shop
Pola aliran prosesnya identik.

Gambar 2.1 Pola Aliran Pure Flow Shop

General Flow Shop
Pola aliran prosesnya tidak identik

Gambar 2.2 Pola Aliran General Flow Shop



M1 M2 M3 M4 M5
Input Input Input Input Input
output output output output output
M1 M2 M3 M4
output
Input
(pekerjaan-pekerjaan baru)


12

Job Shop
Pada pola aliran proses job shop, masing-masing job memiliki
urutan operasi yang unik. Setiap job bergerak dari satu
mesin/stasiun kerja menuju mesin/stasiun kerja lainnya
dengan pola yang random.


Gambar 2.3 Pola Aliran Job Shop

Proses job shop mempunyai karakteristik dari pengaturan
peralatan yang sama berdasarkan fungsi (seperti milling,
drilling, turning, forging, dan perakitan); sebagaimana aliran
job dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain, atau dari satu
departemen-departemen lainnya.

Menurut Fogarty (2003, p97), karakteristik proses job shop
adalah sebagai berikut :
MESIN K
Pekerjaan-pekerjaan baru
Pekerjaan-pekerjaan lengkap
Pekerjaan-pekerjaan
dalam proses
Pekerjaan-pekerjaan
dalam proses


13

1. Peralatan penanganan material dan peralatan produksi
multi-guna dapat diatur dan dimodifikasi untuk
menangani berbagai produk yang berbeda.
2. Produk-produk yang berbeda diproses dalam lot-lot
atau batch.
3. Pemrosesan order-order membutuhkan pengendalian
dan perencanaan yang terperinci sehubungan dengan
variasi pola-pola aliran dan pemisahan stasiun-stasiun
kerja.
4. Pengendalian membutuhkan informasi tentang job dan
shop floor yang terperinci meliputi urutan proses,
prioritas order, waktu yang dibutuhkan oleh setiap job,
status dari job in process, kapasitas stasiun kerja, dan
kapasitas yang dibutuhkan dari stasiun kerja kritis
pada suatu perioda.
5. Beban-beban stasiun kerja berbeda secara menyolok;
masing-masing memiliki persentase utilitas yang
berbeda.
6. Ketersediaan sumber-sumber, meliputi material,
personal, dan peralatan, harus dikoordinasikan dengan
perencanaan order.


14

7. Sejumlah material work in process cenderung
meningkat. Hal ini dalam aliran proses menyebabkan
antrian-antrian dan work in process yang panjang.
8. Menggunakan teknik-teknik penjadwalan tradisional,
total waktu dari awal operasi pertama sampai selesai
operasi terakhir, relatif panjang dibandingkan dengan
total waktu operasi.
9. Para pekerja langsung biasanya memiliki skill yang
lebih tinggi dan lebih terlatih daripada pekerja untuk
operasi flow process.

2.4 Istilah dalam Penjadwalan
Dalam pembahasan mengenai masalah penjadwalan akan dijumpai
beberapa istilah yang cukup penting, diantaranya adalah sebagai berikut :
Completion Time ( C
i
)
Menunjukkan rentang waktu sejak pekerjaan pertama mulai dikerjakan
sampai proses tersebut selesai.
C
j
= F
j
+ r
j

Flow Time ( F
j
)
Waktu antara job ke-j siap dikerjakan sampai job tersebut diselesaikan.
F
i
= C
i
- r
i




15

Process Time ( t
ij
)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu operasi atau
proses ke-i dari job ke-j. Waktu proses ini telah mencakup waktu untuk
persiapan dan pengaturan proses.
Due Date ( d
j
)
Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j.
Lateness ( L
j
)
Adalah besarnya simpangan waktu penyelesaian job j terhadap due date yang
telah ditentukan untuk job tersebut.
L
j
= C
j
- d
j
0, artinya saat penyelesaian memenuhi batas akhir.
L
j
= C
j
- d
j
0, artinya saat penyelesaian melewati batas akhir.

Tardiness ( T
j
)
Adalah besarnya keterlambatan dari job j. Tardiness adalah lateness yang
berharga positif.
T
j
0 jika L
j
0
T
j
= 0 jika L
j
< 0
Earliness ( e
j
)
Adalah keterlambatan yang bernilai negatif.
e
j
0 jika L
j
< 0
e
j
= 0 jika L
j
0




16

2.5 Variabel-variabel dalam Penjadwalan
Dibagi menjadi dua yaitu :
1. Variabel Pembatas :
Ready Time ( r
j
)
Menyatakan saat job j siap dijadwalkan
Process Time ( t
j
)
Yaitu lamanya waktu proses yang dibutuhkan oleh job j.
Due Date ( d
j
)
Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j.
2. Variabel hasil penjadwalan :
Waiting Time ( w
ij
)
Adalah waktu tunggu seluruh operasi dari suatu job.
Completion Time ( c
j
)
Lateness ( L
j
)
Flow Time ( F
j
)
Tardiness ( T
j
)
Earliness ( e
j
)

2.6 Kriteria Evaluasi Jadwal
Keberhasilan suatu penjadwalan dapat diukur dengan besaran-
besaran yang melibatkan informasi dari job-job yang merupakan fungsi dari
sekumpulan waktu penyelesaian. Jika terdapat n job yang akan dijadwalkan,
maka tingkat keberhasilan dapt dinilai dari besaran-besaran berikut :


17

Completion Time
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh job yang
dijadwalkan,
C
max
= max {C
j
}
Mean Flow Time
Yaitu rata-rata waktu yang dihabiskan oleh setiap job di lantai pabrik.
Flow Time adalah selisih Completion Time dengan Ready Time.

=
=
n
j
j
F
n
F
1
1

Mean Weight Flow Time
Definisi Mean Weight Flow Time mirip dengan Mean Flow Time,
tetapi mempertimbangkan prioritas pengerjaan setiap job dalam
perhitungannya.

=
=
=
n
j
j
n
j
j j
w
w
F w
F
1
1

Maximum Lateness
Yaitu besarnya simpangan maksimum, atau selisih waktu
penyelesaian seluruh job yang dijadwalkan terhadap batas waktu
penyelesaian job-job tersebut (due date). Lateness bernilai negatif jika
waktu penyelesaian job lebih awal dari due date, dan bernilai positif
jika job diselesaikan detelah due date yang ditentukan untuk job tersebut.
L
max
= max {L
j
}


18

Mean Tardiness
Yaitu rata-rata keterlambatan seluruh job yang dijadwalkan.
Tardiness adalah lateness yang bernilai positif. Jika lateness bernilai
negatif maka besarnya tardiness adalah nol.

=
=
n
j
j
T
n
T
1
1

Mean Weight Tardiness
Yaitu rata-rata keterlambata seluruh job yang dijadwalkan dengan
memasukkan faktor prioritas pengerjaan masing-masing job ke dalam
perhitungan fungsi obyektifnya.

=
=
=
n
j
j
n
j
j j
w
w
T w
T
1
1

Number of Tardy Job
Menunjukkan kuantitas job yang mengalami keterlambatan.

=
=
n
j
j t
N N
1

Dimana
N
t
= 1 jika C
j
d
j

N
t
= 0 jika C
j
d
j





19

Utilitas Mesin
Utilitas mesin adalah bagian dari kapasitas mesin yang dibebani
untuk menjalankan proses-proses yang dibutuhkan terhadapt waktu yang
tersedia.

max
1
C
t
U
n
j
j
=
=

C
max
= maksimum completion time

Beberapa kriteria optimalitas dalam proses penjadwalan adalah :
1. Berkaitan dengan waktu
Kriteria optimalitas yang telah dikemukakan diatas
merupakan kriteria optimalitas yang berkaitan denga waktu. Apabila
penjadwalan yang dilakukan memperhatikan kriteria yang berkaitan
dengan hal tersebut maka efisiensi waktu akan dapat tercapai. Kriteria
optimalitas lain yang berkaitan dengan waktu adalah pemenuhan due
date.
Due-date merupakan batas waktu yang ditetapkan oleh
konsumen agar seluruh produk yang dipesannya sudah siap (selesai).
Pihak produsen selalu berusaha untuk memenuhi due-date tersebut,
terutama untuk produ-produk yang kritis, misalnya produk yang akan
diproduksi lagi oleh perusahaan lain dan produsen bertindak sebagai
supplier bagi perusahaan lain, maka keterlambatan yang terjadi
menyebabkan terjadinya waktu menungu bagi perusahaan lain


20

tersebut dan hal ini akan berdampak negatif yaitu hilagnnya
kepercayaan perusahaan tersebut kepada produsen.
2. Berkatian dengan biaya
Kriteria yang berkatian dengan biaya ini lebih ditujukan pada
biaya produksi. Terdapat hubungan antara kriteria yang berkaitan
dengan waktu dan kriteria yang berhubungan dengan waktu, misalnya
biaya produksi akan bertambah jika terjadi keterlambatan karena
harus membayar denda. Dengan demikian suatu penjadwalan
produksi tertentu diharapkan mendapatkan ongkos yang minimal.
3. Kriteria gabungan
Beberapa kriteria optimalitas tersebut dapat digabungkan dan
dikombinasikan sehingga menjadi beberapa kriteria yang
sesungguhnya adalah multikriteria.

2.7 Penjadwalan Job Shop Secara Umum
2.7.1 Asumsi-asumsi Dalam Pemasalahan Penjadwalan Job Shop
Berkenaan dengan pokok permasalahan pada tugas akhir ini
maka diberlakukan beberapa asumsi yang menyangkut karakteristik
job, mesin yang digunakan dan waktu pemrosesan.
a. Asumsi Mengenai Job
1. Setiap job mempunyai jumlah operasi tertentu, dimana
setiap operasi dapat dikerjakan hanya pada satu mesin.


21

2. Pada saat yang sama, setiap job tidak boleh diproses pada
lebih dari satu mesin.
3. Setiap job yang telah mulai dikerjakan harus diselesaikan,
dan tidak boleh ada penundaan.
4. Setiap job harus diselesaikan menurut tugas yang telah
disusun dalam suatu routing, dan tidak berdasarkan
routing yang lain.
5. Setiap tugas merupakan suatu kesatuan, walaupun
mungkin terdiri dari beberapa unit.
6. Setiap job mungkin harus menunggu diantara dua mesin
sampai waktu menunggu tersebut selesai.
7. Setiap job mempunyai waktu penyerahan yang pasti dan
ditentukan bersama dengan konsumen.
8. Setiap tugas boleh diproses lebih dari satu kali di mesin
yang sama.
9. Setiap tugas dapat diproses pada beberapa jenis mesin
yang mampu melaksanakan tugas tersebut.

b. Asumsi Mengenai Mesin
1. Setiap mesin dioperasikan secara independe. Oleh karena
itu setiap mesin dapat beroperasi pada kecepatan output
maksimum


22

2. Tingkat keandalan masing-masing mesin tidak berubah
atau tingkat kerusakan mesin tetap selama pengerjaan
suatu order tertentu.
3. Setiap mesin hanya memproses satu job pada saat tertentu.
4. Setiap mesin secara kontinyu siat untuk dibebani tugas
selama proses penjadwalan apabila tidak mengalami
interupsi akibat kerusakan atau perawatan.
5. Setiap mesin beroperasi sesuai dengan informasi waktu
dan distribusi yang diketahui secara tepat.
c. Asumsi Mengenai Waktu Proses
1. Waktu proses telah diketahui dan tertentu baik rata-rata
maupun distribusinya
2. Waktu proses independent terhadap jadwal. Artinya
urutan set up time bersifat independent dan move time
antar mesin dapat diabaikan.
3. Setiap waktu proses secara implicit sudah mencakup
waktu pemindahan benda kerja, set up, dan penghentian
mesin.

2.7.2 Matriks Waktu Proses Dalam Persoalan Job Shop
Dalam menggambarkan persoalan job shop diperlukan
besaran waktu yang digunakan untuk memproses masing-masing
operasi tiap-tiap job. Besaran waktu ini tersusun dalam sebuah


23

matriks yang disebut matriks waktu poses. Sebagai ilustrasi, matriks
waktu proses diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut.

nm n n
m
m
t t t
t t t
t t t
2 1
2 22 21
1 12 11
: : :
...
...

Gambar 2.4 Matriks waktu proses
Elemen t
ij
dari matriks waktu proses menyatakan besarnya
waktu yang diperlukan untuk memproses operasi ke-i pada job ke-j.
Selanjutnya, dalam pembahasan masalah penjadwalan dalam tugas
akhir ini, matriks waktu proses disajikan dalam bentuk tabel.

2.7.3 Matriks Routing Mesin
Suatu karakteristik utama dari disiplin penugasan adalah tipe
mesin yang diperlukan untuk mengerjakan suatu job yang disebut
routing. Dalam permasalahan job shop, routing suatu job tidak
harus sama dengan routing job yang lainnya dari sejumlah n-job yang
akan dijadwalkan. Hal inilah yang membedakan permasalahan job
shop dengan flow shop yang memiliki routing sama untuk setiap job
dari sejumlah n-job yang akan diproses. Routing dari sejumlah job
yang akan dijadwalkan ditabulasikan ke dalam bentuk matriks yang
disebut matriks routing. Contoh matriks routing dapat dilihat pada
gambar 2.5 berikut.


24

nm n n
m
m
r r r
r r r
r r r
...
: : :
...
...
2 1
2 22 21
1 12 11

Gambar 2.5 Matriks Routing Mesin
Elemen r
ij
dari matriks routing menyatakan tipe mesin yang
diperlukan untuk melakukan operasi ke-i job ke-j. Dalam
pembahasan persoalan penjadwalan job shop pada tugas akhir ini,
routing mesin disajikan dalam bentuk tabel.


2.7.4 Ruang Jawab Penjadwalan Job Shop
Dalam persoalan job shop, jadwal yang layak akan diperoleh
jika hasil penjadwalan yang bersangkutan memenuhi kriteria berikut :
1. Seluruh operasi dari semua job telah dialokasikan/ditugaskan.
2. Tidak terdapat operasi yang tumpang tindih (overlap) diantara
masing-masing operasi dari semua job dan ketentuan presedensi
telah terpenuhi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah kombinasi
penjadwalan yang layak yang mungkin dibuat adalah tak terbatas. Hal
ini disebabkan waktu menganggur dapat disisipkan di antara operasi
sebanyak mungkin tanpa melanggar ketentuan presedensi. Oleh
karena itu perlu dipertimbangkan suatu jadwal yang mendekati


25

ukuran performansi (performance) yang sesuai dengan kriteria
optimalitas yang telah dipilih. Jadwal-jadwal yang layak (feasible)
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Set Jadwal Semi Aktif (SA) :
Merupakan set jadwal dimana tidak satupun operasi dapat
dikerjakan lebih awal tanpa mengubah susunan beberapa
operasi pada mesin.
2. Set Jadwal Aktif (A) :
Merupakan set jadwal dimana tidak satu operasi pun dapat
dipindahkan lebih awal tanpa menunda operasi lain.
3. Set Jadwal Non Delay (ND) :
Merupakan set jadwal dimana tidak satu pun mesin dibiarkan
menganggur jika pada saat yang sama terdapat operasi yang
membutuhkan mesin tersebut.
4. Set Jadwal Optimal (O) :
Merupakan set jadawal dimana tidak terdapat jadwal lain yang
memiliki tingkat preferensi yang lebih baik dari set jadwal
optimal.

Dalam suatu jadwal dapat dilakukan local left shift atau
limited left shift yakni pergeseran operasi ke kiri (lebih awal) tanpa
merubah susunan operasi-operasi pada mesin, serta global left shift
yakni pergeseran lebih awal dengan merubah susunan operasi tanpa


26

menunda operasi lain, sehingga dapat diperoleh beberapa teorema
yang menyatakan hubungan antar keempat jenis set jadwal tersebut.
Berdasarkan klasifikasi jadwal diatas, dikenal adanya 3
teorema yang berhubungan dengan kedudukan set jadwal satu
terhadap yang lainnya, yaitu :
1. Jadwal semi aktif mendominasi jadwal yang layak. Hal ini
terjadi karena pada jadwal yang layak masih bisa dilakukan
sejumlah local left shift.
2. Set jadwal aktif mendominasi set jadwal semi aktif. Hal ini
disebabkan karena pada jadwal semi aktif masih mungkin
dilakukan global left shift atau masih terdapat kemungkinan
menggeserkan sejumlah operasi untuk dikerjakan lebih awal.
3. Set jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal aktif.
Berdasarkan definisi jadwal non delay, maka tidak mungkin
dilakukan local left shift maupun global left shift pada set
jadwal non delay.

Dari ketiga teorema diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
jadwal optimal terdapat dalam set jadwal aktif, atau jadwal optimal
merupakan jadwal dengan tingkat preferensi yang paling tinggi dari
set jadwal aktif. Hubungan antara keempat jenis jadwal yang telah
disebutkan diatas dapat dilihat dalam bentuk diagram Venn pada
gambar 2.6 berikut ini.


27


Gambar 2.6 diagram Venn Ruang Jadwal yang Layak

Meskipun jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal
aktif, jadwal optimal belum tentu terdapat pada ruang jadwal non
delay.

2.8 Teknik Priority Dispatching
Penjadwalan dengan pendekatan heuristik menggunakan
aturan pengurutan atau priority dispatching dalam menentukan job
yang akan diproses selanjutnya. Terdapat beberapa aturan pengurutan
job yaitu :
1. R (Random)
Memilih job dalam antrian dengan kemungkinan yang sama
bagi setiap job.
2. FCFS (First Come First Serve)
Job dikerjakan sesuai dengan saat kedatangan. Job yang datang
lebih dahulu dikerjakan lebih awal.
F

Nd Op
A
SA


28

3. SPT (Shortest Processing Time)
Urutan pengerjaan job berdasarkan waktu proses yang
terpendek. Aturan ini cenderung mengurangi work-in-process,
mean flow time serta mean lateness.
4. EDD (Earliest Due Date)
Job dikerjakan berdasarkan due date yang lebih mendesak.
5. CR (Critical Ratio)
Priority index dihitung berdasarkan ( due date saat ini ) / ( sisa
lead time ).
6. LWR (Least Work Remaining)
Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job
tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih
untuk diproses.
7. MWKR (Most Work Remaining)
Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job
tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih
untuk diproses.
8. TWK (Total Work)
Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi
terbanyak.
9. LWK (Least Total Work)
Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi
terkecil.


29

10. FOR (Fewest Operation Remaining)
Aturan ini mempertimbangkan successive operation yaitu
semua operasi yang tergantung dari operasi yang bersangkutan.
11. ST (Slack Time)
Merupakan variasi dari aturan EDD dengan cara mengurangkan
waktu proses dari due date. Job yang memiliki nilai ST kecil
dijadwalkan terlebih dahulu.
12. ST / O (Slack Time per Operation) atau S / ROP (Slack /
Remaining Operations)
Merupakan variasi dari ST yang membagi ST dengan jumlah
operasi yang harus dijadwalkan.
13. WINQ (Work In Next Queue)
Aturan ini berdasarkan utilitas mesin. Ide dasarnya dengan
mempertimbangkan panjangnya antrian pada setiap stasiun
yang akan dilalui oleh masing-masing job. Penjadwalan setiap
job dilakukan pada stasiun yang memiliki antrian yang
terpendek.
14. LSU (Least Setup)
Memilih job yang memiliki waktu setup terkecil, dengan
demikian meminimasi changeover time.
15. INDEX (By Least Index)
Memilih job dengan index prioritas terkecil.



30

2.9 Algortima Lintasan Terpanjang
Masalah (P ( k ,
o
M )) adalah penjadwalan satu-mesin untuk
mesin k yang belum dijadwalkan dengan
o
M adalah himpunan
mesin-mesin yang telah dijadwalkan. Masalah ini ekivalen dengan
mencari sebuah jadwal untuk mesin k yang menimimasi maksimum
lateness, dengan :
Setiap operasi i yang dikerjakan pada mesin k memiliki :
Waktu proses
i
d
,
Release time
i
r dan
Due date
i
f
Pada jaringan uang terbentuk,
i
r = L ( 0 , i ), dan
i
f = L ( 0, n ) L
( i , n ) +
i
d
dengan L ( i , j ) adalah lintasan terpanjang dari simpul i
ke j dalam
T
D , dan T : = (
p
S : p
o
M ). Jadi L ( i , j )
adalah lintasan terpanjang dari simpul i ke j dalam suatu jaringan
yang terbentuk dari busur-busur operasi dalam satu job untuk semua
job dan busur-busur pembentuk operasi pada semua mesin yang telah
dijadwalkan.
Masalah ini dapat dipandang sebagai suatu masalah minimasi
makespan dimana setiap job harus diproses pada tiga mesin dengan
mesin pertama dan ketiga memiliki kapasitas tak terhingga dan mesin
kedua ( mesin k pada model diatas) memproses satu job setiap waktu,


31

dan waktu proses dari job i adalah
i
r pada mesin pertama,
i
d
pada
mesin kedua, dan
i i
f n L q = ) , 0 ( :
pada mesin ketiga. Nilai dari
i
r
dan
i
q sering disebut sebagai head dan tail dari job i.
Jadi masalah penjadwalan satu mesin [ Carlier, 1982 ] yang
diselesaikan dalam algoritma adalah bentuk :

Min
n
t

n
t -
i
t

i i
q d +
,

i
t

i
r , i N
*
,

j
t -
i
t

i
d

i
t
-
j
t
i
d
(i,j)
k
E
,
)) , ( * ( Mo k P
dimana
i
r dan
i
q didefinisikan seperti diatas, dan N
*
adalah
himpunan operasi-operasi yang akan diproses pada mesin k.
Untuk keperluan penyelesaian problem penjadwalan satu-
mesin )) , ( * ( Mo k P , kita harus menyelesaikan dua masalah lintasan
terpanjang dalam
T
D untuk menghitung nilai
i
r dan
i
q .
Perhitungan lintasan terpanjang membutuhkan waktu yang
relatif besar dari keseluruhan pendekatan ini, walaupun begitu ide
sentral dari pendekatan ini tidak terletak pada pencarian lintasan
terpanjang. Penyelesaian problem lintasan terpanjang dengan cepat
adalah penting untuk efisiensi prosedur secara keseluruhan.


32


2.9.1 Komputasi Algoritma Lintasan Terpanjang
Untuk keperluan perhitungan lintasan terpanjang ini
penulis mengembangkan suatu algoritma yang ide dasarnya
didapat dari The Shortest Path Problem [ Lieberman, 1990 ].
Modifikasi dilakukan dengan memanfaatkan keuntungan
panah berarah yang membentuk jaringan. Digunakan double
link list untuk membentuk pohon biner yang memiliki cabang
yang merupakan simpul sebelumnya ( prodeccessor ) dan
simpul sesudahnya ( successor ) dari suatu simpul.
Algoritma ini membuat pohon binuer yang terdiri dari
simpul-simpul yang berpengaruh terhadap panjang lintasan
simpul yang dicari. Pohon ini terus dibuat sampai cabang
mencapai simpul akhir atau simpul yang lintasan
terpanjangnya telah diketemukan. Begitu simpul tersebut
menemukan kondisi tersebut dilakukan penelusuran rekursif
dari suatu simpul ujung ke simpul sebelumnya. Nilai lintasan
terpanjang dari suatu simpul adalah maksimum dari nilai
lintasan terpanjang antara kedua cabang successor yang
dimiliki ditambah dengan waktu proses ( besar busur ) simpul
successor.
Keuntungan dari algoritma yang dikembangkan ini adalah
penghematan waktu ketika lintasan terpanjang simpul yang


33

lain akan dicari. Untuk mencari nilai lintasan terpanjang
simpul yang akan dicari ini dibutuhkan lintasan terpanjang
dari simpul successor-nya. Karena sebagian besar dari simpul
sesudahnya telah diketahui nilainya, maka pencarian lintasan
terpanjang simpul tersebut menjadi lebih cepat.

2.10 Algoritma Schrage
Pada Algoritma Schrage operasi yang siap dengan
i
q terbesar
dijadwalkan terlebih dahulu. Detailnya adalah sebagai berikut :
Pada algoritma ini, U adalah himpunan operasi-operasi yang telah
untuk dijadwalkan dan U adalah himpunan dari operasi-operasi
lainnya, I adalah operasi-operasi yang akan dijadwalkan, dan t adalah
waktu.
1. Set t = Min
i
r , untuk I i ; = U .
2. Pada waktu t, jadwalkan di antara operasi-operasi i yang siap
( t r
i
) dari U , pilih operasi j adalah operasi dengan
i
q
terbesar.
3. } { j U U = ; t t
j
= ; t = Max {
i j
d t + , Min
i
r dengan
U i } ; jika U sama dengan I, algoritma selesai; jika tidak
lakukan langkah 2.




34

Theorema :
L adalah makespan dari jadwal algoritma Schrage.
a. Jika jadwal ini tidak optimal, maka terdapat sebuh operasi
kritis c dan sebuah himpunan J yang kritis sehingga :
h( J ) = Min
i
r +
i
d + Min
i
q >
c
d L
untuk J i .
Konsekuensinya, jarak antara optimal dengan jadwal Schrage
adalah kurang dari
c
d
; dan pada jadwal yang optimal, c akan
diproses sebelum atau sesudah himpunan operasi-operasi J.
b. Jika jadwal ini optimal, maka terdapat J sehingga h(J) = L.

Keterangan :
Pada jadwal yang tidak optimal, pada operasi-operasi yang dilalui
oleh lintasan terpanjang (critical path) dari simpul nol (simpul mulai)
ke simpul akhir yang disebut sebagai operasi-operasi kritis, dengan p
adalah operasi terakhir yang dilalui lintasan kritis, jika terdapat i < p
sehingga
i
q <
p
q
, maka c adalah operasi kritis yang terdekat dengan
operasi kritis p sehingga
c
q <
p
q
; dan himpunan J = { c + 1,,
p }; jadi
c
q <
g
q
untuk setiap J g .
Pada jadwal yang optimal, operasi c ini yang akan diproses sebelum
atau sesudah himpunan operasi-operasi J.




35

2.11 Metoda Branch and Bound
Metoda ini didasarkan pada algoritma Schrage, critical set J
dan operasi kritis c.
Deskripsi dari pohon :
Pohon adalah setiap konfigurasi jadwal dari one-machine problem,
dengan lower bound f(S) dan upper bound
o
f
adalah solusi terbaik
yang telah diketahui.

Branching ( Pencabangan ) :
Cabang dari pohon yang diperhatikan adalah cabang yang memiliki
lower bound yang terkecil dan kemudian menerapkan algoritma
Schrage.
Jika c tidak ada, maka jadwal tersebut optimal (sesuai dengan
teorema); jika terdapat c maka operasi c akan diproses sebelum atau
sesudah J.
Dua masalah yang muncul adalah : masalah pertama, operasi c
diproses sebelum semua operasi J dengan membuat
} , max{

+ =
p g c c
q d q q dengan J g .
Pada masalah yang kedua, operasi c diproses setelah semua operasi J
dengan membuat
, max{
c c
r r = min }

+
g g
d r dengan J g .




36

Lower Bound dari simpul yang baru adalah :

})} { ( ), ( ), ( max{ ) ( c J h J h S f S f =

cabang baru akan ditambahkan pada pohon jika lower bound-nya
lebih kecil dari upper bound
o
f
.

Upper Bound (Batas atas)
Setiap kali algoritma Schrage diterapkan, dilakukan perbandingan
makespan dengan
o
f
. Jika makespan lebih kecil dari
o
f
maka
o
f
=
makespan dari konfigurasi jadwal tersebut.

Gambar 2.7 Branching
S
c sebelum J c sesudah J
S1 S2


37

2.12 Pengertian Technological Constraint dan Precedence Constraint
Simon French memberikan definisi untuk kedua istilah itu
sebagai berikut :
Technological Constraint memberikan urutan proses pada
setiap job, atau dengan kata lain memberikan routing untuk
setiap job.
Precedence Constraint membatasi urutan pengoperasian
proses- proses antar job yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai