Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS STRUMA NODOSA NON TOKSIK (SNNT)

PEMBIMBING : Dr. Bajuadji Sp.B

A. A. N AGUNG MAHARDIKA 030.08.001

KEPANITRAAN KLINIK RSUD KOJA 8 OKTOBER 2012 15 DESEMBER 2012

STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Jenis Kelamin Agama Suku Status Pernikahan : Ny. Wasri : 49 tahun : Jalan Pluit Dalam Penjaringan : Perempuan : Islam : Betawi : Menikah

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

AUTOANAMNESA Telah dilakukan autoanamnesa pada tanggal 10 Oktober 2012. Keluhan Utama: Benjolan pada Leher bagian depan sejak 9 tahun yang lalu Keluhan Tambahan:RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT: Riwayat Penyakit Sekarang: 9 Tahun yang lalu muncul benjolan pada leher bagian depan. Pertama kali muncul pasien mengaku benjolan sebesar jengkol. Pasien tidak memperdulikan benjolan tersebut karena dianggap hal yang normal. Namun pasien mulai mencurigai benjolan tersebut ketika semakin
2

lama semakin membesar hingga saat ini sebesar telur ayam. Pasien memeriksakan kondisinya ke klinik beberapa kali dan disarankan untuk dioperasi, namun pasien menolak karena tidak memiliki biaya pada saat itu. Lalu pasien akhirnya dirawat di RSUD Koja pada tanggal 9 Oktober 2012 dan disiapkan untuk dilakukan operasi. Benjolan muncul tidak disertai rasa sakit namun pasien mengeluh sering disertai demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien juga mengeluh merasa berdebar-debar dan susah jika hendak tidur. Pasien mengatakan jika makan pasien hanya makan dengan porsi sedikit namun dengan frekuensi yang meningkat. Pasien merasakan lebih cepat lelah dan disertai sakit kepala. Pasien mengeluh rasa sakit berdenyut pada daerah tengkuk. Sejak muncul benjolan pasien mengatakan suara pasien menjadi serak, namun tidak disertai kesulitan dalam menelan serta tidak disertai sesak nafas. Pasien juga mengatakan pada telapak tangan sering berkeringat dan pasien merasakan tangannya sering bergetar. Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan. Pasien menyangkal adanya mual dan muntah. Pasien menyangkal adanya gangguan dalam buang air besar maupun buang air kecil. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak pernah dirawat dan tidak pernah operasi sebelumnya. Riwayat sakit maag (+). Riwayat sakit Asma (-). Hipertensi (-). DM (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Adik pasien juga mempunyai keluhan sama seperti pasien Riwayat Kebiasaan : Pasien mengaku suka makan makanan manis tetapi jika memasak menggunakan garam, pasien mengaku tidak mengetahui apakah yang digunakan pasien adalah garam beryodium. Riwayat Lingkungan : Tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien di sekitar tempat tinggalnya.

PEMERIKSAAN FISIK
3

Keadaan umum : Kesadaran Kesan Sakit Kesan gizi : Compos Mentis : Tampak sakit ringan : BB: 42kg TB: 152cm BMI: 18.1 (Gizi kurang)

Tanda Vital Tekanan Darah Frekuensi Nadi Frekuensi Napas Suhu : 120/80 mmHg : 64 kali/menit regular volume da nisi cukup : 20 kali/menit teratur : 36,6C

STATUS GENERALIS Kepala Normochepali, tidak ada deformitas. Mata : Ketajaman visus normal 6/6, pupil isokor dengan diameter 3mm, conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), tidak terdapat adanya raccoon eye, gerak bola mata normal, exopthalmus (-). Leher Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid teraba membesar dan mengikuti pergerakan saat menelan. Paru-paru Inspeksi: Kanan : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Kiri: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis Palpasi Perkusi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri : Sonor pada kedua lapang paru

Auskulatasi

: Suara nafas vesicular, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea midklavikula kiri : Batas kanan: sela iga V linea parasternalis kanan. Batas kiri: sela iga V, 1

cm sebelah medial linea midclavikula kiri. Batas atas: sela iga II linea parasternal kiri Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur(-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: Simetris, datar, benjolan (-) Palpasi: Dinding perut: supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-) Hepar: tidak teraba membesar Lien: tidak teraba membesar Ginjal : Ballotement (-) Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-) Auskultasi: Bising usus (+) 3x/menit

Ekstremitas Atas : akral hangat +/+, oedem -/Bawah : akral hangat +/+, oedem -/-

Status lokalis Regio Coli Anterior Inspeksi Tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbentuk bulat, berjumlah satu,warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut bergerak ke atas saat pasien menelan.Pembesaran KGB (-), Jejas (-), Luka (-) Palpasi
5

Teraba benjolan pada daerah coli anterior. Berukuran 6 cm x 4cm, teraba kenyal, permukaan licin, tidak dapat digerakan dari dasarnya dan dapat digerakkan dari kulit diatasnya, nyeri tekan (-), tidak teraba hangat dan teraba bergerak ke atas saat pasien menelan. Tidak teraba adanya thrill. Tidak teraba adanya pembesaran KGB. Auskultasi : Arterial Bruit (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium


HEMATOLOGI HEMOSTASIS Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Masa pembekuan Masa perdarahan Hitung jenis NILAI 11,5 g/dl 10,900 /ul 34 % 3,80 juta/ul 11,30 menit 4,00 menit NILAI NORMAL 12,0 16,0 g/dl 4.100 10.900 /ul 36 46 % 4,0-5,0 juta/ul 05 15 menit 01 06 menit

Basofil eosinofil batang segmen limfosit monosit

1% 1% 1% 71 % 20 % 6% 348.000 /ul 76 mm/jam 93 mg/dl

0-2 % 0-5 % 2-6 % 47-80 % 13-40 % 2-11 % 140.000 440.000 / ul <15 mm/jam 11,6 14,8 mg/dl

Trombosit LED GDS

HORMON DAN ALERGI Tiroid : T3 total T4 total TSH 1,66 pg/mI 129,16 pmol/L 2,136 IU/mL 0,92 2,33 nmol/L 60-120 nmol/L 0,25 5,0 IU/mL

ELEKTROLIT Na K Cl KIMIA Fungsi Hati: 143 mmol/L 3,39 mmol/L 106 mmol/L 135-147 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L 96-106 mmol/L

SGOT/ASAT SGPT/ALAT Fungsi Ginjal : Ureum Kreatinin

18 U/L 16 U/L

10-31 U/L 9-36 U/L

10 mg/dl 0,5 mg/dl

20-40 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl

Radiologi

Thorax PA Pulmo kanan dan kiri normal

Bentuk dan ukuran Cor normal

Vertebrae Cervical (AP/Lateral)

AP Tampak spur formation pada vertebrae cervical 4 s/d 7 Intervertebralis space normal Trachea terletak ditengah Pulmo/Cor Normal Osteoarthrosis cervicalis

Lateral

Kesan :

Thyroid Scan Ukuran tiroid kiri sedikit membesar, kanan normal Tampak area yang kurang menangkap menangkap aktivitas pada bagian bawah thyroid

lobus kiri Thyroid uptake total : 2,7 % (N = 1-5%)

Kesimpulan : Cold nodul pada bagian bawah thyroid lobus kiri. Thyroid uptake dalam batas normal
9

RESUME Ny. W usia 49 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher bagian depan sejak 9 tahun yang lalu. Benjolan muncul tidak disertai rasa sakit namun pasien mengeluh sering disertai demam. Pasien juga mengeluh merasa berdebar-debar dan susah tidur. Pasien makan sedikit dengan frekuensi yang meningkat. Suara menjadi serak, namun tidak disertai kesulitan dalam menelan serta tidak disertai sesak nafas. Telapak tangan sering berkeringat dan pasien merasakan tangannya sering bergetar. Pasien merasakan lebih cepat lelah dan disertai sakit kepala. Pasien mengeluh rasa sakit berdenyut pada daerah tengkuk. Pasien menyangkal adanya mual dan muntah. Pasien menyangkal adanya gangguan dalam buang air besar maupun buang air kecil. Pada pemeriksaan fisik tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbentuk bulat, berjumlah satu, warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut bergerak ke atas saat pasien menelan. Pada perabaan teraba benjolan pada daerah coli anterior, berbentuk bulat, berjumlah satu, berukuran 6cm x 4cm, teraba kenyal, permukaan licin, sulit digerakan dari dasarnya dan mudah digerakkan dari kulit diatasnya. DIAGNOSIS Struma nodusa non toksik sinistra PENATALAKSANAAN Medikamentosa IUFD Ringer Laktat 20 tpm Pelastin 2x1gr Paracetamol Tab Operatif

10

PROGNOSIS Ad Vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

11

TINJAUAN PUSTAKA

STRUMA

DEFINISI Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. EPIDEMIOLOGI Distribusi dan frekuensi a. Orang Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %). b. Tempat dan Waktu Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak (8,0%) mengalami struma
12

endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti pada tahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun. Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa Mejaya (daerah non endemik). FAKTOR RESIKO a. Host Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. b. Agent Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara berlebih. Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian. c. Environment

13

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi KLASIFIKASI STRUMA Berdasarkan Fisiologisnya Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. b. Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. c. Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid
14

menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Berdasarkan Klinisnya Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : a. Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukannya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. b. Struma Non Toksik

15

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

STRUMA NODUSA NON TOKSIK DEFINISI Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

KLASIFIKASI Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

16

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas. 3. Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

MANIFESTASI KLINIS Pada penyakit struma nodosa non toksik tiroid membesar dengan lambat. Umumnya pasien datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menimbulkan gejala mekanik penekanan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras. 3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada 4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada. 5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

PATOFISIOLOGI Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormone tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH ini menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel-sel kelenjar tiroid untuk menormalisir kadar level hormone tiroid ke kadar yang normal. Jika proses ini terjadi secara terus-menerus, akan terbentuk struma. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).

17

ANATOMI TIROID Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.

18

a.Tiroid superior

n. laringeus superior

n. laringeus recurens

a.Tiroid inferior

19

v. thyroidea superior

v. thyroidea media

v. thyroidea inferior

20

FISIOLOGI TIROID Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi. EMBRIOLOGI TIROID Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus pertama dan kedua yang terletak pada garis tengah. Pada tempat pembentukan tersebutakan menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Bagian ini akan membesar dan turun keleher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobi. Saluran pada struktur endodermal ini tetap ada dan menjadi duktus tiroglosus atau lebihsering obliterasi menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga

21

memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas) Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. DIAGNOSIS 1.Anamnesis

22

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karenatidak ada hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar padausia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.karena pertumbuhannya berangsur-angsurm struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup tanpakeluhan,Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karenamenonjol kedepan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongansampai jauh ke arah kontra lateral. Pendongoran demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan, penyempitan yang berarti menyebabkangangguan pernafasan sampai akhirnya terajdi dispnea dengan stridor inspiratoar.Keluhan yang ada adalah rasa berat dileher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.Untuk menentukan pasien adalah eutiroid atau hipertiroid digunakan indeksdiagnostic klinik dari Wayne atau indeks New Castle

PENILAIAN INDEX WAYNE Gx.Subjektif Dyspnoe deffort Palpitasi +2 Bruit di atas sistole Capai/lelah Suka panas Suka dingin Keringat banyak Nervous Tangan basah Tangan panas Nafsu makan +2 +1 -1 +3 Tangan panas Nadi 80x/menit 80-90x/menit 23

Angka Gx.Objektif +1 Tiroid teraba

Ada +3

Tidak -3

+2

-2

+2 -5 +5 +3

Eksoftalmus Lid.retraksi Lid.lag Hiperkinesis

+2 +2 +1 +4

-2

+2

-2

-3

meningkat Nafsu makan menurun BB naik BB turun Fibrilasi atrium JUMLAH


2.Pemeriksaan Fisik 1)Inspeksi Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepalasedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

-3

>90x/menit <11 etiroid 11-18 normal >19 hipertiroid

+3

-3 +3 +4

beberapakomponen berikut Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler Jumlah : uninodusa atau multinodusa Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan.

2)Palpasi Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapahal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi : Perluasan dan tepi Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapatdiraba trachea dan kelenjarnya. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
24

Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalamdaripada musculus ini. Limfonodi dan jaringan sekitar

3)Auskultasi Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkanadanya hipertiroid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemeriksaan hormone tiroid dan TSH paling sering menggunakanradioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immune-asay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orangdewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasitrakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher (posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas berhubungan dengan intubasi anestesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasifiagnostik tersebut sampai memerlukan CT-scan leher. Pemeriksaan USG Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secaraklinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus. Pemeriksaan Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid) Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area,sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).

25

Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration / FNA) Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.

DIAGNOSIS BANDING KARSINOMA TIROID Definisi Suatu keganasan dimana terjadi pertumbuhan yang tidak terkontrol pada sel sel di kelenjar tiroid, memiliki 4 tipe,yaitu :Papiler, anaplastik, folikuler, dan meduler. Manifestasi Klinis 1. Kista bisa cepat membesar, nodul jinak perlahan, sedang nodul ganas agak, dan nodul anaplastik cepat sekali (dihitung dalam minggu), tanpa nyeri. 2. Faktor risiko : a. Masa kanak kanak pernah mendapat terapi sinar di daerah leher atau sekitarnya b. Anggota keluarga lainnya menderita kelainan gondok c. Tetangga atau penduduk sekitar ada yang menderita kelainan kelenjar gondok d. Merasakan adanya gangguan mekanik didaerah leher, seperti gangguan menelan yang menunjukan adanya desakan esofagus, atau perasaaan sesak yang menunjukan adanya desakan atau infiltrasi ke trakea e. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher Sistem Klasifikasi TNM untuk Kanker Tiroid Differentiated

Kategori Deskripsi

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti tumor primer T1 Tumor < sama dengan 2 cm dalam ukuran terbesar dan terbatas pada tiroid T2 Tumor > 2 cm tapi 4 cm dalam dimensi terbesar dan terbatas pada tiroid T3 Tumor > 4 cm dalam ukuran terbesar dan terbatas pada tiroid atautumor dengan ekstensi extrathyroid minimal (misalnya,ekstensi m. sternothyroid otot atau jaringan lunak perithyroid)
26

T4a Tumor dari berbagai ukuran meluas dari kapsul tiroid menginvasijaringan lunak subkutan, laring, trakhea , oesophagus, atau n.reccurrent laryngeus T4b Tumor menginvasi fasia prevertebral atau mengenai arteri karotisatau pembuluh darah mediastinum

Nx Regional kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening N1a Metastasis ke level VI (pretracheal, paratrakeal, dan prelaryngeal atau Delphian kelenjar getah bening) N1b Metastasis ke unilateral atau bilateral serviks atau kelenjar getahbening mediastinum superior

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Metastasis jauh

Diadaptasi dari the American Joint Committee on Cancer/International Union Against Cancer (AJCC/UICC) edisi keenam sistem klasifikasi TNM

TIROIDITIS KRONIS Tiroiditis kronis yang paling sering ditemui adalah tiroiditis hashimoto atau tiroditis limfositik. Pada tiroid hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke kelenjar tiroid yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun dapat terjadi atrofi dari kelenjar dan disertai fibrosis. Berbagai macam antibodi antitiroid meningkat kadarnya di dalam darahsebagai tanda reaksi autoimun. Penyakit ini lebih sering menyerang wanita dan biasanya pada usia dewasa dengan atau tanpa pembersaran kelenjar tiroid. Jika didapat pembesaran kelenjar tiroid, akan dirasakan sedikit nyeri dan nyeri pada penekanan. Struma hashimoto sering asimetrik. Pemeriksaan biopsi biasanya dibutuhkan untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan. KISTA DUCTUS TIROGLOSUS
27

Duktus tiroglosus merupakan suatu transitory endodermal tube, membawa jaringan pembentukan tiroid pada ujung caudal,duktus menghilang setelah tiroid pindah ke lokasi sebenarnya di leher. Titik asalnya biasanya ditandai pada dasar lidah orang dewasa dengan foramen caecum. Jika perkembangannya tidak sempurna, terjadi pembentukkan kista disepanjang jalur embrioniknya. Duktus tiroglosus merupakan penghubung tiroid dan lidah saat embrional. Normalnya berobliterasi saat 7-10 minggu masa gestasi dan mengalami atrofi. Duktus tiroglosus tidak oblitrasi atau atrofi oleh karena infeksi tenggorok berulang yang akan merangsang sisa epitel tractus sehingga terjadi degenerasi kistik dapat juga disebabkan sumbatan duktus tiroglosus penumpukan secret sehingga terbentuk kista. Manifestasi klinisnya biasa ditemukan sebelum umur 5 tahun tetapi bisa juga muncul disegala usia. Teraba masa di midline garis tengah leher. Biasanya ada rasa nyeri pada leher, sulit menelan, dan sesak napas. Pada perabaan teraba massa bulat, licin, kecil di bagian tengah leher dan massa ikut bergerak jika menelan. PENATALAKSANAAN Konservatif/medikamentosa Struma nodusa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormone tiroid atau pemberian hormone tiroid. Kapsul minyak beriodium dapat diberikan bagi penduduk di daerah endemic sedang dan berat. Pemberian suplemen iodium tersebut dapat diberikan bersama dengan edukasi akan perubahan perilaku masyarakat dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium. Pada struma toksik dilakukan bed rest dan pemberian PTU 100-200 mg (propilthiouracil), Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksitiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x5 mg/hari selama 12-18 bulan. Radioterapi Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien

28

dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak. Operatif Indikasi operatif pada struma dengan penekanan mekanis dan atas alasan kosmetik. a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagiankiri. e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya. f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna daninterna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.

KOMPLIKASI Komplikasi dari struma sendiri ialah penekanan mekanis ke trakea yang menyebabkan kesulitan bernapas terlebih jika pembesaran kelenjar bilateral, penekanan terhadap esophagus yang mengakibatkan kesulitan menelan.

Komplikasi Operasi : Segera: Lama: Kerusakan n.laringeus superior mengakibatkan perubahan suara pada penderita Kelenjar paratiroid terangkat sehingga menyebabkan kejang akibat hipokalsemia Hipotiroid dapat terjadisetelah 2 tahun Perdarahan dari a. tiroidea superior Dispneu akibat gangguan n.recurrens dapat juga akibat trachea collaps

29

FOLLOW-UP Pasca pembedahan penderita dirawat diruangan selama 1-2 hari, diobservasi kemungkinan terjadi komplikasi dini yang membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan dan obstruksi jalan napas. Drain dilepas setelah 24 jam dan jahitan luka pembedahan diangkat pada hari ke 7. Pasien dianjurkan control rawat jalan tiap 3 bulan pada tahun pertama, tiap 4 bula pada tahun kedua, dan tiap 6 bulan pada tahun ke 4. PROGNOSIS Keadaan hipertiroidisme biasanya dapat teratasi dengan pemberian obat. Efek samping penggunaan obat-obatan yang digunakan untuk hipertiroidisme mungkin akan sangat berdampak kepada pasien lanjut usia. Metode pembedahan terbukti efektif namun juga akan mengakibatkan menurunnya produksi dari hormone tiroid dalam tubuh. Pasien lanjut usia juga meningkatkan resiko gagal jantung.

30

DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsihidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2007 2. Sabiston D. Buku Ajar Bedah. Bagian 1. Jakarta : EGC ; 1995 3. Dorion D. Thyroid Anatomy. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/835535-overview Accessed on October 14, 2012 4. Kurniadi A. Struma Nodusa Non Toxic. Available at:

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Struma+Nodusa+Non+Toxic Accessed on October 14, 2012 5. Fitriani R. Struma. . Available at: http://www.scribd.com/mobile/doc/51029276?width=600 Accessed on October 14, 2012 6. Anonym. Lobektomi Total dan Subtotal Kelenjar Tiroid. Available at:

http://www.bedahumum.wordpress.com/2008/10/10/lobektomi-total-dan-subtotal-kelenjar-tiroid/ Accessed on October 14, 2012 7. Anonym. Bedah Onkologi Benjolan di Leher. Available at:

http://ahimztdoctorwannabe.blogspot.com/2011/12/bedah-onkologi-benjolan-di-leher.html Accessed on October 14, 2012

31

Anda mungkin juga menyukai