Anda di halaman 1dari 5

ICW: Korupsi Pendidikan Rugikan Negara Rp 138,9 M

JAKARTA, KOMPAS.com Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 40 kasus korupsi di bidang pendidikan dengan lima modus yang telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 138,9 miliar sepanjang tahun 2012. Dari 40 kasus ini, setengahnya terjadi di tingkat Dinas Pendidikan daerah.

Peneliti ICW, Siti Juliantari Rachman, mengatakan bahwa modus yang kerap terjadi dalam korupsi bidang pendidikan ini berupa laporan kegiatan/proyek/dinas fiktif, mark up anggaran, pungutan liar, penggelapan dana, dan penyelewengan anggaran. Namun, total kerugian terbesar disebabkan oleh modus mark up anggaran.

"Transparansi yang masih belum berjalan baik di berbagai tingkat institusi pendidikan ini juga jadi alasan kenapa mark up anggaran ini masih sering terjadi," kata Tari di Indonesia Education Outlook 2013 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (2/1/2013).

Selanjutnya, berbagai kasus korupsi ini diketahui terjadi nyaris pada semua institusi pendidikan, yaitu dari Dinas Pendidikan, DPRD, Kanwil Kemenag, perguruan tinggi, hingga sekolah. Untuk sekolah, tindak korupsi umumnya dilakukan oleh kepala sekolah terkait dengan aliran dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) siswa yang diselewengkan.

"Ini membuktikan kalau korupsi pendidikan ini terjadi dari tingkat paling kecil hingga yang paling atas," ujar Tari.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya pernah meminta informasi terkait dana BOS dan BOP tahun 2007, 2008, dan 2009 di lima SMP di Jakarta yang diajukan pada 2010 silam karena diduga ada penyelewengan. Namun, hingga saat ini, tak satu pun sekolah tersebut yang memberikan informasi tersebut. Akhirnya, kasus ini masih ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai sekarang.

ICW: Dana Pendidikan Jadi Bancakan Koruptor


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti ICW, Siti Juliantari, menyatakan hasil pemantauan selama satu dekade ICW menyimpulkan bahwa dana pendidikan kerap menjadi bancakan para koruptor. Korupsi terjadi mulai dari institusi paling dasar, seperti SD, hingga perguruan tinggi.

"Yang menjadi sasaran paling empuk untuk dikorupsi adalah DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), "ujar Siti di Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Berdasarkan pemantauan tersebut terungkap 296 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp 619 miliar. Jumlah tersangka sebanyak 497 orang. Di antara kasus korupsi tersebut, penggelapan dan penggelembungan anggaran menjadi modus korupsi yang sering dilakukan.

"Penggelapan (dana pendidikan) mencetak skor 106 kasus dengan kerugian negara Rp 248,5 miliar," katanya. Ia mengatakan selama sepuluh tahun, kerugian negara meningkat. Setiap tahun negara dirugikan Rp 53,5 miliar akibat korupsi dana pendidikan. "Dinas pendidikan menjadi juara karena paling banyak melakukan korupsi," jelasnya.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Febri Hendri, mengatakan, korupsi dana pendidikan tersebut melibatkan berbagai aktor mulai dari kepala sekolah, pejabat kementerian, hingga anggota DPR. Dana pendidikan seharusnya digunakan untuk memperluas akses pendidikan. Akan tetapi, kenyataannya malah digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikorupsi.

"Pendidikan seharusnya melahirkan kejujuran. Melahirkan integritas," katanya.

Radar sulteng, Kamis, 19 September 2013

Korupsi, Kepsek Segera Disidang Selewengkan Anggaran Rp 535 juta


LUWUK Dugaan korupsi pada proyek pelaksanaan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan sarana pendidikan di SMP Negeri 6 Lamala, resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palu. Penyidikan kejaksaan telah menyatakan lengkap dengan hasil kerugian Negara mencapai Rp 141,2 juta. Kami akan limpahkan kasus dugaan korupsi hari ini (kemarin), ujar Jaksa Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Iwan, SH, Kamis (18/9) kemarin. Kata Iwan, untuk mengungkap kasus dugaan korupsi pembangunan USB dan sarana pendidikan di SMP Negeri 6 Lamala, penyidik telah memeriksa 11 orang saksi. Dari keterangan para saksi tersebut, ditemukan berbagai indikasi terjadi penyelewengan dana yang dilakukan Kepala Sekolah (Kepsek) SMP negeri 6 Lamala Lenty Els Molin. Akibatnya, pembangunan USB dan sarana pendidikan yang dibiaya dengan dana sebesar Rp 535 juta mengalami keterlambatan. Hal itu disebabkan, anggaran pembangunannya telah digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka. Kita harus mengakui dalam proses pemeriksaan tersangka ada menyebutkan sejumlah nama pejabat yang ikut menikmati dana itu. Tetapi, kita tidak bisa membuktikan keterlibatan para pejabat tersebut, katanya. Dan tersangka juga tidak mampu membuktikan kalau para pejabat yang dimaksud telah menerima dana dari anggaran pembangunan USB dan sarana pendidikan itu. Jika tersangka memiliki kwitansi penerimaan uang dari pejabat tertentu, maka Kejaksaan pasti akan menggiring penyidikannya ke peiabat yang bersangkutan. Untuk itu, yang menjadi tersangka tunggal dalam kasus dugaan korupsi pembangunan USB dan sarana pendidikan SMP negeri 6 Lamala adalah Lenty Els Moling, S.Pd. Itu merupakan konsekwensi dari sebuah perbuatannya. Adapun kebijakan pemerintah kabupaten Banggai agar tersangka harus menyelesaikan pembangunan USB dan sarana pendidikan itu adalah

kewenangannya. Kejaksaan hanya menangani kasus dugaan korupsinya, tidak ada kaitan dengan kebijakan tersebut.

STUDI KASUS : Tiga contoh kasus di atas merupakan sebagian kecil dari masalah pendidikan yang terjadi di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, manajemen fasilitas tidak dapat dipisahkan dari masalah keuangan. Karena bagaimana pun juga, untuk mencukupi fasilitas tentu diperlukan biaya. Namun sayangnya, dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana sekolah menjadi sasaran empuk koruptor. Berdasarkan data ICW, dana pendidikan yang menjadi sasaran utama untuk dikorupsi adalah DAK (Dana Alokasi Khusus) yang seharusnya digunakan untuk mendanai pembangunan rung kelas, perpustakaan, buku teks, dll. Sedangkan sasaran kedua dana pendidikan yang dikorupsi adalah dana BOS yang seharusnya digunakan untuk pengembangan perpustakaan, pembelian barang habis pakai seperti kapur, spidol, pembayaran listrik sekolah, dll. Adanya korupsi dana pendidikan disebabkan oleh adanya pengawasan yang tidak ketat, kurangnya transparasi, dan sedikitnya kepedulian .Menurut kami, hal ini bisa diatasi dengan menanamkan dan menumbuhkan sikap kepedulian dan kesadaran di antara seluruh pejabat, seluruh warga sekolah, komite sekolah, dan juga orang tua wali siswa. Semuanya harus menyadari bahwa dana tersebut merupakan bantuan pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Selain itu, pihak Komite Sekolah harus mengawasi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh sekolah termasuk masalah keuangan. Demikian pula dengan orang tua/wali siswa. Biasanya, setiap satu semester/kenaikan kelas akan diadakan rapat komite sekolah bersama orangtua/wali siswa. Pada saat inilah seharusnya diadakan transparansi segala hal yang menyangkut proses pendidikan di sekolah, termasuk mengenai hal keuangan untuk pengadaan fasilitas sekolah. Pemasukkan yang diterima sekolah dan pengeluaran yang dilakukan oleh pihak sekolah harus dilaporkan secara transparan dan terbuka agar semua pihak mengetahui darimana dan untuk apa dana yang diterima sekolah. Selain itu, laporan ini juga sebagai pertanggungjawaban pihak sekolah. Dengan adanya transparansi, diharapkan apabila ada penyelewengan atau kejanggalan pada laporan tersebut dapat segera diusut dan diselesaikan sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai