Anda di halaman 1dari 14

I.

DEFENISI Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat perbedaan antara tekanan udara (tekan barometrik) di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan di sekitarnya. Barotrauma paling sering terjadi pada penerbangan dan penyelaman dengan scuba.(1,2)

II.ETIOLOGI Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti pada penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang dapat menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta emboli udara pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba, misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustakius gagal untuk membuka. Tuba eustakius adalah penghubung antara telinga tengah dan bagian belakang dari hidung dan bagian atas tenggorokan. Untuk memelihara tekanan yang sama pada kedua sisi dari gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika tuba eustakius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah berbeda dari tekanan di luar gendang telinga, menyebabkan barotrauma. (3,4,5,6)

III.PATOFISIOLOGI Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi. atmosfer itu terbentang mulai dari permukaan Bumi sampai keketinggian 3000 km.(1) Udara tersebut mempunyai massa, dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu tekanan yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya, berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran Atmosfer Bumi tersebut akan berakhir dengan suatu keadaan hampa udara. Lihat Tabel 1. Ukuran tekanan gas : mm Hg, mm H2O , Atmosfir (Atm) , PSI (Pound per Square Inch), Torr , Barr etc.(7,8)

Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui Hukum Boyle. Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau P1xV1 = P2xV2.(9,2) Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus respiratorius. Pada penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saat tekanan udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan tekanan udara antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya.(7)

Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruangruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.(7)

Untuk Barotrauma yang terjadi pada tubuh, 5 kondisi di bawah ini harus ditemukan : 1. Harus ada udara 2. Tempatnya harus dipisahkan oleh dinding yang keras 3. Tempatnya harus tertutup 4. Tempatnya harus memiliki pembuluh darah 5. Terjadi perubahan tekanan dari lingkungan sekitar

Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. Pilek, rinitis alergika serta berbagai

variasi anatomis individual, semuanya merupakan predisposisi terhadap disfungsi tuba eustakius. (9)

Barotrauma, dengan ruptur membran timpani (MT), dapat terjadi setelah suatu penerbangan pesawat atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme bagaimana ini dapat terjadi, dijelaskan dibawah ini.(10)

Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai 3 kompartemen tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran timpani dan membran tingkap bundar dan tingkap oval.

Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.(7)

Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang. Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan lunak, yaitu mukosa pharynx yang sewaktuwaktu akan terbuka di saat menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar daripada masuk kedalam cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkan kejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurun dari pada saat naik tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana tympani) atau sampai pecahnya membrana tympani.(7)

Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh pada

waktu tekanan air bertambah atau berkurang. Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam. dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam , tergantung dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.(10)

Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 2 meter.(10)

Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang terjadi padasaat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah.(10)

Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan Stepping

Test. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal. (10)

Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100mmhg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut. Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan ruptur membrana timpani.(1,2,6)

Gejala-gejala klinik barotrauma telinga:(8) 1. Gejala descent barotrauma: - Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar. - Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.

- Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif. 2. Gejala ascent barotrauma: - Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga. - Vertigo. - Tinnitus/tuli ringan. - Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.

Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah(8,11)

- Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan. - Grade 1 : injeksi membrane timpani. - Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani. - Grade 3 : perdarahan berat membrane timpani. - Grade 4 : perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani menonjol dan agak kebiruan. - Grade5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture membrane timpani.

Anamnesis yang teliti sangat membantu penegakan diagnosis. Jika dari anamnesis ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan atau suatu penyelaman,

adanya barotruma seharusnya dicurigai. Diagnosis dapat dikomfirmasi melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes pendengaran dan keseimbangan.(1)

Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak sedikit menonjol keluar atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat darah di belakang gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Dapat disertai gangguan perdengaran konduktif ringan.(2,3,4)

Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural adalah gejalagejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam Merupakan masalah yang serius dan mungkin memerlukan pembedaham untuk mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian penala untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan bukannya sesorineural.(2,6)

IV.PENCEGAHAN Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. Khusus pada bayi disarankan agar menunda penerbangan bila disertai pilek. Bila memungkinkan maka bayi, sesaat sebelum mendarat harus tetap disusui atau menghisap air botol, agar tuba eustakius tetap terbuka.(12,14) Nasal dekongestan atau antihistamin bisa digunakan sebelum terpapar perubahan tekanan yang besar. Usahakan untuk menghidari perubahan tekanan yang besar selama mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas atau serangan alergi.(3,4)

V.PENATALAKSANAAN Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut. (9) Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba eustakius dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor. Perasat Politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong Politzer atau apparatus senturi; nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan. (9,2)

Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di rumah sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan telinga dalam merupakan masalah yang serius yang memungkinkan adanya pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam gendang telinga untu menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan caioran (myringitomy) dan bila perlu memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian pembedahan biasanya jarang dilakukan. Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan di dalam gendang telinga, jika seringkali perubahan tekanan tidak dapat dihindari, atau jika seseorang rentan terhap barotrauma. (1,2,3,12)

I.TRAUMA SUARA(AKUSTIK)

Trauma telinga dapat dibedakan atas dua bentuk. Yang pertama adalah energi akustik dan yang kedua adalah energi mekanis. Pada cedera yang mengakibatkan trauma mekanis terhadap tulang temporal, dapat terjadi fraktur tulang tersebut yang kemudian mengakibatkan gangguan pendengaran. Trauma akustik, misalnya trauma ledakan dapat menimbulkan gelombang kontusi yang mengakibatkan Iebih banyak kerusakan pada telinga tengah dibandingkan telinga dalam, namun dapat terjadi ketulian sensorineural nada tinggi pada jenis cedera ini. Trauma akustik agaknya merupakan penyebab ketulian sensorineural yang paling umum. Ketulian sensorineural disebabkan baik oleh kerasnya suara maupun lamanya paparan. (1) Trauma akustik ialah trauma pada telinga akibat paparan suara atau bunyi yang berlebihan. (2)

Trauma akustik, ditilik dari mula kejadiannya dibagi menjadi 2, yaitu; trauma akustik akut yang disebabkan oleh ledakan dan trauma akustik kronik. Pada trauma akustik akut yang disebabkan oleh ledakan kerusakan telinga yang terjadi pada telinga dapat mengenai membran, yaitu suatu ruptur. Bila ledakan lebih hebat dapat merusak koklea. Pada ruptur saja ketuliannya bersifat konduktif, namun kerusakan pada koklea ketuliannya bersifat sensorineural. Sedangkan trauma akustik kronik ini terjadi akibat pencemaran lingkungan oleh bising.(2)

II. INSIDEN Berdasarkan survey Multi Center Study di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myammar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di

tengah masyarakat. Berdasarkan survei kesehatan indera tahun 1993-1996 yang dilaksanakan di Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) sebesar 38,6%, morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% clan ketulian 0,4%.(3,4)

III. EPIDEMIOLOGI

Tuli akibat bising dilaporkan lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Bagaimanapun juga konsekuensi tertinggi mendapatkan ketulian akibat bising lebih besar peluangnya didapatkan di tempat kerja dibandingkan terkena paparan bising di luar tempat kerja. Dari segi usia, tidak ada kejelasan pasti mengenai perbedaan antara usia tua maupun muda untuk menderita tuli akibat bising.(3,4)

IV.ETIOLOGI

Terdapat berbagai cara bising dapat merusak telinga dalam. Pemaparan bising yang sangat keras lebih dari 150 dB, seperti pada ledakan, dapat menyebabkan tuli sensorineural ringan sampai berat. Biasanya tuli timbul pada cara pemaparan yang lebih halus dan progresif sampai pemaparan bising keras intermitten yang kurang intensif atau pemaparan kronis bising yang kurang intensif. Pemaparan singkat berulang ke bising keras intermitten dalam batas 120-150 dB, seperti yang terjadi akibat pemaparan senjata api atau mesin jet, akan merusak telinga dalam. Pemaparan kronis berupa bising keras pada pekerja dengan intensitas bising di atas 85 dB, seperti yang terjadi akibat mengendarai traktor atau mobil salju atau gergaji rantai, merupakan penyebab tersering dari tuli sensorineural yang diakibatkan oleh bising. Di samping itu, pada lingkungan yang besar, seseorang dapat terpapar bising diatas 90 dB pada waktu mendengarkan musik dari sistem suara stereofonik atau panggung musik. (9,5)

V. PATOFISIOLOGI

Bising dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam, terutama yang berfrekuensi 3000-6000 Hz. Mekanisme dasar terjadinya tuli karena trauma akustik, adalah; (7,5,12,6)

1. Proses mekanik

a. Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, menyebabkan robeknya

membrana Reissner dan terjadi percampuran cairan perilmfe dan endolimfee,

sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel rambut.

b. Pergerakan membrana basiler yang begitu keras, menyebabkan rusaknya organa korti sehingga terjadi percampuran cairan perilmf dan endolimfee, akhirnya terjadi kerusakan selsel rambut.

c. Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, dapat langsung menyebabkan rusaknya sel-sel rambut, dengan ataupun tanpa melalui rusaknya organa korti dan membrana basiler.

2. Proses metabolik

a. Vasikulasi dan vakuolisasi pada retikulum endoplasma sel-sel rambut dan pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat rusaknya membrana sel dan hilangnya sel-sel rambut.

b. Hilangnya sel-sel rambut mungkin terjadi karena kelelahan metabolisme, sebagai akibat dari gangguan sistem enzim yang memproduksi energi, biosintesis protein dan transport ion.

c. Terjadi cedera pada vaskularisasi stria, menyebabkan gangguan tingkat

konsentrasi ion Na, K, dan ATP.

d. Sel rambut luar lebih terstimulasi oleh bising, sehingga lebih banyak

membutuhkan energi dan mungkin akan lebih peka untuk tcrjadinya cedera atau iskemi.

e. Kemungkinan lain adalah interaksi sinergistik antara bising dengan zat perusak yang sudah ada dalam telinga itu sendiri.

VI. PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan yang spesifIk dapat diberikan pada penderita dengan trauma akustik. Oleh karena tuli karena trauma akustik adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap (irreversible). Apabila penderita sudah sampai pada tahap gangguan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka dapat dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar) atau hearing aid. Pada pasien yang gangguan pendengarannya lebih buruk harus dibantu dengan penanganan psikoterapi untuk dapat menerima keadaan. Latihan pendengaran dengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik, anggota gerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi. Selain itu diperlukan juga rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. (13.3,4)

Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya tuli pada trauma akustik. Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising dilingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan meredam sumber bunyi, sumber bunyi diletakkan d iarea yang kedap suara. (3,4)

Apabila bekerja di daerah industri yang penuh dengan kebisingan menetap, maka dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala, Ketiga alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising berfrekuensi tinggi yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian . Sumbatan telinga efektif digunakan pada level kebisingan rendah sekitar 10 dB hingga 32 dB. Adakalanya tutup telinga lebih efektif daripada sumbatan telinga khususnya pada pekerja yang berpindahpindah tempat. Sedangkan pelindung kepala selain sebagai pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala. (13.3.12)

Bila terjadi tuli bilateral berat yang tidak dapat dibantu dengan a1at bantu dengar maka dapat dipertirnbangkan dengan memasang implan koklea. Implan koklea ialah suatu perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan memperbaiki fungsi pendengaran sehingga akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi penderita tuli saraf berat dan tuli saraf bilatera1.(3.4,12)

DAFTAR PUSTAKA 1. Bentz B.G & Hugles C.A. Available at http://www.AmericanHearing.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 2. Adams G.L & Boeis L.R. BOEIS : Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta : 1997. Hal.90-92. 3. Fung k. Available at http://www.MedlinePlus.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 4. Available at http://www.merckSource.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 5. Koop Everet. Available at http://www.Drkoop.com. Ear Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 6. Burton Met all Hall and Colmans: Disease of the ear, nose, and throat, 15th edition. Churchill Livingstone. London : 2000. Hal.45. 7. Supartono G. Available at http://www.portalkalbe.com. Trapped Gas Pada Penerbangan Yang Tinggi. Accessed on May,21th 2008. 8. Tim Pengajar. Catatan kuliah THT. Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar. 2001. 9. Kaplan LJ. & Bailey H. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 10. Browning G. Clinical Otology and Audiology. Butterworths. London. 1993. Hal.120-122. 11. Li Ronson. Common Diving Related Ear Barotrauma And Its Management. Available at http://www.diving medicine.com Accessed on May,21th 2008. 12. Soepardi EA & Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. FKUI : Jakarta. 2000. Hal.50. 13. Kaplan LJ. & Eidenberg. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma. Accessed on May,21th 2008. 14. Anonym Available at http:// www.Bali Post.com. Yang Perlu Diketahui Sebelum Terbang. Accessed on May,21th 2008.

Anda mungkin juga menyukai