Anda di halaman 1dari 15

KUALITAS LABA BAGI PEMBUAT KEPUTUSAN EKONOMIS*

Bandi Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret PENDAHULUAN Laporan keuangan, sebagai produk proses akuntansi, menyediakan informasi bagi pemakai laporan keuangan. Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat, kesemuanya itu menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda (Standar Akuntansi Keuangan/ SAK, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, par. 09). Sejalan dengan apa yang telah dinyatakan dalam SAK maupun FASB, sebenarnya ada anggapan umum bahwa tujuan data laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi berguna untuk investor, kreditor, dan pemakai lain. Sebelum peran informasi dapat dipahami, konteks sifat keputusan yang di dalamnya informasi bisa digunakan harus digambarkan. Pembuatan keputusan di bawah ketidak-pastian mungkin dicirikan sebagai pemilihan tindakan yang memaksimalkan kegunaan ekspektasian pembuat keputusan. Sedangkan proses pembuatan keputusan melibatkan komponen berikut (Beaver, 1989: 23): (1) tindakan, (2) kemungkinan kejadian (states), (3) konsekuensi, (4) fungsi preferensi bagi konsekuensi, (5) distibusi probabilitas di antara kemungkinan kejadian (states), dan (6) fungsi tujuan. Tindakan mengacu pada berbagai pilihan alternatif yang tersedia untuk pembuat keputusan. Dalam bidang investasi, tindakan yang tersedia dapat digambarkan sebagai berbagai portofolio yang tersedia. Ketidakpastian digambarkan dari sisi kejadian yang mungkin saling meniadakan dan kolektif komprehensif yang disebut kemungkinan kejadian (states). Deskripsi tiap kejadian adalah cukup banyak,

Disampaikan pada Seminar Jurusan Akuntansi FE UNS, 20 Januari 2007. 1

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

sedemikan rupa sehingga tidak ada ketidakpastian tentang konsekuensi yang diimplikasikan dengan kejadian itu. Set konsekuensi untuk pembuat keputusan berhubungan dengan tiap kejadian. Dalam seting investasi sederhana, konsekuensi sering digambarkan dari sisi arus kas harapan (yakni, bunga, dividen, hasil tunai dari penjualan sekuritas) yang diterima. Keinginan tiap set hasil digambarkan dari sisi preferensi pembuat keputusan. Pembuatan keputusan ditandai seakan investor memaksimumkan fungsi preferensi. Selain itu juga diasumsikan bahwa fungsi preferensi dapat dibagi ke dalam dua elemenfungsi keyakinan dan fungsi preferensi untuk konsekuensi yang pasti (tidak pasti). Keyakinan pembuat keputusan mengacu pada set probabilitas yang dialokasikan untuk tiap kejadian. Keyakinan adalah personal dan subyektif. Keyakinan tersebut didasarkan pada pengalaman kumulatif investor, termasuk pelatihan, pendidikan dan pengalaman investasi sebelumnya. Keyakinan juga dipengaruhi oleh informasi apa yang dimiliki investor. Informasi tersebut tidak hanya meliputi laporan finansial, tetapi juga laporan analis, artikel surat kabar, dan informasi yang tersedia secara publik. Keyakinan adalah elemen kritis dari proses keputusan, sebab peran informasi merupakan potensial untuk mengubah keyakinan, dan berikutnya mengubah perilaku pengambilan keputusan. Fungsi tujuan mungkin ditandai sebagai maksimisasi kemanfaatan harapan, yang manfaat harapannya merupakan kemanfaatan rata-rata yang berhubungan dengan konsekuensi tiap kejadian tertimbang dengan probabilitas kejadian tiap kemungkinan kejadian. Maksimisasi mengimplikasikan pemilihan tindakan oleh pembuat keputusan yang dihubungkan dengan kemanfaatan harapan tertinggi atau terbaik. Dalam pemilihan tindakan, pembuat keputusan memerlukan informasi, sehingga ketidakpastian bisa dikurangi, kejadian yang diinginkan bisa terwujud. Akuntansi memenuhi sebagaian informasi yang dibutuhkan oleh investor, terutama informasi finansial, melalui laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan. Di lain pihak, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi
2 Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

setiap pemakai. Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke perusahaan, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain (lihat, SAK: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, par. 10). Permasalahannya adalah bahwa informasi yang dibutuhkan berupa keuangan dan non keuangan. Laporan keuangan bisa melayani sebagian dari kebutuhan informasi keuangan, antara lain informasi laba. Permasalahan berikutnya adalah laba yang seperti apa yang berkualitas, bagaimana mengukur kualitas laba tersebut. Dengan informasi yang berkualitas tersebut laporan keuangan bisa memenuhi kemanfaatan keputusan (decision usefulness).

PEMBAHASAN Teori-teori dan analisis-analisis akan membantu pembuat keputusan dalam menggunakan informasi. Ada beberapa pertanyaan penting dalam memandang teori dan kegunaannya. Jika tidak ada teori yang sempurna, bagaimana kita memilih di antara teori-teori yang tak sempurna itu? Apa yang menentukan kesuksesan dan keberlangsungan suatu teori? Satu determinan penting adalah nilai teori itu untuk pemakai (Watts dan Zimmerman, 1986: 11). Pemakai ingin memprediksi efek dari suatu keputusan. Nilai teori untuk tujuan tersebut tergantung pada biaya kesalahan prediksi untuk pemakai dan biaya penggunaan model. Untuk pembuatan keputusan diperlukan analisis fundamental, sehingga kemanfaatan informasi keuangan perusahaan bisa optimal. Analisis fundamental mencermati angka-angka akuntansi, misalnya: laba, dividen, rasio-rasio dan lain-lain. Dalam melihat angka akuntansi, pemakai informasi menilai sebaik apa kualitas angka akuntansi tersebut. Penilaian tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi manajemen penghasil informasi (sebagai agen) dan pemakai informasi/investor (sebagai pemilik), selain itu manajemen lebih tahu informasi sekarang dan masa depannya perusahaan dibanding pemakai, kondisi ini disebut sebagai asimetri informasi, yang berguna dalam memahami teori agensi (agency theory).
Seminar Jurusan 3

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

Teori Agensi Teori agensi adalah teori tentang keterkaitan antara pemilik (principal) dan agen (manajemen perusahaan) atau keterkaitan keagenan. Keterkaitan keagenan terjadi apabila satu entitas (pemilik) mendelegasikan kekuasaan/ hak/ otoritasnya kepada entitas lain (agen). Hubungan keagenan ini memberikan ruang bagi terjadinya konflik kepentingan potensial antara pemilik dan agen. Selain itu, tidak mungkin bagi pemilik atau agen berada pada biaya nol untuk menyakinkan bahwa agen akan membuat keputusan optimal dari pandangan pemilik, sehingga memunculkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan mengakui adanya dua jenis hubungan keagenan dalam penyusunan manajemen korporasi, yaitu sebagai berikut. a. Hubungan keagenan ekuitas (Equity Agency Relationship) Potensi konflik terjadi antara pemilik (pemegang saham) dan manajemen. b. Hubungan keagenan utang (Debt Agency Relationship) Potensi konflik terjadi antara pemilik (pemegang saham) dan pemegang obligasi. Menurut Eisenhardt (1985; lihat juga Shane, 1996) teori keagenan menjelaskan bagaimana mengorganisasi dengan cara yang paling baik suatu hubungan yang di dalamnya (pemilik) menentukan pekerjaan, sedangkan pihak lainnya (agen) melakukannya. Teori tersebut berdalih bahwa di bawah kondisi informasi yang tidak sempurna (asimetri informasi) dan ketidakpastian menyelimuti suasana bisnis, dua masalah keagenan muncul, yakni: pemilihan yang serba salah (adverse selection) dan penyimpangan moral (moral hazard). Pemilihan yang serba salah adalah kondisi yang menyebabkan pemilik tidak dapat memastikan apakah agen menunjukkan secara akurat kemampuannya untuk melakukan pekerjaan yang wajib dilakukannya. Moral hazard1 adalah kondisi yang menyebabkan pemilik tak dapat yakin apakah agen telah melakukan usaha yang maksimal (Eisenhardt, 1989; lihat juga Shane, 1996).
Moral hazard merujuk pada ide bahwa tipe tertentu sistem asuransi mungkin menyebabkan para individu bertindak dalam suatu cara yang lebih bahaya daripada keadaan normal, yang menyebabkan perbedaan antara biaya marjinal individu dan biaya marjinal sosial dari tindakan yang sama (lihat Ross, 1973: 134-39). 4 Seminar Jurusan Akuntansi
1

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Teori keagenan membahas hubungan kontrak antara pemilik dan agen. Ada beberapa asumsi yang terkandung dalam teori tersebut, antara lain: (1) pemilik dan manajemen adalah rasional, masing-masing akan mencapai tujuannya; (2) pemilik dan manajemen memiliki kepentingannya masing-masing (self-interest).

Permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut: a. Manajemen lebih tahu tentang informasi perusahaan yang diamanatkan oleh pemilik kepadanya daripada pemilik itu sendiri (asimetri informasi). b. Jika ada penyimpangan dari yang selayaknya, maka pemilik mungkin tidak mengetahui (moral hazard).

Asimetri informasi Investor sebagai pemilik perusahaan secara kolektif menyeluruh dapat menentukan nasib manajemen sebagai agen. Namun demikian sebagai bagian kecil dari pemilik, investor individual hanya bisa melakukan keputusan investasi, yakni: menjual, membeli, atau mempertahankan kepemilikan saham perusahaan. Untuk membuat keputusan investasi, investor membutuhkan informasi, baik keuangan maupun non keuangan. Salah satu informasi keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh investor adalah informasi laba perusahaan (juga peramalan laba yang akan datang yang didasarkan atas laba tersebut). Informasi asimetri ada jika satu pihak, di pasar, memiliki informasi dan tertutup bagi pihak lain di pasar. Sebagai contoh, pengusaha dalam pasar tenaga kerja sering memiliki informasi lebih tentang status industrinya sekarang/ mendatang daripada perserikatan dagang ataupun pekerja, dan dapat menggunakan pemilikannya tersebut sebagai basis negosiasi (lihat Akerlof, 1970). Jika investor dalam kondisi asimetri informasi, maka investor membutuhkan informasi akuntansi untuk mengurangi risiko investasi. Perilaku investor individual berbeda dengan investor institusional, oleh karenanya kepemilikan akan mempengaruhi kemanfaatan informasi akuntansi dalam mempengaruhi perilaku investor. Ada dua tipe asimetri informasi (Scott, 2000): (1) pemilihan yang tak menguntungkan (adverse selection); dan (2) penyimpangan moral (moral hazard) (lihat juga Eisenhardt, 1989). Akuntansi berperan untuk mengurangi intensitas
Seminar Jurusan 5

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

asimetri informasi, sedangkan penelitian akuntansi membuktikan peran akuntansi dalam mengurangi intensitas asimetri informasi. Berikut ditunjukkan gambar yang menunjukkan posisi akuntansi dalam kondisi ideal dan asimetri informasi.

Gambar 1: Akuntansi dalam kondisi ideal dan Asimetri informasi


Kondisi ideal Asim. informasi
Prob keputusan pemakai Reaksi akuntansi

Mediasi

Adverse selection

Keputusan investasi Rasional

Pengungkap-an penuh

Akuntansi berbasis nilai

Standard Setting, OSC, ASB

Moral Hazard

Mngt Comp, debt covenants

Hard net income

(Sumber: Scott, 2000: 7).

Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (Standar Akuntansi Keuangan/ SAK, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, par. 12). Sedangkan APB Statement No. 4 mengelompokkan tujuan sebagai khusus, umum dan kualitatif, dan menempatkannya di bawah suatu set konstrain (Belkaoui, 1993). Tujuan tersebut secara ringkas dapat dilihat pada gambar 2.

Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Gambar 2: Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan Laporan keuangan

Kekuatan-Kelemahan

KHUSUS

Sumber daya ekonomis & kewajiban

Pendanaan-Investasi Mencapai Komitmen Pertumbuhan

Perub Sumber daya neto Tujuan Laporan Keuangan UMUM Dpt Estimasi Laba

dividen Utang, biaya, pajak Perencana-Pengendalian Profitabilitas jk panjang

Perub SD lain

Kebutuhan pemakai

Relevansi
Daya jelas

KUALITA TIF

Netralitas Ketepatan Waktu Daya banding

Kelengkapan

Sumber: Belkaoui (1993).


Seminar Jurusan 7

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

Tujuan yang dinyatakan dalam APB No. 4 di atas tampak memberikan suatu dasar untuk bentuk dan kandungan laporan keuangan konvensional. Pernyataan itu bahkan mempersembahkan tujuan khusus dinyatakan dengan tinjauan dari sisi prinsip akuntansi yang diterima secara umum pada saat laporan keuangan disusun. Kualitas informasi akuntansi bisa juga dilihat dari urutannya dalam suatu hirarki. Secara ringkas hirarki kualitas akuntansi tampak pada gambar 3.

Gambar 3: Hirarki Kualitas Akuntansi

Hierarchy of Accounting Qualities


Users of accounting information Constraints Decision makers and their characteristics Benefits > Costs Materiality

Understandability User-specific qualities Primary qualities Relevance Predictive value Feedback value

Decision usefulness
Reliability Neutrality Verifiability

Ingredients of primary qualities

Timeliness Secondary qualities Comparability and consistency

Representational faithfulness

Sumber: The McGraw-Hill Companies, Inc (2004), cbe.elmhurst.edu)

Kualitas laba Laba sebagai salah satu dari output akuntansi disediakan bagi pembuat keputusan. Laba harus memenuhi kualiitas spesifik pemakai, hal ini sering disebut kemanfaat keputusan (lihat gambar 3). Dalam hal ini, artikel Schipper dan Vincent
8 Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

(2003) membahas ukuran empiris yang digunakan dalam riset akademik untuk menilai kualitas laba dan menghubungkan ukuran tersebut baik pada kemanfaatan keputusan, dari kerangka kerja konseptual FASB, maupun pada definisi berbasis ekonomik tentang laba yang dikembangkan oleh Hicks tahun 1939. Laba Hicksian dapat disamakan dengan jumlah yang dapat dikonsumsi (yaitu, dibayarkan sebagai dividen) selama suatu periode. Ukuran laba ini dapat disamakan dengan perubahan dalam aset ekonomik neto selain dari transaksi dengan pemilik. Kerangka konseptual FASB menyatakan bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi keputusan bisnis (Pernyataan No.1, FASB 1978, par. 34 dan yang mengikutinya); sedangkaan kemanfaatan keputusan yang merupakan hal yang baik (tractable) secara empiris dan secara umum digunakan dalam riset akuntansi (lihat Schipper dan Vincent 2003). Kualitas laba adalah ukuran (extent) yang dengannya laba laporan (reported earnings) menunjukkan secara tepat laba Hicksian. Ketepatan representasional laba berarti kecocokan atau kesesuaian antara ukuran atau deskripsi dan penomena yang ukurannya tersebut bermaksud untuk mewakilinya. Kualitas laba atau lebih umum kualitas pelaporan keuangan merupakan bagian dari pihak yang menggunakan laporan finansial untuk tujuan pembuatan kontrak dan untuk pembuatan keputusan investasi. Semakin baik kualitas laba akan semakin maksimal kemanfaatan tujuan pembuat keputusan. Laba dan metrik yang diderivasi darinya, umumnya digunakan dalam penyusunan kompensasi dan persetujuan kredit. Keputusan kontrak yang didasarkan pada laba kualitas rendah atau defektif akan menyebabkan transfer kekayaan yang tidak diinginkan. Schipper dan Vincent (2003) membedakan konstruk kualitas laba yang tergantung pada kedua perlakuan akuntansi dan peristiwa dan transaksi yang mendasari (yakni, ekonomika dari model bisnis yang secara signifikan menurunkan kemampuan prediktif laba) dan yang tergantung utamanya atau keseluruhannya pada perlakuan akuntansi (yakni, menyelaraskan (smothing) dan diskresionari atau akrual abnormal merupakan penomena). Schipper dan Vincent (2003) mengajukan konstruk kualitas laba yang diderivasi dari (1) properti runtut-waktu dari laba; (2) karakteristik kualitatif pilihan
Seminar Jurusan 9

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

dalam kerangka konseptual FASB; (3) hubungan antar laba, kas, dan akrual; dan (4) keputusan implementasi. Konstruk runtut waktu yang dihubungkan dengan kualitas laba meliputi persistensi, kemampuan prediktif, dan variabilitas. Tiga konstruk ini terkait dengan properti dari seri inovasi laba; persistensi menangkap besaran yang padanya inovasi tertentu masih terkandung dalam realisasi mendatang; kemampuan prediktif adalah fungsi dari distribusi (khususnya varian) dari seri inovasi; dan variabilitas mengukur varian runtut waktu dari inovasi secara langsung. Penman (2003) mengibaratkan bahwa pemegang saham membeli laba, maka kualitas laba merupakan gambaran sangat penting tentang produk pelaporan finansial. Ide ini, bukan kontroversial, dinyatakan secara sederhana, pemegang saham membeli perusahaan untuk membuat uang, dan laba merupakan jawaban dari pertanyaan: Apa yang saya buat tahun ini? untuk menilai saham mereka, investor bertanya, Berapa besar perusahaan untuk membuat harapan (pemegang saham) di waktu mendatang? Para analis meramal laba sebagai suatu indikasi tentang berapa kekayaan dalam suatu saham. Pasar fokus pada laba sebagai suatu ukuran ringkas utama; jika perusahaan meleset proyeksi labanya, pasar bereaksi mengikutinya. Model penilaian berbasis akuntansi secara formal memenuhi fokus pada laba. Model laba residual dan model Ohlson dan Juettner-Nauroth (2001, dalam Penman, (2003)) menghasilkan penilaian berbasis pada peramalan laba yang ekuivalen dengan penilaian dividen ekspektasian. Kualitas laba adalah, petama dan utama, pertanyaan tentang kualitas laba mendatang. Ukuran laba apa yang seharusnya digunakan analis meramal? Jika dia meramal laba GAAP, akankah dia salah menilai perusahaan sebab laba GAAP defisien? Jawabannya adalah ya, sebagaimna saya menjelaskan sebagai berikut (Penman, 2003). Perpektif membeli laba mendatang juga membingkai pertanyaan seperti pada kualitas laba (laporan) sekarang. Laba sekarang merupakan input untuk mermal laba mendatang.

10

Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Laba sekarang termasuk dari kualitas bagus jika mereka merupakan indikasi bagus tentang laba mendatang.

Kontroversi meliputi laba pro forma merupakan hal yang jelas (to the point). Angka pro forma telah diarahkan (advanced) untuk meramal maupun untuk melaporkan hasil aktual. Banyak dari angka tersebut telah dikritisi sebagai angka laba berkualitas rendah. Akan tetapi seseorang mungkin akan fokus pada angka pro forma jika laba GAAP merupakan kualitas rendah. Para pemakai laporan keuangan berbeda dalam pandangan mereka berkenaan

dengan arti kata kualitas laba (lihat, Nissim, 2006). 1. Beberapa pemakai menghubungkan kualitas laba dengan konservatisme

akuntansi, dengan berargumen bahwa kualitas laba yang ditentukan secara konservatif adalah lebih tinggi sebab laba tersebut lebih kecil kemungkinannya untuk menunjukkan pelaporan terlalu besar dalam arti pengembangan masa yang akan datang. 2. Pemakai lainnya menggambarkan laba laporan sebagai yang memiliki kualitas tinggi jika laba secara akurat merefleksikan peristiwa dan kondisi yang mendasari. 3. Interpretasi ketiga tentang kualitas laba fokus pada persistensi, yang

menyarankan bahwa laba merupakan bagian dari kualitas tinggi, jika mereka diharapkan akan terjadi lagi (expected to recur). Persistensi mempengaruhi prediktabilitas, tetapi ia bukan satu-satunya determinan dari prediktabilitas. 4. Interpretasi keempat tentang kualitas laba menjeneralisasi pandangan persistensi dan menghubungkan kualitas laba dengan prediktabilitas laba. 5. Mikhail, Walther, and Willis (2003, MWW, dalam Nissim, 2006) menawarkan interpretasi kelima: laba kualitas-tinggi memudahkan prediksi akurat (precise predictions) tentang arus kas operasi mendatang. Secara khusus, MWW mengukur kualitas laba sebagai adjusted R2 dari regresi arus kas mendatang pada laba sekarang. Richardson (2003) menyatakan bahwa ukuran pokok kualitas laba adalah deviasi laba neto dari arus kas operasi. Dia berpendapat bahwa laba yang lebih
Seminar Jurusan 11

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

persisten dianggap sebagai laba berkualitas tinggi. Kualitas laba sering didefinisikan dari sisi persistensi dan keberlanjutan, dia merujuk beberapa pengertian berikut. Revsine et al. (1999, hal 224-225) laba dianggap berkualitas tinggi jika laba bisa berlanjut (sustainable). Bodie et al. (2002), hal 628) kualitas laba dilihat dari sisi ukuran yang dengannya kita bisa berharap level laba laporan diberlanjutkan. Contoh laba berkualitas rendah meliputi: Cadangan yang kurang cukup untuk akun ragu-ragu (doubtful), Provisi yang tak memadai untuk persediaan kedaluwarsa. Praktik pengakuan pendapatan progresif, yang memasukkan pendapatan mendatang ke dalam periode sekarang. Contoh kualitas laba rendah ini merupakan kenyataan bahwa laba sekarang secara temporer terinflasi disebabkan oleh pilihan akuntansi, akan tetapi arus kas tak terpengaruh.

Persistensi Konstruk persistensi dibahas dalam konteks laba yang dapat berlanjut (sutainable) atau laba inti (core earnings); yakni, laba kualitas tinggi adalah yang dapat berlanjut, yang prasa yang dapat berlanjutnya digunakan dalam sinonim untuk persisten. Para peneliti telah menginterpretasikan koefisien slop dalam suatu regresi return saham atas perubahan dan/atau level laba sebagai ukuran perisistensi laba (contoh, Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijewski, 1989; Collins dan Kothari 1989). Lipe (1990) mendefinisikan persistensi dilihat dari sisi autokorelasi dalam laba: mengabaikan magnituda dan tanda inovasi laba, persistensi menangkap besaran yang inovasinya periode sekarang menjadi bagian permanen dari runtut laba (langkah acak adalah sangat persisten dan runtut rerata-berbalik tidak memiliki persistensi). Persistensi laba laporan telah ditunjukkan baik secara teoretikal maupun empirikal, berhubungan dengan respon investor yang lebih besar pada laba yang dilaporkan (Kormendi dan Lipe, 1987). Sebaliknya, respon yang lebih besar ditandai untuk
12 Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

pentautan berganda penilaian lebih besar (larger valuation multiple attached) pada laba persisten (yakni, terjadi lagi). Angka laba sangat persisten dipandang oleh investor sebagai yang dapat berlanjut, yaitu lebih permanen dan kurang transitori, sehingga realisasi tertentu dari seri laba persisten adalah lebih bisa dengan cepat digunakan untuk penilaian dengan penggandaan (rasio) harga-laba. Persistensi sebagai konstruk kualitas laba diderivasi dari perspektif kemanfaatan keputusan (khususnya, penilaian ekuitas). Kemanfaatannya (utility) menderivasi dari hubungan positif yang didasarkan secara konseptual dan ditunjukkan secara empirikal antara persistensi laba dan hubungan antara return dan laba. Namun demikian, persistensi diputus-hubungkan (disconnected) dari ketepatan (faithfullness) representasional laba laporan dengan laba Hicksian, dengan dua alasan. Pertama, persistensi laba laporan adalah fungsi dari kedua standar/implementasi akuntansi dan model pelaporan satuan bisnis dan pengoperasian lingkungan. Laba sangat tidak persisten (yakni, rerata-berbalik) dapat menjadi hasil aplikasi netral standar akuntansi dalam banyak lingkungan ekonomik, sementara intervensi manajemen dalam proses pelaporan dapat, dalam batas-batas, mengubah bentuk (stream) laba yang sebenarnya (inherently) tak persisten ke dalam bentuk yang tampak (apparently) persisten. Kedua, jika nilai ekonomik aset dan kewajiban mengikuti langkah acak, maka laba Hicksian, sama dengan perubahan dalam aset ekonomik, akan mengikuti proses samar tapi jelas (white noise) yang tidak menunjukkan persistensi. Untuk melihat dan mengukur dianalisis dengan meregres laba sekarang dengan laba yang lalu. hubungan antara kinerja laba sekarang dan mendatang kinerja laba dapat dinyatakan sebagai berikut (Sloan, 1996): Labat+1 = 0 + 1Labat + vt+1. Dengan notasi, Labat+1 sekarang. merupakan laba periode akan datang, dan Labat adalah

KESIMPULAN Laba merupakan salah satu output akuntansi (yakni, laporan keuangan) yang bisa memenuhi kebutuhan pemakai informasi keuangan perusahaan. Untuk
Seminar Jurusan 13

Kualitas Laba bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Bandi, 2007

memaksimalkan kemanfaatan keputusannya investor hanya memerlukan laba yang berkualitas. Sutopo (2005) berargumen bahwa laba yang relatif bermanfaat bagi pengambil keputusan ekonomik terkait (yakni investor) adalah laba yang berkualitas, oleh karena salah satu ukuran kualitas laba adalah persistensi (selain prediktabilitas dan variabilitas, lihat Schipper dan Vincent 2003), maka laba yang persisten relatif lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan daripada laba yang tidak persisten. Laba dianggap berkualitas tinggi jika laba bisa berlanjut (sustainable), atau kualitas laba dilihat dari sisi ukuran yang dengannya kita bisa berharap level laba laporan diberlanjutkan. Untuk mengukur persistensi, bisa dilakukan dengan salah satu cara: laba sekarang diregres dengan laba yang lalu, dan koefisien regresi menunjukkan tingkat persistensi laba.

REFERENSI Akerlof, G. 1970. 'The Market for "lemons": Quality Uncertainty and the Market Mechanism', Quarterly Journal of Economics, Vol. LXXXIV (August), hal. 3. Beaver, William H. 1989. Financial Reporting: An Accounting Revolution. 2nd. Edition. New Jersey: Prentice Hall. Belkaoui, Ahmed riahi. 1993. Accounting Rheory. 3rd. Edition. Cambridge: The University Press. Bodie, Z.; A. Kane; dan A.J. Marcus. 2002. Investment. 6th edition. New York, Ny: McGraw-Hill. Dalam Ricahrson (2003) Collins, D.W. and S.P. Kothari. 1989. An Analysis of Intertemporal and CrossSectional Determinants of Earnings Response Coefficients. Journal of Accounting and Economics 11: 143-182. Eisenhardt, K. 1985. Control: Organizational and economic approaches. Management Science, 31(2), hal. 134-149. _____. 1989. Agency theory: An assessment and review. Academy of Management Review, 14(1), hal. 57-74. Easton, P. and M. Zmijewski. 1989. Cross Sectional Variation in the Stock Market Response to Accounting Earnings Announcements. Journal of Accounting and Economics 11: 117-142. Kormendi, R. and R. Lipe. 1987. Earnings Innovations, Earnings Persistence, and Stock Returns. Journal of Business (July): 323-345. Lipe, R. 1990. The Relation Between Stock Returns and Accounting Earnings Given Alternative Information. The Accounting Review (January): 49-71.
14 Seminar Jurusan Akuntansi

Bandi, 2007

Kualitas Laba Bagi Pembuat Keputusan Ekonomis

Nissim, Doron. 2006. DiscussionReactions to Dividend Changes Conditional on Earnings Quality. Journal of Accounting, Auditing & Finance, or http://www.columbia.edu/. Penman, Stephen H. 2003. The Quality of Financial Statements: Perspectives from the Recent Stock Market Bubble. Accounting Horizon, Supplement, hal. 77-96. Revsine, L.; D. W. Collins; dan W. B. Johnson. 1999. Financial Reporting and Analysts. Upper Saddle River, NJ, Prentice Hall. Dalam Ricahrson (2003) Richardson, Scott. 2003. Earnings Quality and Short Sellers. Accounting Horizon, Supplement, hal.49-61. Ross, S. 1973. 'The Economic Theory of Agency: the Principal's Problem', American Economic Review, vol. LXIII (1973), hal. 134-39. Schipper, Katherine dan Linda Vincent. 2003. Earnings Quality. Accounting Horizon, Supplement, hal. 97-110. Scott, William R. 2000. Financial Accounting Theory. Second Edition. Ontario: Prentice Hall Canada Inc. Sloan, Richard G., 1996. Do Stock Prices Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows about Future Earnings?, Accounting Review, Vol. 71, Issue 3. (July 1996). Standar Akuntansi Keuangan/ SAK. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, par. 09. Per 1 Oktober 2004. Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sutopo, Bambang. 2005. Persistensi Laba dan Pengumuman Perubahan Dividen Sebagai Suatu Sinyal. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 5, No. 2, (Agustus), hal. 187-198.

Seminar Jurusan

15

Anda mungkin juga menyukai