Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 2 A. HAKEKAT FISIKA Pada saat ini banyak guru fisika, fisikawan, dan masyarakat luas menghendaki arah baru dalam pendidikan fisika. Karena begitu besar dampak pertumbuhan sains dan teknologi terhadap hubungan individu dan sosial, berbagai lapisan masyarakat berkeinginan agar pendidikan fisika dikaji kembali dan arah baru pendidikan fisika ditentukan. Hurd menyarankan bahwa guru-guru sains perlu merenungkan secara mendalam hakekat sains, khususnya perubahan-perubahan multidimensi dalam sains, teknologi, dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menjadikan sains, khususnya fisika, dapat dimengerti dan berguna bagi masyarakat, hakekat fisika sangat perlu dipahami oleh berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan fisika. Membicarakan hakekat fisika sama halnya dengan membicarakan hakekat sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh sebab itu, karakteristik fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya. Seorang fisikawan yang berpengaruh tidak hanya pada masyarakat ilmiah tetapi juga pada masyarakat nonilmiah, Feynman, melihat fisika sebagai upaya untuk memahami dunia. Bagi dia, memahami dunia analog dengan memahami aturan suatu pertandingan. Banyak orang menyatakan bahwa fisika adalah pengetahuan, khususnya fakta atau prinsip, yang diperoleh melalui kajian sistematik. Dengan demikian, fisika dapat dipandang sebagai sebuah cabang khusus pengetahuan yang berkaitan dengan fakta-fakta atau kebenaran yang diatur secara sistematis. Tampak bahwa definisi tersebut lebih menekankan hasil daripada cara memperoleh hasil. Namun banyak ilmuwan terkenal berpendapat lain, artinya sangat berbeda dengan definisi di atas. Sebagai contoh, Sagan mendefinisikan sains lebih sebagai sebuah cara berpikir daripada satu kumpulan pengetahuan. Berpikir dalam fisika sering diasosiasikan dengan kreativitas dan pemecahan masalah. Keduanya merupakan aspek penting dalam fisika dan haruslah merupakan tujuan utama pembelajaran fisika. Raudsepp mengidentifikasi sebuah daftar panjang tentang ciri-ciri orang yang berpikir kreatif. Menurut Raudsepp, beberapa ciri orang kreatif antara lain: inovatif, berani mengambil resiko, dan pemecah masalah yang liat. Selain itu, orang-orang kreatif berkemauan mengajukan pertanyaan, penjelajah yang tak kenal takut, tak dapat diramal, gigih, dan bermotivasi tinggi. Mereka dapat berfikir dalam imajinasi, bermainmain dengan ide, dan mentoleransi kerancuan serta antisipatif. Banyak fisikawan yakin bahwa semua orang kreatif dapat menyesuaikan dengan perubahan. Pembelajaran fisika secara tradisional memiliki fokus hanya pada membantu siswa belajar fakta-fakta dan konsep-konsep fisika tanpa tindak lanjut untuk mengembangkan kreativitas mereka. Jarang sekali siswa didorong untuk menyelesaikan masalah-masalah riil, melalui penerapan konsep-konsep dan fakta-fakta yang telah mereka pelajari. Masalah yang disodorkan kepada siswa tentu saja haruslah masalah-masalah yang disesuaikan dengan modal pengetahuan siswa untuk memecahkannya. Agar dapat memecahkan masalah secara kreatif, seseorang perlu menggunakan imajinasinya. Sejarah penemuan fisika menunjukkan bahwa imajinasi dan hasil imajinasi memiliki peran yang penting dalam penemuan-penemuan intelektual. Perjalanan penemuan fisika sebagian besar diiringi percik-percik cahaya kreativitas dan imajinasi penemunya. Sebagai contoh, eksperimen angan-angan Einstein dan imajinasinya mengarahkannya untuk mengembangkan konsep-konsepnya tentang ruang dan waktu. Para fisikawan bekerja dalam sebuah komunitas laki-laki dan perempuan yang independen untuk bekerjasama, bertukar pikiran dan informasi. Komunitas ini menerjang batas negara dan membawa fisikawan seluruh dunia bersama-sama sebagai komunitas kooperatif global. Beberapa fisikawan yakin bahwa praktek fisika bukanlah fisika tetapi seni yang diimbaskan dari seorang fisikawan ke fisikawan lainnya. Salah satu kualitas manusia yang penting dalam fisika adalah keberanian. Jika kita menempatkan ini dalam bentuk kemauan seseorang untuk mempertanyakan kebijakan konvensional, kita menuju pada ide penting: mempertanyakan segala sesuatu merupakan nilai dasar yang melandasi pemikiran dalam fisika. Sebagai contoh, Copernicus, ilmuwan Polandia abad ke-16, mempertanyakan kebijakan konvensional tentang alam yang berpusat pada bumi. Pertanyaannya tentang ide lama tersebut mengarah pada temuan baru: matahari merupakan pusat tata surya dan planet-planet mengelilingi matahari bukan bumi. Sekitar seratus tahun setelah publikasi buku Copernicus, Galileo menyatakan dukungannya untuk konsep Copernicus tentang alam semesta. Mempertanyakan ide-ide yang mapan atau mengusulkan sebuah hipotesis yang berbeda secara radikal untuk menjelaskan data merupakan tindakan yang berani. Tidak jarang orang yang mengusulkan ide-ide semacam itu dijauhi, dikira gila, atau ditolak oleh kemapanan. Sebagai contoh, pada tahun 1920 Wegener,

2
seorang ilmuwan meteorologi Jerman, mengusulkan bahwa benua bukan merupakan massa yang diam tetapi lempeng batu yang bergerak dan telah hanyut sehingga kemudian terpisah lebih dari jutaan tahun waktu geologi. Pada saat itu idenya dianggap keterlaluan dan gila. Fisikawan dan ahli geologi saat itu menyatakan bahwa tidak ada gaya di bumi untuk memindahkan bermilyar-milyar kilogram batu. Lima puluh tahun kemudian, sebagian besar ahli geologi mendukung teori lempeng tektonik, bahwa kerak bumi terdiri atas lempeng-lempeng besar yang berpindah, bertumbukan, terpisah, dan meluncur menjauh. Ketika masyarakat mengakui pentingnya kualitas pemikiran semacam kemandirian berpikir, keaslian ide, kebebasan berpikir, atau perbedaan pemikiran, pengakuan tersebut meningkatkan kualitas pemikiran menjadi nilai-nilai sosial. Sebagai nilai-nilai sosial, kualitas pemikiran diberi perlindungan khusus lewat hukum-hukum yang mengatur perilaku masyarakat. Karena fisika merupakan aktivitas manusia yang menjunjung tinggi kualitas pemikiran, nilai-nilai tertentu harus membimbing kerja fisikawan. Dengan kata lain, fisika tidak bebas nilai. Oleh sebab itu, kerja fisika didasarkan pada pencarian kebenaran. Ketika fisika dikaji melalui eksplorasi yang melibatkan nilai-nilai kemandirian, kebebasan, hak untuk berbeda, dan toleransi, tampak jelas bahwa sebagai suatu aktivitas sosial, fisika tidak menumbuhkan iklim otoritas. Beberapa ahli menyatakan bahwa fisika tidak dapat dipraktekkan dalam rezim otoriter. Sebaliknya, dalam suatu lingkungan demokratis ide-ide lama dapat dilawan dan dikritik secara tajam, meskipun perlawanan tersebut menemui berbagai kesulitan karena pencetus ide-ide lama dan penganutnya berkeinginan untuk menjaganya. Dengan demikian, penumbuhan iklim demokratis merupakan esensi dari pemikiran ilmiah untuk mengusulkan ide-ide alternatif, dan kemudian menguji ide-ide alternatif itu melawan konsep-konsep yang telah ada. Dengan menjelajah hakekat fisika, dapat dinyatakan bahwa fisika bukan hanya sekedar kumpulan fakta dan prinsip tetapi lebih dari itu fisika juga mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap fisikawan dalam melakukannya. Dengan demikian, fisika dapat dipandang sebagai cara berpikir dan bekerja yang setara dengan kumpulan pengetahuan. B. PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA Untuk memahami fisika sebagai kesetaraan antara cara berpikir dan bekerja dengan kumpulan pengetahuan, pembelajaran fisika harus menjaga keseimbangan antara ketiga hal tersebut. Jadi, pembelajaran fisika tidak hanya menyajikan fakta-fakta dan informasi fisika kepada siswa, tetapi juga proses fisika. Selain itu, kita berkewajiban untuk menciptakan lingkungan kelas yang dapat menumbuhkan nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang membimbing praktek fisikawan. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada kelas kita berkaitan dengan praktek fisikawan itu adalah: Seberapa jauh siswa-siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya? Apakah aktivitas di dalam kelas dirancang untuk memunculkan cara-cara, jawaban-jawaban, dan penyelesaian-penyelesaian alternatif? Apakah siswa didorong untuk mengidentifikasi dan kemudian mencoba untuk memecahkan masalah yang relevan dengan diri mereka sendiri? Apakah dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat di antara siswa dengan diusulkannya ide-ide baru? Apakah masalah-masalah yang mereka pecahkan memiliki konsekuensikonsekuensi dalam kehidupan mereka sekarang? Pembelajaran fisika tentu harus dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat agar pembelajaran mampu mencerminkan hakekat fisika. Untuk maksud itu, telah dikembangkan berbagai pendekatan dalam pembelajaran fisika. Pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran fisika pada hakekatnya saling melengkapi sehingga tidaklah tepat jika pembelajaran fisika hanya bertumpu pada satu pendekatan saja. Pendekatan pembelajaran fisika yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Pendekatan Produk Berpijak pada pandangan bahwa fisika adalah pengetahuan, khususnya fakta atau prinsip, yang diperoleh melalui kajian sistematik, dalam pembelajaran fisika telah dikembangkan suatu pendekatan produk. Pendekatan produk dalam pembelajaran fisika lebih menekankan pada fakta, konsep, dan prinsip fisika daripada proses pemerolehannnya. Pendekatan ini mengarahkan guru untuk melaksanakan pembelajaran fisika dengan gaya penyampaian. 2. Pendekatan Kontekstual Jika fisika dipandang lebih sebagai sebuah cara berpikir daripada satu kumpulan pengetahuan maka pembelajaran fisika harus mengedepankan pengembangan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa dalam konteks permasalahan sehari-hari mereka. Untuk maksud tersebut, dalam pembelajaran fisika telah dikembangkan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual lebih memberi kesempatan

3
kepada siswa untuk berpikir dan bertindak untuk mengaitkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan ini mengarahkan guru untuk melaksanakan pembelajaran fisika dengan gaya keterlibatan. 3. Pendekatan Kooperatif Jika fisika dipandang sebagai cara kerja fisikawan dalam suatu komunitas kooperatif maka pembelajaran fisika juga harus mampu mencerminkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pembelajaran fisika juga harus mewadahi kegiatan-kegiatan saling bertukar pikiran antar siswa, kerja kelompok, dan spesialisasi tugas masing-masing anggota kelompok. Untuk maksud tersebut, dalam pembelajaran fisika telah dikembangkan pendekatan kooperatif. Pendekatan kooperatif mengajak siswa untuk bekerja secara kelompok untuk mencapai tujuan kelompok dengan tetap memperhatikan akuntabilatas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan spesialisasi tugas individu. Pendekatatan kooperatif mengedepankan kekompakan kelompok dengan cara membangun kompetisi di antara kelompok-kelompok.. Ketiga pendekatan di atas sifatnya masih umum dan perlu diterjemahkan dalam bentuk yang lebih konkrit agar dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika. Untuk mengkonkritkan dalam bentuk langkahlangkah pembelajaran yang lebih operasional, pendekatan-pendekatan di atas perlu diterjemahkan menjadi model-model pembelajaran. C. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN FISIKA Pakar pendidikan fisika meyakini bahwa ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan harus mendominasi pembelajaran fisika. Dengan demikian, pembelajaran fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi. Untuk membangkitkan ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan dalam fisika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Sebuah model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan-bahan dan alat praktikum). Kita akan mengkaji beberapa model pembelajaran yang merupakan pengejawantahan nyata dari pendekatan-pendekatan di atas. Model-model pembelajaran yang diterapkan dimaksudkan untuk membantu siswa menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan cara-cara mengekspresikan diri mereka sendiri. Artinya, pembelajaran fisika mengajar para siswa bagaimana belajar. Dengan demikian, hasil akhir yang terpenting dari pembelajaran adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar lebih mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki maupun karena mereka telah menuntaskan proses-proses belajar. Bagaimana pembelajaran dilaksanakan memiliki pengaruh yang besar terhadap kemamuan siswa untuk mendidik diri mereka sendiri. Guru-guru yang sukses bukanlah karena mereka kharismatik, persuasif, dan penyaji yang ahli, tetapi mereka menyajikan tugas-tugas kognitif dan sosial yang sangat berpengaruh ke para siswa mereka dan mengajar siswa-siswa bagaimana menggunakan secara produktif dari semua itu. Semua model pembelajaran dalam pedoman ini dapat menumbuhkan kemampuan siswa untuk mencapai berbagai tujuan pembelajaran. Jadi, peningkatan kemampuan untuk belajar merupakan satu dari tujuan-tujuan yang mendasar dari model-model ini. Siswa-siswa akan berubah begitu peran mereka dalam pembelajar meningkat, dan mereka akan dapat menyelesaikan lebih banyak jenis belajar secara lebih efektif. Inti dari proses pembelajaran adalah pengaturan lingkungan belajar yang di dalamnya siswa-siswa dapat berinteraksi. Sebuah model pembelajaran adalah sebuah pola yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran tatap-muka di dalam kelas atau latar tutorial dan untuk merangkai materi pembelajaran termasuk buku-buku, film-film, pita rekaman, program-program komputer, dan kurikulum. Setiap model membimbing kita ke arah perancangan pembelajaran untuk membantu siswa-siswa mencapai berbagai tujuan pembelajaran. Karena banyaknya model pembelajaran yang telah dikembangkan, pada buku ini dipilih model-model pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan dasar pendidikan fisika. Dengan model-model ini kita dapat mencapai sebagian besar tujuan umum pembelajaran fisika. Di samping itu, model-model ini sebagian besar dikembangkan berdasarkan orientasi filsafat pendidikan dan teori psikologi pembelajaran tertentu. Akhirnya, model-model yang dipilih adalah model pembelajaran yang dapat dilaksanakan dan mempunyai dampak yang jelas pada siswa berdasarkan bukti-bukti penelitian.

4
1. Model Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran dasar yang mudah dipraktekkan. Model pembelajaran ini merujuk pada pendekatan produk dan memiliki langkah-langkah sebagai berikut. Tahap Pembelajaran Tahap 1: Orientasi Tahap 3: Latihan terbimbing Tahap 4: Umpan balik dan pembetulan Tahap 5: Latihan mandiri Kegiatan Guru menetapkan materi pelajaran, guru menelaah singkat pembelajaran sebelumnya. Guru mengemukakan tujuan pelajaran. Guru menyampaikan prosedur pembelajaran. Guru menjelaskan atau mendemonstrasikan konsep atau keterampilan baru secara runtut. Guru memberikan menyajikan secara visual dari tugas dan mengecek untuk pemahaman. Siswa berlatih semi independen untuk memahami materi baru, guru berkeliling memantau latihan siswa. Guru membimbing kelompok siswa yang sedang berlatih keterampilan baru dengan alat yg sesuai. Guru memberi umpan balik untuk membetulkan latihan siswa Guru memberi penguatan kepada siswa yang telah berlatih dengan benar melalui pemberian pujian Siswa berlatih secara mandiri di rumah atau di kelas. Umpan balik diberikan setelah pekerjaan diselesaikan. Latihan mandiri dilakukan berulang-ulang agar terjadi penguatan hubungan stimulus dan respon.

Tahap 2: Presentasi.

Apakah dampak instruksional dan dampak sertaan pada siswa setelah mereka belajar lewat model Pembelajaran Langsung? Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak instruksional dari model pembelajaran langsung pada diri siswa adalah: tuntas dalam materi dan keterampilan akademik, motivasi siswa, dan kemampuan memacu diri. Sedangkan dampak sertaan model ini pada siswa adalah percaya diri. 2. Model Siklus Belajar Model siklus belajar merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda konkrit untuk mencapai konsep-konsep yang abstrak. Model pembelajaran ini merujuk pada pendekatan kontekstual dan memiliki langkah-langkah sebagai berikut. Tahap Pembelajaran Tahap 1. Eksplorasi Tahap 2. Eksplanasi Kegiatan Siswa menggali informasi awal, menemukan masalah, dan mengajukan hipotesis Guru menyajikan gejala yang dapat menimbulkan konflik kognitif, dan menggali pengetahuan awal siswa Siswa membangun konsep melalui: o Mengumpulkan fakta lebih banyak (observasi dan percobaan) o Menjelaskan, memproses dan mengorganisasikan informasi baru (pencatatan dan pelaporan data) o Mengkoordinasikan antara informasi baru dan lama (interpretasi dan analisis data) o Merumuskan konsep (menarik kesimpulan) Pemantapan, pengembangan, penerapan konsep dengan cara siswa: o Menghubungkan konsep dengan pengalaman konkret o Menerapkan konsep ke isu sains-teknologi-masyarakat o Menemukan masalah baru untuk memperluas konsep

Tahap 3. Ekspansi

5
Tahap 4. Penilaian Guru melakukan penilaian formatif untuk memonitor loncatan kecil perkembangan konsep dan keterampilan siswa pada tiap tahap pembelajaran

Apakah dampak instruksional dan dampak sertaan pada siswa setelah mereka belajar lewat model Siklus Belajar? Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak instruksional dari model Siklus Belajar pada diri siswa adalah: Hakekat konsep-konsep, strategi pembangunan konsep meningkat, konsep-konsep spesifik, dan penalaran induktif. Sedangkan dampak sertaan model ini pada siswa adalah: Kepekaan terhadap penalaran logis dalam komunikasi, toleransi kerancuan (tetapi apresiatif terhadap logika), dan kesadaran akan perspektif alternatif. 3. Model PBI (Problem Based Instruction) Model PBI merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah nyata dengan melakukan berbagai penyelidikan. Model pembelajaran ini merujuk pada pendekatan kontekstual dan memiliki langkah-langkah sebagai berikut. Tahap Pembelajaran Tahap 1. Orientasi siswa pada masalah Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap 3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5. Menganalisis dan mengpenilaian proses pemecahan masalah Kegiatan Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Guru menjelaskan logistik yang dibutuhkan .Guru memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai. Guru mendorong siswa untuk melaksanakan eksperimen agar mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model. Guru membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau penilaian terhadap penyelidikan mereka. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap proses-proses yang mereka gunakan.

Apakah dampak instruksional dan dampak sertaan pada siswa setelah mereka belajar lewat model PBI? Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak instruksional dari model PBI pada diri siswa adalah: Proses ilmiah dan strategi untuk inkuiri kreatif. Sedangkan dampak sertaan model ini pada siswa adalah: Spirit kreativitas, kebebasan otonomi dalam belajar, toleransi terhadap ambiguitas, dan hakekat tentatif pengetahuan. 4. Model Jigsaw II. Model Jigsaw II merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bersinergi dalam kerja kooperatif sehingga menghasilkan motivasi yang lebih tinggi daripada kerja individualistik dalam lingkungan kompetitif. Perasaan keterikatan mampu menghasilkan energi yang sangat positif. Interaksi yang satu dengan lainnya juga menghasilkan kompleksitas kognitif dan sosial. Kondisi ini akan mampu menciptakan aktivitas intelektual yang lebih daripada hanya dengan belajar sendiri. Kerja kooperatif meningkatkan perasaan positif satu dengan lainnya, mengurangi keterasingan dan kesendirian, membangun hubungan, dan menyediakan pandangan positif terhadap orang lain. Model pembelajaran ini merujuk pada pendekatan kooperatif dan memiliki langkah-langkah sebagai berikut. Tahap Pembelajaran Kegiatan

6
Guru memilih satu bab dalam buku ajar kemudian membagi bab tersebut menjadi sub-subbab sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Kelompok ini disebut kelompok kecil. Jadi, apabila jumlah anggota kelompok kecil 4 orang siswa maka bab tersebut dibagi menjadi empat subbab. Setiap anggota kelompok kecil ditugasi untuk membaca satu subbab yang berbeda. Anggota tersebut akan menjadi ahli di subbab itu. Pada tahap selanjutnya masing-masing anggota kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok kecil lain dalam kelas membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan untuk mendiskusikan satu subbab materi yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli menerima satu lembar kerja ahli (berisi satu subbab) dari guru. Lembar kerja ahli harus memuat pertanyaanpertanyaan dan kegiatan (jika ada) untuk mengarahkan diskusi kelompok ahli. Guru mendorong para siswa dalam kelompok-kelompok ahli untuk menggunakan cara belajar yang bervariasi. Tujuan kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut dan menyiapkan ringkasan presentasi untuk mengajarkan subbab tersebut kepada anggota kelompok kecil masingmasing. Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masing-masing dan mengajarkan subbab hasil diskusi kelompok ahli ke anggota lainnya dalam kelompok kecilnya. Guru mendorong para siswa untuk menggunakan metoda presentasi yang bervariasi dan mengajukan pertanyaan ke penyaji dalam kelompok kecil masing-masing. Guru membagikan lembar kerja kelompok kecil (berisi materi seluruh bab) ke anggota kelompok kecil dan mendiskusikan lembar kerja tersebut. Setelah diskusi kelompok kecil guru menyelenggarakan tes individu yang mencakup materi satu bab penuh dalam waktu yang tidak lebih dari 15 menit. Saat tes, sebaiknya tempat duduk siswa diacak sehingga tidak terjadi kerjasama antar anggota kelompok kecil. Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong para siswa untuk lebih kompak melalui pelaporan rata-rata peningkatan hasil tes kelompok pada carta penghargaan mingguan. Guru dapat menggunakan kata-kata khusus untuk memerikan unjuk kerja kelompok yang sangat baik, semacam bintang Sains, kelompok Einstein, atau sebutan lainnya. Penghargaan kerja masing-masing kelompok dapat disajikan pada papan pengumuman yang melaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam kelas. Unjuk kerja individu yang luar biasa juga dilaporkan. (Kepekaan guru sangat diperlukan disini. Penting untuk dipahami bahwa menghargai para siswa secara akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan bagian integral dari keefektifan pembelajaran kooperatif. Cohen menemukan bahwa penting untuk menyadari akan para siswa yang diduga memiliki kompetensi yang konsisten rendah. Ketika siswa semacam ini menunjukkan unjuk kerja baik, segera beri dia penghargaan khusus yang bersifat terbuka untuk kompetensi ini).

Tahap 1. Bahan Ajar (Membaca topik ahli)

Tahap 2. Diskusi Kelompok Ahli

Tahap 3 : Pelaporan dan Pengetesan

Tahap 4. Tahap Penghargaan tim

Model Jigsaw ini memiliki dua dampak sekaligus pada diri para siswa, yakni dampak instruksional (instructional effecs) dan dampak sertaan (nuturance effects). Dampak instruksional model Jigsaw II pada diri siswa adalah: struktur konsep, kebergantungan positif, pemrosesan kelompok, dan kepemimpinan

7
kolektif. Sedangkan dampak sertaan model ini adalah: kesadaran akan perbedaan, toleransi atas perbedaan, dan kepekaan sosial.

D. MEDIA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA 1. Peran Media dalam Pembelajaran Perhatikanlah gambar berikut, yang menggambarkan proses komunikasi. Guru menyampaikan

A A A MEDIA A Guru Siswa pesan A, dan tampak bahwa keempat siswa dapat menafsirkan pesan A tersebut secara tepat. Hal ini dapat terjadi karena adanya media. Jika tidak ada media, maka kemungkinan terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan A tersebut sangat besar. Bisa terjadi, dari keempat siswa hanya seorang siswa saja yang tepat dalam menafsirkannya sebagai pesan A, dua di antaranya kurang tepat sebagai pesan A 1 atau A2, dan seorang siswa yang lain salah sama sekali sebagai pesan B. Jelaslah bahwa media pembelajaran dapat membantu proses penyampaian pesan dalam proses komunikasi. Selain guru, sumber pesan bisa penulis buku, pelukis, fotografer, atau produser. Medianya bisa berupa buku, poster, foto, program kaset audio, film, kaset video. Pesan A yang disampaikan guru ditafsirkan sebagai A pula oleh para siswa. Berdasarkan contoh di atas dapatlah dikatakan bahwa pada hakekatnya pembelajaran adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan. Setelah menerima pesan, si penerima pesan hendaknya memberikan umpan balik mengenai pesan yang diterimanya kepada sumber pesan. Pesan, sumber pesan, media dan penerima pesan, serta umpan balik adalah unsur-unsur proses komunikasi. Mulai tahun 1970 berkembang pendekatan sistem dalam pembelajaran sehingga media merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Perencanaan pembelajaran sistematis dibuat berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada pencapaian kompetensi . Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan dan ditentukan dengan seksama. Dalam kurikulum 2004, tujuan yang ingin dicapai adalah kompetensi dasar siswa. Kompetensi dasar merupakan jabaran dari standar kompetensi yang ditentukan secara nasional. Dalam mempersiapkan pembelajaran, guru membuat silabus dan skenario pembelajaran. Dalam kedua perangkat tersebut, guru menggunakan berbagai media yang disesuaikan dengan kenyataan bahwa siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian siswa lebih cepat belajar melalui media visual, sebagian lagi melalui media audio,

8
sebagian lebih senang melalui media audio visual, dan sebagainya. Dengan demikian dimungkinkan guru akan menggunakan multimedia dalam pembelajarannya. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa media tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru dalam pembelajaran, melainkan lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru) ke penerima pesan (siswa). Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting lagi dapat pula digunakan oleh siswa. Oleh karena itu sebagai penyaji dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili guru menyampaikan informasi secara lebih teliti, jelas dan menarik. 2. Prinsip-prinsip Penggunaan Media dalam Pembelajaran Dalam proses pembelajaran, bila siswa belajar menerima pengajaran yang disajikan oleh guru hanya dengan cara ceramah, maka sulit bagi mereka untuk mengingat dan mengerti apa yang disampaikan. Bila disamping dengan ceramah, pada materi pengajaran juga dilengkapi dengan memperlihatkan gambar, foto, sketsa, atau grafik, dan sebagainya, maka materi tersebut akan lebih mudah dimengerti oleh siswa. Bila materi disajikan dengan memperlihatkan gambar, foto, dan sebagainya, serta siswa diberi kesempatan untuk memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri, maka akan sangat mudah bagi mereka untuk mengerti dan menerima pengajaran tersebut, dan sulit bagi mereka untuk melupakannya. Menurut Dale, pengalaman seseorang berlangsung mulai dari tingkat yang konkrit (pengalaman langsung) menuju ke tingkat yang abstrak dalam bentuk lambang kata secara verbal. Secara berturut-turut mulai dari tingkat konkrit sampai dengan yang abstrak adalah pengalaman langsung, pengalaman melalui benda tiruan, melalui dramatisasi, melalui demonstrasi, melalui karyawisata, pameran, televisi, gambar hidup, gambar tetap, gambar/foto, visual/peta, dan lambang kata-kata. Dalam kaitan dengan penggunaan media dalam pembelajaran, hendaknya pembelajaran memanfaatkan media secara bertingkat pula mulai dari yang konkrit sampai dengan yang abstrak. Secara berturut-turut media pembelajaran hendaknya berupa benda asli tiga dimensi, benda tiruan (model) tiga dimensi, media dua dimensi interaktif (media komputer), gambar-gambar, dan verbal. Artinya, jika memungkinkan hendaklah digunakan media berupa benda asli tiga dimensi. Jika tidak, maka bisa diganti dengan media berikutnya, yaitu benda tiruan (model) tiga dimensi, begitu seterusnya. Tetapi jangan hanya menggunakan hal-hal yang abstrak saja (rumus dan kata-kata saja) saat membelajarkan siswa, khususnya siswa-siswa SMP. 3. Merencanakan, memilih dan Memanfaatkan Media Dalam proses pembelajaran, merencanakan, memilih dan memanfaatkan media secara tepat adalah tugas guru yang harus dilaksanakan agar tidak muncul kesulitan-kesulitan sehingga kompetensi dasar dapat dicapai oleh siswa. Hal ini memerlukan langkah-langkah sebagai berikut. a. Menganalisis karakteristik siswa Siswa memiliki dua karakteristik, yaitu umum (tidak berkait dengan materi pembelajaran, seperti umur, jenis kelamin, jenjang kelas, tingkat kecerdasan, kebudayaan ataupun faktor sosial ekonomi) dan khusus (pengetahuan, kemampuan, serta sikap mengenai materi yang akan disajikan dalam pembelajaran). Media pembelajaran yang akan digunakan haruslah memiliki kesesuaian antara dua karakteristik siswa tersebut dan isi materi pembelajaran serta penyajiannya. b. Menentukan kompetensi dasar pembelajaran siswa Media yang akan digunakan hendaknya mendukung terhadap tercapainya indikator-indikator pembelajaran yang telah ditentukan. c. Memilih, merubah/memperbaiki, merencanakan materi pembelajaran Dengan mengacu pada karakteristik siswa, kompetensi dasar yang ingin dicapai, pendekatan dan model, dan hambatan-hambatan dalam pembelajaran, guru dapat melakukan (1) memilih bahan yang telah tersedia, atau (2) merubah/memperbaiki bahan yang telah ada, atau (3) merancang bahan yang baru, bergantung pada ada tidaknya bahan yang tersedia, untuk menjadikan bahan tersebut sebagai materi dan media pembelajaran. d. Memanfaatkan materi pembelajaran Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam penyajian bahan (materi) pembelajaran, maka guru harus melakukan prosedur pemanfaatan media dengan langkah-langkah (1) pemeriksaan awal bahan pengajaran untuk memastikan bahan tersebut dapat berfungsi sebagai media untuk mencapai kompetensi

9
dasar atau tidak, (2) persiapan lingkungan belajar yang mendukung pemanfaatan media secara maksimal, (3) menyiapkan siswa sehingga siap menerima materi pembelajaran, dan (4) menyajikan bahan pembelajaran dengan memanfaatkan media pembelajaran seoptimal mungkin. e. Menggali umpan balik dari siswa Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran karena ia adalah subjek belajar. Salah satu partisipasi aktif siswa adalah memberi kesempatan kepadanya untuk memberikan umpan balik tentang situasi dan kondisi pembelajaran yang telah dilaksanakan, termasuk penggunaan media pembelajaran di dalamnya. f. Melakukan Penilaian Penilaian dalam pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu penilaian proses pembelajaran, penilaian terhadap pencapaian kompetensi dasar oleh siswa, dan penilaian media dan model pembelajaran. Penilaian tersebut berguna untuk mengenali hal-hal yang mendukung dan mengganggu proses pembalajaran. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka suatu bahan pembelajaran, termasuk media pembelajaran, dapat direkomendasikan apakah masih bisa dipakai atau tidak pada proses pembelajaran berikutnya 4. Karakteristik Media Pembelajaran Berikut ini disajikan jenis-jenis media berdasarkan karakteristiknya. a. Media Grafis Media grafis termasuk media visual. Contohnya antara lain (1) gambar/foto, (2) sketsa (gambar yang melukiskan bagian pokok tanpa detil), (3) diagram atau skema, (4) bagan (bagan alur, bagan garis waktu, bagan tabel), (5) grafik (grafik garis, grafik batang, grafik gambar, grafik lingkaran), (6) poster, dan (7) kartun. b. Media Audio Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Contohnya antara lain adalah (1) radio, dan (2) alat perekam pita magnetik. c. Media Proyeksi Media proyeksi diam adalah sama dengan media grafis, tetapi penyajiannya menggunakan proyektor. Contohnya antara lain (1) film bingkai (slide), (2) film rangkai, (3) TV, dan (3) OHP. d. Multimedia Multimedia adalah kombinasi dari berbagai media yang dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Multimedia secara konseptual lebih dari sekedar penggunaan media dalam usaha mencapai kompetensi dasar. Multimedia meliputi seluruh bentuk media yang digunakan dalam pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran secara umum dimaksudkan agar pembelajaran yang berorientasikan kepada aktivitas siswa dapat berjalan optimal. Sistem multimedia juga memberikan rangsangan bagi proses pembelajaran yang berlangsung di luar ruang kelas. Manusia belajar melalui alat indera yang dimilikinya, dan karena adanya berbagai rangsangan, misalnya dari surat kabar, radio, buku, TV, film, gambar, dan sebagainya. Beberapa contoh multimedia yang digunakan dalam kelas antara lain sebagai berikut. (1). Kombinasi gambar dan suara (misalnya visual compact disk = VCD). (2). Peralatan multimedia, yaitu kumpulan bahan/peralatan/perlengkapan pembelajaran yang terdiri dari lebih dari satu media dan yang diorganisisasi untuk satu topik yang akan disajikan dalam pembelajaran. Peralatan tersebut boleh terdiri dari slide, pita rekaman, gambar, OHP, transparansi, bagan, grafik, model, benda asli, dan sebagainya. Sebagian peralatan multimedia dirancang untuk digunakan oleh guru dalam pembelajaran dalam kelas. Yang lainnya dirancang untuk kebutuhan belajar siswa secara individual maupun yang belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam pembelajaran fisika, multimedia dapat berupa seperangkat set percobaan. Dengan bimbingan guru, siswa membuat hipotesis, mendisain, mengambil dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Perlengkapan multimedia merupakan bagian integral dari peralatan dan aktivitas guru dan siswa. Pembelajaran yang menggunakan multimedia mengandung nilai-nilai: mengembangkan daya pikir, perasaan, serta kemampuan belajar, melalui pengalaman langsung dengan bahan-bahan yang ada.

10
(3). Laboratorium sebagai suatu lingkungan belajar secara khusus yang memungkinkan siswa untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil maupun besar secara mandiri melalui penggunaan berbagai media pembelajaran. 5. Media Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Gerak Lurus sebagai Contoh Fisika bukan hanya sekedar kumpulan fakta dan prinsip tetapi lebih dari itu fisika juga mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap fisikawan dalam melakukannya. Berdasarkan hakekat fisika di atas, pembelajaran fisika haruslah mengedepankan prinsip-prinsip berpikir ilmiah yang rasional, wajar dan sistematis, dan ditunjang dengan kemampuan memvisualisasikan fenomena (percobaan dari masalah yang sedang dibahas, kemudian merumuskan dalam ungkapan matematis jika diperlukan). Sebagai contoh, disini disajikan pembelajaran pokok bahasan gerak lurus. Sebagai persiapan pembelajaran, guru membuat silabus dan skenario pembelajaran. Saat pembelajaran berlangsung dimungkinkan terdapat media pembelajaran mulai dari yang konkrit sampai dengan yang abstrak antara lain sebagai berikut. (1) Jika memungkinkan, guru dapat mengajak siswa ke lapangan sekolah. Seorang siswa diminta untuk menjalankan sepeda motor atau lari jarak pendek, mulai dari awal bergerak sampai ia berhenti kembali. Kemudian siswa diminta menceritakan kepada teman-temannya, bahwa mula-mula ia diam, lalu bergerak makin cepat, bergerak dengan kelajuan tetap, bergerak diperlambat, dan akhirnya berhenti. Hal ini akan memberikan pengalaman langsung terhadap benda asli tiga dimensi pada siswa tentang GLB dan GLBB. (2) Seperangkat set percobaan gerak lurus, yang terdiri dari power supply, ticker timer, karbon, kertas pita ketik, papan percobaan, trolly, beban, gunting, lem dan benang. Set percobaan ini termasuk multi media. Adanya papan percobaan memungkinkan siswa dapat melakukan percobaan pada bidang datar maupun miring. Dengan melakukan percobaan berarti siswa telah memperoleh pengalaman melalui benda tiruan (model) tiga dimensi tentang GLB dan GLBB. (3) Software dua dimensi interaktif, yaitu program komputer yang memerlukan data input untuk menjalankannya. Misalnya, untuk menjalankan mobil dalam program tersebut, terlebih dahulu siswa diminta untuk memasukkan data kecepatan awal, kecepatan akhir, waktu dan sebagainya. Dalam program, mobil akan bergerak sesuai dengan data input yang dimasukkan. Melalui program ini siswa dapat memperoleh pengalaman melalui media dua dimensi interaktif tentang GLB dan GLBB. (4) Gambar atau VCD, yang memuat benda-benda diam dan bergerak, yang diperlihatkan pada siswa pada awal pembelajaran. Dari keduanya diharapkan siswa antara lain dapat membedakan antara benda diam, benda ber-GLB dan benda ber-GLBB. Gambar termasuk media grafis (visual), dan VCD termasuk multi media. (5) Penyajian data percobaan dalam tabel pengamatan (waktu dan jarak). Tabel termasuk media grafis (visual) yang berupa bagan. (6) Penyajian data percobaan dalam grafik (laju dan waktu). Grafik termasuk media grafis (visual) yang berupa grafik. Dalam percobaan ini garafiknya berupa grafik batang. (7) Papan tulis sebagai tempat untuk menulis segala informasi yang perlu disampaikan ke siswa. Informasi ditulis di papan tulis agar lebih mudah dipahami daripada, misalnya, hanya disampaikan secara ceramah. Papan tulis termasuk media grafis (visual). (8) Buku yang berisi materi pelajaran, dan LKS yang berisi petunjuk pelaksanaan praktikum. Keduanya termasuk media grafik (visual) yang berisi lambang-lambang dan kata-kata verbal. (9) Laboratorium fisika tempat siswa melakukan percobaan dalam kelompok-kelompok kecil. E. PENILAIAN PEMBELAJARAN FISIKA Penilaian menurut kurikulum 2004 menggunakan sistem penilaian berbasis kelas (PBK). Penilaian berbasis kelas adalah suatu bentuk kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik. Melalui penilaian kelas diperoleh protet/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum. Penilaian berbasis kelas dilakukan terintegrasi dengan pembelajaran dengan ranah penilaian yang tetap mengacu pada kompetensi secara utuh yang merefleksikan kognitif, psikomotor dan afektif. Oleh karena itu, penilaian kelas dirancang mengacu pada indikator yang tercantum dalam kurikulum.

11
Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis ( paper and pencil test), penilaian hasil belajar melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik ( portfolio), penilaian produk, penilaian proyek dan penilaian unjuk kerja (performance). Cara-cara penilaian di atas bersifat saling melengkapi, artinya penilaian kompetensi siswa tidak cukup hanya dengan menggunakan salah satu cara saja. Berikut dibahas pengembangan penilaian ranah kognitif melalui tes tertulis dan pengembangan penilaian unjuk kerja. 1. Pengembangan penilaian ranah kognitif Penilaian pada ranah kognitif menurut taksonomi Bloom meliputi beberapa aspek, yakni: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6). Keenam aspek tersebut tersusun secara hirarkhis mulai dari yang termudah, yaitu C 1 ke yang paling sukar, yaitu C6. Berikut disajikan pengertian dan contoh soal tes yang mengukur masing-masing aspek tersebut. a. Pengetahuan Pengetahuan menekankan pada proses mengingat, mengenali kembali tentang ide, materi, atau gejala yang diperoleh dari pembelajaran sebelumnya. Contoh: Berapa suhu air mendidih bila tekanannya 1 atm? b. Pemahaman Pemahaman menunjuk suatu kemampuan untuk menyerap pengertian materi dan mengkomunikasikan kembali dalam bentuk lain. Kemampuan melakukan interpolasi dan ekstrapolasi, menyajikan suatu pernyataan matematis menjadi kalimat verbal, dan meramal sesuatu atas dasar kecenderungan yang ada merupakan contoh kemampuan pemahaman. Contoh : Grafik berikut diperoleh dari pengukuran kuat arus listrik (I) dan tegangan listrik (V) pada sebuah hambatan. V(volt) Koefisien kemiringan grafik menunjukkan besaran: A. Hambat jenis B. Hambatan listrik C. Impedansi I(mA) D. Konduktivitas c. Penerapan Penerapan merupakan kemampuan untuk menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk memecahkan masalah dalam situasi baru. Contoh: Sebuah bola lampu listrik tertulis 220V/40 W dipasang pada jaringan listrik PLN rumah 220V. Suatu saat tegangan PLN turun menjadi 200V, ternyata nyala lampu menjadi redup. Mengapa nyala lampu redup? Apakah hambatan listrik lampu berubah ? Jelaskan.! d. Analisis Analisis merupakan kemampuan untuk merinci sesuatu menjadi bagian-bagian, melihat hubungan antar bagian dan cara mengorganisasikannya. Kemampuan menganalisis ditunjukkan oleh kemampuan dalam mengidentifikasi kesimpulan dari pernyataan yang mendukung, membedakan faktor-faktor yang relevan dan faktor-faktor pengganggu, membedakan fakta dan hipotesis. Contoh: Jelaskan, bagaimana mata dapat melihat benda? e. Sintesis Sintesis adalah kemampuan mengkombinasikan bagian-bagian dengan suatu cara sehingga membentuk satu pola atau struktur yang tidak ada sebelumnya. Dengan demikian sintesis adalah kemampuan dalam mengorganisir pemahaman konsep, prinsip atau hukum secara terpadu sehingga terbentuk pemahaman baru. Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan hubungan antar variabel dan mencari cara untuk menguji hipotesis merupakan kemampuan sintesis. Contoh: Perhatikan kasus berikut: 200 gram es dimasukkan ke dalam sebuah bejala tembaga suhunya 00C. Kemudian diberikan kalor 2000 kal. Setelah mencapai kesetimbangan suhu akhirnya 60 0C. Jika digunakan bejana kuningan maka suhu akhirnya 500C. Berdasarkan informasi tersebut dapat diduga bahwa A. kalor jenis kuningan lebih besar dari kalor jenis tembaga. B. kalor jenis kuningan lebih kecil dari kalor jenis tembaga C. kalor jenis kuningan sama dengan kalor jenis tembaga D. kalor jenis kuningan tak dapat dibandingkan dengan kalor jenis tembaga

12
f. Evaluasi Evaluasi merupakan kemampuan untuk mengambil kesimpulan atau keputusan dengan mempertimbangkan nilai-nilai, tujuan, metode penyelesaian, dan ketepatan. Kemampuan evaluasi ditunjukkan oleh kemampuan mengamati ketidaktelitian atau ketidakajegan data, dan mengidentifikasi kesalahan prosedur eksperimen sekaligus menjelaskan pengaruhnya terhadap hasil eksperimen. Contoh: Lima buah mobil melintasi tikungan kasar dengan data sebagai berikut. MOBIL C D 30 60 0,8 0,7 10 10 15 20

Jejari tikungan (m) Koefisien gesek Percepatan gravitasi (m/s2) Kecepatan menikung (m/s)

A 50 0,8 9,8 19

B 40 0,6 9,8 14

E 40 0,5 10 15

Berdasarkan data di atas, pengemudi mobil manakah yang paling ceroboh? 2. Pengembangan Penilaian Unjuk Kerja (Performance) Bila kita ingin mengembangkan model penilaian unjuk kerja setidaknya harus melalui tahap-tahapan (1) memilih kompetensi yang akan dinilai, (2) memilih format tugas yang tepat, (3) mengembangkan rubrik penskoran, (4) mengujicoba tugas yang telah disusun, (5) menganalisis hasil ujicoba, dan (6) merevisi tugas. Penjelasan masing-masing langkah pengembangan penilaian unjuk kerja tersebut adalah sebagai berikut. 1) Memilih kompetensi yang akan dinilai Kompetensi yang akan dinilai dengan penilaian unjuk kerja harus dipilih dari sejumlah kompetensi dalam kurikulum agar guru dapat melakukan penilaian unjuk kerja dengan tepat sesuai dengan apa yang dilakukan siswa. Berdasarkan kompetensi yang telah dipilih, disusun indikator-indikator kompetensi tersebut. Berdasarkan indikator inilah, kita dapat mengembangkan format tugas unjuk kerja yang tepat. 2) Memilih format tugas yang tepat Setelah kompetensi tersebut ditentukan, guru memilih jenis tugas unjuk kerja yang akan diberikan kepada siswa. Jenis tugas yang dimaksud dapat berupa: penyelidikan laboratorium, ujian praktek laboratorium, penyelidikan berkelanjutan (extended investigation), atau pengumpulan portofolio. Guru juga harus memilih apakah penilaian unjuk kerja dilakukan secara kelompok atau individual. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat membantu guru dalam memilih tugas unjuk kerja yang tepat. a. Bagaimana saya dapat menggunakan penilaian ini dalam kelas? b. Informasi apa saja yang dapat diperoleh dari siswa dalam penilaian ini? c. Bagaimana agar penilaian ini dapat mendorong motivasi belajar siswa? d. Apakah tugas yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum? e. Materi dan keterampilan apa yang perlu dilatihkan sebelum penilaian dilaksanakan? f. Adakah kesulitan dan permasalahan yang muncul? g. Apakah jenis tugas yang diberikan ini menuntut siswa untuk kerja kelompok atau individual? 3) Mengembangkan rubrik penskoran Berdasarkan indikator kompetensi, dikembangkan kriteria penilaian unjuk kerja yang baik dan tepat. Agar dapat merumuskan kriteria unjuk kerja, guru harus memastikan bahwa yang akan dinilai lebih berorientasi pada proses. Selanjutnya guru memerinci semua unsur unjuk kerja yang dapat diamati dan dinilai. Berikut adalah langkah-langkah dalam mengembangkan kriteria unjuk kerja agar dapat diamati dan dinilai. a. b. c. Identifikasi seluruh unsur unjuk kerja yang dinilai. Daftarlah unsur-unsur penting dari suatu unjuk kerja. Batasi jumlah kriteria unjuk kerja agar semua kriteria tersebut dapat diamati selama proses penilaian

13
d. Nyatakanlah kriteria unjuk kerja dalam bentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati. e. Susunlah kriteria unjuk kerja secara berurutan agar memudahkan dalam pengamatan. Berikut adalah sebuah contoh guru akan menilai keterampilan siswa dalam menggunakan termometer dalam percobaan kalor. Untuk itu, diidentifikasi kriteria apa saja yang menunjukkan bahwa siswa terampil menggunakan termometer dalam percobaan kalor. 1) Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan cara memegang bagian yang tidak ada raksanya. 2) Menurunkan raksa dalam pipa kapiler hingga mencapai serendah-rendahnya jika raksa tersebut terputus-putus. 3) Memasang termometer pada statip hingga menggantung dan bagian ujung yang ada raksanya tercelup air ke dalam gelas beker, tetapi tidak menyentuh dasar beker. 4) Membaca tinggi raksa dalam pipa kapiler dengan posisi mata tegak lurus pada skala. Setelah kriteria unjuk kerja diperoleh, rubrik penskoran telah siap dikembangkan. Rubrik adalah pedoman penskoran yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keterampilan siswa dalam mengerjakan sesuatu tugas. Rubrik peskoran ini diperlukan karena penilaian unjuk kerja tidak memiliki jawaban benar atau salah secara tegas. Jawaban penilaian unjuk kerja menunjuk pada derajat keberhasilan siswa dalam melakukan suatu tugas. Dalam membuat rubrik penskoran perlu disusun deskripsi masing-masing keterampilan siswa untuk setiap unsur unjuk kerja yang akan dinilai. Ada dua macam bentuk rubrik penskoran, yaitu rubrik dengan daftar cek dan rubrik dengan skala penilaian. a. Rubrik dengan daftar cek Seorang guru akan menilai keterampilan siswa dalam menggunakan termometer raksa untuk mengukur suhu air yang dipanaskan pada percobaan kalor. Rubrik daftar cek untuk keperluan tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut. Rubrik Cara Menggunakan Termometer dalam Percobaan Kalor No Berilah tanda cek (V) pada setiap kriteria unjuk kerja yang benar yang dilakukan siswa. Mengeluarkan termometer dari tempatnya, dengan cara memegang bagian yang 1 tidak ada raksanya. Menurunkan raksa dalam pipa kapiler hingga mencapai serendah-rendahnya jika 2 raksa tersebut terputus-putus. Memasang termometer pada statip penggantung hingga bagian ujung yang ada 3 raksanya tercelup dalam air dalam gelas beker, tetapi tidak menyentuh dasar beker. 4 Membaca tinggi raksa dalam pipa kapiler dengan posisi mata tegak lurus pada skala Skor yang dicapai: .. Skor maksimum : 4 Rubrik daftar cek ini memuat deskripsi kriteria unjuk kerja yang jelas, kemudian penilai memberi tanda cek bila deskripsi tersebut muncul dengan benar. Jika deskripsi itu tidak muncul atau muncul tetapi salah, maka kolom cek tidak diisi. b. Rubrik dengan skala penilaian Ada dua macam skala penilaian yang digunakan dalam rubrik, yaitu skala holistik dan skala analitik. Rubrik skala holistik menekankan seberapa baik siswa melakukan kegiatan yang dinilai dengan memperhatikan semua kriteria unjuk kerja secara menyeluruh. Sedangkan rubrik skala analitik lebih memperhatikan semua kriteria unjuk kerja yang dinilai secara terpisah. 1) Deskripsi umum rubrik skala holistik Rubrik skala holistik Skor 5 4 Deskripsi Menunjukkan pemahaman yang sempurna tentang permasalahan. Semua kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa. Menunjukkan pemahaman yang substansial tentang permasalahan. Semua kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa.

14
3 2 1 0 Menunjukkan pemahaman parsial/sebagian tentang permasalahan. Sebagian besar kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa. Menunjukkan pemahaman kurang tentang permasalahan. Banyak kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa. Menunjukkan pemahaman sangat kurang tentang permasalahan. Sedikit kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa Tidak menunjukkan pemahaman terhadap permasalahan dan tidak ada kriteria yang diperlukan dalam penyelesaian tugas muncul dalam unjuk kerja siswa.

Contoh Rubrik Skala Holistik Rubrik skala holistik mengenai unjuk kerja Skor 5 4 3 2 1 Deskripsi Siswa dengan konsisten dan mandiri dapat melakukan pengamatan dan pengukuran dengan alat yang tepat dan dengan ketelitian dan satuan yang benar Siswa melakukan pengamatan dan pengukuran secara memadai, tetapi jarang menunjukkan ketelitian secara memadai pada alat yang digunakan. Siswa mengamati dan mengukur dengan tepat jika diberikan beberapa petunjuk. Siswa mengamati dan mengukur dengan tepat hanya jika diberi petunjuk yang jelas dan disertai bantuan Siswa mengukur tidak konsisten dan tidak teliti meskipun diberi petunjuk dan bantuan khusus.

2) Deskripsi umum rubrik skala analitik Deskripsi umum rubrik skala analitik Pemula 1 Kriteria (1) Deskripsi menggambarkan taraf unjuk kerja pemula Deskripsi menggambarkan taraf unjuk kerja pemula Sedang berkembang 2 Deskripsi menggambarkan pergerakan menuju taraf unjuk kerja menguasai Deskripsi menggambarkan pergerakan menuju taraf unjuk kerja menguasai Deskripsi menggambarkan pergerakan menuju taraf unjuk kerja menguasai Terampil 3 Deskripsi menggambarkan tercapainya taraf unjuk kerja penguasaan Deskripsi menggambarkan tercapainya taraf unjuk kerja penguasaan Deskripsi menggambarkan tercapainya taraf unjuk kerja penguasaan Sangat terampil 4 Deskripsi menggambarkan taraf unjuk kerja yang paling tinggi Deskripsi menggambarkan taraf unjuk kerja yang paling tinggi Deskripsi menggambarkan taraf unjuk kerja yang paling tinggi Skor

Kriteria (2) Kriteria Kriteria (n)

Menggambarkan taraf unjuk kerja pemula

Contoh Rubrik Skala Analitik Pada Percobaan Kalor Deskripsi Rubrik Skala Analitik Percobaan Kalor

15
Sedang berkembang 2 Alat tidak lengkap dan beberapa tidak tepat pemasangan nya Membaca skala termometer dengan posisi mata tidak tegak lurus pada skala; beberapa datanya tidak teliti. Membaca skala neraca dengan posisi mata tidak tegak lurus pada skala; data massa air benar (tanpa massa wadahnya) Sangat terampil 4 Alat lengkap dan tepat pemasangannya Membaca skala termometer dengan posisi mata tegak lurus pada skala; semua datanya teliti. Membaca skala neraca dengan posisi mata tegak lurus pada skala; data massa air benar (tanpa massa wadahnya)

Unsur-unsur Unjuk kerja

Pemula 1 Alat tidak lengkap dan sebagian besar tidak tepat pemasangannya Membaca skala termometer dengan posisi mata tidak tegak lurus pada skala; sebagian besar datanya tidak teliti. Membaca skala neraca dengan posisi mata tidak tegak lurus pada skala; data massa air salah (disertakan massa wadahnya)

Terampil 3 Alat lengkap tetapi sebagian kecil tidak tepat pemasangan nya Membaca skala termometer dengan posisi mata tegak lurus pada skala; sebagian kecil datanya tidak teliti. Membaca skala neraca dengan posisi mata tegak lurus pada skala; data massa air salah (disertakan massa wadahnya)

Skor

Kelengkapan alat dan cara menyusun set percobaan

Pengukuran suhu dengan termometer

Pengukuran massa air

F. UNSUR PERSIAPAN PEMBELAJARAN FISIKA 1. Silabus Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaiannya. Oleh karena itu silabus harus disusun secara sistematis dan berisikan komponenkomponen yang saling berkaitan untuk mencapai kompetensi. Pada akhirnya silabus merupakan acuan dalam menyusun rencana pembelajaran, pengelolaan pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan penilaian pembelajaran. Silabus yang baik setidaknya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. 1) Kompetensi apa yang akan dikembangkan atau dibelajarkan pada siswa? 2) Bagaimana cara mengembangkan kompetensi siswa? 3) Bagaimana cara mengetahui bahwa kompetensi tersebut telah tercapai? Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh guru secara perorangan, berkelompok, atau dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan setempat. Mengapa harus guru yang mengembangkan silabus? Karena guru sebagai tenaga profesional memiliki tanggung jawab langsung terhadap kemajuan belajar siswanya. Selain itu guru lebih mengenal karakteristik siswa dan kondisi sekolah serta lingkungannya. Jika secara mandiri guru belum mampu, maka pihak sekolah dapat berupaya membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus. Untuk sekolah-sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah lain melalui MGMP. Dinas Pendidikan setempat dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam pengembangan silabus yang akan digunakan oleh sekolah sekolah yang ada di wilayahnya dengan membentuk tim pengembang silabus. Komponen dasar silabus adalah komponen minimal yang dapat membantu dan memandu para guru dalam mengelola pembelajaran. Komponen dasar tersebut adalah sebagai berikut. 1) Kompetensi Dasar

16
Kompetensi dasar merupakan kemampuan minimal yang harus dicapai siswa. Kompetensi dasar dituliskan dalam silabus berguna untuk mengingatkan guru seberapa jauh kompetensi tersebut telah dicapai siswa. Kompetensi dasar terdapat di dalam kurikulum sehingga guru tinggal menyalinnya. 2) Pengalaman Belajar Pengalaman belajar memuat rangkaian kegiatan (fisik maupun mental) yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Pengalaman belajar dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas dengan model pembelajaran yang bervariasi. Rumusan pernyataan dalam pengalaman belajar setidaknya mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, yaitu kegiatan siswa dan materi. Misalnya, mengukur (ini menunjukkan kegiatan siswa) kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan paralel (ini menunjukkan materi). 3) Penilaian Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Instrumen penilaian dalam silabus meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen dan contoh instrumen. Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain: kuis, pertanyaan lisan, tugas individu, ulangan harian, dan sebagainya. Bentuk instrumen misalnya: daftar pertanyaan lisan, unjuk kerja, dan sebagainya. Pemilihan bentuk instrumen ditentukan berdasarkan tujuan penilaian, jumlah peserta, waktu yang tersedia, cakupan materi, karakteristik mata pelajaran dan waktu yang tersedia untuk memeriksa. Selain komponen pokok di atas, silabus dapat dilengkapi dengan komponen-komponen berikut. 1)Indikator Indikator merupakan suatu tanda (rambu-rambu) untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi telah dicapai siswa. 2) Sarana dan sumber belajar/media pembelajaran Sarana lebih mengacu ke media atau alat peraga, sedangkan sumber belajar lebih mengacu pada barang cetak (misalnya buku, majalah ) dan lingkungan sekitar (alam, sosial, budaya) Alokasi waktu Alokasi waktu yang dimaksudkan adalah lamanya waktu pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai kompetensi. Penentuan alokasi waktu didasarkan atas jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi dasar serta tingkat kepentingan, kebutuhan dan keadaan setempat. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh siswa untuk mencapai satu kompetensi dasar.

3)

Format silabus tidak dibakukan, sehingga guru bebas menentukan format yang akan digunakan. Namun ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu : aspek keterbacaan, keterkaitan antar komponen, dan kepraktisan penggunaannya. Silabus harus mudah dibaca dan dipahami oleh guru yang mengembangkannya maupun oleh guru lain yang akan menggunakannya. Salah satu contoh silabus ditunjukkan dalam lampiran. 2. Desain Pembelajaran Desain pembelajaran pada hakekatnya merupakan rencana pembelajaran sebagai jabaran lebih lanjut dari silabus. Oleh sebab itu, desain pembelajaran sering disebut juga rencana pembelajaran. Desain pembelajaran harus lebih operasional dibanding silabus, dan dapat memuat sejumlah pertemuan yang didasarkan pada keutuhan kompetensi. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru berpedoman langsung pada desain tersebut. Komponen Desain Pembelajaran terdiri dari: 1) Identitas Tiga hal pokok yang harus dicantumkan: 1) Mata Pelajaran 2) Kelas/semester 3) Alokasi waktu (ditulis jumlah jam pelajaran dan jumlah pertemuan)

17
2) Kompetensi Dasar dan Indikator Kompetensi dasar dan indikator sudah tercantum dalam kurikulum, sehingga guru tinggal merujuk dan memilih kompetensi dasar yang akan dibelajarkan. Perlu diperhatikan, untuk matapelajaran fisika ada dua ruang lingkup, yaitu pemahaman dan penerapan konsep, dan kerja ilmiah. Kerja ilmiah tidak dibelajarkan secara khusus, melainkan terpadu dengan pemahaman dan penerapan konsep. 3) Langkah Pembelajaran Langkah pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru bersama murid secara berurutan dalam proses pembelajaran. Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting, terutama untuk materi-materi yang memerlukan prasyarat tertentu. Selain itu, strategi pembelajaran yang bersifat spiral, seperti mudah ke sukar, konkrit ke abstrak, dekat ke jauh, juga memerlukan urutan pembelajaran yang terstruktur. Langkah pembelajaran berisi gambaran umum kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam setiap pertemuan. Secara umum langkah pembelajaran setiap pertemuan berisi 3 tahap kegiatan berikut. Kegiatan awal untuk mempersiapkan siswa mengikuti pembelajaran (dapat berupa penjelasan tentang tujuan pembelajaran, memotivasi siswa untuk mencapai kompetensi tertentu, apersepsi, dst.). Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dirancang untuk mencapai kompetensi tertentu. Wujud kegiatan inti beragam, bergantung kepada kompetensi yang ingin dicapai. Kegiatan inti dapat berupa percobaan, diskusi, telaah pustaka, presentasi, dan sebagainya. Kegiatan akhir, dimaksudkan untuk menutup pelajaran sekaligus memantapkan kompetensi dasar yang telah dicapai siswa. Wujudnya dapat berupa pembuatan kesimpulan, rencana kegiatan selanjutnya, penugasan, dan sebagainya. 4) Media dan Sumber Belajar Media mengacu pada peralatan atau alat bantu yang fungsinya untuk memudahkan terjadinya proses pembelajaran. Sumber belajar mengacu pada barang cetak (buku, brosur, majalah, naskah, lembar informasi) dan lingkungan sekitar: alam, sosial, budaya. 5) Penilaian Dalam desain pembelajaran penilaian merupakan jabaran dan wujud instrumen dari penilaian yang tercantum dalam silabus. Selain itu, dalam desain pembelajaran seyogyanya penilaian dilengkapi dengan rubrik penskoran. 6) Identitas Penyusun Pada bagian akhir desain pembelajaran perlu dicantumkan nama guru mata pelajaran dengan diketahui oleh Kepala Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai