Anda di halaman 1dari 18

TUGAS EPID P2NM TB PARU

DISUSUN OLEH : DWI ARITA AFUANIYAH ERLIN FITRIA DEWI M. ABDURRAHMAN SHIDIQ LARAS NAZALA N MANTILI E SIHOMBING

25010111110253 25010111130231 25010111140261 25010111140275 25010111140291

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

I.

PENYEBAB TB PARU

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulamatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tidak hanya mengenai paru, penyakit ini juga dapat mengenai organ lain. penularan langsung terjadi melalui inhalasi mikroaerosol ekspektorasi (droplet) atau pajanan ke sekresi pasien TB. Selain M. tuberculosis, M.bovis juga menyebabkan TB orofaring dan usus yang berjangkit melalui susu sapi perah yang mengidap tuberkulosis. Sedangkan M.avium-intracellulare merupakan strain yang sering ditemukan pada pasien AIDS, mengenai 10 hingga 30% pasien. penularan strain ini melalui tanah, air, unggas, babi, dan hewan ternak. Namun, di antara semuanya M.tuberculosis merupakan penyebab tersering.

II.

GEJALA TB PARU Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 1. Gejala sistemik / umum a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam berikutnya dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multifikasi 3 bulan). Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai suhu 40-41 derajat celcius. b. Penurunan nafsu makan dan berat badan Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak naik setelah penanganan gizi adekuat. c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk produk radang. Karena terlibatnya bronkus padasetiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu minggu atau berbulan bulan sejak awal peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat jugaterjadi pada ulkus dinding bronkus. d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Tuberkulosis radang menahun dapat menyebabkan rasa tidak enak badaN, pegal-pegal, nafsu semakin berkurang, badan semakin kurus, sakit kepala, mudah lelah, dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid. e. Diare kronik yang tidak ada perbaikan setelah ditangani. 2. Gejala Khusus a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Gejala ini dapat ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di dapat. b. Terdapat cairan dirongga pleur disertai dengan keluhan sakit dada Penyebaran kuman TB ke jaringan pleura dapat terjadi secara langsung dari infeksi paru. Infeksi yang terjadi akan menyebabkan ketidakseimbangan produksi dari cairan pleura sehingga menyebabkan berkumpulnya berlebihan cairan pleura dan menyebabkan efusi pleura. c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Tulang yang paling sering terinfeksi adalah tulang penahan beban seperti tulang belakang, panggul dan lutut. Kerusakan yang terjadi pada tulang belakang menimbulkan kerusakan tulang dan menyebabkan kerusakan dari tulang rawan yang berada diantara tulang belakang. Kondisi ini akan menyebabkan gangguan bentuk dari tulang

belakang menjadi lebih miring atau lebih bungkuk. Kerusakan tulang tidak terlalu disertai dengan gangguan persyarafan. d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak). Infeksi pada selaput otak akan menyebabkan penurunan kesadaran, nyeri kepala, gangguan sensoris. Berbeda dengan infeksi biasa, infeksi yang disebabkan TB akan berlangsung lebih lama. Salahsatu efek samping infeksi ini adalah gangguan sistem aliran cairan otak dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam selaput otak.

III.

DIAGNOSA Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. 1. Diagnosis pada orang dewasa a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu dua hari, yaitu sewaktu-pagisewaktu ( SPS ). 1) S (sewaktu) Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua. 2) P (pagi) Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. 3) S (sewaktu) Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mikroskopis dan kultur. b. Ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB ( BTA ) Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Bahan pemeriksaan dibuat sediaan pada obyek glass yang baru dan bersih. Sediaan yang sudah kering difiksasi kemudian dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen atau Kinjoun Gabbet. Setelah dicuci dan kering diperiksa dibawah mikroskop 1000 kali dengan bantuan minyak immersi. Basil Tahan Asam (BTA) akan tampak bentuk batang, lurus, bengkok, sendiri-sendiri atau bergerombol berwarna merah diatas biru kemudian dibaca menurut skala IUAT ( International Unit Againt Tuberculosis ). Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagmosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. d. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit. e. Dengan strategi yang baru, (DOTS, directly observed treatment shortcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.

2. Diagnosis TB pada anak-anak a. Uji Tuberkulin ( Mantoux ) Uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan ( indurasi ) yang terjadi. 1) Pembengkakan 2) Pembengkakan 3) Pembengkakan : 0-4 mm, uji Mantoux negatif : 5-9 mm, uji Mantoux meragukan : 10 mm, uji Mantoux positif

Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat negatif pada anak TB berat dengan alergi ( malnutrisi, penyakit sangat berat, dll ). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji silang.

b. Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat dalam 3-7 hari berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi kuman TB. c. Foto roentgen dada Gambaran roentgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. d. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung biasanya dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak biasanya sulit didapat pada anak. Demikian juga

pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, dan lain-lain masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.

IV.

MEKANISME PENULARAN

Lingkungan hidup yang sangat padat dan permukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium

Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei. Khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif (Depkes, 2008). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan. Kedua, tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi

yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes, 2008). Sumber penularan menurut Smeltzer & Bare (2001) penderita TB Paru BTA (+) melalui : 1. Pernapasan / Udara Percikan dahak yang keluar bila penderita batuk / bersin tanpa menutup mulut / hidung dan terhirup oleh orang lain maka orang tersebut dapat terinfeksi, tetapi tidak semua orang yang menghirup akan tertular penyakit TB Paru, pada orang yang sehat, kuman tersebut biasanya menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat. TB Paru juga tidak ditularkan melalui : peralatan makan, tempat tidur, berjabat tangan, dll. Bila penderita sudah minum obat 1-2 minggu kuman menjadi lemah sehingga virulensinya (keganasannya) sudah menurun dan kemungkinan untuk menular semakin sedikit. 2. Daya Tahan Tubuh Kondisi fisik yang lemah : kekurangan gizi, terkena penyakit tertentu, pecandu obat, pengguna hormon steroid akan mudah tertular kuman TB Paru. 3. Kontak Makin erat kontak dalam waktu lama maka akan semakin besar resiko tertular. 4. Kondisi Lingkungan TB Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang penyebarannya dapat melalui udara sehingga kondisi lingkungan yang buruk merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penularan TB Paru. Selain itu disebabkan pula oleh kondisi sosial ekonomi, kepadatan jumlah penduduk serta gizi yang buruk. Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.

V.

VEKTOR

Risiko penularan penderita TB paru dapat melalui droplet infection. Droplet infection berasal dari droplet nuclei yang berisi kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis atau M.TB) dapatdihirup oleh orang yang sehat. Droplet nuclei bisa hilang atau rusak jika ventilasi udara baik karena sinar matahari bisa masuk ruangan dan pemberian sinar ultraviolet. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor penting terjadinya penularan yaitu penderita yang menimbulkan droplet nuclei dan lingkungan di sekitar penderita. Droplet nuclei di udara disebabkan karena perilaku penderita yang meludah di sembarang tempat dan ketidakteraturan berobat. Faktor lingkungan penderita antara lain lingkungan perumahan dan tempat kerja. Pada lingkungan perumahan yang buruk dapat menularkan TB pada anggota keluarganya, sedangkan lingkungan tempat kerja yang buruk dapat menularkan TB pada pekerja lainnya.

VI.

DISTRIBUSI

Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun baik mortalitas maupun morbiditasnya selama beberapa tahun, namun diakhir tahun 1980an jumlah kasus yang dilaporkan mencapai grafik mendatar (plateau) dan kemudian meningkat di daerah dengan populasi yang prevalensi HIV nya tinggi dan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang datang dari daerah dengan prevalensi TB tinggi. Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada orang dewasa lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas TB lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan.

VII.

DETERMINAN

1. Faktor Agent Agent merupakan sesuatu hal yang dapat menyebabkan penyakit Tuberkulosis atau TBC. a. Jenis Klasifikasi Mikobakterium tuberkulosa Kerajaan Fillum Ordo Family Genus Spesies : Bacteria : Actinobacteria : Actinomycetales : Mycobacteriaceae : Micobacterium : M. Tubercolusis

b. Karateristik Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang atau basil dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)

2. Faktor Daya Infeksi Penyakit TBC yang terjadi karena bakteri Mikobakterium tuberkulosa merupakan factor daya infeksi Virulensi. Virulensi adalah derajat patogenesis Agent infecius dengan Indikasi dan kemampuan invasi dan merusak jaringan host. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar

melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

3. Faktor Host Kekebalan atau imuns manusia sangat berpengaruh terhadap kemampuan menolak penyakit TBC. Tubuh manusia mempunyai suatu sistem imun yaitu antigen yang bertujuan melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti kuman, virus dan jamur. Secara imunologis, sel makrofag dibedakan menjadi makrofag normal dan makrofag teraktivasi. Makrofag normal berperan pada pembangkitan daya tahan imunologis nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik terbatas. Makrofag ini berperanan pada daya tahan imunologis bawaan (innate resistance). Sedang makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T sebagai bagian dari respons imun spesifik (acquired resistance) Sel T adalah mediator utama pertahanan imun melawan mikrobacterium tubercolus.

a. Faktor Umur. Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin. Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru. c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya. d. Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatankeluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

e. Kebiasaan Merokok Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. f. Kepadatan hunian kamar tidur Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

g. Pencahayaan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang. h. Ventilasi Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

i. Kondisi rumah Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis. j. Kelembaban udara Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. k. Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. l. Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. m. Perilaku Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

VIII.

PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN 1. Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah: a. Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh, untuk memutuskan rantai penularan. b. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin. c. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau dahaknya ditimbun dengan tanah. d. Tidak membuang dahak di lantai atau sembarang tempat. e. Meningkatkan kondisi perumahan dan lingkungan agar sehat. f. Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2 bulan pengobatan pertama. 2. Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB: a. Meningkatkan gizi. b. Memberikan imunisasi BCG pada bayi. c. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala TB tetapi mempunyai anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif. Keberhasilan upaya penanggulangan TB diukur dengan kesembuhan penderita. Kesembuhan ini selain dapat mengurangi jumlah penderita, juga mencegah terjadinya penularan. Oleh karena itu, untuk menjamin kesembuhan, obat harus diminum dan penderita diawasi secara ketat oleh keluarga maupun teman sekelilingnya dan jika memungkinkan dipantau oleh petugas kesehatan agar terjamin kepatuhan penderita minum obat (Idris & Siregar, 2000). Dewasa ini upaya penanggulangan TB dirumuskan lewat DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse = pengobatan disertai pengamatan langsung). Strategi ini terbukti keberhasilannyadiberbagai tempat. Di Indonesia, konsep strategi DOTS mulai diterapkan

tahun 1995 (Depkes RI,1999). Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan di sarana-sarana Kesehatan Pemerintah dengan Puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Strategi DOTS mengandung lima komponen, yaitu: 1. Komitmen pemerintah untuk mendukung pengawasan tuberkulosis. 2. Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik sputum, utamanya dilakukan pada mereka yang datang ke pasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan. 3. Cara pengobatan standard selama 6 8 bulan untuk semua kasus dengan pemeriksaan sputum positif, dengan pengawasan pengobatan secara langsung, untuk sekurangkurangnya dua bulan pertama. 4. Penyediaan semua obat anti tuberkulosis secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga memungkinkan penilaian terhadap hasil pengobatan untuk tiap pasien dan penilaian terhadap program pelaksanaan pengawasan tuberkulosis secara keseluruhan.

Sumber: Departemen Kesehatan RI. Pedoman nasional penang-gula ngan tuberkulosis. Cetakan ke-8. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002. Departemen Kesehatan RI. Rencana strategi nasional penanggulangan tuberkulosis tahun 20022006. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2001. Tri Martiana, dkk. 2007. Analisis Risiko Penularan Tuberculosis Paru Akibat Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan pada Tenaga Kerja di Industri. Diakses tahun 2012 dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CGkQ FjAI&url=http%3A%2F%2Fberita-kedokteranmasyarakat.org%2Findex.php%2FBKM%2Farticle%2Fview%2F102%2F27&ei=MhVeUqLZL4 SRrQeBsYGoAg&usg=AFQjCNGFjUan2W1TcYjd9suWaKBWxiudgw&bvm=bv.54176721,d. bmk Rizkiyani, Indri. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Tuberkulosis. Diakses pada november 2010 dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&ur l=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F126611-S-5403-Faktorfaktor%2520yangLiteratur.pdf&ei=vQleUr7WPM3hrAfMmIGoBw&usg=AFQjCNG2APHGsmE1XH-BkIBJ18KPFdE2g&bvm=bv.54176721,d.bmk

Anda mungkin juga menyukai