Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN

BAB II

A. Kehamilan dan Melahirkan 1. Kehamilan Pembuahan atau konsepsi fertilisasi adalah salah satu proses dari fungsi reproduksi pada manusia, atau usaha untuk melanjutkan keturunan. Pembuahan didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah telur dan sebuah sperma, yang menandai awal suatu kehamilan (Bobak, 2004). Pembuahan umumnya terjadi pada saluran telur (tuba fallopi), dan sel telur yang telah dibuahi disebut sebagai zygot. Untuk selanjutnya zygot ini akan berkembang dan melakukan perjalanan menuju uterus untuk tempat bersarangnya hasil pembuahan (nidasi) (Departemen Agama, 2001). Kehamilan berlangsung selama 9 bulan menurut penanggalan internasional, 10 bulan menurut penanggalan lunar, atau sekitar 40 minggu (Bobak, 2004). Kehamilan dibagi menjadi tiga periode bulanan atau trimester. Trimester pertama adalah periode minggu pertama sampai minggu ke-13, trimester kedua adalah minggu ke-14 sampai ke-24, sedangkan trimester ketiga adalah periode minggu ke-27 sampai kehamilan cukup bulan (38-40 minggu) (Mochtar, 1998). Kalangan medis menghitungnya antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan) ( Wikipedia, 2007).

Adaptasi psikologis antara lain; menerima kehamilan dan mengontrol emosional (Bobak, 2004). Emosional ibu yang mengandung harus lebih stabil, jadi ketika kehamilan berlangsung, semua pihak harus benar-benar merasa senang dan menerima calon bayi, pelengkap kehidupan rumah tangga. Yang harus diwaspadai adalah kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, dan adanya rasa penolakan secara emosional ketika ibu mengandung bayinya. Dengan kehamilan yang direspon baik, maka pertumbuhan kesehatan jiwa (mental emosional anak) dan perkembangan fisiknya juga bisa normal serta tumbuh dengan baik. Pernikahan yang sehat dibangun ketika kedua belah pihak bertanggung jawab dan menerima resiko akibat hubungan seksual sebagai konsekuensi pernikahan. Saat seorang remaja hamil, ia menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu pada saat hamil. Menurut Bobak (2004) tugastugas tersebut meliputi: a. Menerima realitas biologis kehamilan, menyadari dan menerima tandatanda kehamilan. b. Menerima realitas tentang bayi yang belum dilahirkan, menerima kenyataan bahwa bayi tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lebih besar. c. Menerima realitas menjadi orang tua. Menjadi orang tua mengandung arti mencintai, memberi perhatian, dan mampu memberi perawatan yang dibutuhkan bayi.

Jumlah dan jenis dukungan yang tersedia untuk orang tua usia remaja dapat secara bermakna mempengaruhi pencapaian tugas-tugas perkembangan ini. 2. Melahirkan melahirkan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan urin) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Melahirkan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Melahirkan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar ( Mochtar, 1998; Bobak, 2004; Prowirohardjo, 2005). Sebab terjadinya persalinan atau partus sampai kini masih merupakan teori teori yang kompleks. Faktor-faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai factor-faktor yang mengakibatkan partus mulai (Prawirohardjo, 2005) Menurut Bobak (2004) poses melahirkan normal yang berlangsung sangat konstan terdiri dari : a. Kemajuan teratur kontraksi uterus. b. Penipisan dan dilatasi serviks yang progesif. c. Kemajuan penurunan bagian presentasi. Proses melahirkan terdiri dari 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala I dinamakan pula kala pembukaan.

Kala II disebut kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu diamati keadaan ibu terhadap bahaya perdarahan postpartum (Prawirohardjo, 2005). Ada lima faktor esensial yang mempengaruhi proses melahirkan, faktor-faktor ini antara lain; passenger (penumpang, yaitu janin dan plasenta), passageway (janin lahir), powers (kekuatan), posisi ibu, dan psychologic respon ( respon psikologis) (Bobak, 2004). Remaja yang sedang menjalani proses melahirkan, perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Dilihat dari segi fisiologis dan psikologis yang belum berkembang secara optimal, persalinan secara pervagina beresiko pada ibu maupun bayi yang ada didalam kandungannya. Transisi menjadi orang tua mungkin juga sulit bagi remaja. Koping dengan orang tua sering kali diperburuk oleh kebutuhan dan tugas perkembangan remaja yang belum dipenuhi. Remaja dapat mengalami kesulitan dalam menerima perubahan citra diri dan menyesuaikan peranperan baru yang berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi. Konflik antara keinginan mereka sendiri dan kebutuhan bayi menyebabkan remaja muda mengalami frustasi, yang lebih jauh turut membentuk stres psikologis normal yang dialami saat melahirkan anak.

B. Pengaruh Kehamilan dan Resikonya Bagi Remaja 1. Pengaruh kehamilan terhadap remaja. Kehamilan yang disebabkan karena pernikahan maupun akibat pergaulan bebas, yang jika itu dialami oleh remaja maka akan memberikan dampak dan pengaruh yang besar terhadap fisik, mental, sosial dan ekonomi. Dari segi fisik, alat reproduksi remaja belum matang dan belum siap untuk dibuahi, sehingga dapat merugikan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologis, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun (Manuaba, 1998). Masalah ketidaknyamanan yang umum ditemukan pada kehamilan seperti mual, konstipasi, insomnia, dan nyeri punggung juga sering terjadi akibat perubahan fisiologis. Citra tubuh merupakan aspek lain kehamilan yang memerlukan waktu sebelum wanita beradaptasi. Perubahan pada ukuran tubuh, bentuk payudara dan perut, penimbunan lemak, pigmentasi kulit, serta tanda regangan pada kulit yang secara keseluruhan membuat tubuh wanita tersebut tampak jelek memberikan pengaruh berarti bagi wanita yang ingin menjaga bentuk tubuh dan penampilannya (Mochtar, 1998). Dari segi mental, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi antara usia 24 tahun. Karena pada saat itulah orang mulai

memasuki usia dewasa. Usia 20-40 tahun dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja kemasa dewasa yang lebih stabil. Maka kalau pernikahan dilakukan dibawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya (Gemari, 2002). Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap kehamilan. Bagi sebagian orang tua mungkin timbul perasaan gembira terhadap kehamilan yang sudah direncanakan, namun bagi remaja yang belum siap kehamilan dapat menjadi peristiwa yang mengejutkan dan bahkan menimbulkan persepsi karena mendengar berita tersebut, dan membayangkan masalah sosial serta financial yang harus ditanggungnya. Dari segi sosial, transisi menjadi orang tua mungkin sulit bagi orang tua yang masih remaja. Koping dengan tugas-tugas perkembangan orang tua yang belum dipenuhi. Remaja dapat mengalami kesulitan dalam menerima perubahan ciri-ciri dan menyesuaikan peran-peran baru yang berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi. Mereka mungkin merasa berbeda dari teman sebayanya, diasingkan dari kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, dan terpaksa masuk ke peran sosial orang dewasa lebih dini (Bobak, 2004). Masalah ekonomi, kehamilan pada usia remaja sejak lama merupakan penyebab utama remaja putri berhenti sekolah lebih awal. Berhenti sekolah berhubungan dengan pengangguran dan kemiskinan. Akibatnya, orang tua remaja ini sering gagal menyelesaikan pendidikan

dasar mereka, memiliki sedikit kesempatan untuk bekerja dan meningkatkan karier, dan berpotensi memiliki penghasilan yang terbatas (Bobak, 2004). 2. Resiko kehamilan bagi remaja Kehamilan dan persalinan pada remaja dianggap sebagai suatu situasi yang beresiko tinggi, baik terhadap ibu belia yang mengandung maupun bagi anak-anak yang dilahirkannya, karena remaja dilihat dari umurnya dianggap belum matang secara optimal baik fisik maupun psikologis. Menurut Bobak (2004) secara medis, kehamilan di usia remaja membawa dampak yang buruk. Dampak buruk itu antara lain, kemungkinan terjadinya kemacetan persalinan akibat tidak seimbangnya antara panggul ibu dan janinnya. Ini bisa dimengerti, karena pada wanita yang masih muda usianya, panggulnya belum berkembang sempurna. Selain itu kehamilan diusia remaja juga dapat mengakibatkan : a. pada ibu; perdarahan pada kehamilan maupun pasca persalinan, hipertensi selama kehamilan, solution plasenta, dan resiko tinggi meninggal akibat perdarahan. b. pada bayi; kehamilan belum waktunya (prematur), pertumbuhan janin terhambat, lahir cacat dan berpenyakitan, kemungkinan besar lahir dengan berat badan dibawah normal, dan meninggal dalam 28 hari pertama kehidupannya.

Secara psikologis emosi remaja masih labil, mereka ingin bersenang-senang dengan dunianya dan masih mencari jati dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa kemana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, pisah rumah, bahkan bisa mengalami depresi berat. Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert ( tertutup) akan membuat remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam dikenal dengan orang gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti memecah piring, anak dicekik dan lain-lain (Gemari, 2002). Pernikahan bukan hanya memperturutkan pertimbangan kebutuhan fisik saja, namun akan memunculkan konsekuensi tuntutan tanggung jawab membesarkan anak dan menafkahi istri. C. Remaja dan Persepsinya 1. Remaja Istilah adolescent (remaja) berasal dari bahasa latin adalescare, yang berarti bertumbuh. Sepanjang fase perkembangan ini, sejumlah

masalah fisik, sosial, dan psikologis bergabung untuk menciptakan karakteristik, perilaku, dan kebutuhan yang unik (Bobak, 2004). WHO menetapkan atas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja dan membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Pedoman umur remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah. Awal masa remaja disebut sebagai masa puber atau pubertas, atau masa akil baligh (Sarwono, 2001). Menurut Bobak (2004) masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran, karena selama periode ini individu mempunyai tugas perkembangan sebelum menjadi individu dewasa yang matang. Tugastugas ini bervariasi sesuai budaya individu itu sendiri, dan tujuan hidup mereka. Tugas-tugas perkembangan ini terdiri dari: a. Menerima citra tubuh b. Menerima identitas seksual c. Mengembangkan sistem nilai personal d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri e. Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua f. Mengembangkan ketrampilan mengambil keputusan g. Mengembangkan identitas seorang yang dewasa Salah satu tugas penting remaja ialah mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. Keputusan yang berkenaan dengan aktifitas seksual, kehamilan, dan menjadi orang tua.

2. Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi ( sensory stumuly) ( Rahmat, 2000). Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita ( Mulyana, 2004). Untuk lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa definisi persepsi lainnya, yang dikutip dari Mulyana (2004) ; Brian fellows, persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi. Persepsi menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain (Mulyana, 2004). Semakin tinggi derajad kesamaan persepsi antar individu, semakin muda dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk budaya atau kelompok identitas. Jadi persepsi merupakan suatu tahapan yang sudah dicapai pengertian tentang hal- hal yang sudah kita kenal yaitu kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, menginterpretasikan, meramalkan, dan mengeksplorasikan. Perilaku terbentuk mana kala seorang individu sudah

melampaui proses pemahaman dimana didalamnya terdapat komponen pengetahuan dan sikap individu itu sendiri. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa (Purwanto, 1998). Masa dan proses perkembangan tidak sama bagi semua remaja, antara remaja pria dan wanita terdapat perbedaan mencolok (Gunarsa, 2001). Satu tugas penting yang harus dijalani oleh setiap remaja ialah mengembangkan pengetahuan, sehingga memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan (Bobak, 2004). Pengambilan keputusan, dalam hal ini masalah seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh persepsi remaja, bagaimana ia memandang seksual itu sendiri. Apakah ia akan menjadi seorang yang aktif secara seksual atau tidak, dengan satu pasangan atau lebih. Jika terjadi kehamilan, bagaimanakah pendapatnya tentang bayi yang ada dalam kandungannya. Tingkat perkembangan kognitif remaja, sistem nilai persepsi tentang kontrol eksternal, dan identitas diri secara keseluruhan mempengaruhi pengambilan keputusan. D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi remaja tentang kehamilan pada usia remaja antara lain; kepercayaan, sikap, pendidikan, pelayanan kesehatan, lingkungan, budaya, dan ekonomi. 1. Kepercayaan Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan

dan menentukan sikap bagi objek sikap. Bila orang percaya bahwa memiliki anak diusia remaja merupakan beban berat dan menghancurkan masa depan, sikapnya terhadap pernikahan akan negatif, dan ia cenderung menolak pernikahan diusia remaja. Bila orang percaya bahwa pacaran hukumnya haram, maka ia cenderung lebih memilih menikah untuk menghindari perbuatan zina. 2. Sikap Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai (Rahmat, 2000). Sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap menentukan apakah seseorang akan pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan Sherif, 1956; dikutip dari Rahmat, 2000). Bila sikap seorang remaja tidak setuju terhadap seks bebas, maka ia akan setuju pada program pemberantasan pelacuran, berharap agar semua pihak membantu program tersebut, dan menghindari orang-orang yang berperilaku seks bebas. 3. Pendidikan (pengetahuan) Pengetahuan dapat membentuk kepercayaan (Rahmat, 2000). Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang, dalam hal ini informasi tentang kesehatan reproduksi. Karena minimnnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini, tidak sedikit

remaja yang melakukan seks bebas, akibatnya muncul penyakit menular seksual, seperti HIV/AIDS, kehamilan diluar nikah, aborsi dan lain-lain. Pendidikan akan menyebabkan remaja putri memiliki keinginan untuk menunda perkawinan dan melahirkan anak (Sanfield A, 2006). 4. Pelayanan kesehatan Terlepas dari aktifitas seksual atau status melahirkan anak, semua remaja putri memerlukan layanan kesehatan reproduksi antara lain; pendidikan seksualitas, pelayanan kontrasepsi, pengobatan dan skrening PMS, perawatan prenatal, pelayanan kelahiran, dan program untuk para pelajar dan para ibu-ibu yang hamil (Sanfield A, 2006) Pelayanan-pelayanan tersebut harus bisa mereka peroleh dengan mempertimbangkan terbatasnya transportasi dan tipisnya sumber keuangan mereka. Perawatan yang diberikan dapat membantu remaja putri untuk memahami kesehatan reproduksi dan membantu mereka untuk menunda kehamilan berikutnya. 5. Lingkungan Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi lazim disebut sebagai iklim (Rahmat, 2000). Iklim yang kondusif dan diwarnai oleh kehidupan keagamaan dapat membantu mengalami masalah seksual pada remaja.

6. Budaya Pada sebagian masyarakat, perempuan melakukan hubungan seks pada masa remaja, karena mereka diharapkan menikah dan melahirkan anak pada usia muda (Sanfield A.,2006). Orang tua beranggapan dengan menikahkan anaknya maka bebannya akan berkurang, didukung dengan adanya persepsi masyarkat jika seorang wanita tidak segera menikah maka ia akan menjadi perawan tua. Budaya menyebabkan tingginya angkah pernikahan dini, dan kehamilan bagi remaja putri dianggap hal yang biasa. 7. Ekonomi Kemiskinan yang dialami masyrakat bisa mendorong masalah kesehatan reproduksi berada di ujung tanduk. Akibat kemiskinan seseorang bisa melakukan apa saja agar bisa bertahan hidup, termasuk halhal yang secara langsung beresiko terhadap kesehatan reproduksi seperti pelacuran. Karena kemiskinan pula mendorong tingginya angka pernikahan usia remaja di Indonesia. Pernikahan diusia remaja dinilai sebagai penyebab tingginya kehamilan beresiko, baik terhadap ibu belia yang mengandung maupun bagi anak-anak yang dilahirkannya. Kemiskinan orang tua menyebabkan anak terpaksa menikah pada usia yang masih muda dan tidak dapat melanjutkan sekolah.

Anda mungkin juga menyukai