Puslit Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan, Depkes
Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini mengharapkan para ahli klinik menaruh perhatian terhadap penyakit ini, karena sangat mungkin penyakit ini berjangkit di kota-kota besar. Penulis menganggap penting penyakit ini karena gejalanya mirip malaria, yaitu anemi hemolitik, dan gambaran eritrosit darah perifer menyerupai gambaran darah malaria. Padahal selama ini kita beranggapan kecil kemungkinan penularan malaria sangat jarang di kota besar. Dalam artikel ini dikemukakan epidemiologi, diagnosa dan pengobatan penyakit babesiosis, serta siklus hidup parasit Babesia microti. Kata kunci: babesia, siklus hidup, pengobatan, pencegahan, komplikasi
Abstract: The aim of this article is hoping that the clinicians will pay attention to this disease, since a big possibility of this disease spread in big cities. Authors opinion the disease is important to recognize due to the similiar sympton with malaria, such as anemia haemolitic, and the feature of peripheral eritrosit blood. Even though, all this time we believe that spread of malaria is rare in big cities. In this article explain the epidemilogy, diagnosis, treatment of babesiosis, and life cycle of Babesia microti. Keywords: babesia, life cycle, treatment, prevention, complication
PENDAHULUAN Suatu penyakit yang berat dan mematikan, akibat infeksi sel darah merah oleh prasit bersel satu (protozoa).
Gejala klinik: demam, menggigil nyeri otot, lemah, dan selaput putih mata kuning ( jaundice) akibat dari anemi hemolitik. Anemi berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tetapi bisa saja penderita lain tidak mengeluh dan tanpa gejala.
Parasit penyebab: Babesia microti. Penyakit ini ditularkan oleh tungau hewan peliharaan dan binatang liar, dan bisa terjadi di seluruh dunia.
Istilah lain babesiosis: mexican fever, red water, splenic fever, bloody murrain, dan sebagainya.
Parasit Babesia Hidup parasit pada hewan peliharaan, seperti sapi, kuda, domba, kucing, anjing, binatang liar seperti rubah, rusa dan binatang mengerat. Tungau hewan-hewan tersebut menularkan parasit kepada manusia melalui gigitan tungau (tick). Babesia microti dan Babesia divergen. termasuk parasit yang berada di dalam sel darah merah (intraeritrosit). Bentuk parasit, bervariasi, antara bulat, sampai lonjong. 1
Penularan penyakit Penularan penyakit babesia dari binatang, menimbulkan gejala yang bervariasi, mulai dari tanpa gejala, sakit berat, sampai kadang-kadang menimbulkan kematian.
Gambar 1. Eritrosit darah tepi Gejala dan keluhan klinis: Mulai dari tanpa keluhan dan gejala, sampai yang berat dan penyakit berlangsung berhari- hari. Kebanyakan penderita babesiosis: Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 2 Juni 2006 115 Tinjauan Pustaka
mengeluhkan demam menggigil, nyeri otot seluruh badan, badan terasa lemah, anemi hemolitik, jumlah sel darah putih menurun, kadang-kadang hemoglobonuria, kadar serum alkalin pospatase agak naik, pada setengah penderita, kadar glitamik oksaloasetic acid transaminase juga sedikit meningkat, parasitemia paling tinggi sekitar 10%, gejala akut, bisa berlangsung dalam beberapa minggu sampai bulanan, penyakit kambuh kembali seperti pada malaria. Jarang terlihat pada penyakit babesiosis, parasitemia bisa berangsur menurun tanpa menunjukkan keluhan dan gejala sampai 4 bulan setelah gejala-gejala di atas berlangsung, pengangkatan limpa (splenectomi) kelihatannya lebih memperburuk kondisi penderita dibanding bila limpa tetap dipertahankan. Meskipun gejala anemi hemolitik umumnya lebih berat pada penderita dengan splenomegali . 2 .
Infeksi oleh Babesia .divergen, seringnya pada penderita yang mengalami pengangkatan limpa. Pada penderita yang diangkat limpa biasanya kejadian penyakit lebih cepat, menderita demam menggigil, mual dan muntah- muntah, serta anemi hemolitik lebih berat serta dengan cepat kelihatan tanda tanda jaundice, hemoglobinuria, hemoglobinemia dan gangguan ginjal dibanding dengan infeksi Babesia microti . . 3
EPIDEMIOLOGI Penyakit babesiosis menulari hewan peliharaan dan binatang liar terdapat di seluruh dunia tetapi lebih banyak di negara tropis dan subtropis. Beberapa negara menganggap penyakit ini berdampak serius pada anggaran belanja dan industri tekstil. Penyakit ini sebetulnya suatu penyakit zoonosis dan manusia tertular sebetulnya sebagai kecelakaan , digigit tick (tungau) yang memerlukan darah dalam siklus kehidupannya. Tungau (tick) secara alamiah hidup pada binatang peliharaan dan binatang liar sedangkan manusia sendiri tidak berperan dalam penularan penyakit babesiosis. Infeksi parasit Babesia divergen, banyak dilaporkan dari Yugoslavia, Irlandia, Prancis, Britania Raya, Spanyol dan Rusia. Umumnya vektor tungau berasal dari sapi dan umumnya penderita terjadi pada yang sudah diangkat limpanya. Agaknya mereka yang diangkat limpanya lebih rentan terhadap infeksi parasit babesia. Penularan babesia juga bisa terjadi melalui transfusi darah atau preparat darah. Penularan melalui transdifusi darah lebih mungkin pada parasit Babesia microti, karena infeksi Babesia microti menimbulkan parasitemia yang lebih lama tanpa menimbulkan keluhan dan gejala. 4
DIAGNOSA Perkiraan babesiosis, perlu dipikirkan pada penderita demam menggigil, dan ada riwayat kemungkinan digigit tick atau kontak dengan tick (misalnya merambah semak belukar). Pemeriksaan mikroskopis preparat apus darah tipis atau tebal: dengan pewarnaan Gram atau Wright,terlihat parasit B. microti. Pada penderita dengan parasitemia rendah, mungkin perlu pemeriksaan ulang preparat apus darah. Gambaran parasit di dalam sel darah merah, berbentuk ring mirip dengan tropozoit parasit Plasmodium malaria. Tetapi berbeda dengan infeksi Plasmodium malaria, tidak terlihat pigmen pada infeksi Babesia. Pemeriksaan imunofluoresen indirect, untuk antibodi, digunakan untuk memperkirakan terjadi infeksi parasit babesia. Tetapi tetap hasil pemeriksaan mikroskopis preparat apus darah yang lebih meyakinkan. 5 Titer antibodi terhadap babesia dapat dideteksi setelah 2-4 minggu terlihat keluhan dan gejala klinik. Kemudian berangsur menurun, setelah 6-12 bulan.
Reaksi silang pemeriksaan serum, terjadi antara infeksi babesia dan plasmodium malaria. Meskipun titer tetap tinggi pada salah satu infeksi. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 2 Juni 2006 116 Faisal Yatim dkk. Babesiosis (Piroplasmosis)
Gambar 2. Siklus hidup parasit babesia
Pada infeksi Babesia microti, di mana parasit tidak berhasil diidentifikasi pada pemeriksaan preparat aspus darah, dilakukan penyuntikan vena pritioneal pada binatang percobaan. Setelah 2-4 minggu diinokulasi, baru terjadi parasitemia pada hewan percobaan.
PENGOBATAN
Obat spesifik untuk babesiosis, gabungan clindamycin dan quinine, terutama bila pengobatan dengan chloroquine kurang berhasil. Azithromycine boleh diberikan sendiri atau digabung dengan quinine. Pentamidine bisa diberikan gabungan dengan trimatokzazole. Pada anemi berat diberikan pengobatan tukar darah (exchange transfusion). Cuci darah (dialisa) bila penderita mengalami gagal ginjal. 6
PENCEGAHAN Pencegahan paling efektif, menghindari kemungkinan digigit/kontak dengan tungau hewan (tick). Misalnya menggunakan obat insektisida gosok (repelant). Beberapa jam setelah digigit tungau, terjadi penularan babesia hingga seseorang yang curiga digigit tick, harus segera memeriksa bagian tubuhnya yang digigit, untuk mengambil/menemukan tick. 7
Menyaring donor darah dari penderita babesiosis yang parasitemia rendah, seperti melakukan pemeriksaan zat anti untuk menghindari penularan melalui transfusi darah. 8
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Penyakit babesiosis agaknya tidak jarang terdapat di negeri kita. Maklum, negeri kita masih banyak semak belukar, hewan peliharaan, dan hewan liar. 2. Penyakit babesiosis perlu menjadi pemikiran terutama di daerah malaria. 3. Para ahli klinik hendaknya mempublikasi temuannya/keberadaan penyakit ini di negara kita. Karena belum ada penulis yang menemukan publikasi ahli kita mengenai penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. James, Chin, MD,MPH,editor Control of Communicable Diseases Manual, APHA report Edisi 17, 62-3, 2000. 2. The tick Research Laboratory, Human Babesiosis (Piroplasmosis ). 3. C. Thomas Strickland, Hunters Tropical Medicine, ed 7, WB Sauders Company 1991. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 2 Juni 2006 117 Tinjauan Pustaka
4. Trenton K Ruebush intropical and Geographical Medicine ed 2, editor Kenneth S. Warren MD, Adel A.F. Mahmoud MD, PhD,264-5, 1990. 5. Elefthrios Mylonakis MD, When to suspect and How Monitor babesiosis,http//www/20010515/1969.htm.t gl 4 januari 2005, 6. Jeffrey A.Gelfand, Babesia, Principle Of Infectious Diseases, ed 3, 2119-22,1989. 7. Mansons Tropical Diseases 19 th edition, FEC Manson-Bahrand DR Bell )48, 1987. 8. Mark H.Beers MD And Robert Berkow MD, editors The Merck Manual Of Diagnosis And Therapy,edisi 17, 1247- 8,1999.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 2 Juni 2006 118