Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

Manifestasi paling serius dari infeksi dengan racun Shiga yang dihasilkan Escherichia coli / Shiga toxinproducing Escherichia coli (STEC) pada manusia adalah sindrom hemolitik uremik (SHU). Sindrom ini terdiri tiga gejala (trias) yaitu anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Biasanya terjadi setelah gejala prodromal gastroenteritis akut. Sekitar 80% anak yang

mengalami SHU disebabkan oleh STEC yang memiliki serotip O157, meskipun serotip lain juga dapat menyebabkan SHU.1 SHU ditemukan di banyak negara, SHU dengan diare biasanya menyerang anak di bawah usia lima tahun dengan insidensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan semua ras. Di Argentina, ditemukan kejadian SHU sekitar 30 kasus per 100.000 anak, sedang di Amerika Serikat berkisar antara 0,3 10 kasus per 100.000 anak. Di Kanada rata rata insiden SHU pada anak di bawah usia 5 tahun adalah 3 per 100.000 anak.2 Mortalitas SHU dilaporkan sekitar 2% sampai 5% dan kematian yang disebabkan oleh SHU hampir selalu diikuti oleh penyakit berat ekstrarenal seperti penyakit system saraf pusat. Sekitar dua pertiga anak dengan SHU memerlukan terapi dialisis dan sekitar sepertiganya mengalami gangguan ginjal ringan tidak memerlukan

terapi dialisis. Tatalaksana secara umum untuk gangguan ginjal akut meliputi terapi cairan dan elektrolit yang cukup, antihipertensi jika diperlukan dan memulai terapi pengganti ginjal.3 Prognosis SHU bergantung dari beberapa faktor. Secara umum, SHU yang klasik disebabkan oleh EHEC ( Enterohemorragik Escherichia coli) memiliki outcome yang baik. Prognosis yang sangat berbeda pada pasien dengan SHU yang tidak khas dan sering kambuh.3

BAB II ISI 2.1 Definisi SHU dapat didefinisikan sebagai gangguan ginjal akut yang meliputi oligoanuria dan peningkatan kadar kreatinin sesuai dengan usia, anemia hemolitik mikroangiopati (kadar hemoglobin <10g/L dengan fragmen eritrosit) dan

trombositopenia (hitung trombosit <130,000 x109/L) tanpa adanya septikemia, hipertensi maligna, uremia kronik atau penyakit vaskular yang mendasari.1 2.2 Etiologi Infeksi penyebab SHU yang paling banyak adalah enterohemoragik E. coli (EHEC). Shigella dysenteriae tipe 1 dapat dihubungkan dengan SHU, SHU yang diikuti infeksi dengan Streptococcus pneumonia dapat menjadi berat dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas dibandingkan dengan SHU yang disebabkan oleh EHEC. D+ atau tipikal SHU dihubungkan dengan Shiga-toxin (Stx) yang diproduksi E. coli.3 Tipe dan penyebab SHU:4 1. Infeksi (tipikal) Disebabkan oleh bakteri (seperti Escherichia coli O157:H7, Streptococcus pneumonia) atau virus 2. Genetik, obat-obatan, idiopatik (atipikal)
3

Disebabkan paparan toksin (misalnya cyclosporine, tacrolimus, dan radiasi) Faktor herediter Human Immunodeficiency virus (HIV) Kondisi sistemik ( lupus, kanker, glomerulonefritis, kehamilan) Etiologi SHU D+ sangat terkait dengan strain Escherichia coli yang

menghasilkan racun (0157: H7). Ras dan gender tidak memiliki faktor predisposisi. Sejumlah mikroorganisme lainnya telah terlibat dalam patogenesis SHU post diare, terutama enterohemorrhagic E coli dan di beberapa daerah Shigella dysenteriae tipe 1 juga terlibat. Agen infeksi ini didapat dengan mengkonsumsi daging sapi mentah atau setengah matang, susu yang tidak dipasteurisasi, dan air yang terkontaminasi atau jus apel dan dengan kontak orang-ke-orang.5 2.3 Epidemiologi Sindrom hemolitik uremik (SHU) pertama kali terjadi pada anak usia 1 10 tahun, dengan angka kejadian satu sampai tiga kasus per 100.000 anak dan angka keberhasilan terapi mendekati 95%. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa resiko kejadian SHU lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan, dan meningkat pada musim panas, memuncak ada bulan Juni sampai September. Tiga sampai lima belas persen orang yang memiliki diare dengan STEC ( Shiga toxinproducing Escherichia coli) dapat menjadi SHU. Anak-anak dan geriatri (orang lanjut

usia) yang memiliki respon imun menurun rawan terkena SHU. Disamping itu, faktor resiko juga berkaitan dengan diare berdarah, demam, dan peningkatan hitung leukosit dan peningkatan kadar C-reative protein. Penggunaan anti-motilitas atau anti-diare pada periode awal diare dapat meningkatkan kejadian SHU karena usus terpapar oleh toksin lebih lama saat motilitas usus menurun.4 SHU telah dikenal sebagai penyebab epidemi / endemik (atau prodromal) atau sporadik (nonprodromal). Jenis epidemi lebih umum dan disertai dengan prodromal enteritis (SHU D +), dan jenis sporadis tidak disertai dengan enteritis (SHU D-).5 2.4. Klasifikasi Sindrom Hemolitik Uremik Berdasarkan etiologinya, SHU diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok5,6: 1. SHU Klasik (SHU D+) Pada jenis ini terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau berdarah. Merupakan bentuk SHU yang paling sering dijumpai dan hampir 90 % SHU didahului dengan fase prodromal gastroenteritis akut. SHU D+ berkaitan dengan infeksi Shigella dysentriae yang menghasilkan toksin shiga atau E.coli serotipe O157:H7 jenis STEC, VTEC (Verotoxin-producing E. coli) atau EHEC yang menghasilkan verotoksin atau shiga like toxin. Jenis ini biasanya mempunyai prognosis yang cukup baik dengan perbaikan fungsi ginjal dan biasanya jarang terjadi relaps.

2. SHU Atipikal (SHU D-) Pada jenis ini tidak terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dan dapat menyerang anak yang lebih besar, jenis ini jarang terjadi dan mempunyai pronosis yang lebih jelek. Tabel 1. Perbandingan antara D+ SHU dengan D- SHU5 Gambaran Patogenesis D+ SHU D- SHU

Shiga-like toxin, biasanya Infeksi Streptococcus pneumonia berhubungan dengan E.coli Obat-obatan (0157:H7) dysentriae dan Shigella tacrolimus) Glomerulopati primer Tidak ada, dapat berupa gejala pernapasan Rendah (<5%) Jarang (<10%) Tinggi (>25%) Sering (>30%) (siklosporin,

Gejala prodromal Morbiditas Penyakit ginjal lanjut Rekurensi Tatalaksana tahap

BAB cair, disertai darah

Jarang Suportif, dialisis

Sering (>50%) Suportif, dialisis, plasmaferesis

SHU D+ dibedakan menjadi:7 a. SHU D+ lengkap Diare dengan onset 21 hari sebelum SHU Anemia (Hb<10 g/dL, Ht< 30 vol. %) Hemolisis mikroangiopati (skhistosit, sel blur, sel helmet) Trombosit < 150.000/L Gangguan ginjal akut

b. SHU D+ tidak lengkap Terdapat 1 atau 2 tanda dari triad klasik (anemia hemolitik, trombositopenia, gangguan ginjal akut) pada diare berdarah. Pemeriksaan tinja pada agar MacConkey sorbitol (SMAC): - E. coli O157: H7: fermentasi non sorbitol - Non E. coli O157: H7: fermentasi sorbitol Polimerase chain reaction (PCR), enzyme immunoassay (EIA), aglutinasi latex untuk mendeteksi Stx pada tinja. Pemeriksaan serologis terhadap antibody untuk lipopolysaccharide (LPS)

2. 5 Patogenesis D+ SHU dikaitkan dengan infeksi verocytotoxin (VT) - atau racun yang diproduksi E coli 0157: H7 yang mirip dengan Shiga, Shigella dysenteriae tipe 1, E coli 026: H11, dan agen infeksi lainnya. Setidaknya ketiga racun memiliki perbedaan yang digambarkan sebagai VT-1, VT-2, dan VT-2c. Toksin tersebut mengikat,

menyerang,

dan

menghancurkan

sel-sel

epitel

mukosa

kolon,

sehingga

mengakibatkan diare berdarah. Setelah memasuki sirkulasi sistemik, toksin menempel pada membrane reseptor glycosphingolipid (globotriaosylceramide) pada endotel sel (terutama di ginjal). Sel endotel akan membengkak dan cedera. Dalam prosesnya, endotel tertentu akan memproduksi (misalnya, faktor von Willebrand, faktor agregasi trombosit, plasminogen activator inhibitor-1), dan trombosit / fibrin bentuk trombus di daerah yang cedera. Biasanya ginjal, pankreas, otak, dan organ lainnya dapat mengalami kerusakan.5 Sirkulasi sel darah merah yang dipaksa melalui pembuluh darah yang tersumbat sehingga bentuk darah menjadi rusak cacat dan menjadi fragmen, sehingga menghasilkan karakteristik schistocytes. Sel darah merah terfragmentasi dikeluarkan oleh sistem retikuloendotelial, sehingga terjadi anemia hemolitik (sehingga dikatakan anemia hemolitik mikroangiopati) karena trombosit dikonsumsi dalam proses cedera/kerusakan vaskular, sehingga pasien juga mengalami beberapa derajat trombositopenia.5 Pada analisis mikroskopik, terdapat dua pola berbeda meskipun terkadang terjadi overlapping pada beberapa kasus. Pola pertama yaitu pola glomerular, berlawanan dengan mikroangiopati trombotik arteriolar, berhubungan dengan bentuk klasik SHU pada bayi. Pola yang berbeda terdapat pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa, dimana terjadi mikroangiopati arterial dan arteriolar lebih dominan. Pola glomerular memiliki prognosis yang lebih baik dan tahap pemulihan dapat lebih

sempurna, berbeda dengan pola dimana mikroangiopati arterial lebih dominan yang memiliki prognosis yang buruk.6 Pada kebanyakan glomerulus yang terkena, lesi terdiri dari kongesti dan infark dengan trombosis hialin pada kapiler. Pada beberapa kasus, glomerulus yang terkena menunjukkan penebalan dinding kapiler dengan eosinofilik, sedikit materi hialin Schiff-positive asam periodik di antara sel-sel endotel dan membran basalis. Hipertrofi dan proliferasi dari sel endotel mesangial juga terlihat. Pada pemeriksaan mikroskopik elektron, tampak kerusakan sel endotel, terutama pada kapiler glomerulus dan arteriole renalis, juga terdapat materi padat elektron granular atau fibrin di dalam sel-sel endotel dan di antara sel-sel endotel dan membran basalis. Sejumlah besar platelet juga didapat di dalam kapiler glomerulus. Pada studi immunofluoresensi didapatkan deposisi fibrin sepanjang dinding kapiler, di mesangium, di subendotel dari kapiler, dan di dalam sel endotel. Terlihat juga adanya nekrosis fibrinoid pada dinding arteriole glomerulus afferen dan terkadang arteri interlobaris yang terlibat. Pelepasan dari endotelium dengan akumulasi deposit endotel yang halus terlihat pada mikrosop elektron. Trombosis luminal lebih sering dibandingkan di glomerulus, dimana terjadi formasi aneurisma yang mirip dengan yang terjadi pada TTP (Thrombotic thrombocytopenic purpura), yang secara khas terdapat pada jalan masuk arteriole ke glomerulus. Nekrosis pada fokus atau korteks ginjal sering terjadi pada sejumlah kasus yang cukup parah.6

Shiga-like toxin (Stx) yang berkaitan dengan E. coli dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Stx-1 hampir mirip dengan Stx dari S. dysenteriae tipe 1, yang dibedakan berdasarkan asam amino tunggal, dan 50% mirip dengan Stx-2. Walaupun keduanya memiliki kesamaan, Stx-1 dan Stx-2 memiliki derajat perbedaan dan tipe dari kerusakan jaringan yang ditandai dengan tingginya patogenitas strain E. coli yang hanya memproduksi Stx-2 dibandingkan Stx-1. Pada penelitian terbaru, anakanak yang terinfeksi Stx-E.coli (E.coli yang memproduksi Stx-2) paling sering berhubungan dengan SHU.2 Setelah ingesti oral, Stx-E.coli mencapai usus dan mengalami perlengketan pada sel epitel mukosa gastrointestinal melalui sebuah membrane protein 97-kD, intimin. Stx kemudian berjalan dengan polarisasi gastrointestinal melalui jalur transeluler dan berpindah ke sirkulasi yang mungkin difasilitasi oleh transmigrasi neutrophil (PMN) yang meningkatkan permeabilitas paraseluler.2

10

Gambar 1. Proses perlekatan dan mekanisme dari Stx. Sub unit molekul Stx melekat pada gaktosa disakarida pada reseptor globotriaosilseramide (GB3) pada membrane monosit, sel PMN, trombosit, sel endotel glomerulus, dan sel epitel tubuler. Toksin masuk melalui transport retrograt menuju kompleks golgi. Sub unit A dan B kemudian berpisah dan Sub unit A akan berpindah ke sitosol, sub unit A menghambat elongasi rantai peptide, dengan menghilangkan 1 adenin dari 28s Ribosom RNA. 2

Secara histologi, pada arteriolar aferen dan jarang pada arteriolar eferen menunjukkan beberapa perubahan berupa pembengkakan sel endothelial, deposit substansi fibrionid subendotelial dan arteriol thrombosis. Pada glomerulus, terjadi

11

pembengkakan sel endothelial dan dilatasi kapiler. Pada keadaan lebih lanjut, deposit fibrin pada kepiler menggambarkan thrombosis dan hyalinosis.3

Gambar 2. Pewarnaan Hematoxylin dan eosin pada sindrom hemoltik uremik. Terlihat 2 glomerulus sudah sklerosis (garis tebal). Ekspansi mesangial dengan mulainya sklerosis pada glomerulus ketiga (garis putus-putus). Inflamasi fokal pada sistem tubular mengindikasikan involusi parenkim ginjal.3

12

Gambar 3. Bagan patogenesis selular dan vaskular sindrom hemolitik uremik yang disebabkan oleh toksin Shiga.8 Keterangan : ARF: acute renal failure; A/E: attachment/effacement; CNS: central nervous system; EC: endothelial cells; LPS: lipopolysaccharide; N: neutrophils; plt: platelet; STEC: Shiga toxin producing E. coli; Stx: Shiga toxin.

13

2.6 Manifestasi Klinis SHU Bentuk klasik SHU pada bayi atau anak biasanya didahului oleh masa prodromal muntah dan diare, dengan atau tanpa darah. Biasanya dapat disertai nyeri abdomen atau kram hebat sehingga sering didiagnosis sebagai kolitis atau kegawatan abdomen. Fase prodromal biasanya berlangsung 4 sampai 15 hari dengan rata rata 7 hari, kemudian muncul trias SHU.6,9 Ketika gejala SHU muncul, penderita tampak pucat, ikterik, kadang dapat timbul kejang atau penurunan kesadaran. Namun manifestasi neurologik lebih sering terjadi pada TTP. Edema, oligouria, hipertensi, kongesti vaskular dapat dijumpai oleh karena beratnya proses penyakit atau kelebihan cairan akibat kurangnya pengawasan terhadap balans cairan sedangkan anak biasanya menderita oligouria.6,9 Hemolisis dengan fragmentasi sel darah merah ditemukan pada pasien SHU, pemeriksaan darah tepi perlu dilakukan untuk melihat adanya proses mikroangiopati. Gambaran darah tepi pada pasien dengan SHU dijumpai schystocytes, sel helmet dan sel burr. Hemolisis dapat cepat terjadi ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit secara drastis. Trombositopenia dibawah 40.000/mm3 biasanya berlangsung sekitar 7 14 hari disusul dengan munculnya gejala klinis berupa petekiae, purpura dan hematom di tempat bekas suntikan. Meningkatnya nilai trombosit menunjukkan pemulihan proses

mikroangiopati.2,6 Gangguan ginjal akut terjadi karena mikrotrombin yang terdeposit pada parenkim ginjal. Manifestasinya adalah hipertensi, oligouri atau anuria yang mana

14

merupakan tanda awal dari gangguan ginjal akut. Sistem saraf pusat merupakan organ lain yang dapat terkena. Tiga puluh tiga persen pasien SHU memiliki komplikasi neurologi seperti iritabel, kejang, dan penurunan kesadaran.4 2.7 Diagnosis banding Tabel 2. Diagnosis banding Sindrom Hemoltik Uremik.4

2.8 Diagnosis Pada laparotomi dan otopsi ditemukan usus besar yang edema, dan dalam beberapa kasus usus kecil edema dengan area nekrosis hemoragik dan ulserasi. Kolonoskopi mengungkapkan peradangan berat menyebar dengan edema dan kerapuhan, ulserasi longitudinal, dan temuan colitis ulserativ.10 Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan:7 Anemia hemolitik dengan Hb antara 3 10g/dL

15

Gambaran darah tepi menunjukkan hemolisis berupa sel fragmentosit, schistosit, polikromasi, sel blurr, sel bentuk topi, tear drop cells

Trombositopenia Retikulosis Lekositosis hingga mencapai 20.000/L CRP ( C Reactive Protein ) meningkat Uji Coombs direk negative Koagulasi normal (waktu protrombin dan tromboplastin parsial, fibrin degradation products, D-dimer)

Transaminase serum, bilirubin indirek, LDH, dan kreatinin kinase meningkat. Kreatinin, ureum, asam urat dan kalium meningkat. Peningkatan tromboglobulin B, faktor trombosit 4 dan serotonin serum yang menggambarkan disfungsi thrombosis.

Natrium, kalsium, bikarbonat, albumin, dan haptoglobulin menurun. Kadar trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid dapat meningkat Pada urinalisis terdapat hematuria, proteinuria, dan silinder. Pada biakan tinja ditemukan E. coli O157:H7 pada 10% pasien.

Kriteria primer diagnosis SHU.11 1. Trombositopenia (sebagian besar pasien dengan jumlah trombosit < 30.000/ml)

16

2. Anemia hemolitik mikroangipati, yang didefinisikan sebagai: percepatan produksi dan destruksi sel darah merah, fragmentasi sel darah merah, dan antiglobulin tes negative. 3. Tidak ada hal lain yang mendasari trombositopenia dan anemia Manifestasi lain yang mendukung diagnosis:11 1. Abnormalitas fungsi ginjal ( sering terjadi proteinuria dan hematuria, gagal ginjal akut dan oliguria) 2. Abnormalitas neurologis ( perubahan status mental, kejang dan kelainan fokal) 3. Gejala abdomen ( nyeri, mual, muntah, dan diare) 2. 9 Tatalaksana Tabel 3. Klasifikasi dan terapi pada SHU2

17

Pasien SHU harus dirawat di rumah sakit. Tidak ada terapi spesifik, dan tata laksana umumnya suportif, terutama untuk gangguan ginjal akut, dan kelainan hematologis.7 a. Terapi cairan dan elektrolit Terapi cairan sesuai dengan keadaan hidrasi. Pada dehidrasi, terapi cairan disesuaikan dengan derajat dehidrasi. Bila tidak ada dehidrasi, pemberian cairan sesuai dengan tata laksana gangguan ginjal akut, dengan jumlah cairan terdiri dari insensible water loss, urin, dan cairan yang keluar seperti muntah, dan lain-lain.7 b. Terapi nutrisi SHU memerlukan kalori dan asam amino esensial yang adekuat untuk mencegah katabolisme protein dan lemak. Protein perlu dibatasi karena terdapat gangguan ginjal.7 c. Anti-hipertensi. Tabel 4. Penggunaan Antihipertensi pada anak (Lampiran 1)12 d. Anti-konvulsan. Jika terdapat kejang, berikan antikonvulsan diazepam, luminal, atau fenitoin.7 e. Transfusi darah. Transfusi darah packed red cells diberikan jika proses hemolisis tetap berlangsung dan hemoglobin <6g/dl, diberikan 5 10 mL/kg berat badan.7

18

f. Antibiotik. Antibiotik diberikan jika SHU disebabkan infeksi Streptococcus pneumoniae atau nosocomial. Fosfomisin selama 2 hari untuk infeksi STEC dapat mencegah terjadinya SHU. Azitromisin bermanfaat pada penyakit karena STEC. Pemberian antibiotik (kotrimoksazol, siprofloksasin, dan lain-lain) pada anak dengan infeksi E. coli O157:H7 dapat meningkatkan resiko SHU.7 g. Terapi pengganti. Dialisis (hemodialisis atau dialisis peritoneal) dilakukan jika terdapat oliguria/anuria disertai hyperkalemia berat, hiponatremia, azotemia berat, asidosis metabolik berat, tanda-tanda bendungan vaskuar (gagal jantung kongestif, edema paru) yang tidak berhasil dengan terapi konservatif.7 h. Obat pengikat toksin shiga. Beberapa obat pengikat toksin antara lain, pengikat toksin sintetik (SynsorbPk, polimer Gb2), bakteri probiotik yang mengekspresikan trisakarida Gb3 pada permukaan sel (rekombinan E. coli non pathogen), antibody monoclonal terhadap toksin shiga.7 i. Terapi khusus. Tatalaksana khusus: pemberian infus plasma, plasmaferesis, infus

prostasiklin, immunoglobulin, antitrombotik, trombotik, vitamin E, kortikosteroid.7 Pada SHU atipikal, plasmaferesis dengan fresh frozen plasma dilakukan jika terjadi kelainan neurologis dengan hasil yang baik. Plasmaferesis bermanfaat pada

19

SHU rekuren atau SHU pasca transfusi. Dapat diberikan wash red blood cell untuk Streptococcus pneumonia.7 Tidak ada yang mendasari penggunaan antibiotik pada SHU. Suatu senyawa diamide silikon diatom terkait dengan rantai oligosakarida (Synsorb Pk) dikembangkan dan terbukti dapat mengikat dan menetralisir Stx. Sebuah uji klinis mengungkapkan pemberian oral dari Synsorb Pk apakah dapat menurunkan laju perkembangan kolitis hemoragik untuk SHU atau mengurangi keperluan untuk dialisis atau komplikasi ekstrarenal pada anak-anak yang telah mengalami SHU.3 Mayoritas anak-anak dengan SHU mengalami insufisiensi ginjal. Sekitar dua pertiga dari anak-anak dengan SHU akan memerlukan terapi dialisis, dan sekitar sepertiga mengalami keterlibatan ginjal ringan tanpa perlu terapi dialisis. Dialisis peritoneal dan hemodialisis telah digunakan. Pada sebagian besar center, dialisis peritoneal adalah pilihan yang sering digunakan pada anak yang lebih muda.s Hemodialisis dapat dimulai jika anak dicurigai SHU atipikal. Hal ini terutama pada anak-anak yang lebih tua dan mereka yang tidak jelas diarenya. Telah dikatakan bahwa peritoneal dialisis mungkin memiliki risiko lebih tinggi pada pasien dengan peritonitis pada diare berdarah. Namun, ini belum ada data yang menunjang.3 Dengan demikian manajemen SHU meliputi pengelolaan umum anak-anak dengan gangguan ginjal akut dengan tambahan manajemen khusus untuk SHU. Manajemen umum gangguan ginjal akut termasuk cairan yang tepat dan koreksi elektrolit, terapi antihipertensi jika anak menunjukkan hipertensi, dan transplantasi

20

ginjal ketika diperlukan. Pengelolaan khusus SHU termasuk mengelola komplikasi hematologi, pemantauan keterlibatan ekstrarenal, menghindari obat antidiare, dan menghindari terapi antibiotik. Mengelola komplikasi hematologi termasuk anemia hemolitik dan trombositopenia dengan cara mengamati perubahan hemoglobin dan hematokrit.3 Ikterik dapat terjadi karena proses hemolitik yang ditandai oleh peningkatan bilirubin indirek. Transfusi sel darah merah diperlukan ketika hemoglobin menurun cepat dan atau ketika hemoglobin mencapai 6-7 mg / dl. Packed red cell (PRC) ditransfusikan dengan selang waktu 2 sampai 4 jam dengan terapi diuretik, seperti anak yang mengalami volume overload. Pantau selalu tekanan darah, output urine, dan status pernapasan untuk mengetahui bahwa anak tidak mengalami edema paru.3 Trombositopenia sering ditemukan, tetapi transfusi trombosit biasanya terbatas hanya pada prosedur bedah atau ketika terjadi perdarahan aktif. Alasan untuk membatasi transfusi trombosit adalah karena transfusi dapat berkontribusi pada terjadinya mikrotrombi dan menyebabkan iskemia jaringan, yang memperburuk gejala SHU, khususnya kerusakan neurologis. Karena bentuk mikrotrombi di beberapa organ, termasuk ginjal, sistem saraf pusat, usus, pankreas, otot rangka, miokardium, dan organ lainnya, dipercepat setelah transfusi trombosit dan menyebabkan kerusakan jaringan. Volume intravaskular perlu dipertimbangkan ketika transfusi diindikasikan, karena banyak anak-anak dengan gangguan ginjal akut akibat SHU adalah oliguri dan beresiko overload cairan dan edema paru.3

21

2. 10 Komplikasi Komplikasi SHU dapat mengenai ginjal, gastrointestinal, atau sistem saraf pusat. Komplikasi yang paling berat adalah penyakit ginjal kronik. Sekitar 12% pasien SHU dapat mengalami penyakit ginjal tahap akhir atau kematian. Komplikasi lainnya meliputi hipertensi, proteinuria, dan gangguan ginjal. Meskipun komplikasi ekstrarenal seperti pankreatitis (dapat muncul sebagai diabetes), gangguan serebral, kardiomiopati, dan gangguan gastrointestinal dapat muncul. Sekitar 10% pasien SHU mengalami gangguan sistem saraf pusat seperti koma, hemiparesis, atau stroke.4 2. 11 Prognosis Sindrom hemolitik uremik yang didahului dengan prodromal diare memiliki prognosis yang baik. Rata-rata lama tinggal di rumah sakit pada anak-anak adalah 11 hari, dengan batas antara 1 sampai 388 hari. Genetik, penggunaan obat, atau sindrom hemolitik uremik idiopatik, tidak didahului dengan diare memiliki prognosis buruk, dengan pemulihan yang tidak sempurna dalam banyak kasus. saat ini, tingkat

kematian untuk semua pasien dengan sindrom uremik hemolitik kurang dari 10 persen.4 Bentuk sporadis SHU (juga disebut SHU atipikal) jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Tipe ini memiliki prognosis yang lebih buruk, lebih cenderung kambuh, tidak memiliki riwayat diare sebelumnya, dan mungkin berhubungan dengan riwayat keluarga dengan penyakit SHU. Kemungkinan terkait dengan keadaan tertentu seperti

22

obat kemoterapi, kontrasepsi oral, kanker, transplantasi sumsum tulang, dan penyakit vaskulitis.5

23

BAB III PENUTUP

Sindrom hemolitik uremik (SHU) adalah kumpulan gejala meliputi anemia hemolitik, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Sindrom ini disebabkan oleh adanya toksin yang dihasilkan berbagai serotipe Escherichia coli atau Shigella dysenteriae serotype I. Sindrom ini diklasifikasikan menjadi SHU klasik (D+ SHU) yang didahului dengan gejala gastrointestinal berupa diare dan SHU Atipikal (DSHU) dimana tidak terdapat gejala gastrointestinal. Sindrom ini terjadi akibat toksin yang masuk melalui saluran cerna menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukan fibrin dan trombosit di tempat kerusakan. Hal ini menyebabkan penyempitan kapiler dan mengakibatkan lisisnya sel darah merah, sehingga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta insufisiensi ginjal. Tatalaksana SHU meliputi kontrol yang baik dari hidrasi, kelainan elektrolit, hipertensi, dan anemia. Pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena memperberat keadaan penyakitnya. Prognosis SHU bergantung jenis SHU, usia penderita, progresivitas penyakit, dan ketepatan pemberian terapi.

24

LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai