Anda di halaman 1dari 56

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan menjelaskan tentang pedoman yang akan digunakan dalam bab

selanjutnya dengan tujuan agar perhitungan yang dilakukan nantinya akan dapat menghasilkan output seperti yang diharapkan. Penjelasan tentang hal tersebut akan dijelaskan secara garis besar seperti di bawah ini. 1. Penjelasan tentang berbagai macam sistem jaringan drainasi yang ada dan dipergunakan di Indonesia yaitu : sistem handil, sistem anjir, sistem garpu dan sistem sisir. 2. Analisa hidrologi, dalam subbab ini membahas tentang pedoman atau tinjauan pustaka yang digunakan untuk menganalisa data hidrologi. Tujuan dari analisa ini untuk memperoleh besarnya curah hujan rancangan, curah hujan andalan dan curah hujan efektif. Adapun yang temasuk di dalam analisa hidrologi tersebut antara lain sebagai berikut : 2.1. Uji konsistensi data (Rescaled Adjusted Partial Sum) 2.2. Uji abnormalitas data (uji Inlier-Outlier) 2.3. Perhitungan curah hujan rencana. Metode yang digunakan adalah Log Pearson Tipe III. 2.4. Uji kesesuaian distribusi, uji ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari suatu distribusi yang dipilih yaitu Log Pearson Tipe III. Dalam hal ini uji kesesuaian distribusi yang digunakan adalah uji Smirnov Kolmogorov dan uji Chi Kuadrat. 2.5. Perhitungan curah hujan andalan 2.6. Perhitungan curah hujan efektif 3. Analisa klimatologi, analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya evapotranspirasi yang terjadi. Adapun yang termasuk dalam analisa klimatologi adalah sebagai berikut : 3.1. Perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial yang terjadi. Dalam studi akhir ini menggunakan dua metode yaitu metode Penmann dan metode Blaney Criddle. 3.2. Penetapan evapotranspirasi potensial rerata.

4. Analisa kebutuhan air, analisa ini dilakukan untuk menghitung besarnya kebutuhan air di lahan pertanian yang harus tersedia di intake. Adapun hal-hal yang termasuk di dalam analisa kebutuhan air adalah sebagai berikut : 4.1. Perhitungan kebutuhan air tanaman 4.2. Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan 4.3. Perhitungan kebutuhan air untuk penggantian lapisan air 4.4. Perhitungan kebutuhan air kotor di sawah 4.5. Perhitungan kebutuhan air bersih di sawah 4.6. Perhitungan kebutuhan air di intake 5. Analisa modulus drainase, subbab ini akan menjelaskan tentang perhitungan debit yang harus dibuang dari lahan yang menjadi lokasi studi yaitu di daerah Talingke Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah. Perhitungan debit yang dilakukan berdasarkan pada besarnya curah hujan yang turun. 6. Analisa dimensi saluran, subbab ini menjelaskan tentang dimensi saluran yang akan direncanakan disesuaikan dengan besarnya debit buangan lahan akibat pengaruh hujan dan akibat pasang surut sungai Katingan mengingat lokasi studi berkarakteristik lahan pasang surut. 7. Analisa hidrolika, analisa hidrolika digunakan untuk mengetahui profil aliran yang terjadi pada sistem jaringan drainasi yang direncanakan. Dalam studi ini digunakan perangkat lunak Hec-Ras 3.1.3 untuk mengetahui profil aliran yang terjadi. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkah-langkah dalam analisa hidrolika dengan menggunakan HEC RAS 3.1.3 diantaranya : 7.1. Memulai HEC RAS 3.1.3 7.2. Pembuatan File Baru 7.3. Memasukkan Data Geometri 7.4. Memasukkan Data Debit (Unsteady Flow) dan Kondisi Batas 7.5. Pemrosesan Data 7.6. Hasil Pemrosesan Data 8. Analisa stabilitas saluran rencana, analisa ini dilakukan untuk mengetahui tingkat stabilitas dari saluran rencana yang ada di lokasi studi di daerah Talingke. Untuk mempermudah analisa stabilitas digunakan program GEO SLOPE. Program GEO SLOPE adalah perangkat lunak ( software) yang sering digunakan dalam analisa stabilitas. Kelebihan program GEO SLOPE terletak

pada tampilannya yang menarik dan lebih mendetail daripada perangkat lunak lain yang sejenis yaitu P SLOPE. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkahlangkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan program GEO SLOPE diantaranya : 8.1. Memulai GEO SLOPE 8.2. Pengaturan Lembar Kerja Baru 8.3. Menggambar Bentuk Saluran 8.4. Menganalisa Saluran 8.5. Memasukkan Data Geometri Saluran 8.6. Menentukan Keruntuhan Yang Terjadi 8.7. Memproses Data dan Hasil 9. Sistem tata air, balok. Untuk lebih jelasnya mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam studi akhir ini dapat dilihat pada uraian-uraian teori di bawah ini : 2.1. Jaringan Tata Air Lahan Rawa Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya bergantung pada karakteristik lokasi studi tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran drainasi rencana nantinya. 2.1.1. Sistem Handil Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. (Noor, 2001). Umumnya handil memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan panjang masuk dari muara sungai 2-3 km. Jarak antar handil satu dengan yang lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya panjang handil ditambah atau diperluas sehingga luas yang dikembangkan dapat mencapai 20-60 Hektar (Idak, 1982 dan Noorsyamsi et al., 1984). Selain sebagai saluran pengaliran, handil juga berfungsi sebagai saluran drainasi. Bentuk dari sistem ini biasanya di pinggir handil dibuat saluran-saluran yang tegak lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan sirip ikan atau tulang daun nangka.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1. Sebuah handil umumnya digali dan dimanfaatkan secara gotong royong oleh 7-10 orang. (Noor, 2001). dalam subbab ini akan membahas tentang pintu air yang digunakan di lahan. Diantaranya pintu otomatis, pintu sorong dan pintu skot

Karakteristik utama dari sistem handil ini mengandalkan apa yang telah diberikan alam berupa tenaga pasang surut untuk mengalirkan air sungai ke saluransaluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut. Kelebihan sistem handil : 1. Sistem ini dapat digunakan sebagai jaringan pengairan/drainasi. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai alur transportasi untuk dilewati sejenis sampan atau perahu kecil. Kelemahan sistem handil : 1. Hanya cocok dikembangkan untuk skala pengembangan yang relatif kecil dan hanya dapat menjangkau luas areal yang terbatas. 2. Seringkali timbul masalah titik aliran mati (air diam, tidak bergerak) pada ujung saluran. 3. Dengan adanya pengembangan saluran-saluran baru yang bedekatan dengan handil mempengaruhi luapan pasang dari sungai. Muka air pasang pada handil menjadi lebih dangkal karena dasar saluran handil lebih tinggi daripada saluran-saluran baru sehingga, fungsi handil menjadi terganggu. 1

2 3

1. Handil utama (2-3 km) 2. Handil kecil 3. Sungai

Gambar 2.1. Sistem Handil Sumber : Noor, 2001 : 105 2.1.2. Sistem Anjir Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem air dengan pembuatan saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan untuk dapat mengalirkan dan membagikan air yang masuk dari sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan (drainasi) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan

demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan leluasa. Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran dapat diairi dengan membangun handil-handil (saluran tersier) tegak lurus kanal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2. Perbedaan waktu pasang dari dua sungai yang dihubungkan oleh sistem anjir ini diharapkan akan diikuti oleh perbedaan muka air sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnya lebih tinggi ke sungai yang rendah. Kelebihan sistem anjir : 1. Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran dapat diairi dengan membangun handil-handil (di saluran tersier) tegak lurus kanal. 2. Adanya anjir ini menimbulkan lalu lintas transportasi air antara dua kota menjadi lebih ramai sehingga mendorong pembangunan daerah karena terjadinya peningkatan arus pertukaran barang dan jasa. Kelemahan sistem anjir : 1. Terjadi aliran balik pada bagian tengah saluran (kanal) penghubung dari air yang semestinya dibuang mengalir masuk kembali akibat didorong oleh gerakan pasang. 2. Di wilayah yang berpotensi sulfat asam terjadi kontak antara sedimen air sungai dengan sedimen asam yang mengandung kadar Al tinggi sehingga menimbulkan keracunan pada tanaman dan biota air lainnya (Notohadiprawiro, 1996). 1 3 2 3 1. Handil-handil 2. Anjir (28 km) 3. Sungai

Gambar 2.2. Sistem Anjir Sumber : Noor, 2001 : 105 2.1.3. Sistem Garpu Sistem garpu adalah sistem tata air yang dirancang dengan saluran-saluran yang dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang dapat terdiri atas dua saluran bercabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran

primer antara 10-20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar saluran sekunder antara 5-10 m (Notohadiprawiro,1996). Pada setiap ujung saluran sekunder sistem garpu dibuat kolam yang berukuran luas sekitar 90.000 m 2 (300 m x 300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500 m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m. Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier (Noor, 2001 : 103). Kelebihan sistem garpu : 1. Pada ujung saluran sekunder sistem garpu biasanya dibuat kolam, yang berfungsi untuk menampung sementara unsur dan senyawa beracun pada saat pasang, kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air. 2. Luasan lahan yang dapat dikembangkan dari sistem garpu dapat berkisar 10 ribu hektar. Kelemahan sistem garpu : 1. Biaya yang relatif mahal dalam pemeliharaan kolam. 2. Terjadinya aliran mati pada bagian ujung-ujung saluran yang menjadikan aliran air tidak sempurna. 3. Mutu air sepanjang saluran sekunder pada sistem garpu yang menuju ke arah kolam makin asam sehingga pada kolam penampungan menjadi sumber asam (Anwar et al., 1994).

4 1

2 3

1. 2. 3. 4. 5.

Saluran Primer Saluran Sekunder Saluran Tersier Kolam Sungai

Gambar 2.3. Sistem Garpu Sumber : Noor, 2001 : 105 2.1.4. Sistem Sisir Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder sebagaimana pada sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pemberi air dan drainasi. Pada

setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis ( aeroflapegate). Pintu bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai dengan pasang dan surut (Noor, 2001 : 104). Kelebihan sistem sisir : 1. Panjang saluran sekunder pada sistem sisir dapat mencapai 10 km. 2. Pada sistem sisir tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder sebagaimana pada sistem garpu sehingga dalam perencanaannya lebih ekonomis. Kelemahan sistem sisir : 1. Terjadinya air mati (dead water) di tengah-tengah saluran primer. 2. Endapan yang tinggi pada ujung saluran primer sehingga diperlukan suatu usaha pengerukan yang dilakukan secara rutin untuk mempertahankan sistem kinerja jaringan tata air yang baik.

4 3 2 1 5

1. 2. 3. 4. 5.

Saluran Primer Saluran Sekunder Saluran Tersier Saluran Pelindung Sungai

Gambar 2.4. Sistem Sisir Sumber : Noor, 2001 : 105 Dari penjelasan sebelumnya, jaringan tata air yang akan digunakan dalam studi akhir ini adalah sistem tata air sisir dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Meskipun lokasi studi dipengaruhi oleh pasang surut, namun pasang surut yang terjadi tidak menyebabkan pirit. Hal ini disebabkan karena pasang surut yang terjadi bukan karena pengaruh air laut melainkan akibat pengaruh sungai sehingga tidak memerlukan kolam penampung pada ujung saluran sekunder. 2. Kondisi topografi dari lokasi studi yang kurang memungkinkan untuk digunakan sistem jaringan tata air selain sisir. 3. Sungai yang ada di lokasi studi hanya satu buah, sehingga kurang sesuai apabila digunakan sistem jaringan tata air anjir.

2.2. Analisa Hidrologi Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besarnya curah hujan rancangan dari data hujan harian yang diolah menjadi data curah hujan 3 harian dan dengan kala ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung debit drainasi. Selain untuk menghitung debit drainasi, analisa hidrologi juga digunakan untuk menghitung debit andalan dari data hujan sepuluh harian yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Sebelum melakukan perhitungan debit drainasi dan kebutuhan air irigasi, perlu adanya pengecekan kualitas data dengan menggunakan uji konsistensi data yang kemudian dilanjutkan dengan pengecekan homogenitas data dengan menggunakan uji inlier-outlier. 2.2.1. Uji konsistensi data hujan (Rescaled Adjusted Partial Sums) Data hujan yang diperoleh dari instansi pengelolanya, perlu diuji tingkat kekonsistensiannya. Hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh tentang masingmasing unsur tersebut mengandung ketidak telitian (inaccuracy) dan ketidak pastian (uncertainty)( Harto,263). Dengan alasan tersebut di atas maka perlu dilakukan uji konsistensi data dengan menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)(Buishand,1982). Metode ini digunakan untuk menguji ketidak konsistensinya ( inconsistency) data suatu stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri dengan mendeteksi nilai rata-rata (mean), untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus, berikut : Q R = = maks
Sk **

untuk 0 k n............................................. (2 - 1)

maks Sk** - min Sk** .. (2 - 2)


X X

Sk* = Dy2 = Dy =

...............................................................................(2 - 3)

Sk 2 .......................................................................................(2 - 4) n
Dy 2

....................................................................................(2 - 5)

Sk** =

Sk * ....................................................................................(2 - 6) Dy
= atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan dengan rumus seperti pada persamaan 2-1. = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan dengan rumus seperti pada persamaan 2-2.

Dalam hal ini : Q R

Sk* = data hujan (X) data hujan rata-rata ( X ). Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data. Dy n = hasil akar dari nilai Dy 2. = jumlah data. Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy Langkah- langkah perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun. 2. Menghitung rata-rata data hujan. 3. Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data hujan dikurangi data hujan rata-rata. 4. Menghitung nilai absolut dari Sk*. 5. Menghitung nilai Dy 2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data. 6. Menghitung jumlah komulatif Dy 2. 7. Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy 2. 8. Menghitung nilai Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy. 9. Menghitung nilai absolut dari Sk**. 10. Menentukan nilai Sk** max. 11. Menentukan nilai Sk** min. 12. Menghitung nilai Q/(n 0.5). 13. Menghitung nilai R/(n 0.5). Dengan melihat data statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5). Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel, syarat analisis diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) hitung lebih kecil dari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel. Tabel 2.1 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5
N 10 20 30 40 100 Q/n0.5 90% 1.05 1.10 1.12 1.14 1.17 1.22 95% 1.14 1.22 1.24 1.27 1.29 1.36 99% 1.29 1.42 1.48 1.52 1.55 1.63 90% 1.21 1.34 1.40 1.44 1.50 1.62 R/n0.5 95% 1.28 1.43 1.50 1.55 1.62 1.75 99% 1.38 1.60 1.70 1.78 1.85 2.00

(Sumber: Harto, 1993: 168)

2.2.2. Uji abnormalitas data (Uji Inlier-Outlier)

Data yang telah konsisten kemudian perlu diuji lagi dengan uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Outlier, dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah (X L) dan ambang atas (XH) akan dihilangkan. Rumus untuk mencari kedua ambang tersebut adalah sebagai berikut : XH = Exp. (Xrerata + Kn . S).......................................................................... (2 - 7) XL = Exp. (Xrerata - Kn . S).......................................................................... (2 - 8) Dalam hal ini : XH XL S Kn n = nilai ambang atas. = nilai ambang bawah. = simpangan baku dari logaritma terhadap data. = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 2.2.) = jumlah sampel data.

Xrerata = nilai rata-rata.

Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut : 1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya 2. Mencari harga Log X 3. Mencari harga rerata dari Log X 4. Mencari nilai standart deviasi dari Log X 5. Mencari nilai Kn (lihat tabel 2.2) 6. Menghitung nilai ambang atas (XH) 7. Menghitung nilai ambang bawah (XL) 8. Menghilangkan data yang tidak layak untuk digunakan

Tabel 2.2. Nilai Kn untuk Uji Inlier - Outlier.

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Data Kn Data Kn Data Kn Data Kn 10 2.036 24 2.467 38 2.661 60 2.837 11 2.880 25 2.468 39 2.671 65 2.866 12 2.134 26 2.502 40 2.682 70 2.893 13 2.175 27 2.519 41 2.692 75 2.917 14 2.213 28 2.534 42 2.700 80 2.940 15 2.247 29 2.549 43 2.710 85 2.961 16 2.279 30 2.563 44 2.719 90 2.981 17 2.309 31 2.577 45 2.727 95 3.000 18 2.335 32 2.591 46 2.736 100 3.017 19 2.361 33 2.604 47 2.744 110 3.049 20 2.385 34 2.616 48 2.753 120 3.078 21 2.408 35 2.628 49 2.760 130 3.104 22 2.429 36 2.639 50 2.768 140 3.129 23 2.448 37 2.650 55 2.804 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume II, 1999:8.

2.2.3. Curah hujan rencana. Dalam analisa hidrologi selanjutnya diperlukan besaran curah hujan rancangan yang terjadi di daerah tersebut. Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan dengan suatu kemungkinan tertentu atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu. Dalam analisis curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya Normal, Gumbel, Log Normal, Log Pearson Tipe III, dan sebagainya. Dalam studi ini dipakai metode Log Pearson tipe III dengan pertimbangan bahwa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data serta umum digunakan dalam perhitungan maupun analisa curah hujan rancangan. Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson Tipe III adalah : (Soemarto, Hidrologi Teknik, 1987:243) 1. Harga rata-rata. Standart deviasi. Koefisien kemencengan. Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson Type III, adalah : Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ., Xn menjadi log X1, log X2, log X3, .., log Xn.

2.

Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :

log X =

log
n

.................................................................................... (2 - 9)

dengan : n = jumlah data. 3. Menghitung nilai Deviasi standar dari log X, dengan rumus sebagai berikut :
S log X =

(log

( n 1)

X log X

............................................................... (2 - 10)

4.

Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus sebagai berikut :


CS =

( n 1)( n 2 )(S

(log

X log X log

) X)

3 3

.................................................................... (2 - 11)

5.

Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus sebagai berikut :
log X = log X +k S

................................................................................... (2 - 12)

Harga-harga k dapat dilihat dari Tabel 2.3. dengan tingkat peluang atau periode tertentu sesuai dengan nilai Cs nya. 6. Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik yang dikehendaki.

Tabel 2.3. Nilai K Distribusi Log Pearson Tipe III.


Skewnes s Cs Probabilitas Terjadi ( % ) 99 95 90 80 50 20 Kala ulang 10 5 4 2 1 0.5 0.1

1.010101 -3.0 -2.9 -2.8 -2.7 -2.6 -2.5 -2.4 -2.3 -2.2 -2.1 -2.0 -1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5 -1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1.0 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 -4.051 -4.013 -3.973 -3.932 -3.889 -3.845 -3.800 -3.753 -3.705 -3.656 -3.605 -3.553 -3.499 -3.444 -3.388 -3.330 -3.271 -3.211 -3.149 -3.087 -3.022 -2.957 -2.891 -2.824 -2.755 -2.686 -2.615 -2.544 -2.472 -2.400 -2.326 -2.252 -2.178 -2.104 -2.029 -1.955 -1.880 -1.806 -1.733 -1.660 -1.588 -1.518 -1.449 -1.383 -1.318 -1.256 -1.197 -1.140 -1.087

1.052632 -2.003 -2.007 -2.010 -2.012 -2.013 -2.012 -2.011 -2.009 -2.006 -2.001 -1.996 -1.989 -1.981 -1.972 -1.962 -1.951 -1.938 -1.925 -1.910 -1.894 -1.877 -1.858 -1.839 -1.819 -1.797 -1.744 -1.750 -1.726 -1.700 -1.673 -1.645 -1.616 -1.586 -1.555 -1.524 -1.491 -1.458 -1.423 -1.388 -1.353 -1.317 -1.280 -1.243 -1.206 -1.168 -1.131 -1.093 -1.056 -1.020

1.111111 -1.180 -1.195 -1.210 -1.224 -1.238 -1.250 -1.262 -1.274 -1.284 -1.294 -1.302 -1.310 -1.318 -1.324 -1.329 -1.333 -1.337 -1.339 -1.340 -1.341 -1.340 -1.339 -1.336 -1.333 -1.328 -1.323 -1.317 -1.309 -1.301 -1.292 -1.282 -1.270 -1.258 -1.245 -1.231 -1.216 -1.200 -1.183 -1.166 -1.147 -1.128 -1.107 -1.086 -1.064 -1.041 -1.018 -0.994 -0.970 -0.945

1.25 -0.420 -0.440 -0.460 -0.479 -0.499 -0.518 -0.537 -0.555 -0.574 -0.592 -0.609 -0.620 -0.643 -0.660 -0.675 -0.690 -0.705 -0.719 -0.732 -0.745 -0.758 -0.769 -0.780 -0.790 -0.800 -0.808 -0.816 -0.824 -0.830 -0.836 -0.842 -0.846 -0.850 -0.853 -0.855 -0.856 -0.857 -0.857 -0.856 -0.854 -0.852 -0.848 -0.844 -0.838 -0.832 -0.825 -0.817 -0.808 -0.799

2 0.396 0.390 0.384 0.376 0.368 0.360 0.351 0.341 0.330 0.319 0.307 0.294 0.282 0.268 0.254 0.240 0.225 0.210 0.195 0.180 0.164 0.148 0.132 0.116 0.099 0.083 0.066 0.050 0.033 0.017 0.000 -0.017 -0.033 -0.050 -0.066 -0.083 -0.099 -0.116 -0.132 -0.148 -0.164 -0.180 -0.195 -0.210 -0.225 -0.240 -0.254 -0.268 -0.282

5 0.63 6 0.65 1 0.66 6 0.68 1 0.69 6 0.71 1 0.72 5 0.73 9 0.75 2 0.76 5 0.77 7 0.78 8 0.79 9 0.80 8 0.81 7 0.82 5 0.83 2 0.83 8 0.84 4 0.84 8 0.85 2 0.85 4 0.85 6 0.85 7 0.85 7 0.85 6 0.85 5 0.85 3 0.85 0 0.84 6 0.84 2 0.83 6 0.83 0 0.82 4 0.81 6 0.80 8 0.80 0 0.79 0 0.78 0 0.76 9 0.75 8 0.74 5 0.73 2 0.71 9 0.70 5 0.69 0 0.67 5 0.66 0 0.64 3

10 0.66 0 0.68 1 0.70 2 0.72 4 0.74 7 0.77 1 0.79 5 0.81 9 0.84 4 0.86 9 0.89 5 0.92 0 0.94 5 0.97 0 0.99 4 1.01 8 1.04 1 1.06 4 1.08 6 1.10 7 1.12 8 1.14 7 1.16 6 1.18 3 1.20 0 1.21 6 1.23 1 1.24 5 1.25 8 1.27 0 1.28 2 1.29 2 1.30 1 1.30 9 1.31 7 1.32 3 1.32 8 1.33 3 1.33 6 1.33 9 1.34 0 1.34 1 1.34 0 1.33 9 1.33 7 1.33 3 1.32 9 1.32 4 1.31 8

20 0.66 5 0.68 8 0.71 0 0.73 6 0.76 1 0.78 9 0.81 8 0.84 9 0.88 1 0.91 4 0.94 8 0.98 3 1.02 0 1.05 8 1.09 6 1.13 4 1.17 2 1.21 1 1.24 9 1.28 8 1.32 6 1.36 4 1.40 1 1.40 4 1.47 3 1.50 9 1.54 4 1.57 7 1.61 0 1.64 2 1.67 3 1.70 3 1.73 2 1.75 9 1.78 6 1.81 2 1.83 7 1.86 1 1.88 4 1.90 5 1.92 6 1.94 5 1.96 3 1.98 0 1.99 6 2.01 1 2.02 4 2.03 7 2.04 7

25 0.66 6 0.68 9 0.71 2 0.73 8 0.76 4 0.79 3 0.82 3 0.85 5 0.88 8 0.92 3 0.95 9 0.99 6 1.03 5 1.07 5 1.11 6 1.15 7 1.19 8 1.24 0 1.28 2 1.32 4 1.36 6 1.40 7 1.44 8 1.44 8 1.52 8 1.56 7 1.60 6 1.64 3 1.68 0 1.71 6 1.75 1 1.78 5 1.81 8 1.84 9 1.88 0 1.91 0 1.93 9 1.96 7 1.99 3 2.01 8 2.04 3 2.06 6 2.08 7 2.10 8 2.12 8 2.14 6 2.16 3 2.17 9 2.19 3

50 0.66 6 0.68 9 0.71 4 0.74 0 0.76 8 0.79 8 0.83 0 0.86 4 0.90 0 0.93 9 0.98 0 1.02 3 1.06 9 1.11 6 1.16 6 1.21 7 1.27 0 1.32 4 1.37 9 1.43 5 1.49 2 1.54 9 1.60 6 1.66 3 1.72 0 1.77 7 1.83 4 1.89 0 1.94 5 2.00 0 2.05 4 2.10 7 2.15 9 2.21 1 2.26 1 2.31 1 2.35 9 2.40 7 2.45 3 2.49 8 2.54 2 2.58 5 2.62 6 2.66 6 2.70 6 2.74 3 2.78 0 2.81 5 2.84 8

100 0.66 7 0.69 0 0.71 4 0.74 0 0.76 9 0.79 9 0.83 2 0.86 7 0.90 5 0.94 6 0.99 0 1.03 7 1.08 7 1.14 0 1.19 7 1.25 6 1.31 8 1.38 3 1.44 9 1.51 8 1.58 8 1.66 0 1.73 3 1.80 6 1.88 0 1.95 5 2.02 9 2.10 4 2.17 8 2.25 2 2.32 6 2.40 0 2.47 2 2.54 4 2.51 5 2.68 6 2.75 5 2.82 4 2.89 1 2.95 7 3.02 2 3.08 7 3.14 9 3.21 1 3.27 1 3.33 0 3.38 8 3.44 4 3.49 9

200 0.66 7 0.69 0 0.71 4 0.74 1 0.76 9 0.80 0 0.83 3 0.86 9 0.90 7 0.94 9 0.99 5 1.04 4 1.09 7 1.15 5 1.21 6 1.28 2 1.35 1 1.42 4 1.50 1 1.58 1 1.66 4 1.74 9 1.83 7 1.92 6 2.01 6 2.10 8 2.20 1 2.29 4 2.38 8 2.48 2 2.57 6 2.67 0 2.76 3 2.85 6 2.94 9 3.04 1 3.13 2 3.23 2 3.31 2 3.40 1 3.48 9 3.57 5 3.66 1 3.74 5 3.82 8 3.91 0 3.99 0 4.06 9 4.14 7

1000 0.66 8 0.69 1 0.71 5 0.74 3 0.77 1 0.80 0 0.83 5 0.87 2 0.91 0 0.95 3 1.00 0 1.06 2 1.13 0 1.20 3 1.28 0 1.37 0 1.46 5 1.54 3 1.62 5 1.71 1 1.80 0 1.91 0 2.03 5 2.15 0 2.27 5 2.40 0 2.54 0 2.67 5 2.81 0 3.95 0 3.09 0 3.23 5 3.38 0 3.52 5 3.67 0 3.81 5 3.96 0 4.10 5 4.25 0 4.39 5 4.54 0 4.68 0 4.82 0 4.96 6 5.11 0 5.25 2 5.39 0 5.52 6 5.66 0

1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 3.0

-1.037 -0.990 -0.946 -0.905 -0.867 -0.832 -0.799 -0.769 -0.740 -0.714 -0.690 -0.667

-0.984 -0.949 -0.914 -0.882 -0.850 -0.819 -0.790 -0.762 -0.736 -0.711 -0.688 -0.665

-0.920 -0.895 -0.869 -0.844 -0.819 -0.795 -0.771 -0.747 -0.724 -0.702 -0.681 -0.660

-0.788 -0.777 -0.765 -0.752 -0.739 -0.725 -0.711 -0.696 -0.681 -0.666 -0.651 -0.636

-0.294 -0.307 -0.319 -0.330 -0.341 -0.351 -0.360 -0.368 -0.376 -0.384 -0.390 -0.396

0.62 7 0.60 9 0.59 2 0.57 4 0.55 5 0.53 7 0.51 8 0.49 9 0.47 9 0.46 0 0.44 0 0.42 0

1.31 0 1.30 2 1.29 4 1.28 4 1.27 4 1.26 2 1.25 0 1.23 8 1.22 4 1.21 0 1.19 5 1.18 0

2.05 8 2.06 6 2.07 4 2.08 1 2.08 6 2.09 0 2.09 3 2.09 6 2.09 7 2.09 8 2.09 7 2.09 5

2.20 7 2.21 9 2.23 0 2.24 0 2.24 8 2.25 6 2.26 2 2.26 7 2.27 2 2.27 5 2.27 7 2.27 8

2.88 1 2.91 2 2.94 2 2.97 0 2.99 7 3.02 3 3.04 8 3.07 1 3.09 3 3.11 4 3.13 4 3.15 2

3.55 3 3.60 5 3.65 6 3.70 5 3.75 3 3.80 0 3.84 5 3.88 9 3.93 2 3.97 3 4.01 3 4.01 5

4.22 3 4.39 8 4.37 2 4.44 4 4.51 5 4.58 4 4.65 2 4.71 8 4.78 3 4.84 7 4.90 9 4.97 0

5.73 6 5.91 0 5.74 6 6.20 0 6.33 7 6.46 9 6.60 0 6.73 5 6.86 8 6.99 9 7.12 5 7.25 0

Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan

2.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi. Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui : 1. 2. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak. Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. (Soewarno, 1995 :198) Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Mengurutkan dari data yang ada dari kecil ke besar. 2. Menghitung besarnya probabilitas untuk lebih kecil dari data yang ada (Px(X)). Apabila diketahui Pr (Probabilitas terjadi), maka : Px(X) = 1 Pr...........................................................................................( 2 - 13 ) 3. Menghitung besarnya peluang data yang ada dengan menggunakan metode Weibull, maka digunakan rumus sebagai berikut :
Sn ( X ) = n x100% ................................................................................( 2 - 14) 1+ N

2.2.4.1. Uji Smirnov-Kolmogorov.

4. Menghitung selisih nilai D yang dinyatakan dalam rumus berikut : D =Max Px ( X ) S n ( X ) ...................................................................... ( 2 - 15 )

Apabila besarnya nilai D yang diperoleh lebih kecil dari Dcr (dari tabel) maka hipotesa yang dilakukan diterima (memenuhi syarat distribusi yang diuji) dan apabila
ukuran sample n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 rumus asimtot ik Level of significant (a) (%) 15 10 5 0.925 0.950 0.975 0.726 0.776 0.842 0.597 0.642 0.708 0.525 0.564 0.624 0.474 0.510 0.563 0.436 0.405 0.381 0.360 0.342 0.326 0.313 0.302 0.292 0.293 0.274 0.266 0.259 0.252 0.246 1.14 n 0.470 0.438 0.411 0.388 0.368 0.352 0.338 0.325 0.314 0.304 0.295 0.286 0.278 0.272 0.264 1.22 n 0.521 0.486 0.457 0.432 0.409 0.391 0.375 0.361 0.349 0.338 0.328 0.318 0.309 0.301 0.294 1.36 n

20 0.900 0.684 0.565 0.494 0.446 0.410 0.810 0.358 0.339 0.322 0.307 0.295 0.284 0.274 0.266 0.258 0.250 0.244 0.237 0.231 1.07 n

1 0.995 0.929 0.829 0.734 0.669 0.618 0.577 0.543 0.514 0.486 0.468 0.450 0.433 0.418 0.404 0.391 0.380 0.370 0.361 0.352 1.63 n

besarnya nilai D yang diperoleh lebih besar dari Dcr (dari tabel) maka hipotesa yang dilakukan tidak diterima (tidak memenuhi syarat distribusi yang diuji).

Tabel 2.4. Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov.

Sumber : Bonnier, 1980, dikutip dari Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1, 1995:199

Catatan : = derajat kepercayaan. 2.2.4.2. Uji Chi-Kuadrat. Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan metematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variat) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi-Kuadrat menguji penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya (Indra Karya, Laporan Hidrologi Pekerjaan Feasibilty Study Waduk Ngemplak, 1995:IV-29). Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :
X =
2 j =1 G

(O j E j ) 2 Ej

................................................................................ (2 - 16)

Dalam hal ini : X2 G Ej = parameter chi-kuadrat hitung. = jumlah kelas. = frekwensi teoritis kelas j.

Oj 2.5.)

= frekuensi pengamatan kelas j.

Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari Tabel. Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan : dk = k (P + 1)......................................................................................... (2 - 17) dengan : dk k P = derajat kebebasan. = banyaknya kelas. = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang untuk sebaran Chi-Kuadrat adalah sama dengan 2 (dua).

Tabel 2.5 Tabel Distribusi Chi Square


v 0.995 1 2 7.880 10.600 0.99 6.630 9.210 0.975 5.020 7.380 PERCENTILE P 0.95 3.940 5.990 0.90 2.710 4.610 0.75 1.320 2.770 0.50 0.455 1.390 0.25 0.102 0.575

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 40 50 60 70 80 90 100

12.800 14.900 16.700 18.500 20.300 22.000 23.600 25.200 26.800 28.300 29.800 31.300 32.800 34.300 35.700 37.200 38.600 40.000 41.400 42.800 44.200 45.600 46.900 48.300 49.600 51.000 52.300 53.700 66.800 79.500 92.000 104.200 116.300 128.300 140.200

11.300 13.300 15.100 16.800 18.500 20.100 21.700 23.200 24.700 26.200 27.700 29.100 30.600 32.000 33.400 34.800 36.200 37.600 38.900 40.300 41.600 43.000 44.300 45.600 47.000 48.300 49.600 50.900 63.700 76.200 88.400 100.400 112.300 124.100 135.800

9.350 11.100 12.800 14.400 16.000 17.500 19.000 20.500 21.900 23.300 24.700 26.100 27.500 28.800 30.200 31.500 32.900 34.200 35.500 36.800 38.100 39.400 40.600 41.900 43.200 44.500 45.700 47.000 59.300 71.400 83.300 95.000 106.600 118.100 129.600

7.810 9.490 11.100 12.600 14.100 15.500 16.900 18.300 19.700 21.000 22.400 23.700 25.000 26.300 27.600 28.900 30.100 31.400 32.700 33.900 35.200 36.400 37.700 38.900 40.100 41.300 42.600 43.800 55.800 67.500 79.100 90.500 101.900 113.100 124.300

6.260 7.780 9.240 10.600 12.000 13.400 14.700 16.000 17.300 18.500 19.800 21.100 22.300 23.500 24.800 26.000 27.200 28.400 29.600 30.800 32.000 33.200 34.400 35.600 36.700 37.800 39.100 40.300 51.800 63.200 74.400 85.500 96.600 107.600 118.500

4.110 5.390 6.630 7.840 9.040 10.200 11.400 12.500 13.700 14.800 16.000 17.100 18.200 19.400 20.500 21.600 22.700 23.800 24.900 26.000 27.100 28.200 29.300 30.400 31.500 32.600 33.700 34.800 45.600 56.300 67.000 77.600 88.100 98.600 109.100

2.370 3.360 4.350 5.350 6.350 7.340 8.340 9.340 10.300 11.300 12.300 13.300 14.300 15.300 16.300 17.300 18.300 19.300 20.300 21.300 22.300 23.300 24.300 25.300 26.300 27.300 28.300 29.300 39.300 49.300 59.300 69.300 79.300 89.300 99.300

1.210 1.920 2.670 3.450 4.250 5.070 5.900 6.740 7.580 8.440 9.300 10.200 11.000 11.900 12.800 13.700 14.600 15.500 16.300 17.200 18.100 19.000 19.900 20.800 21.700 22.700 23.600 24.500 33.700 42.900 52.300 61.700 71.100 80.600 90.100

Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan

2.2.5. Curah Hujan Andalan Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan yang diandalkan tersedia setiap beberapa tahun sekali, sesuai dengan kala ulang yang diambil. Dalam studi ini kala ulang yang diambil adalah 5 tahun. Curah hujan andalan dapat diperoleh dengan langkah sebagai berikut :

1. Mengurutkan data curah hujan bulanan yang tersedia dari nilai terkecil sampai yang terbesar. 2. Menghitung besarnya curah hujan andalan. Rumus yang digunakan untuk memperoleh besarnya curah hujan andalan adalah sebagai berikut : R80 = Dengan : R80 = Besarnya curah hujan yang mempunyai peluang terjadi atau terulang 80% n = Periode tahun pengamatan Kebutuhan akan air dalam usaha pertanian sangat mempengaruhi tingkat produktivitas dari lahan yang ditanami. Namun, kadangkala terjadi keterbatasan air sehingga menyebabkan menurunnya hasil panen dari lahan pertanian terutama untuk lahan sawah tadah hujan. Oleh karenanya untuk mengatasi terjadinya keterbatasan air perlu direncanakan suatu sistem tata jaringan air yang efisien dan tepat. Salah satunya dengan pengaturan pola tata tanam lahan. Pengaturan pola tata tanam yang ada masih dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang turun. Tidak semua curah hujan yang jatuh di atas tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Curah hujan nyata, yaitu curah hujan yang jatuh pada periode tertentu. 2. Curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang jatuh pada suatu lahan semasa pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya. 2.2.6. Curah Hujan Efektif
n +1 ................................................................................. (2 - 18) 5

Besarnya curah hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode standar perencanaan irigasi, yaitu : Re = (0,70 x R80)/hari......................................................................(2 - 19) Dengan : Re = Curah hujan efektif yang dikehendaki

2.3. Analisa Klimatologi Klimatologi adalah ilmu yang membahas dan menerangkan tentang iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat yang lainnya (Gunarsih., 2004). Iklim sendiri adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu tertentu yang sifatnya beubah-ubah dari waktu ke waktu. Dalam analisa klimatologi tentu memerlukan data klimatologi. Data klimatologi merupakan data-data dasar yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan pokok tanaman akan air yang didasarkan pada keadaan pola tanam yang ada. Data klimatologi yang diperlukan yaitu curah hujan (r), temperatur (t), kelembaban udara (Rh), penyinaran matahari (n) dan kecepatan angin (u). Data Klimatologi daerah studi diambil dari stasiun yang terdekat yaitu Bereng Bengkel. Data klimatologi ini meliputi data temperatur, kecepatan angin, kecerahan matahari, dan kelembaban relatif, berikut : Tabel 2.6 Data Klimatologi Stasiun Bereng Bengkel
Unsur klimatologi RH rerata (%) Temp. rerata (oC) Kec.angin (km/hr) Bulan Jan 93.4 5 28.6 3 0.63 Feb 94.1 3 28.7 2 1.43 Mar 94.8 4 28.5 0 2.26 Apr 94.0 7 29.1 4 16.7 7 Mei 94.7 1 28.7 5 16.6 8 Jun 95.0 0 27.9 1 17.7 0 Jul 95.0 0 32.9 3 17.1 2 Agst 94.8 4 28.8 5 24.2 9 Sept 94.8 7 19.9 8 21.9 5 Okt 95.0 0 26.5 9 19.2 5 Nop 95.0 0 31.0 8 17.0 5 Des 94.6 3 28.2 8 14.1 0 Rerata

data-data tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.6

94.628 28.282 14.103

Sumber : Stasiun BMG Bereng Bengkel

2.3.1. Evapotranspirasi potensial Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah atau ke samping tanah. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman (Etc = evaporasi konsumtif). Penyelidikan perkolasi di lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui secara benar angka-angka perkolasi yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi perkolasi atau peresapan air ke dalam tanah antara lain: 1. Tekstur tanah . Tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang kecil sedangkan tanah dengan tekstur besar mempunyai angka perkolasi yang besar.

2. Permeabilitas tanah. 3. Tebal lapisan bagian atas. Semakin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil angka perkolasi . 4. Letak permukaan tanah. Semakin tinggi letak permukaan air makin kecil angka perkolasi. Tabel 2.7. Besarnya Angka Perkolasi
Macam Tanah Tanah Berpasir (Sandy loam) Tanah Berlanau (Loam) Tanah Berlempung (Clay loam) Sumber : Suhardjono, 1994 : 98 Perkolasi (mm/hari) 3-6 2-3 1-2

Proses fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat menjadi gas disebut evaporasi, sedangkan penguapan air terjadi melalui tumbuhan disebut transpirasi. Jika penguapan dari tanah atau permukaan air dan transpirasi terjadi bersamaan maka gabungan kedua proses tersebut dinamakan evapotranspirasi. Dalam menentukan besarnya evapotranspirasi ada beberapa metode yang dapat digunakan diantaranya Blaney Criddle Asli, Blaney Criddle Modifikasi Empiris, Blaney Criddle Modifikasi Grafis, Penmann Asli dan Penmann Modifikasi. 2.3.1.1. Metode Penman Modifikasi Rumus ini memberikan cara yang baik bagi besarnya penguapan yang terjadi apabila ditempat tersebut tidak ada pengamatan dengan menggunakan panci penguapan atau tidak adanya studi neraca air. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini lebih dapt dipercaya dibandingkan dengan metode Blaney Criddle. Meskipun metode Penman menghasilkan evaporasi dari permukaan bebas, rumus ini dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial dengan memasukkan faktor koreksi. Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut : Eto = c . ET*.............................................................................................( 2 - 20 ) ET* = w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u) (ea- ed)............................................( 2 - 21 ) Dalam hal ini : Eto c ET* = evapotranspirasi potensial = angka koreksi Penman yang memasukkan harga perbedaan kondisi cuaca siang dan malam. Harga c tertera pada Tabel 2.10. = besaran evapotranspirasi potensial sebelum dikoreksi

= faktor yang berhubungan dengan temperatur (t) dan elevasi daerah. Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara 0 - 500 m, hubungan harga t dan w seperti pada Tabel 2.8.

Rs Ra

= radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari) = (0,25 + 0,54 n/N) Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah. Harga R a seperti pada Tabel 2.9.

Rn1 f(t)

= radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari) = f(t) . f(ed) . f(n/N) = fungsi suhu = . Ta4

Ta f(ed)

= konstanta = suhu (0K). = fungsi tekanan uap = 0,34 - 0,44 . (ed)

f(n/N) = fungsi kecerahan = 0,1 + 0,9 n/N N f(u) u ed Rh ea ed


Suhu (t) 24.0 24.2 24.4 24.6 24.8

= jumlah jam yang sebenarnya dalam 1 hari matahari bersinar terang (jam) = fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam satuan (m/dt) = 0,27 (1 + 0,864 u) = kecepatan angin (m/dt) = ea . Rh = kelembaban udara relatif (%) = tekanan uap jenuh (mbar) = tekanan uap sebenarnya (mbar)
ea(mba r) 29.845 30.273 30.581 30.950 31.319

(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya

Tabel 2.8 Hubungan Suhu (t) dengan nilai ea (mbar), w dan f (t)
w 0.735 0.737 0.739 0.741 0.743 1-w 0.265 0.263 0.261 0.259 0.257 f(t) 15.400 15.445 15.491 15.536 15.581

25.0 31.688 0.745 25.2 32.073 0.747 25.4 32.458 0.749 25.6 32.844 0.751 25.8 33.230 0.753 26.0 33.617 0.755 26.2 34.024 0.757 26.4 34.431 0.759 26.6 34.839 0.761 26.8 35.247 0.763 27.0 35.656 0.765 27.2 36.085 0.767 27.4 36.515 0.769 27.6 36.945 0.771 27.8 37.376 0.773 28.0 37.907 0.775 28.2 38.259 0.777 28.4 38.711 0.779 28.6 39.163 0.781 28.8 39.616 0.783 29.0 40.070 0.785 29.2 40.544 0.787 29.4 41.019 0.789 29.6 41.494 0.791 29.8 41.969 0.793 30.0 42.445 0.795 Sumber : Suhardjono, 1994

0.255 0.253 0.251 0.249 0.247 0.245 0.243 0.241 0.239 0.237 0.235 0.233 0.231 0.229 0.227 0.225 0.223 0.221 0.219 0.217 0.215 0.213 0.211 0.209 0.207 0.205

15.627 15.672 15.717 15.763 15.808 15.853 15.898 15.944 15.989 16.034 16.079 16.124 16.170 16.215 16.260 16.305 16.350 16.395 16.440 16.485 16.530 16.575 16.620 16.666 16.711 16.755

Tabel 2.9 Besaran Angka Angot (Ra) (mm/hari)


Bulan Januari Februari Maret Letak lintang 5 LU 13.00 14.00 15.00
o

4 LU 14.30 15.00 15.50

2 LU 14.70 15.30 15.60

0 15.00 15.50 15.70

2oLS 15.30 15.70 15.65

4oLS 15.50 15.80 15.60

6oLS 15.80 16.00 15.60

8oLS 16.10 16.10 15.50

10oLS 16.10 16.00 15.30

April 15.10 15.50 Mei 15.30 14.90 Juni 15.00 14.40 Juli 15.10 14.60 Agustus 15.30 15.10 Septembe r 15.10 15.30 Oktober 15.70 15.10 November 14.80 14.50 Desember 14.60 14.10 Min 13.00 14.10 Max 15.70 15.50 Rerata 14.83 14.86 Sumber : Suhardjono, 1994

15.30 14.60 14.20 14.30 14.90 15.30 15.20 14.80 14.40 14.20 15.60 14.88

15.30 14.40 13.90 14.10 14.80 15.30 15.40 15.10 14.80 13.90 15.70 14.94

15.10 14.10 13.50 13.70 14.50 15.20 15.50 15.30 15.10 13.50 15.70 14.89

14.90 13.80 13.20 13.40 14.30 15.10 15.60 15.50 15.40 13.20 15.80 14.84

14.70 13.40 12.80 13.10 14.00 15.00 15.70 15.75 15.70 12.80 16.00 14.80

14.40 13.10 12.40 12.70 13.70 14.90 15.80 16.00 16.10 12.40 16.10 14.73

14.00 12.60 12.60 11.80 12.20 13.30 14.60 15.60 16.00 11.80 16.10 14.18

Tabel 2.10 Besaran Angka Koreksi ( c ) Bulanan


Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septemb er Oktober Novemb er Desembe r Angka Koreksi (c) BlaneyRadia Penma Criddle si n 0.800 0.800 1.100 0.800 0.800 1.100 0.750 0.750 1.000 0.750 0.750 1.000 0.700 0.700 0.950 0.700 0.700 0.950 0.750 0.750 1.000 0.750 0.750 1.000 0.800 0.800 0.825 0.825 0.800 0.800 0.825 0.825 1.100 1.100 1.150 1.150

Sumber : Suhardjono, 1994 2.3.1.2. Metode Blaney Criddle Modifikasi Empiris Rumus yang digunakan dalam metode ini menghasilkan nilai evapotranspirasi untuk sembarang tanaman. Rumus ini berlaku untuk daerah yang luas dengan iklim kering dan sedang. Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan perhitungannya, meskipun belum diketahui apakah cara ini dapat digunakan di semua tempat dan dapt digunakan untuk perkiraan evapotranspirasi jangka waktu yang panjang. Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut : a b = 0,0043.RH min n/N 1,41......................................................................( 2 - 22 ) = 0,82 0,0041.RH min + 1,07.n/N + 0,066.u 0,006.RH min.n/N

0,0006.RH min.u..........................................................................................( 2 23 ) f = P (0,46 T + 8,13)........................................................................................( 2 24 ) Eto = a + b . f.. ...................................................................................................( 2 25 ) Dalam hal ini : Eto f P a b RH n N = evapotranspirasi potensial = angka koreksi Blaney Criddle = prosentase rata-rata jam siang harian, diperoleh dengan menggunakan tabel 2.11 = koefisien kalibrasi iklim = koefisien kalibrasi iklim = kelembaban relatif (%) = jam penyinaran matahari sesungguhnya dalam sehari (jam) = jam penyinaran matahari yang mungkin terjadi dalam sehari (jam)

Tabel 2.11 Besaran Angka P Bulanan


LL Janua ri LU LU 0 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 Februa ri 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 Mare t 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 Apr il 0.2 8 0.2 8 0.2 7 0.2 8 0.2 8 0.2 8 0.2 7 Bulan Agustu Juli s 0.2 8 0.28 0.2 8 0.28 0.2 7 0.27 0.2 8 0.28 0.2 8 0.28 0.2 7 0.27 0.2 6 0.26 Septemb er 0.28 0.28 0.27 0.28 0.28 0.28 0.27 Oktob er 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 Novemb er 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 Desemb er 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29

5 2.5

2.5 5 7.5 10

LS LS LS LS

Mei 0.2 8 0.2 8 0.2 7 0.2 8 0.2 8 0.2 7 0.2 6

Juni 0.2 8 0.2 8 0.2 7 0.2 8 0.2 8 0.2 7 0.2 6

Sumber : Sumiadi, Diktat Perkuliahan

2.3.2. Evapotranspirasi Potensial Rerata Dalam subbab ini membahas tentang besarnya nilai evapotranspirasi potensial yang akan digunakan nantinya dalam perhitungan kebutuhan air di intake. Nilai ini diperoleh dari metode Blaney Criddle dan Penmann. Dari nilai tersebut direrata dan diambil nilai yang terbesar untuk digunakan pada perhitungan besarnya kebutuhan air di intake.

2.4. Analisa Kebutuhan Air

Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan air agar air tanaman yang dibutuhkan tidak melebihi air yang tersedia. Pola tata tanam memberikan gambaran tentang waktu dan jenis tanaman yang akan diusahakan dalam satu tahun. Pola tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah persawahan merupakan jadwal tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air. Secara umum pola tata tanam dimaksudkan untuk : 1. Menghindari ketidakseragaman tanaman. 2. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Pada studi ini pola tata tanam yang direncanakan adalah padi lokal padi lokal -palawija. Hal ini diterapkan sebagai upaya perbaikan lahan serta mengingat sumber air untuk memenuhi kebutuhan air sebagian besar mengandalkan curah hujan serta pengaturan tinggi muka air di saluran. Menurut Hartoyo (Suhardjono, 1994:108), pola pengelolaan air didukung dengan dua macam kegiatan, yaitu : a) Pada musim hujan (saat tanam padi) air digunakan untuk pencucian guna meningkatkan kualitas air dan tanah. Diadakan bangunan-bangunan pintu air di saluran sekunder untuk mengurangi hilangnya air dari lahan sawah dan bila diperlukan disertai dengai pembuatan pematang dan pemerataan muka tanah. b) Dimusim kemarau (saat tanam palawija) air tanah dijaga dengan pengoperasian bangunan pintu di tersier untuk mengendalikan muka air tanah. Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang harus diatur, yaitu : 1. Waktu Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok. Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng pertama-tama adalah melakukan pengolahan tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam biasanya musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan tata tanam diatur sebaik-baiknya. 2. Tempat Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu. Dengan dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air yang ada dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman diatur tempat penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.

3. Pengaturan jenis tanaman Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain. Tiap jenis tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal tersebut, jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan dengan menanam tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit. Sebagai contoh adalah penanaman padi, gandum dan palawija di musim kemarau. Pada musim kemarau persediaan air sedikit, untuk menghindari terjadinya lahan yang tidak terpakai areal tanaman harus dibatasi luasnya dengan menanaminya palawija. Berarti sudah memanfaatkan areal dan meningkatkan produksi pangan. 4. Pengaturan luas tanaman Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman. Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air bagi tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang airnya terbatas, misalnya jika air irigasi yang sedikit, petani hanya boleh menanam palawija. Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau, kekurangan jumlah air dapat diatasi dengan mengatur pola tata tanam. Dalam satu tahun terdapat dua kali masa tanaman, yaitu musim hujan (OktoberMaret) dan musim kemarau (April-September). Batasan waktu tersebut digunakan untuk menentukan awal penanaman padi (di musim hujan), demikian pula untuk tanaman lainnya. Alternatif pola tanam yang direncanakan adalah sebagai berikut : 1. Pola tata tanam I Padi I Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari Padi II Saat tanam akhir Maret dan panen akhir Juni Palawija Saat tanam awal Juli dan panen akhir September

2. Pola tata tanam II - Padi I Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari - Palawija I Saat tanam pertengahan Mei dan panen akhir Agustus - Palawija II Saat tanam akhir Agustus dan panen pertengahan Desember 2.4.1. Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Besarnya kebutuhan tanaman dapat dinyatakan dengan jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut : Cu = k x Eto x Luas rasio tanam................................................................( 2 26) Dalam hal ini : Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari) k = Koefisien tanaman Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari) 2.4.2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bertujuan untuk menyiapkan lahan agar dapat segera ditanami setelah sebelumnya dilakukan panen tanaman. Langkah yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung besarnya nilai perkolasi yang dijumlahkan dengan besarnya evapotranspirasi potensial. 2. Menentukan besarnya waktu penjenuhan (T) 3. Menentukan besarnya kebutuhan air untuk penjenuhan lahan 4. Merujuk pada tabel 2.11. untuk mendapatkan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan. 5. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan menggunakan rumus berikut : CPL= k x Cpenj.lahan x Luas rasio tanam........................................................( 2 27)

Dalam hal ini : CPL k Epenj.lahan = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari) = Koefisien tanaman = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)

Tabel 2.12 Besaran kebutuhan air untuk penyiapan lahan


Eo + P mm/hari 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 T 30 hari S250 mm 11.1 11.4 11.7 12.0 12.3 12.7 13 13.3 13.6 14 14.3 14.7 15 S 300 mm 12.7 13 13.3 13.6 13.9 14.2 14.5 14.8 15.2 15.5 15.8 16.2 16.5 T 45 hari S250 mm 8.4 8.8 9.1 9.4 9.8 10.1 10.5 10.8 11.2 11.6 12 12.4 12.8 S 300 mm 9.5 9.8 10.1 10.4 10.8 11.1 11.4 11.8 12.1 12.5 12.9 13.2 13.6

Sumber : Hari P., Diktat Perkuliahan

2.4.3. Perhitungan Kebutuhan Air untuk Penggantian Lapisan Air Penggantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan setelah beberapa saat penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan mengandung zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman, bahkan akan merusak. Air genangan tersebut perlu dibuang agar tidak merusak tanaman yang ada di lahan. Oleh karenanya diperlukan penggantian lapisan air untuk mengurangi kerusakan tanaman yang ada di lahan. Langkah yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air berikut : 1. Menghitung besarnya kebutuhan air selama periode yang telah ditentukan sebelumnya. Nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : CP= 28) Dalam hal ini : CP C = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan per periode (mm/hari) = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan (mm)
C ........................................................................................................( 2 n

untuk penggantian lapisan air adalah sebagai

= periode (hari)

2. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air dengan menggunakan rumus berikut : CPLA= CP x Luas rasio tanam.....................................................................( 2 29) Dalam hal ini : CPLA CP = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari) = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)

2.4.4. Perhitungan Kebutuhan Air Kotor di Sawah Kebutuhan air kotor di sawah adalah besarnya jumlah air yang dibutuhkan di sawah yang dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk penyiapan lahan, kebutuhan air akibat perkolasi dan kebutuhan air untuk penggantian lapisan air. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor di sawah adalah sebagai berikut : Ckeb.air kotor = CU + CPL + CPLA + CP +..........................................................( 2 30) Dalam hal ini : Cu CPL CPL CPL = Kebutuhan air tanaman (mm/hari) = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari) = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari) = Kebutuhan air untuk perkolasi (mm/hari)

2.4.5. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih di Sawah Kebutuhan air bersih di sawah adalah besarnya kebutuhan air kotor di sawah dikurangi dengan besarnya curah hujan efektif. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut : Ckeb.air bersih = Ckeb.air kotor - Reff.....................................................................( 2 31) Dalam hal ini : Ckeb.air kotor Reff = Kebutuhan air kotor (mm/hari) = Curah hujan efektif (mm/hari)

2.4.6. Perhitungan Kebutuhan Air di Intake Kebutuhan air di intake adalah besarnya kebutuhan air yang harus ada di saluran intake. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai macam kebutuhan air di lahan dan efisiensi saluran irigasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor di sawah adalah sebagai berikut :

Cintake = 32) Dalam hal ini :

Ckeb.airbersih xA ...............................................................................( 2 e

Ckeb.air bersih e A

= Kebutuhan air bersih (lt/dt/ha) = Efisiensi irigasi = Luas lahan (ha)

2.5. Analisa Modulus Drainasi Dalam suatu sistem pertanian, tentunya keseimbangan air dilahan sangat diperhatikan, oleh karenanya dalam sistem tersebut terdapat istilah irigasi dan drainasi. Drainasi sendiri dilakukan untuk mengurangi dampak buruk berlebihnya jumlah air di area yang menjadi lokasi tanam. Perencanaan sistem drainasi untuk lahan pertanian ada 2 macam, yaitu drainasi bawah permukaan (sub surface drainage) dan drainasi atas permukaan (surface drainage). Untuk lokasi studi ini menggunakan drainasi atas permukaan dengan pertimbangan kondisi genangan yang terjadi diakibatkan oleh hujan. Drainasi ini diperlukan untuk menghilangkan pengaruh yang buruk pada lahan pertanian yang diakibatkan oleh curah hujan. Hujan yang berintensitas tinggi akan menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang apabila tidak segera dibuang kan mengakibatkan lahan tergenang dan menurunkan hasil panen. Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan lahan yang tergenang air, namun pada suatu waktu tentunya tidak. Penggenangan air ini tentunya ada batas toleransinya, tanaman padi dengan varietas unggul kedalaman air yang diijinkan 10 cm, sedangkan pada tanaman padi yang bukan varietas unggul, kedalaman air berkisar 5 sampai 15 cm. Kedalam air yang berlebih dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas tanaman itu sendiri.Pada daerah studi air direncanakan habis terbuang pada hari ketiga, dengan pertimbangan pengaruh genangan terhadap tanaman padi, semakin lama tergenang, semakin menurun pula produktivitasnya. Cara perkiraan air buangan dengan metode modulus drainasi ini adalah dengan memperhatikan tinggi genangan yang terjadi di sawah. Untuk mengontrol tinggi genangan di lapangan harus memperhatikan kesetimbangan air yang masuk dan keluar. Perhitungan penambahan air pada jangka waktu tertentu dan berapa lama air tersebut

harus dibuang dinamakan kapasitas rencana. Kapasitas rencana itu disebut modulus drainasi. Rumus yang dipakai adalah (Anonim, 1986 : 43) : (Dn)T = (Rn)T + n(I - ETo - P) - Sn..........................................................(2 - 33) Dalam hal ini : (Dn)T = modulus drainasi n harian dengan kala ulang T tahun (mm) (Rn)T = hujan maksimum n harian dengan kala ulang T tahun (mm) n I ETo P Sn = jumlah hari (hari) = jumlah air irigasi yang diberikan (mm.hari-1) = evapotranspirasi (mm.hari-1) = perkolasi (mm.hari-1) = tinggi air yang diijinkan di lahan (mm)

Dari modulus drainasi dapat ditentukan debit yang harus dibuang dalam satuan luas areal. Rumus yang dipakai adalah :
Dm = ( Dn) T ..........................................................................................(2 - 34) n

Dalam hal ini : Dm = modulus drainasi harian per luas (m3.hari-1.ha-1) n = curah hujan harian Selanjutnya perlu diperhitungkan besarnya debit rencana didasarkan pada perhitungan modulus drainasi sebelumnya dan tergantung pada luas lahan guna perhitungan selanjutnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Q = Dm . A.......................................................................................( 2 - 35 ) Dalam hal ini : Q A = debit rencana (m3/dt) = luas area (Ha) Dm = modulus drainasi harian per luas (m3/hari/Ha)

2.6. Analisa Dimensi Saluran Bentuk penampang saluran yang direncanakan adalah bentuk profil trapesium, namun bentuk trapesium ini memiliki tanggul jagaan untuk mengatasi pasang sungai dan mengarahkan air agar dapat berkumpul di saluran drainase. Hal ini dilakukan atas pertimbangan adanya pasang surut rawa akibat sungai yang ada di dekat lokasi. Saluran yang direncanakan berdasar pada bentuk saluran stabil, sehingga persyaratan yang harus

dipenuhi adalah tidak terjadi penggerusan. Untuk pendimensian saluran dipakai kriteria sebagai berikut :

1. Saluran berbentuk trapesium dengan tanggul di salah satu sisinya. 2. Lebar saluran telah ditetapkan sebelumnya, untuk tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m dan untuk primer 2 m. 3. Perhitungan hidrolis memakai rumus : Q = A . V..........................................................................................................(2 - 36) Dalam hal ini : Q = debit rencana (m3/dt) A = luas penampang (m2) V = kecepatan rencana (m/dt) 4. Kecepatan aliran memakai rumus Manning V=
1 . R2/3 . S1/2................................................................................... ( 2 37 ) n

Dalam hal ini : V = kecepatan rencana (m/dt) n = koefisien kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis (m) S = kemiringan saluran 5. Tinggi tanggul Tinggi tanggul di saluran rencana ini disesuaikan dengan besarnya galian tanah yang diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase. Tinggi tanggul tersebut ditetapkan sebelumnya, untuk saluran tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m dan untuk primer 2 m. 6. Kemiringan tanggul Kemiringan tanggul yang digunakan adalah 1:1 dengan pertimbangan tanggul dengan kemiringan tersebut aman terhadap bahaya longsor atau keruntuhan. 7. Lebar tanggul Lebar tanggul atas di saluran rencana ini juga disesuaikan dengan besarnya galian tanah yang diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase dan kemiringan tanggul yang digunakan. Sedangkan untuk lebar tanggul bawah menyesuaikan dengan tinggi tanggul dan lebar tanggul atas sebelumnya dengan memperhatikan jumlah galian yang diperoleh dari setiap saluran.

Tabel 2.13. Koefisien Kekasaran Manning


Type Saluran Saluran buatan : 1. Saluran tanah, lurus beraturan 2. Saluran tanah, digali biasanya 3. Saluran batuan, tidak lurus dan tidak beraturan 4. Saluran batuan, lurus beraturan 5. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya 6. Dasar tanah, sisi batu koral 7. Saluran berliku-liku kecepatan rendah Saluran alam : 1. Bersih,lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah 2. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang 3. Berliku, bersih, tidak dalam, kurang beraturan 4. Aliaran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam 5. Tumbuh tinggi dan padat Saluran dilapisi : 1. Batu kosong tanpa adukan semen 2. Batu kosong dengan adukan semen 3. Lapisan beton sangat halus 4. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 5. Lapisan beton biasa dengan tulangan kayu
Sumber : Suhardjono, 1984 : 29

Kondisi baik 0.020 0.028 0.040 0.030 0.030 0.030 0.025 cukup 0.023 0.030 0.045 0.035 0.035 0.030 0.028 buruk 0.025 0.022 0.045 0.035 0.040 0.040 0.030

0.028 0.035 0.045 0.060 0.100 0.030 0.020 0.011 0.014 0.016

0.030 0.040 0.050 0.070 0.125 0.033 0.025 0.012 0.014 0.016

0.033 0.045 0.065 0.080 0.150 0.035 0.030 0.013 0.015 0.018

Tanggul saluran Muka tanah


h tanggul

h saluran

Gambar 2.5. Profil Saluran 2.7. Analisa Hidrolika Analisa hidrolika diperlukan untuk mengetahui karakteristik maupun profil muka air yang terjadi di saluran rencana pada daerah studi dan daerah genangan yang terjadi akibat pasang surut sungai Katingan. Untuk mempermudah menghitung profil muka air, kecepatan aliran air, maupun bilangan froude dalam studi ini menggunakan perangkat lunak yaitu dengan HEC RAS 3.1.3. (perangkat lunak yang sifatnya public domain, buatan HEC USACE ARMY). Perangkat lunak ini mempunyai kemampuan antara lain untuk melakukan perhitungan aliran tunak (steady flow) dan aliran tak tunak (unsteady flow). Dalam perencanaan ini digunakan perhitungan aliran tak tunak. Langkah langkah dalam analisa hidrolika model HEC RAS Terdapat lima langkah utama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan HEC RAS: 1. Memulai HEC RAS 2. Pembuatan nama pekerjaan 3. Memasukkan data geometri 4. Memasukkan data debit (Unsteady flow) dan kondisi batas 5. Running program (Unsteady flow) 2.7.1. Memulai HEC RAS

Ketika pengguna menjalankan setup program HEC RAS, maka akan secara otomatis didapatkan satu grup program baru yang disebut HEC dan ikon programnya di sebut HEC-RAS. Seperti program lainnya ikon tersebut akan muncul di layar windows, dengan ikon seperti berikut :

Seperti program lainnya maka untuk pertama kalinya penjalanan program HEC RAS akan tampil seperti berikut :

Gambar 2.6. Tampilan utama Hec-ras 3.1.3

Menu utama pada Hec-Ras 3.1.3

Gambar 2.7. Bagian-bagian dari menu utama

Tool bars HEC-RAS

Gambar 2.8. Penjelasan dari tool bars Hec-Ras

2.7.2. Pembuatan File Baru Langkah pertama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan HEC RAS adalah menetapkan direktory kerja mana dan penamaan project kerja. Bisa diletakkan di direktory sesuai keinginan user. Tidak lupa untuk memberikan pilihan unit satuan yang akan digunakan (english atau SI). Untuk membuat project baru, klik file menu, new project, kemudian akan muncul gambar seperti dibawah ini:

Gambar 2.9. Tampilan new project 2.7.3. Memasukkan Data Geometri Langkah berikutnya adalah memasukkan data geometri, dimana terdiri dari informasi tentang skematik jaringan system model hidrolik yang akan digunakan, atau secara gamblang bisa kita sebut pembangunan DENAH PLAN jaringan tata air. Kemudian pada menu windows ini juga akan mengandung fasilitas yang lain seperti berupa : Pemasukan cross section data Data struktur bangunan ( jembatan, pelimpah, culverts, dll) Tahap ini di awali dengan pilihan pada menu utama windows HEC RAS yaitu : Edit > Geometri data atau pilih icon gambar windows geometri data sebagai berikut : maka akan tertampil menu

Gambar 2.10. Tampilan geometri data Hec-Ras Pemasukan data geometri adalah dengan melakukan penggambaran sebagai tahap pertama pada layar, dengan penggambaran yang berhenti untuk tiap skematik alur sungai yang akan di buat. Pilih tools river reach kemudian tarik garis yang menunjukkan satu skematik alur sungai dan program akan membaca pembacaan mulai dari hulu menuju ke hilir. Kemudian akan muncul tampilan untuk penamaan/indentifikasi (16 karakter) Sebagai penyesuaian bentuk Denah Plan agar sama dengan kondisi model yang diinginkan maka langkah selanjutnya adalah pemasukan koordinat x.y denah tersebut yaitu pada pilihan : Edit/ Reach Schematic line, kemudian akan muncul gambar seperti terlihat dibawah ini:

Gambar 2.11. Tampilan untuk mengedit koordinat pada Hec-Ras Kemudian akan muncul bentuk isian hubungan antara x dan y untuk masingmasing skematik alur yang telah dibuat. Banyak berbagai cara untuk melakukan penggambaran ini yaitu bisa menggunakan fasilitas pada software lain atau melalui penggambaran terlebih dahulu melalui AUTOCAD kemudian dilakukan pencataan koordinat setiap line gambar (Tools Inquarry) Setelah system river skematik sudah tergambar maka dilanjutkan dengan pemasukan data cross section sungai/penampang melintang saluran/sungai, yaitu dengan menu pilihan pada icon dengan bentuk isian data cross sebagai berikut :

Gambar 2.12. Input & output cross section Pengisian data cross dimulai dengan penampang melintang saluran/sungai bagian hilir dan dilanjutkan pada bagian upstreamnya, kemudian seterusnya. Dengan selesainya semua proses sampai tahap diatas, maka pemodelan dapat dikatakan sudah terselesaikan 60 %. Hal ini di dasarkan atas alasan bahwa proses pemodelan HEC RAS yang utama terletak pada pemasukan data geometri. 2.7.4. Memasukkan Data Debit Dan Kondisi Batas Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Program HEC RAS mampu menganalisa kajian hidrolik dengan 2 kondisi aliran steady dan unsteady flow, maka menu icon/tools bar input flow data terdapat 2 macam yaitu: : Icon input Data untuk kondisi Steady flow : Icon input Data untuk kondisi UnSteady flow Filosofi dasar pada pemodelan Numerik ini, akan selalu membutuhkan identifikasi awal yang sering disebut dengan Boundary Condition. Dalam hal ini adalah kondisi batas bagian hulu yaitu debit yang akan dilewatkan, sedangkan boundary condition untuk bagian hilir (down stream) dapat berupa : 1. Tinggi muka air bagian hilir 2. Slope/ kemiringan dasar sungai bagian hilir 3. Stage hidrograf ( hubungan tinggi muka air dengan debit) 2.7.5. Pemrosesan Data Yaitu menu pilihan metode perhitungan pemodelan setiap kondisi hidrolik yang seharusnya :

Gambar 2.9 Running steady flow data Gambar 2.13. Running program

2.7.6. Hasil Pemrosesan Data Dalam program HEC RAS hasil keluaran nantinya dapat berupa gambar gambar long section maupun cross section dari saluran yang direncanakan dan tabel yang menjelaskan tentang karakteristik hidrolika saluran rencana.

Gambar 2.14. Output dalam bentuk tabel

Gambar 2.15. Output dalam gambar long section sederhana 2.8. Analisa Stabilitas Analisa stabilitas terdiri dari dua jenis yaitu analisa stabilitas terhadap gerusan dan analisa stabilitas saluran. Dalam studi ini hanya menggunakan analisa stabilitas saluran. Stabilitas saluran umumnya diperlukan untuk mengetahui besarnya tingkat stabilitas dari saluran yang telah direncanakan yang tentunya dipengaruhi oleh kondisi tanah lokasi maupun struktur bangunan yang direncanakan berupa besaran yang disebut angka keamanan (safety factor). Ada dua metode yang digunakan untuk menganalisa stabilitas saluran, diantaranya : 1. Metode Prosedur Massa ( Mass Procedure) Dalam metode ini, massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil sebagai suatu kesatuan yaitu homogen. 2. Metode Irisan (Method of Slices) Dalam metode ini, tanah yang berada di atas bidang gelincir dibagi menjadi beberapa irisan-irisan paralel tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan dihitung secara terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak homogen dan tekanan air pori dapt dimasukkan dalam perhitungan. Yang termasuk di dalam metode ini diantaranya metode Bishop dan Fellenius. Dalam studi ini metode yang digunakan adalah Bishop, dikarenakan metode ini sering digunakan dalam analisa stabilitas talud termasuk talud saluran. Untuk mempermudah analisa stabilitas saluran digunakan perangkat lunak GEO SLOPE . Dalam perencanaan suatu stabilitas saluran dperlukan data-data penunjang guna mendapatkan hasil yang sesuai kita harapkan. Data-data tersebut antara lain: dimensi saluran, data mekanika tanah dan profil melintang saluran rencana. Angka keamanan adalah besarnya nilai atau ketetapan yang harus dipenuhi ketika dilakukan uji stabilitas, dalam hal ini berupa saluran, harus lebih besar dari nilai yang telah ditetapkan tersebut. Dalam studi akhir ini besarnya angka keamanan yang ditetapkan adalah 1,5. Langkah-langkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan GEO SLOPE Terdapat tujuh langkah utama dalam analisa stabilitas dengan menggunakan GEO SLOPE : 1. Memulai GEO SLOPE 2. Pengaturan lembar kerja baru 3. Menggambar bentuk saluran

4. Menganalisa saluran 5. Memasukkan data geometri saluran 6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi 7. Memproses data dan hasil 2.8.1. Memulai GEO SLOPE Seperti HEC RAS, GEO SLOPE menampilkan ikon di layer windows. Tampilan awal dari program GEO SLOPE akan seperti di bawah ini :

Gambar 2.16. Tampilan awal dari GEO SLOPE 2.8.2. Pengaturan lembaran kerja baru Tidak seperti program lainnya, dalam GEO SLOPE memerlukan pengaturan awal lembar kerja baru yang harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap masalah yang ada. Tampilan layar pada GEO SLOPE ketika melakukan pengaturan lembar kerja baru adalah sebagai berikut :

Gambar 2.17. Tampilan pengaturan lebar lembar kerja

Selain mengatur lebar lembar kerja, juga memerlukan pengaturan lain yaitu pengaturan skala dan grid dari lembar kerja baru yang akan digunakan. Tampilan pengaturan hal tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.18. Tampilan pengaturan skala lembar kerja

Gambar 2.19. Tampilan pengaturan grid 2.8.3. Menggambar bentuk saluran Menggambar bentuk dengan menggunakan GEO SLOPE dilakukan secara mendetail dari setiap titik tinjauan. Dengan semakin detilnya gambar, semakin baik hasil akhir yang akan dihasilkan nantinya. Adapun tampilan gambar dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Gambar 2.20. Hasil penggambaran pada GEO SLOPE 2.8.4. Menganalisa saluran Menganalisa saluran rencana disini bukan dimaksudkan mengolah data, melainkan menjelaskan metode apa yang akan digunakan maupun arah keruntuhan dari saluran rencana. Tampilan dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Gambar 2.20. Tampilan analisa saluran yang direncanakan 2.8.5. Memasukkan data geometri saluran Dalam memasukkan data saluran, harus diperhatikan benar jenis tanah yang ada di saluran rencana, baik di bagian atas maupun bawah saluran. Selain itu diperlukan pula data masukan yang berkaitan dengan data mekanika tanah dimana saluran itu direncanakan. Adapun tampilan GEO SLOPE yang berkaitan dengan pemasukan data tanah adalah sebagai berikut :

Gambar 2.21. Memasukkan data jenis dan mekanika tanah saluran rencana

Gambar 2.22. Hasil masukan data tanah saluran rencana

2.8.6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi Keruntuhan yang akan terjadi di saluran tersebut, terlebih dahulu digambar pada gambar saluran pada GEO SLOPE. Dengan menggambar jangkauan dari keruntuhan, maka dapat dihasilkan suatu bentuk keruntuhan yang umum terjadi dan letak terjadinya. Tampilan gambar penggambaran keruntuhan pada GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Gambar 2.23. Tampilan keruntuhan saluran rencana 2.8.7. Memproses data dan hasil Langkah terakhir dari program GEO SLOPE adalah melakukan pemrosesan data. Pemrosesan data ini nantinya menampilkan : 1. Secara terperinci besarnya angka keamanan dari saluran rencana tersebut dengan menggunakan berbagai metode yang ada. 2. Menampilkan gambar seutuhnya dari desain saluran rencana beserta kemungkinan keruntuhanyang akan terjadi.

3. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan pada bagian keruntuhan, sehingga memudahkan kita mengetahui dimana terjadinya gaya tekan yang terbesar. 4. Grafik yang berkaitan dengan angka keamanan yang telah diperoleh. Adapun tampilannya dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Gambar 2.24. Tampilan ikon penyelesaian pada GEO SLOPE

Gambar 2.25. Tampilan angka keamanan dalam GEO SLOPE

Gambar 2.26. Tampilan utuh saluran dalam GEO SLOPE

Gambar 2.27. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan dalam GEO SLOPE

2.9. Sistem Tata Air Sistem tata air merupakan faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan produksi lahan rawa pasang surut. Berbagai masalah yang sering menjadi kendala bagi budidaya pertanian di persawahan pasang surut, antara lain masalah keasaman, salinitas dan kurangnya ketinggian muka air untuk mencapai lahan pertanian. Hal-hal ini disebabkan antara lain oleh sistem tata air yang kurang tepat. Dalam sistem tata air dikenal bangunan air, antara lain berupa saluran dan pintu-pintu air yang berfungsi sebagai penunjang sirkulasi dan pengelolaan air. Dengan memberdayakan pintu-pintu air serta ditopang dengan perencanaan dan pengembangan sistem tata air secara tepat dan optimal maka peningkatan produksi lahan dapat diharapkan memberikan hasil yang memuaskan. Sistem kontrol aliran merupakan kegiatan mengendalikan debit yang lewat dan mengatur elevasi muka air sesuai dengan tingkat kebutuhan, hal ini dilaksanakan agar air yang ada di dalam lahan dapat terkontrol. Dimana pada saat lahan kekurangan air maka bangunan air ditutup sedangkan pada saat lahan kelebihan air maka bangunan dibuka. 2.9.1. Pintu Otomatis (Aeroflapgate) Pintu otomatis memiliki keuntungan lebih ekonomis dan mudah dalam pengoperasiannya, selain itu jika dilihat dari segi konstruksinya merupakan peralatan yang sederhana berupa lembaran profil segi empat yang diletakkan tegak lurus dengan saluran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.28. Pintu Otomatis Pola operasi pintu ini hanya menggunakan perbedaan tekanan yang disebabkan oleh adanya perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan hilir. Sehingga dalam pengoperasiannya kurang membutuhkan tenaga manusia. Mengingat, pintu otomatis ini tidak perlu campur tangan manusia dalam pengoperasiannya kecuali ketika perlu perbaikan. Berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan pintu ini ada berbagai macam jenis. Diantaranya berbahan beton, fiber maupun kayu. Kesemuanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing masing. Salah satu jenis pintu yang baru dikembangkan adalah berbahan fiber. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.29. Pintu otomatis dan mekanisme kerjanya 2.9.2. Pintu Sorong Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk menanggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena di bagian atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat dengan kabel baja atau rantai baja. Kelebihan pintu sorong yaitu dapat mengontrol tinggi muka air hulu dengan tepat dan konstuksi yang sederhana. Sedangkan kelemahan dari pintu sorong ini adalah dapat tersangkutnya benda-benda yang terhanyut di saluran misalnya sampah. Gambar pintu sorong sebagai berikut.

Gambar 2.30. Pintu Sorong 2.9.3. Pintu Skot Balok Dilihat dari segi konstuksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang sederhana. Balok-balok profil segiempat ditempatkan tegak lurus terhadap potongan segiempat saluran lebar 20 cm.Kelebihan pintu skot balok diantaranya konstuksinya yang sederhana dan kuat serta biaya operasinya kecil. Sedangkan kelemahan pintu skot balok adalah pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya 2 orang dan menghabiskan waktu, ada kemungkinan dicuri orang lain dan dapat dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang. Gambar pintu skot balok adalah sebagai berikut.

Gambar 2.31. Pintu Skot Balok

Anda mungkin juga menyukai