Anda di halaman 1dari 31

Pengkajian Fisik terkait Sistem Sirkulasi pada Penderita Hipertensi I.

Pengkajian Fisik sistem sirkulasi Pengkajian fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian fidik sistem sirkulasi dapat berupa pengukuran tekanan darah maupun perhitungan nadi. Inspeksi Inspeksi adalah proses observasi. Perawat menginspeksi bagian tubuh untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan. Perawat melakukan inspeksi dengan melihat penampilan klien dari luar. Untuk menggunakan inspeksi secara efektif, perawat harus mengobservasi prinsip berikut ini: 1) Pastikan tersedianya pencahayaan yang baik. 2) Posisiskan bagian tubuh sedemikian rupa sehingga semua permukaan terlihat. 3) Inspeksi setiap area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrian, posisi, dan abnormalitas. 4) Jika mungkin, bandingkan area yang diinspeksi dengan area yang sama di sisi tubuh yang berlawanan. 5) Gunakan lampu tambahan untuk menginspeksi rongga tubuh. 6) Jangan terburu-buru melakukan inspeksi dan beri perhatian pada hal-hal detil. Palpasi Palpasi dilakukan dengan cara meraba bagian tubuh yang ingin dikaji. Melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif terhadap tanda fisik. Pada saat melakukan palpasi, klien harus diposisikan dengan nyaman karena ketegangan otot akan mengganggu keefektifan palpasi. Pada pengkajian terkait sistem sirkulasi, perawat dapat melakukan perhitungan jumlah denyut nadi klien per menit. Untuk menghitung denyut nadi per menit, hal yang perlu dilakukan perawat ialah menggunakan ketiga jari untuk menemukan arteri radialis di tangan. Biasanya arteri radialis terletak di dekat Perkusi Perkusi melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari untuk mengevaluasi ukuran, batasan dan konsistensi organ-organ tubuh dan untuk

menemukan adanya cairan pada rongga tubuh. Melalui perkusi, lokasi, ukuran dan densitas struktur dapat ditentukan.Perkusi membantu menentukan abnormalitas yang didapat dari pemeriksaan sinar-x atau pengkajian melalui auskultasi. Terdapat dua macam perkusi yaitu perkusi langsung dan tidak langsung. Perkusi langsung melibatkan pengetukan permukaan tubuh secara langsung dengan satu atau dua jari. Sedangkan teknik tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari tengah tangan non-dominan di atas permukaan tubuh, dengan telapak tangan dan jari-jari tangan yang lain tidak berada di permukaan kulit. Perkusi menghasilkan lima jenis bunyi yaitu timpani, resonansi, hiperesonansi, pekak, dan flatness. Auskultasi Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan alat bantu stetoskop. Untuk dapat mengauskultasi dengan benar, perawat harus mendengarkan bunyi di tempat tenang dan mendengarkan karakteristik dari bunyi tersebut. Melalui auskultasi, perawat memerhatikan beberapa karakteristik bunyi berikut ini: 1) Frekuensi atau jumlah siklus gelombang per detik yang dihasilkan oleh benda yang bergetar. Semakin tinggi frekuensinya, semakin tinggi nada bunyi dan sebaliknya. 2) Kekerasan atau amplitudo gelombang bunyi. Bunyi terauskultasi digambarkan sebagai keras atau pelan. 3) Kualitas, atau bunyi-bunyian dengan frekuensi dan kekerasan yang sama dari sumber berbeda. Istilah seperti tiupan atau gemuruh menggambarkan kualitas bunyi. 4) Durasi, atau lamanya waktu bunyi itu berlangsung. Durasi bunyi adalah pendek, sedang dan panjang. Lapisan jaringan lunak mengendapkan durasi bunyi dari organ internal dalam. II. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler Pemeriksaan Pembuluh Darah Perifer 1) Arteri perifer cara palpasi Periksa arteri radialis dalam posisi pronasi dan fleksi di siku, jika perlu angkat sedikit, arteri karotis, arteri femoralis, arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri posterior. Nilai: Frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi, keadaan pembuluh darah.

Frekuensi: normal 60-90x per menit, agak meningkat pada anakanak, wanita dalam keadaan berdiri, sedang makan, emosi dan lainlain. Abnormal: Lebih dari 100x per menit- takikardia (pulpus frekuensi): pada demam, infeksi streptokokus, difteri, dan macam-macam penyakit jantung. Kurang dari 60x per menit- bradikardi pada mikusudema, penyakit kuning, demam enteritis, tifoid, dsb. Irama: o Normal : Teratur Tak teratur misalnya aritmi sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun pada ekspirasi. oAbnormal: Pulsus bigemini = tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu yang lama, karena satu siantara tiap denyut menghilang. Pulsus trigemini = tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara denyut nadi yang lama. Pulsus ekstra sistolik = interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyut-denyutan lain yang menyusul. Macam/ciri denyutan: Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari bagian yang naik, puncak, dan turun. Pulsus anarkot, yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang dengan puncak tumpul dan rendah, misalnya pasien stenosis aorta. Pulsus seler, yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat tinggi, dan menurun cepat sekali, misalnya pasa insulfisiensi aorta. Pulpus paradoks, yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi. Misalnya pada perikarditis konstraktiva, efusi perikard.

Pulpus alternans, yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya pada kerusakan otot jantung. Isi nadi: Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dan jumlah darah itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang nadi. Isi nadi mencerminkan tekanan nadi, yakni beda antara tekanan sistolik dan diastolik. Pulpus magnus- denyutan terasa mendorong jari yang melakukan palpasi, mialnya pada demam. Pulpus parvus- denyutan terasa lemah (gelombang nadi yang kecil), misalnya pada pendarahan, infark miokard. Keadaan dinding arteri: Dengan palpasi keadaan dinding arteri dapat ditafsirkan. Normal-kenyal, tetapi dapat mengeras pada sklerosis. Mengukur tekanan darah dengan palpasi dan auskultasi: Cara palpasi: Hanya untuk mengukur tekanan sistolik. Manset tensimeter yang mengikat lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi pergelangan tangan tak teraba lagi. Kemudia tekanan didalam manset diturunkan. Amati tekanan dalam tensi meter. Waktu denyut nadi teraba kembali, kita baca tekanan dalam tensi meter, tekanan ini adalah tekanan sistolik. Cara auskultasi: Cara untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik. Manset tensimeter siikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri brakhialis pada permukaan ventral siku agak ke bawah manset tensimeter. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan dengan memompa sampai di tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di dalam tensimeter diturunkan pelan-pelan. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan yang tercantum dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan sistolik. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu berubah menjadi lemah, kita baca lagi tekanan dalam tensimeter. Tekanan itu adalah tekanan diastolik.

Tekanan darah diukur waktu klien berbaring. Pada penderita hipertensi perlu juga diukur tekanan darah waktu berdiri. Kadang- kadang dijumpai masa bisu (auscultatory gap)yakni suatu masa dimana denyut nadi tak terdengar waktu tekanan tensimeter diturunkan. Misalnya denyut pertama terdengar pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu tekanan antara 220-150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada penderita hipertensi dan sebabnya belum diketahui. Tekanan darah normal 100/60 140/90 mmHg. Bila tekanan darah diastol diatas 90 mmHg disebut hipertensi. Bila tekanan darah sistol diatas 150 mmHg pada usia di bawah 50 tahun disebut hipertensi. Tekanan darah sistol 160 170 mmHg pada usia diatas 50 tahun dianggap normal. Denyut arteri di permukaan tubuh Pada penyumbatan lubang cabang-cabang aorta dan pada aneurysma aorta, denyut arteri dapat sitemukan pada permukaan tubuh. Stenosis aorta: menimbulkan sirkulasi kolateral, sehingga denyut teraba dipermukaan tubuh. Aneurysma aorta: arteri subklavia membesar dan berdenyut jelas di klavikula. 2) Pemeriksaan vena Terutama pada vena jugularis interna dan eksterna. Vena dada jika tampak jelas dan berliku-liku, berarti ada hambatan terhadap vena porta, vena kava atau ada proses yang menekan atrium kanan akibat tumor mediastinum atau aneurysma aorta desenden. KEPUSTAKAAN Potter, P.A.& Perry, A.G. (1997). Fundamental of nursing: concepts, process & practice. 4th ed. St. Louis: Mosby. (terj.hlm.158-159, 814-820) Rokhaeni, H. et all. (2001). Buku ajar keperawatan kardiovaskuler. Jakarta: Bidang pendidikan dan pelatihan pusat kesehatan jantung dan darah nasional harapan kita.

Diagnosa Krisis Hipertensi Diagnosa Krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema papila mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikkan tekanan darah pada umumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan organ target.[1] Hal yang penting ditanyakan : Riwayat hipertensi : lama dan beratnya. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. Usia : sering pada usia 40 60 tahun. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ). Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedemparu, nyeri dada ). Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. Pemeriksaan penunjang : Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan perencanaan. Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuri dan silinder. Hal ini terjadi karena tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : 1. Pemeriksaan yang segera seperti : a. darah : darah rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD. b. urine : Urinalisa dan kultur urine. c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ). 2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) : a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ). b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan. c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ). d. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien

Faktor presipitasi pada krisis hipertensi Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain : o Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering) Hipertensi renovaskular. o Glomerulonefritis akut. o Sindroma withdrawal anti hipertensi. o Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat. o Renin-secretin tumors. o Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO Inhibitors. o Penyakit parenkhim ginjal. o Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor, simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergotalk. o Luka bakar. o Progresif sistematik sklerosis, SLE. Difrensial diagnosa Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti : Hipertensi berat Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan. Ansietas dengan hipertensi labil. Oedema paru dengan payah jantung kiri. Definisi Krisis Hipertensi Diagnosa Krisis Hipertensi (anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang) Pengobatan Krisis Hipertensi

OBESITAS
Boerhan Hidajat, Siti Nurul Hidayati, Roedi Irawan

BATASAN Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak secara berlebihan akibat ketidak seimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan pemakaian energi (energy expenditure).

PATOFISIOLOGI

Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fatderived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.

GEJALA KLINIS Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi : - apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan pinggang) - pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian pinggul dan paha)

Secara klinis mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas, antara lain : - wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap - leher relatif pendek - dada membusung dengan payudara membesar - perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen - pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia - pubertas dini - genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

CARA PEMERIKSAAN 1. Anamnesis : Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous) Adanya keluhan : ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul Riwayat gaya hidup : a) b) Pola makan/kebiasaan makan Pola aktifitas fisik : sering menonton televisi

Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes melitus tipe II 2. Pemeriksaan fisik : Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas 3. Pemeriksaan penunjang : analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika ada tanda-tanda kelainan). 4. Pemeriksaan antropometri :

Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB > 120% BB Ideal.

Pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri PENYULIT 1. Kardiovaskuler Terkait dengan: peningkatan kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. 2. Diabetes Mellitus tipe-2 Jarang ditemukan pada anak obesitas, tetapi hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau P > 99. 3. Obstructive sleep apnea Sering dijumpai dengan gejala mengorok. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan. 4. Gangguan ortopedik Disebabkan tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul akibat kelebihan berat badan. 5. Pseudotumor serebri Adanya gangguan jantung dan paru pada obesitas, menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan peningkatan tekanan intrakranial, yang dapat menimbulkan sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas. 6. Problem psikososial. Karena obesitas merupakan bentuk tubuh yang tidak menyenangkan serta adanya anggapan bahwa anak obesitas identik dengan malas, jorok, bodoh, jelek, pembohong dan curang, sehingga anak yang obesitas sering mengalami diskriminasi, fungsi sosial berkurang serta penurunan prestasi belajar, kebugaran dan kesehatan. PENATALAKSANAAN Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup. 1. Menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan : Usia anak : 2-7 tahun dan diatas 7 tahun Derajat obesitas Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun dengan komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk menurunkan berat badan (diet

dan aktifitas fisik). Target penurunan berat badan dengan kecepatan 0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal. 2. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG), hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Dapat pula memakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan berat badan sebagai berikut : BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25 Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang : Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5) gram per hari. 3. Pengaturan aktifitas fisik Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari. 4. Mengubah pola hidup/perilaku Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara : Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah. 5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru. Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet. 6. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa percaya diri 7. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,52,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak. DAFTAR PUSTAKA 1. Bluher, S., et al. Type 2 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents: The European Perspective, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 170-180. 2. Candrawinata, J., (2003), When Your Patients Start To Do The Popular Diets. Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: Tjokroprawiro A., dkk. Surabaya, 2003; 29-39. 3. Dietz, W.,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, IInd ed, Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York : Raven Press, 1993; 279-84. 4. Freedman,D.,S. Childhood Obesity and Coronary Heart Disease. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel : Karger AG, 2004; 160-9. 5. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Childrens Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002; 75 : 451-452. 6. Kopelman, G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404 : 635-43. 7. Kiess W., et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and Adolescents-Why and How Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M., (Eds). Basel : Karger AG, 2004; 194-206. 8. Syarif, D.R. Childhood Obesity : Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II, Editor : Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123-139. 9. Surasmo, R., Taufan H. Penanganan obesitas dahulu, sekarang dan masa depan. Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium I, Editor : Tjokroprawiro A., dkk. Surabaya, 2002; 53-65. 10. Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London : Churchill Livingstone, 1991; 485509. 11. WHO. Obesity : Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report Series 2000; 894, Geneva.

OBESITAS sudah mulai merebak pada orang dewasa maupun anak. Perubahan tingkat ekonomi tidak mempengaruhi menurunnya tingkat obesitas di masyarakat. Status overweight pada populasi di anak berhubungan dengan kebiasaan di lingkungan sekitar yg menunjang. Dan bila tidak diobati sejak dini akan berdampak sampai dewasa. Peningkatannya bisa mencapai 20% pada usia 4 tahun dan mencapai 80% pada usia dewasa. Obesitas adalah : penimbunan jaringan lemak secara berlebihan akibat ketidak seimbangan energi (energy intake) dengan pemakaian energi (energy expenditure). PATOFISIOLOGI Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek/ kerusaan genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu 1. Pengendalian rasa lapar dan kenyang, 2. Mempengaruhi laju pengeluaran energi dan 3. Regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor mengembangnya lambung dan asam dan enzym dalam lambung, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan antara asupan

peningkatan kada penurunan nafsu makan.

r leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian

merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide ,sehingga terjadi Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan. (Proses yang terjadi di otak) FAKTOR RESIKO Ada beberapa faktor resiko yang saling berkaitan terutama faktor genetik dan lingkungan. Sedangkan riwayat keluarga adalah faktor resiko terkuat sampai sekarang. Bila salah satu orangtuanya obesitas maka rasionya akan lebih kecil dbanding bila kedua orangtuanya obesitas. Pada faktor lingkungan akan memberikan potensi lebih banyak dari kebiasaan makan di keluarga, konsumsi berlebihan dari karbo yang menjadi kebiasaan, makan sambil menyaksikan televisi, pengetahuan yang minim tentang standar makanan yang sehat. Perjalanan Perkembangan Obesitas

Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 7 tahun periode adolescence(menjelang dewasa).

Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.7 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi. Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 6,7. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang

tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengansalah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa. GEJALA KLINIS Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi : a. Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan pinggang) b. Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian pinggul dan paha) Secara klinis mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas, antara lain : a. b. c. d. e. f. g. wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap leher relatif pendek dada membusung dengan payudara membesar perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen (garis2 putih di perut) pada anak laki-laki : Burried penis/ penis yang tidak terlihat krn tertutup lemak perut, gynaecomastia pubertas dini genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan

(tumor kelenjar payudara)

bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi/lecet pada kulit CARA PEMERIKSAAN 1. Anamnesis : Saat mulainya timbul obesitas : prenatal( sebelum lahir), early adiposity rebound, remaja Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas) Adanya keluhan : ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul Riwayat gaya hidup : a) Pola makan/kebiasaan makan b) Pola aktifitas fisik : sering menonton televisi sambil makan

Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes melitus tipe II.

2.

Pemeriksaan fisik :

Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas 3. Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan: a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar. b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = + 2 SD. c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukurskinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85. d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan. e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas. PENCEGAHAN Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup Yang terutama menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :

Usia anak : 2-7 tahun dan diata Derajat obesitas

s 7 tahun

Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun dengan komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk menurunkan berat badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan berat badan dengan kecepatan 1. Menyediakan Makan Pagi 0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal. TIPS PENCEGAHAN KEGEMUKAN PADA ANAK Jangan pernah melewatkan makan pagi, beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yg menyantap makan pagi dapat lebih berkonsentrasi pada pagi hari. Ada juga yg mengatakan bahwa BMI nya lebih rendah dibandingan anak yang tidak menyantap makan pagi. 2. Seimbangkan makanan antara Karbohidrat dan Protein Protein membantu menstabilkan kadar gula darah, memperlambat pencernaan, dan memberi efek kenyang untuk waktu yg lama 3. Hindar kalori dalam bentuk cairan (terkecuali susu skim, susu 1 % rendah lemak dan susu kedelai) Jangan memberi anak anda jus buah atau sayur yang mengandung gula, karena kalori dalam bentuk cairan lebih mudah dicerna tanpa memberi rasa kenyang.

4.

Kenyangkan denga

n serat

Serat yang tidak mudah dipecah membutuhkan waktu lebih lama untuk dikunyah dan memberikan volume pada makanan itu sendiri tanpa menambah kalori. Sedangkan serat yang mudah dipecah akan menstabilkan gula darah dan memberi efek tidak mudah lapar. 5. 6. Sediakan sayuran dan buah setiap saat Buatlah waktu makan yang menyenangkan dan batasi melihat TV sambil makan

Dengan cara membantu menyiapkan hidangan seperti mereka bermain rumah-rumahan akan memberi nuasa senang dulu dengan makanan. Oleh : dr. R. Deasy Fiasry (dokter di RSAD Brawjaya/ RS DT Gubeng Pojok Surabaya)

DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hyperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang kronik disertai berbagai kelainan meta bolik akibat gangguan hormonal. Akibat gangguan hormonal tsb dapat menimbulkan komplikasi pada mata se perti katarak ,ginjal (nefropati) ,saraf dan pembuluh darah. Ada dua type DM ,yang pertama adalah yang tergantung dengan insulin ,type ini biasanya disebabkan karena destruksi dari sel beta langerhans akibat proses auto imun. Sedangkan type yang kedua adalah DM yang tidak tergantung pada insulin akibat dari kegagalan relatif sel beta langerhans. Gejalanya : Biasanya akan terdapat gejala banyak buang air kecil ,terutama pada malam hari ,sehingga penderita akan berulang kali bangun sebelum pagi hanya untuk ke kamar kecil. Selain itu juga akan merasa cepat lapar dan akan merasa lapar lagi walau belum beberapa lama. Merasa haus walau belum beberapa lama kamu minum . Gejala lain yang sering juga dikeluhkan adalah sering kesemutan gatal ,mata kabur sehingga cepat gati kacamata , disfungsi ereksi ,gatal-gatal pada vulva vagina. Banyak makan tapi badan menjadi kurus ,orang gemuk dengan cepat menjadi kurus. Pemeriksaan Penunjang ; Biasanya Dokter akan mengaunjurkan pemeriksaan gula darah puasa ,untuk menentukan kadar gula dalam darah Gula darah puasa ,normal < 110 mg/dl 2 jam sesudah makan normal < 200 mg/dl Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka normal ,maka ia dapat dinyatakan menderita DM. Pengobatan : Bila hasil laboratorium gula darah tidak terlalu jauh dari angka normal , maka dokter akan menganjurkan diet rendah kalori terlebih dahulu dan olah raga secara teratur. Bila telah melakukan diet dan olah raga kadar gula darah masih juga tinggi ,maka biasanya dokter akan memberikan obat anti diabet atau OAD. Obat-obat Diabet yang beredar dipasaran al : Daonil , Amaryl Glucophage , Diamicron dsb.

tentunya ini hanya Dokter yang boleh meresepkannya. JANGAN SEMBARANG MINUM OBAT ANTI DIABET !!! tanpa rekomendasi dari Dokter ,karena dapat berakibat FATAL !!

Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan ( Non Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 5 kali dibanding dengan penyakit lain. Untuk mengetahui seseorang menderita DM atau tidak maka Berdasarkan konsensus pengelolaan DM tipe 2, diagnosa DM ditegakkan melalui 3 cara, yaitu bila di temukan : 1. Gejala klasik + GDS(Glukosa Darah sewaktu) > 200 mg/dl 2. Gejala klasik + GDP(Glukosa Darah sewaktu) > 126 mg/dl 3. Tanpa gejala klasik namun GDPP Glukosa Darah Post Prandial (Glukosa Darah 2 jam setelah puasa) > 200 mg/dl Definisi diabetes Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani(diabainein), tembus atau pancuran air, dan kata Latin mellitus, rasa manis) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Penyakit diabetes mellitus biasa juga disebut dengan penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan penimgkatan gula darah sebagai akibat adanya gangguan metabolisme. Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Pengertian lain Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. Penyakit Diabetes atau lebih lengkapnya Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Orang-orang

biasanya menyebutnya dengan penyakit gula. Slain itu Diabetes Mellitus itu didefinisikan sebagai penyakit dimana tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, sehingga terjadi kelebihan gula di dalam tubuh. Kelebihan gula yang kronis di dalam darah ( hiperglikemia) ini menjadi racun bagi tubuh. Diabetes mellitus, sering hanya disebut sebagai diabetes yaitu sekelompok penyakit metabolik di mana seseorang memiliki tinggi gula darah , baik karena tubuh tidak cukup memproduksi insulin , atau karena sel tidak merespon insulin yang dihasilkan. Gula darah tinggi menghasilkan gejala klasik poliuri (sering kencing), polidipsia (haus meningkat) dan polyphagia (kelaparan meningkat). Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit. Diabetes mellitus (DM) biasa juga di sebut dengan the silent killer. Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena prnyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Tinjauan epidemiologi DM 1. Frekuensi Jumlah kasus baru kunjungan rawat inap rumah sakit pada tahun 2007 adalah 28.095 kasus. Keseluruhan DM menyebabkan 4162 kematian atau CFR sebesar 7,02% .Riskesdas tahun 2007 melakukan wawancara dan pemeriksaan kadar gula darah pada sejumlah sampel usia 15 tahun dan diperoleh hasil yaitu prevalensi total DM pada penduduk perkotaan sebesar 5,7 % namun hanya 1,5% yang telah mengetahui dirinya DM sebelum pemeriksaan. Jumlah pasien rawat inap di RS di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien dengan CFR 7,38% ,kasus baru pada rawat jalan sebanyak 28.095 kasus. 2. Distribusi a. Distribusi menurut orang

Berdasarkan proses timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dapat disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami Diabetes Mellitus adalah mereka yang memiliki riwayat Diabetes dari keluarga. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas).dan tidak aktif dan jarang berolahraga. Sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus. Apabila dipresentasekan berdasarkan jumlah penderita dengan jumlah penduduk, maka pada usia sebelum 20 tahun angka kejadian DM diperkirakan 0,19% dan diatas usia 20 tahun diperkirakan mencapai 8,6%, sedang pada usia di atas 65 tahun 20,1 %. Bila melihat prosentasi tersebut, bisa dibilang cukup sebesar. Sedangkan untuk jenis kelamin tidak mengalami perbedaan yang signifikan. b. Distribusi menurut tempat 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu sebanyak 21,3 juta orang penderita orang penderita Diabetes Mellitus. Prevalensi DM tertinngi berada pada daerah Kalimantan Barat dan Maluku Utara (11,1%),Riau (10,4%), NAD (8,5%), NTT(1,8%),dan Papua (1,7%).Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 DM sebesar 1,2 %.ttahun 2001 ( 7,5 %), 2003 (14,7%),diperkotaan sebesar 7,2% dipedesaan. c. Distribusi menurut waktu Lamanya seseorang menderita penyakit dapat memberikan gambaran mengenai tingkat patogenesitas penyakit tersebut. Peningkatan angka kesakitan Diabetes Mellitus dari waktu ke waktu lebih benyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. Komplikasi Diabetes Mellitus dengan penyakit lain terkait dengan lamanya seseorang menderita Diabetes Mellitus, semakin lama seseorang menderita Diabetes Mellitus maka komplikasi penyakit Diabetes Mellitus juga akan lebih mudah terjadi. Proses terjadinya DM Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Kurangnya produksi insulin (baik mutlak maupun relatif terhadap kebutuhan tubuh), produksi insulin cacat (yang tidak umum), atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin dengan benar dan efisien menyebabkan hiperglikemia dan diabetes. Kondisi terakhir mempengaruhi sebagian besar sel-sel lemak dan jaringan otot, dan menghasilkan kondisi yang dikenal sebagai

resistansi insulin . Kurangnya insulin absolut, biasanya sekunder untuk proses destruktif yang mempengaruhi sel beta penghasil insulin di pankreas, adalah gangguan utama dalam diabetes tipe 1. Dalam diabetes tipe 2, terjadi penurunan sel beta yang menambah proses gula darah. Pada dasarnya, jika seseorang resisten terhadap insulin, tubuh dapat, untuk beberapa derajat, meningkatkan produksi insulin dan mengatasi tingkat resistensi. Setelah beberapa waktu, jika produksi menurun dan insulin tidak bisa dilepaskan, hiperglikemia berkembang. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel khusus (sel beta) dari pankreas. Selain membantu glukosa masuk ke dalam sel, insulin juga penting dalam mengatur kadar gula dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan naik. Sebagai respon terhadap kadar glukosa meningkat, pankreas biasanya melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa masuk ke dalam sel dan membantu menurunkan kadar gula darah setelah makan. Klasifikasi DM Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 2007 Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut: a. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut): 1) Autoimun. 2) Idiopatik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Pada kencing manis tipe 1, terjadi radang pada kelenjar pankreas, disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya virus. Terjadi kerusakan pada sel beta pankreas melalui reaksi yang dinamakan sebagai reaksi autoimun, akibat kerusakan tersebut pankreas gagal untuk menghasilkan hormone Insulin. Inilah alasan mengapa Kencing manis tipe ini disebut sebagai Diabetes Melitus Tergantung Insulin/Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Kasus Kencing manis tipe 1 biasa ditemukan pada penderita berusia muda.

b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin). c. Diabetes tipe lain. Tipe ini berhubungan dengan kelainan defek genetic pada sel beta pancreas, defek genetic dari kerja insulin, penyakit eksokrin pancreas, kelainan hohrmonal, obat-obatan, infeksi, sebab imunologi dan penyebab lain. 1) Defek genetik fungsi sel beta : a) Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3. b) DNA mitokondria. 2) Defek genetik kerja insulin. 3) Penyakit eksokrin pankreas. a) Pankreatitis. b) Tumor/ pankreatektomi. c) Pankreatopati fibrokalkulus.

4) Endokrinopati. Akromegali. Sindroma Cushing. Feokromositoma. Hipertiroidisme. Karena obat/ zat kimia. Pentamidin, asam nikotinat. Glukokortikoid, hormon tiroid. Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain. Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus. Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: Sindrom Down,Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner dan lain-lain. d. Diabetes mellitus Gestasional (DMG) Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan

bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka criteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Kriteria diagnosis DM menurut WHO tahun 2000 dan ADA tahun 2007 FAKTOR RISIKO Faktor risiko pada Kencing manis tipe 2 dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah Meliputi ras, etnik, riwayat keluarga dengan kencing manis, riwayat melahirkan bayi dengan berat bayi > 4 kg, dan sebagainya 2. Faktor resiko yang dapat diubah Meliputi kegemukan, kurang olahraga atau aktifitas fisik, tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, makan tinggi gula namun rendah serat Secara umum factor risiko Diabetes Mellitus adalah: a. Pola makan b. Obesitas (kegemukan) c. Hipertensi d. Faktor genetis e. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan f. Penyakit dan infeksi pada pankreas g. Pola hidup h. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. i. Umur

Stroke Iskemik
May 3, 2010
hernowo UMUM 3 Comments

DEFINISI Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

PENYEBAB Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotissehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. GEJALA Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).

Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan. Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena: - Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran - Penglihatan ganda - Pusing - Bicara tidak jelas (rero) - Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat - Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh - Pergerakan yang tidak biasa - Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih - Ketidakseimbangan dan terjatuh - Pingsan. Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. DIAGNOSA Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atauMRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi. PENGOBATAN Biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepda penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah (misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa penyebabnya adalah bekuan darah dan bukan perdarahan, yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati memperbaiki aliran darah ke daerh tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan

pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Diberikan perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Kelainan yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis. REHABILITASI Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan. Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara. PROGNOSIS Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya. Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan. PENCEGAHAN Mengetahui faktor-faktor risiko Anda dan mengadopsi gaya hidup sehat merupakan langkah terbaik yang dapat Anda ambil untuk mencegah stroke. Secara umum, gaya hidup sehat berarti Anda: 1. Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi). Salah satu hal paling penting yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko stroke adalah untuk menjaga tekanan darah terkendali. Jika anda pernah mengalami stroke, menurunkan tekanan darah anda dapat membantu mencegah serangan transient ischemic berikutnya atau stroke. Berolahraga, mengelola stres, menjaga berat badan yang sehat, dan membatasi asupan natrium dan alkohol adalah cara-cara untuk

menjaga tekanan darah tinggi di cek. Selain rekomendasi untuk perubahan gaya hidup, dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati tekanan darah tinggi, seperti diuretik, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin reseptor blocker. 2. Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan. Makan kurang kolesterol dan lemak, terutama lemak jenuh, dapat mengurangi plak di arteri Anda. Jika Anda tidak dapat mengendalikan kolesterol melalui perubahan pola makan sendirian, dokter Anda mungkin akan meresepkan obat penurun kolesterol. 3. Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi risiko stroke. Beberapa tahun setelah berhenti, seorang mantan perokok risiko stroke adalah sama dengan bukan perokok. 4. Kontrol diabetes. Anda dapat mengelola diabetes dengan diet, olahraga, pengendalian berat badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah Anda dapat mengurangi kerusakan otak Anda jika Anda mengalami stroke. 5. Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan lain yang memberikan kontribusi pada faktor-faktor risiko stroke, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes. 6. Berolahragalah secara teratur. Latihan aerobik mengurangi risiko stroke Anda dalam banyak cara. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat-tinggi density lipoprotein (HDL) kolesterol, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan pembuluh darah dan jantung. Hal ini juga membantu Anda menurunkan berat badan, mengendalikan diabetes dan mengurangi stres. Olah raga secara bertahap sampai 30 menit kegiatan seperti berjalan, joging, berenang atau bersepeda jika tidak setiap hari, 1 hari dalam seminggu. 7. Kelola stres. Stres dapat menyebabkan peningkatan sementara dalam tekanan darah faktor risiko untuk pendarahan otak atau hipertensi bertahan lama. Juga dapat meningkatkan kecenderungan darah membeku, yang dapat meningkatkan risiko stroke iskemik. Menyederhanakan hidup Anda, berolahraga dan menggunakan teknik relaksasi semua pendekatan yang dapat Anda belajar untuk mengurangi stres. 8. Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali. Alkohol dapat menjadi faktor risiko dan tindakan pencegahan stroke. Pesta minum dan berat konsumsi alkohol meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan stroke iskemik dan perdarahan. 9. Jangan gunakan obat-obatan terlarang. Banyak jalan obat, seperti kokain dan kokain, yang menjadi faktor risiko untuk TIA atau stroke. Ikuti pola makan yang sehat Selain itu, makan makanan sehat. Sebuah diet sehat otak harus mencakup: 1. Lima atau lebih porsi harian buah dan sayuran, yang mengandung zat gizi seperti kalium, folat dan antioksidan yang dapat melindungi Anda terhadap stroke. 2. Makanan kaya serat larut, seperti havermut dan kacang-kacangan. 3. Makanan kaya akan kalsium, mineral yang ditemukan untuk mengurangi risiko stroke. 4. Produk kedelai, seperti tempe, miso, tahu dan susu kedelai, yang dapat mengurangi lowdensity lipoprotein (LDL) kolesterol dan meningkatkan kadar kolesterol HDL Anda. 5. Makanan kaya omega-3 asam lemak, termasuk ikan air dingin, seperti salmon, makarel dan

tuna.

Diagnosis Stroke
Posted on 15 July 2011. Diagnosis stroke dilakukan oleh dokter dengan menanyakan gejala-gejala yang dirasakan serta melakukan pemeriksaan fisik diagnosis stroke. Berikut pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis stroke. 1. Tes laboratorium darah untuk mendeteksi adanya masalah lain yang menghambat proses pemulihan, seperti penyakit ginjal, hati, diabetes, infeksi, atau dehidrasi. 2. EKG (Elektrokardiograrn) untuk mengetahui apakah jantung masih bekerja dengan baik. 3. Rontgen dada. 4. Scan otak (CT-scan atau MRI) untuk mengidentifikasi stroke dan menentukan penyebabnya, apakah disebabkan adanya penyumbatan pembuluh darah atau karena ada perdarahan di otak. Pencegahan Stroke Upaya untuk menghindari stroke dimulai dengan memperbaiki gaya hidup dan mengendalikan faktor risiko sehingga dapat mengurangi peluang terkena penyakit tersebut. Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke. a. Mengontrol Berat Badan dan Kolesterol pada Tubuh. Makanan yang banyak mengandung kolesterol dapat menyebabkan kolesterol menumpuk di dinding pembuluh darah sehingga terjadi arteriosklerosis yang memicu stroke. Karena itu,kurangi mengonsumsi daging, makanan kecil (camilan), makanan berkalori tinggi, dan banyak mengandung lemak jenuh lainnya. Konsumsi lebih banyak sayuran, buah-buahan, padi-padian, ikan, dan makanan berserat lainnya. b. Mengendalikan Faktor Risiko Penyakit seperti Tekanan Darah Tinggi, Diabetes, dan Kolesterol. Hipertensi dan penyakit jantung koroner merupakan faktor utama terkena stroke . Penyakit diabetes juga meningkatkan risiko stroke 1,5-4 kali lipat, terutama jika gula darahnya tidak terkendali. c. Diet Rendah Lemak dan Garam. Faktor risiko utama stroke adalah penyakit hipertensi dan hiperkolesterol. Karena itu, diet rendah lemak dan garam akan menurunkan risiko terkena penyakit stroke. d. Berolahraga atau Aktivitas Fisik Olahraga dapat membantu mengurangi bobot badan, mengendalikan kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah yang merupakan faktor risiko stroke. e. Berhenti Merokok Nikotin dalam rokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri dan pembekuan darah yang memicu penyakit jantung dan stroke. Perokok mempunyai peluang terkena stroke dan penyakit jantung koroner tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok pasif yang hanya menghirup asap rokok tetapi tidak merokok juga berbahaya. Karena itu, hindari juga asap rokok dari lingkungan sekitar. f. Berhenti Minum Minuman Beralkohol. Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah jantung, mengentalkan darah, dan menyebabkan kejang arteri. Makin banyak mengonsumsi alkohol akan semakin meningkatkan kemungkinan terkenastroke, terutama stroke hemoragik.

g. Berhenti Memakai Obat-obat Terlarang (Narkoba) Pemakaian obat-obatan terlarang seperti heroin, kokain, dan amfetamin, meningkatkan risiko terkena stroke tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan yang bukan pengguna narkoba. Derita Pascastroke Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini akan selesai dalam waktu 3 bulan. Hanya 10-15% dari penderita stroke yang bisa kembali hidup normal seperti semula, sisanya mengalami cacat. Karena itu, banyak penderita stroke menderita stres akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah terkena Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, tetapi kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan, tetapi juga dialami oleh warga perdesaan yang hidup dengan serba keterbatasan. Pustaka Solusi Sehat Mengatasi Stroke Oleh Redaksi AgroMedia

Anda mungkin juga menyukai