Anda di halaman 1dari 6

Cara Mengatasi Agar Siswa Tidak Ribut Dalam Pembelajaran Tulisan ini saya buat untuk memberikan tambahan

informasi kepada teman yang mencari informasi tentang hal yang sama. Bagaimanaa mengatasi agar siswa tidak ribut dalam pembelajaran? Dalam konsep pembelajaran kuantum kita mengenal prinsip bahwa semuanya bertujuan. Ini berarti bahwa dalam proses pembelajaran harus diupayakan agar semuanya bertujuan bagi terselenggaranya pembelajaran yang efektif, baik yang terkait dengan komunikasi maupun benda-benda di kelas. Siswa ribut biasanya ada sesuatu yang tidak beres dengan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. Atau, ada sesuatu yang lebih menarik bagi siswa dibanding proses pembelajaran. Itu sebabnya, maka hal yang membuat siswa lebih tertarik itu harus didayagunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Guru harus mampu membaca suasana hati siswa ketika mengajar, kemudian menyesuaikan aktivitas pembelajaran dengan suasana hati siswa. Ini penting, agar proses pembelajaran berlangsung mulus. Idealnya, guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati setiap siswa di kelas. Namun ini agaknya tidak mungkin. Oleh karena itu cukuplah jika guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati sebagian besar siswa di kelas.Bagaimana caranya? Pertama, masukilah dunia siswa. Guru dapat memasuki dunia siswa dalam pembelajaran melalui pertanyaan pancingan yang mengarah pada sesuatu yang sedang menjadi topik perbincangan siswa. Atau, guru mencermati apa yang sedang menarik perhatian siswa, kemudian membicarakan sesuatu yang menarik dari apa yang diperhatikan siswa tersebut. Sebentar saja. Tujuannya adalah untuk membawa siswa kepada pelajaran.Selanjutnya, cari hubungkan apa yang diperbincangkan tadi dengan materi pelajaran, sehingga siswa memberikan perhatian kepada pelajaran. Jangan dipaksakan! Jika sebentar saja perhatian siswa kembali ke hal di luar pelajaran, maka berarti pelajaran hari itu memang tidak menarik bagi siswa. Dalam situasi seperti ini guru harus cerdas dan kreatif untuk mengubah pelajaran yang tidak menarik itu menjadi menarik bagi siswa. Temukan, apakah karena metode yang tidak tepat,materi yang terlalu sulit, komunikasi yang monoton tidak menginspirasi, atau karena tidak digunakannya media pembelajaran yang sesuai. Apabila sudah ditemukan penyebab tidak menariknya pelajaran bagi siswa (kalah menarik dibandingkan dengan situasi di luar kelas), maka segera temukan solusinya, dan terapkan dalam pembelajaran. Anda akan menemukan bahwa sebenarnya tidak sulit mengelola situasi di kelas agar fokus pada pembelajaran ketika kita memang sudah mencintai pekerjaan kita, mencintai murid-murid kita, dan berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan dan keberhasilan murid-murid kita. Bagaimana Guru Menemani Siswa yang Nakal Anak disebut nakal berarti ada penyebabnya. Dan perilaku anak bisa diartikan selalu berangkat dari rumah. Bukan hanya bagaimana kedua orang tuanya mendidik dan mengajarkan pendidikan moral dan tindak-tanduk, tetapi bagaimanapun si anak menyerap ilmu dan pengetahuan praktis dari orang tua atau keluarga dan lingkungan. Tapi jangan salah, ada pula anak nakal di sekolah tapi bersikap sangat baik-baik di rumah.Guru harus mampu mendekati si anak secara personal. Tak ragu menghubungi orang tua dan menanyakan perkembangan si anak di rumah. Guru dan orang tua semestinya berbagi informasi secara jujur. Dan orang tua tidak perlu menutupi kekurangan atau kelemahan anaknya. Selain itu,hal terpenting adalah mendekati kawan-kawan karib si anak. Dengan siapa dia bergaul, aktivitas dalam

pergaulan. Dalam kondisi macam ini, si anak tidak bisa langsung ditegur. Nanti, dia merasa dimonitor. Itulah pentingnya dialog bersama. Untuk hal terkecil, guru bisa selalu berani dan mau menyapa muridmuridnya bila berpapasan. Tinggalkan image wibawa, bahwa ganjil seorang guru bila menyapa anak didiknya terlebih dahulu. Bagaimana Menemani Siswa yang Sok Pandai atau Terlalu Pandai. Dua murid macam ini memang berbeda. Ada yang merasa pandai padahal tidak terlalu pandai, tapi ada yang betulbetul pandai sampai mengalahkan kepandaian sang guru. Sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah. Justru karena memiliki murid pandai, guru wajib berbangga. Tapi ini semestinya juga jadi pacuan untuk guru. Bahwa wajib baginya terus belajar, update ilmu pengetahuan sekaligus menerima kenyataan. Jadi ketika anak didik kita sok pandai, maka jangan jadi guru sok tahu. Malah, dengan berpura-pura tidak tahu, guru bisa mengoptimalkan eksplorasi pemikiran anak didiknya. Bagaimana caranya? Guru harus punya cadangan ilmu. Tidak malu bertanya pada siswa. Memang sih, ini terkesan menguji siswa secara halus. Padahal guru sedang memancing siswa berkreasi dengan kepandaiannya itu, karena siapa tahu dia punya cara sendiri mengekspresikan daya pikir dan kecerdasan. Ini berujung pada betapa pentingnya berkata jujur. Jika guru mau jujur, maka siswa akan merasa lebih dihargai dan ini salah satu cara mengambil hati mereka. Secara tidak langsung, guru harus berani mengakui kelemahan,. Misalnya, kalau tidak bisa atau lupa akan satu materi tertentu, ya mengaku saja. Tak jadi soal, dan tidak akan menurunkan derajat sebagai seorang guru atau trik mudahnya dengan dalih belajar bersama. Selain itu, guru harus loyal pujian. Kenapa harus? Sekali lagi, selain ketulusan karena prestasi siswa, memuji kepandaian siswa berarti juga sebuah trik, di samping menyiapkan trik-trik khusus untuk siswa yang terlalu pandai. Bagaimana pun baik guru maupun siswa pasti akan memiliki kekurangan pada konsentrasi bidang tertentu, karena sama-sama manusia maka keduanya mustahil tahu segalanya. Selain melakukan pendekatan seperti yang dijelaskan di atas, seorang guru juga harus memperhatikan berbagai hal sehingga terjadi keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Cara Menjadi Best Teacher yang Disayangi Siswa Saya yakin banyak orang yang frustasi menjadi guru hanya karena tidak yakin apakah mereka bisa berjalan beriringan dengan siswa mereka. Pasalnya, siswa yang diajarin banyak yang bandel-bandel, sementara yang baik-baik, patuh, lagi disiplin itu bisa dihitung dengan jari. Alih-alih mau bersabar malah guru jadi stress, dan stressnya juga minta ampun. Kalau sudah gitu, mungkin sang guru meminta mengajar di kelas yang lebih well organized. Yah, kalau kayak gini mah jadi guru yang tidak professional, karena kerjaannya komplain dan maunya yang mudah saja. Paling ekstrim lagi, kalau udah tidak bisa menanganin murid-murid yang sebenarnya 'baik' but 'a bit hyperactive' akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang guru dan memilih jalur profesi lain. Ceritanya mungkin tidak akan begitu, jika para guru ini tahu caranya memenangkan hati siswa.Di sinilah memang letak tantangan dari orang-orang yang berprofesi sebagai guru. Nah, jika ya bertanya tentang keadaan murid, dengarkan cerita mereka, setelah kebutuhan mereka terpenuhi baru kemudian mulailah pengajaran. Jadi kalau bisa di kemudian hari tidak terjadi lagi misinterpretasi terhadap kelakuan siswa yang menurut kita aneh lagi tidak sopan. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada siswa itu, dan kita harus cari tahu. Saya yakin kalau kita menjadi pendengar yang baik, insya Allah mereka juga nantinya akan mendengarkan kata-kata kita. (4)Jadilah guru yang komitmen terhadap peraturan dan bisa memegang janji.

jangan pernah sekali waktupun ketika Anda sudah komitmen terhadap peraturan bersama yang Anda buat bersama siswa Anda lantas Anda melonggarkan aturan kedisiplinan. Karena ada siswa yang sudah mulai disiplin akan melihat Anda sebagai guru yang tidak adil. Selanjutnya, jangan pernah mengatakan janji bila Anda tidak menepatinya. Kenapa karena siswa selalu mengingat apa yang Anda katakan tanpa melewatkan satu detailpun. Dan pasti mereka akan menagih janji Anda. Jika Anda melanggarnya, Anda akan kehilangan cinta mereka. So, play safe. Okay! Mungkin tipsnya untuk kali ini itu saja, and next let's start winning our students' love. Penguasaan Kelas Tanpa Marah-marah Menjadi guru memang tidak mudah, perlu pengalaman dan kepribadian yang mendukung untuk menjadi guru yang matang selain juga penguasaan berbagai ilmu psikologi pendidikan praktis untuk mengelola kelas yang baik dan tenang. Ada tips atau saran yang perlu diperhatikan bagi seorang guru, yang kesulitan dalam menguasai kelas, mengatasi anak-anak murid yang selalu ribut, bermain, tidak perhatian dalam belajar dan sebagainya. Hal-hal tersebut disebabkan oleh beberapa kesalahan yang baik sengaja ataupun tidak, dilakukan oleh seorang guru di depan kelas. 1. Kondisi kelas yang tidak mendukung 2. Kelas yang lepas kendali 3. Perbuatan jelek tanpa konsekwensi Kondisi Kelas yang tidak mendukung Kondisi kelas yang tidak mendukung, meja berantakan, murid yang belum siap untuk belajar, keasyikan bermain atau bawa mainan atau bermain dalam kelas dan sebagainya yang semua itu akan mengganggu atau bahkan menggagalkan proses belajar dikelas .Pada dasarnya setiap kelas tidak siap untuk belajar. Gurulah yang seharusnya mempersiapkan, mengkondisikan kelas agar siap untuk belajar. Saya mengenal seorang guru SD teman sesama mengajar,ia masuk kelas 3, sudah siap untuk materi yang akan diajarkan yaitu bahasa Indonesia untuk kelas 3 SD.Tetapi murid tidak siap, mereka asyik bermain karena baru selesai istirahat tetapi bel tanda masuk sudah berbunyi, anak-anak tersebut masih merasa jam istirahat. Ia segera memerintahkan agar anak-anak tenang, mereka tidak mau tenang. Perintahnya ia ulang sampai tiga kali tidak juga tenang. Ia ambil spidol menulis di papan tulis besar-besar "HARAP TENANG" dengan harapan murid-murid mengerti bahwa ia sedang marah dan murid segera tenang memulai pelajaran. Sampai akhirnya ia putus asa anak-anak tidak juga tenang ia memulai pelajaran dengan keadaan kelas yang ribut, anak-anak asyik cerita sana-sini tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran. Sampai waktu pelajaran hampir habis anak tidak juga tenang ia pun melepaskan tanggung jawabnya dengan duduk menenangkan diri di kantor majelis guru. Akhirnya anakanak kelasnya timbul perkelahian ketahuan oleh kepala sekolah yang disalahkan adalah guru yang mengajar jam berikutnya. Ada juga teman sayayang tegas pada anak. Ia guru Bahasa Inggris. Setiap kali ia masuk kelas ia tidak langsung duduk di meja guru, tetapi berkeliling kelas menegur setiap anak yang asyik cerita, bermain, mengingatkan bahwa jam pelajaran sudah masuk dan tidak boleh ada yang bermain atau bercerita sesama teman. Bahkan ia mengambil permainan yang dimainkan anak-anak di

dalam kelas. Anak-anak untuk sementara ketakutan permainannya diambil segera menyimpan mainannya kedalam tas. Ketika itu pula guru tersebut memerintahkan untuk mengeluarkan buku pelajaran bahasa inggris, dan anak-anak segera mematuhinya. Guru bahasa Inggris ini menguasai kelas dengan baik. Ia dapat dengan tenang mengajar dan konsentrasi murid pun dapat terkondisikan lebih baik untuk belajar. Demikianlah pentingnyamengkondisikan kelas. Gurulah yang mengkondisikan kelas agar tenang dan siap untuk belajar. Bukan guru menunggu agar murid tenang dan siap untuk belajar. Kelas yang lepas Kendali Kelas perlu kendali dari guru. Gurulah yang pegang kendali agar kelas senantiasa tetap tenang dan kondisi terfokus untuk belajar. Setiap murid selalu mencari celah kelonggaran dari seorang guru agar ia dapat bermain dan bebas berbuat sekehendak hatinya. Bahkan murid sekarang kreatif menciptakan celah kelonggaran kendali guru di kelas. Jangan salahkan murid tetapi gurulah yang senantiasa memegang kendali. Contoh guru bahasa Indonesia teman saya diatas adalah contoh guru yang tidak pernah memegang kendali kelas. Ia biarkan saja murid-murid ribut di kelas. Mengendalikan kelas dengan cara marah-marah, membentak murid, Berteriak-teriak menimbulkan ketegangan dan ketakutan yang tidak baik untuk suasana belajar. Inilah yang perlu di tanamkan dan diajarkan pada murid-murid bahwa setiap perbuatan ada konsekwensinya jadi ia akan mengerti dan berbuat yang lebih baik dan selalu memilih perbuatan yang baik untuk mendapatkan konsekwensi yang baik dari perbuatannya. Perbuatan jelek tanpa konsekwensi Konsekwensi adalah akibat dari perbuatan yang ia perbuat. Bisa hukuman bagi yang melakukan pelanggaran peraturan kelas, seperti berdiri di salah satu tempat dikelas yang terpisah dari kawankawanya dan sebagainya. Ada banyak konsekwensi yang perlu diterapkan pada anak didik agar mereka mengerti perbuatan baik dan mengerti jika ia melakukan perbuatan salah dapat konsekwensi hukuman dari guru. Konsekwensi ada konsekwensi logis, konsekwensi alam, kosekwensi substitusi dan lain sebagainya. Dapat seorang guru memilih atau membuat konsekwensi substitusi dari perbuatan yang dilakukan anak didik. Jika anak didik tidak diberikan atau tidak dikenalkan pada konsekwensi seperti itu maka anak tidak akan pernah tahu atau mengerti mana perbuatan baik dan benar dilakukan dan mana perbuatan yang salah yang seharusnya tidak dilakukan. Kalau keadaan tanpa konsekwensi ini berulangulang terjadi bukan saja anak didik tidak disiplin tetapi akan sulit mendidiknya untuk mengerti nilai-nilai dan norma yang ada dilingkungan kehidupannya. Pengelolaan Kelas di Minggu Pertama Apakah yang harus dilakukan guru di awal masuk sekolah? Apakah minggu pertama yang dikelola dengan baik akan membawa pembelajaran lebih baik di minggu minggu selanjutnya ? Mengapa harus Minggu Pertama Minggu pertama siswa belajar adalah hari-hari dimana siswa sebagai individu mengenal, memerhatikan dan mengawasi berbagai hal yang akan dihadapinya di minggu-minggu selanjutnya. Oleh karena itu, guru yang efektif menurut Jacob Kounin (1970) perlu mengelola minggu pertama ini dengan baik.

Menurut beliau, selain itu guru pun harus membimbing dan menata kegiatan kelas secara kompeten, karena ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan guru yang hanya menekankan pada disiplin. Ini merupakan pendapat beliau dalam sebuah studi klasiknya mengenai manajemen kelas. Lalu bimbingan atau penataan seperti apakah yang mesti guru laksanakan? Karena guru sebelumnya tidak tahu bagaimana kondisi dan situasi kelas yang akan dia hadapi. Mengatasi hal ini, Walter Doyle (1986), mendeskripsikan beberapa karakteristik tentang kompleksitas dan potensi mengenai lingkungan kelas, guru harus mengetahui bahwa kelas itu multidimensi karena banyak aktivitas di dalamnya baik aktivitas akademik maupun sosial, Aktivitas kelas ini senantiasa terjadi secara simultan, berlangsung cepat dan tidak bisa diprediksi seperti murid yang mendadak bertengkar, mendahului giliran, pergantian mata pelajaran dan lain sebagainya. Sehingga semua ini menciptakan kelas yang ramai dan kompleks dan menimbulkan kekacauan serta masalah jika kelas tidak ditata dan dikelola dengan efektif. Membangun Ekspektasi, Sikap Positif dengan Gaya Asertif Kesan siswa yang pertama kali masuk ke kelas baru adalah perkiraan yang berbeda dengan ekspektasi guru karena siswa mendasarkan ekspestasinya pada pengalamannya dengan guru maupun suasana kelas sebelumnya. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya fokus pada mata pelajaran yang akan diajarkan, guru harus memaparkan ekspektasi tentang perilaku dan kegiatan siswa, juga menerangkan secara jelas dan konkret mengenai aturan dan prosedur dalam kelas sehingga murid tahu apa yang harus dikerjakan di dalam kelas. Dengan hal ini, siswa dapat terbantu karena menghabiskan waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan. Satu hal yang mendasar ketika siswa melangkahkan kaki di kelas baru adalah membangun sikap positif dan rasa percaya diri mereka dengan mendesain pelajaran dan tugas yang memastikan siswa sukses dalam mengerjakannya, disamping kesediaan guru untuk senantiasa siap dan hadir disaat mereka butuh informasi dan bantuan untuk kemajuan siswa. Hal ini dapat mencegah siswa mengalami problem akademik dan emosional di awal pembelajaran. Untuk mengawali tahun ajaran baru dengan lingkungan dan situasi yang baru, pun perlu diiringi sikap tegas atau asertif guru. Hal ini untuk menjaga batas antara apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima di kelas. Sikap asertif ini berguna ketika guru menangani konflik yang akan terjadi. Menurut Robert Alberti dan Michael Emmons (1995), ada empat gaya dalam penanganan konflik yaitu gaya agresif dimana orang cenderung menuntut, galak dan kasar dalam penanganan konflik; gaya manipulatif yang berusaha mendapatkan keinginannya dengan cara membuat orang lain merasa bersalah atau kasihan padanya; gaya pasif ketika guru tidak tegas, pasrah dan tidak memberitahu orang lain apa yang dia inginkan; adapun yang terakhir dan terbaik adalah gaya asertif (tegas) dimana guru mampu mengekspresikan perasaan dan meminta apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, hal ini ditujukan demi kepentingan guru dan membawa manfaat bagi siswa karena tidak bersifat manipulatif, kasar dan permisif, siswa tahu posisi dan pandangan guru karena mendeskripsikan problem secara objektif tidak menyalahkan dan menghakimi. Menjadi Guru yang Efektif di minggu selanjutnya

Diana Baumrind (1971), memberikan strategi umum untuk menjadi guru yang efektif, diantaranya guru tersebut memiliki gaya otoritatif, dimana siswa dilibatkan dalam kerja sama dan memberikan perhatian kepada mereka, guru mampu menjelaskan aturan dan regulasi, menentukan standar dan masukan dari siswa, sehingga siswa cenderung mandiri, tidak cepat puas, mampu bekerja sama dengan teman dan menunjukkan perhargaan yang tinggi walaupun hanya dengan sedikit monitoring dari guru. Berbeda dibandingkan dengan gaya otoriter, dimana guru sangat mengekang dan mengontrol serta tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka, sehingga siswa pun pasif, tidak berinisiatif dan tidak mampu mengekspresikan kekhawatiran sosial disertai keterampilan komunikasi yang buruk. Berbeda pula dengan gaya permisif, ketika guru memberi banyak otonomi dan tidak memberi dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka, sehingga mengakibatkan keahlian akademik siswa tidak memadai dan kontrol diri yang rendah. Ada beberapa aktivitas yang harus dihindari oleh guru yang efektif yaitu menghindari flip-flopping atau meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan tidak jelas, seperti meninggalkan kelas beberapa lama dan menyuruh siswa hanya mencatat dan diakhir pelajaran, guru datang kembali hanya untuk bertanya sudah menulisnya atau belum. Selain itu, hindari terlalu lama memaparkan sesuatu yang sudah dipahami oleh siswa sehingga siswa menjadi jemu. Guru yang efektif pun tidak melakukan fragmentasi, dimana guru membagi aktivitas menjadi komponen komponen padahal aktivitas itu sebenarnya bisa dilakukan sebagai satu unit. Di samping aktivitas yang mesti dihindari, ada aktivitas yang penting bagi guru efektif yaitu mempertahankan aturan dan prosedur. Aturan dan prosedur merupakan pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Evertson, Emmer & Worsham, 2003). Aturan lebih menekankan pada ekspektasi umum dan spesifik yang menjurus kepada standar perilaku, seperti: jangan menghina teman, hargailah teman, dsb. Sedangkan prosedur (routines) lebih kepada aktivitas yang spesifik untuk mencapai tujuan dan bukan untuk melarang perilaku tertentu, seperti prosedur mengawali dan mengakhiri pelajaran, mengumpulkan tugas kelas atau rumah, dsb. Aturan cenderung tidak berubah karena mengatur dasardasar tindakan sedangkan tindakan mungkin bisa berubah karena tergantung rutinitas dan aktivitas di kelas dan sekolah. (Santrock, 2004). Aturan dan prosedur apabila dilaksanakan dengan baik maka kedisiplinan, keteraturan dan kondisi positif siswa akan stabil dari minggu ke minggu. Guru harus menyadari bahwa awal tatap muka terkadang awal segalanya, sebuah awal yang menentukan segalanya.

Anda mungkin juga menyukai