Anda di halaman 1dari 3

TANAMAN DI RUMAH NENEK Hari ini Rania berkunjung ke rumah nenek.

Rania sangat senang sekali karena akhirnya ia bisa melepas kerinduannya dengan Neneknya yang tinggal di luar kota. Sementara ibu dan ayahnya menghadiri pernikahan kerabatnya yang juga berada di Bandung, Rania memilih untuk menemani nenek. Memang, tidak banyak yang ia lakukan selain mengobrol, menonton televisi, dan makan siang bersama nenek. Hanya saja ia berharap seandainya ia bisa membantu nenek melakukan hal ini

Kamu takut ulat, Rania? tanya Nenek. Ditangan kanannya terdapat sebilah kayu sepanjang lengan yang terangkat ke arah anak sembilan tahun itu. Memang tidak terlalu dekat, tapi ulat yang menggeliat di ujung kayu itu sudah cukup berhasil membuat Rania bergidik. Siapa, sih, yang suka dengan ulat?

Ih, kok Nenek berani, sih?

Nenek tertawa lagi. Bukan berarti Nenek berani, Ran. Nenek juga sama jijiknya seperti kamu. Hanya saja ia menyempatkan diri untuk memasukkan ulat itu ke dalam pengki yang terbuat dari kaleng bekas melalui kayu itu. kalau Nenek terlalu takut nanti daun-daun di halaman rumah ini berlubang semua.

Nenek memang pecinta tanaman. Bagaimana tidak, di sepanjang tepi halaman rumahnya berjejer berbagai jenis tanaman dengan pot yang juga mempunyai ukuran dan warna yang berbeda; mayoritas berwarna hitam dan sebagian kecil berwarna coklat. Ia juga sangat pandai menempatkan tanaman berdasarkan ukuran dan jenisnya. Untuk tanaman berbunga ditempatkan di sayap kiri halaman rumah sementara tanaman tidak berbunga memenuhi bagian sisanyakebanyakan tanaman tidak berbunga seperti kaktus hias, lidah buaya, pakis haji, dan lain-lain. Kalau memelihara tanaman berbunga, sih, memang mengasyikkan mengingat tanaman melati, mawar, adenium, serta anggrek milik nenek terlihat sangat cantik dan membuat pemandangan di halaman rumah ini menjadi indah. Tapi kalau tanaman tidak berbunga? Apa asyiknya? Bukankah lebih asyik memelihara kucing angora atau anjing pudel saja? Setidaknya itulah yang ada di pikiran Rania ketika ia menanyakan tanaman dengan daun yang panjang dan menjulang ke atas seperti rumput. Tepinya pun bergerigi, sehingga membuat Rania penasaran. Belum pernah Rania melihat yang seperti itu.

Oh, itu tanaman pandan. jawab nenek. Ia tersenyum melihat kedua mata anak perempuan itu menyorotkan rasa penasarannya, dan ia siap menerima pertanyaan cucunya yang berikutnya.

Apa manfaatnya, Nek?

Tentu saja nenek menjawabnya dengan senang hati. Yang pasti kegunaannya banyak, sayang. Tanaman ini juga bisa bermanfaat sebagai pewarna dan pewangi makanan lho. Misalnya puding, kolak atau bubur kacang hijau. tuturnya.

Wah, yang benar, Nek? Puding juga?

Iya, Ran. Nanti kalau kamu sudah besar kamu bisa membuat makanan dengan memanfaatkan tanaman ini. Oya, daun pandan juga bisa mengobati pegal linu dan darah tinggi.

Wah, hebat! Lagi-lagi Rania terkesima. Kali ini bibirnya membentuk senyum kagum.

Nah, kalau yang itu tanaman suji. nenek menunjuk pada tanaman yang tumbuh dengan daun yang menyerupai pandan, namun dedaunannya berjarak lebih rapat dan banyak. Mereka pun menghampiri tanaman itu dan mengamatinya hingga membungkuk. Itu bisa digunakan untuk pewarna makanan. Tentu saja warna yang dihasilkannya hijau seperti kue bolu kukus atau dadar gulung.

Rania sangat suka kue bolu kukus, Nek.

Nenek juga. Kapan-kapan kamu bisa membuat bolu kukus bersama Nenek.

Rania senang sekali mendengarnya. Baru kali ini ia mengetahui bahwa tanaman-tanaman juga bisa dimanfaatkan untuk bahan pembuatan makanan yang ia sukai. Bukan itu saja, setidaknya Rania juga dapat membuat masakan dengan bantuan beberapa tanaman bersama ibunya. Di kepalanya mulai terbayang makanan yang membuatnya ngiler. Kolak, bubur kacang hijau, bolu kukus Tapi karena Rania masih berusia sembilan tahun, dengan polosnya ia bertanya, Berarti memelihara tanaman lebih mengasyikkan daripada memelihara binatang ya, Nek?

Nenek tertawa lagi. Kali ini Rania bingung sehingga keningnya mengerut. Ia berpikir apa yang salah dalam pertanyaannya. Sejenak ia memikirkan tentang Mimi, kucing angora yang ia pelihara di rumahnya di Jakarta.

Nenek nggak bisa bilang begitu, sayang. Itu dua hal yang berbeda. Yang jelas, memelihara tanaman juga mengasyikkan. suara Nenek sangat lembut begitu juga pandangannya. Mungkin saja nenek akan membelai rambut panjang Rania yang terurai jika kedua tangannya tidak kotor.

Oh, begitu. Rania mencoba mengerti. Kali ini tangan mungil Rania menarik daster nenek ketika nenek mulai meluruskan badan. Itu tanaman cabe rawit, kan, Nek? suaranya yang menggemaskan merujuk pada pot yang ditumbuhi tanaman yang dimaksudkannya.

Nenek mengangguk yakin. Tepat sekali. Kamu suka cabe rawit? Nenek rasa suatu saat nanti kamu akan suka dengan cabe rawit. Persis seperti ibu kamu.

Rania tertawa sejenak. Bagaimana dengan Nenek?

Nenek sudah terlalu tua untuk memakannya. Sejenak mereka tertawa, merenungkan hal yang sama: hijaunya daun, bumbu masakan, bungabunga bermekaran, wangi-wangian, ulat menggeliat, kupu-kupu bersayap yang cantikseakan tidak pernah lepas untuk melengkapi suasana disini. Merasa belum puas, Rania bertanya tentang tanaman-tanaman lain seperti pakis haji, lidah buaya, enceng gondok, dan tanaman-tanaman lainnya yang juga kaya akan manfaat. Semenjak itulah, keingintahuan dan ketertarikan Rania mengenai tanaman mulai tumbuh dan mekar, layaknya tumbuh-tumbuhan di sekitar halaman rumah nenek. Selain itu, Rania juga senang sekali karena nenek selalu menjawab pertanyaannya dengan senang hati. Tidak ada rasa jengkel ataupun bosan yang terlukis pada wajahnya yang berkeriput. Rania juga berjanji akan mulai menyayangi, merawat, dan memelihara tumbuh-tumbuhan yang ia miliki nanti (ia juga meminta nenek untuk mengajarkannya menangkap ulat!). Setidaknya, hingga ia dewasa pun beberapa tanaman masih sangat berharga. Entah untuk bumbu masakan, obat sakit, atau hanya memperindah pemandangan, itu akan sangat mengasyikkan.

Anda mungkin juga menyukai