Anda di halaman 1dari 15

foto-foto gempa di Padang

Posted on 26 Oktober 2009

9 Votes

Seperti yang pernah diceritakan sebelumnya ( di sini), bapak Dr. Ir. FX Supartono, pakar struktur senior sekaligus salah satu guru penulis sewaktu menimba ilmu di Pascasarjana UI, baru saja berkunjung ke kota Padang pasca gempa tempo hari. Tujuan utamanya adalah mengevaluasi struktur-struktur bangunan pada kompleks pabrik PT. Semen Padang, yang sebagian merupakan hasil rancangan beliau. Ibarat pepatah, sambil menyelam minum air, beliau juga berkesempatan berkeliling kota Padang memantau kondisi bangunan pasca gempa, khususnya di daerah kota tua yang relatif banyak bangunan-bangunannya yang roboh. Jadi beliau mempunyai cukup banyak jepretan foto tentang dampak gempa pada bangunan-bangunan di sana. Mungkin kalau hanya foto-foto dampak gempa di Padang, saya kira dapat dengan mudah mencarinya dengan browsing di internet, yang umumnya adalah hasil jepretan wartawan surat kabar ataupun awam. Tetapi jika fotofoto tersebut diambil oleh seorang pakar struktur, yaitu bapak Dr. Ir. FX. Supartono, tentu sudut pandang pengambilannya bisa berbeda. Aspek struktur bangunannya tentu akan lebih menonjol. Atas dasar itulah, saat bertemu dengan beliau tempo hari ketika memberi kuliah tamu di UPH, saya menanyakan kepada beliau sekiranya saya dapat memiliki foto-foto yang dimaksud. Ternyata beliau senang, dan mendukung niat saya tersebut. Akhirnya setelah mengatur beberapa kali rencana waktu pertemuan, akhirnya sore ini kami dapat bertemu di kantor beliau di daerah Cideng. Nama kantornya adalah PT. Partono Fondas. Dari hasil pemantauan beliau di kota Padang, jumlah bangunan yang rusak sebagian besar adalah bangunan-bangunan yang relatif lama. Kerusakan kebanyakan disebabkan oleh kondisi struktur yang tidak memenuhi syarat, khususnya detail kolom pertemuan dengan balok. Sebagai contohnya, beliau melihat pada daerah joint pada struktur beton bertulang tidak disediakan tulangan sengkang lagi. Juga kolomnya sendiri, penempatan sengkang confinement sebagian besar tidak ada (kurang). Baiklah kita langsung melihat hasil foto-foto jepretan beliau.

Perhatikan, meskipun terlihat cukup banyak element vertikal tetapi yang berupa kolom struktur satu, yaitu yang ke dua dari sebelah kanan, yang lain adalah kolom praktis yang benar-benar praktis tidak memberi perlawanan terhadap gaya lateral gempa.

Kelihatannya utuh ya, padahal bangunan yang kiri kolomnya mengalami kegagalan. Meskipun jendela atau temboknya tidak terlihat mengalami kerusakan yang fatal, tetapi karena kolom merupakan struktur utama dari bangunan tersebut maka satusatunya cara agar dapat digunakan dengan aman lagi adalah dengan

merubuhkannya. Demikian pendapat bapak Supartono ketika menjelaskan mengapa foto di atas menjadi perhatian beliau. Jadi yang disebut kerusakan parah itu tidak sekedar tercerai berai, ada yang kelihatanya tenang tapi ternyata barbahaya.

Ini merupakan salah satu kerusakan tipikal bangunan-bangunan lama, yang mana fokusnya masih pada pembebanan vertikal. Perhatikan tembok satu batu saja dengan ringannya dapat terbelah oleh gempa, juga balok kayu di atas, meskipun masih utuh, tetapi tidak ada peranannya dalam memikul gaya lateral akibat gempa. Itu merupakan konstruksi simple beam, sedangkan tembok seperti kolom kantilever, bahkan mungkin seperti sendi-bebas (tidak stabil terhadap beban lateral).

Ini adalah tipe kerusakan yang cukup banyak dijumpai di sana, yaitu soft-storey effect. Lantai bawah kurang kaku dan kurang kuat dibanding bangunan bagian atas, akhirnya bagian bawah luluh lantah tidak terlihat. Hancur berkeping-keping. Kalau ada korban manusia di bawahnya ya jelas tidak bisa diapa-apakan lagi.

Jangan kaget, meskipun terlihat utuh, tetapi itu lantai dua dan tiga, adapun yang lantai satu, sudah luluh lantak. Ini juga soft-storey effect. Ingat, biasanya orang kalau ada gempa khan lari ke bawah, pas di bawah mau buka pintu keluar lalu tiba-tiba sudah seperti foto di atas, gimana coba, bayangkan. Orang di luar pastilah tidak bisa berbuat

apa-apa untuk menolong. Masih mending kalau langsung mati, kalau tidak, bayangkan.

Hotel Ambacang, seminggu setelah gempa. Bangunan yang nampak adalah bangunan lantai ke-5 dan di atasnya adalah lantai ke-6. Hotel tersebut menurut penjelesan bapak Supartono adalah bangunan renovasi, yang dulunya berupa gudang atau semacamnya, yang merupakan bangunan peninggalan jaman belanda. Sekarang sudah hancur tertumpuk bangunan baru di atasnya. Ini merupakan pelajaran berharga, bahwa kalau sudah dikaitkan dengan gempa maka tampilan seindah apapun tidak ada gunanya. Para arsitek, agar jangan sampai terjadi bangunan hasil rancangan anda seperti di atas, pastikan ajak civil/structural engineer yang berkompeten terlibat pada proyek anda.

Soft-storey effect lagi, bahkan ini di kantor PU, kantornya orang-orang teknik sipil. Bayangkan, itu bisa juga terjadi.

Hotel Bumi Minang, hotel bintang empat di kota Padang rusak parah. Perhatikan kolom yang terlihat hancur itu ternyata hanya kolom artificial. Kurang jelas ya. Baik bagian yang terlihat hancur tersebut akan saya besarkan.

Nah ketahuan bukan, kolom tersebut ternyata isinya hanya batu-bata saja bukan. Bukan kolom beton. Itulah yang say maksud sebagai kolom artificial. Informasi dari bapak Supartono disitu sebenarnya konstruksinya adalah kantilever. Coba kalau ketemu kasus yang seperti itu, yang pinter arsitek atau structural engineer-nya ya. Jika ternyata dibagian tersebut dapat diberi kolom, tetapi mengapa perencana strukturnya pakai sistem kantilever. Kondisi itu dimungkinkan jika dibawahnya misalnya ada luasan lantai yang harus bebas kolom. Jadi bagi para perencana struktur, kolom yang menerus sampai pondasi adalah struktur yang paling penting untuk keamanan terhadap gempa. Perhatikan kondisi Hotel Bumi Minang di atas pada waktu masih utuh, kesannya begitu kokoh bukan.

Siapa mengira bentuk bangunan yang begini megah dapat luluh lantak akibat gempa tersebut. Jadi bentuk luar tidak jaminan ya bahwa bangunan tersebut kuat terhadap gempa.

Ini bangunan pemerintah kalau dilihat dari lambang yang terpasang pada dinding kiri. Bangunan tersebut terbelah dua lho. Bangunan utama mengalami soft storey, lantai satu rontok dan bangunan berdiri di atas lantai dua, sedangkan kolom-kolom pada selasar depan masih utuh. Jadi kondisinya memang parah.

Ini mungkin yang patut disebut sebagai luluh lantak akibat gempa bumi. Bayangkan hanya tinggal lantai, kolom-kolomnya tidak ada yang berdiri tegak satupun.

ini juga soft storey effect, bagian bawah yaitu kolom-kolomnya tidak kuat dan hancur sehingga bagian atas menimpa bagian bawah.

Bahkan ini terlihat seperti banguan dari baja. Rontok juga.

Ini bukan hanya miring, lantai satunya juga sudah terbenam.

Ini bangunan LIA , diceritakan pada saat gempa terjadi, pada saat itu ada sekitar 12 orang anak muda yang sedang test TOEFL. Yah bagaimana lagi, tidak terselamatkan.

Kena dampak gempa ? Betul. Nggak terlihat ya kalau gedung di dekat mobil parkir putih tersebut juga terkena dampak gempa. Bahkan parah sekali lho. Baiklah kita lihat lebih dekat.

Coba ada yang aneh tidak, itu yang terlihat dilantai bawah adalah balkon lantai dua dari bangunan yang sebenarnya. Kolom bawah hilang, itulah soft storey effect. Satusatunya jalan yang dibongkar itu bangunan. Melihat kondisi di atas orang awam tentu akan miris, atau bahkan mengkuatirkan kondisi bangunan bila ada gempa seperti yang terjadi di Padang tersebut. Untuk itu saya menanyakan ke bapak Supartono kira-kira apakah sebagian besar bangunan di kota kondisinya seperti foto-foto di atas. Ternyata jawaban beliau tidak, masih banyak

bangunan yang utuh. Jadi yang rusak di atas adalah bangunan-bangunan yang persyaratan tekniknya kurang baik. Jika bangunan telah direncanakan dengan baik, yaitu secara profesional oleh structural engineer yang berkopentsi, maka sebenarnya bangunan tersebut tidak masalah dengan adanya gempa tempo hari. Untuk mendukung hal tersebut, beliau menunjukkan foto-foto pabrik semen Padang. Pada salah satu areal pabrik ditunjukkan ada suatu bangunan yang merupakan bangunan tertinggi yang ada di kota Padang tersebut, bangunan tersebut tempat peralatan-peralatan untuk proses pembuatan semen, jika ditotal jendral, berat peralatan-peralatan yang dipikul bangunan tersebut adalah 40.000, ton. Itu jelas lebih berat dibanding untuk bangunan rumah atau perkantoran biasa. Ternyata sewaktu diinspeksi ke sana khusus untuk bangunan tersebut tidak mengalami retak. Ini bangunan yang dimaksud.

Ini tampak dari atas pabrik, perhatikan asap cerobong asap yang tetap berfungsi. Seminggu pasca gempa, proses pabrik berjalan normal tidak terpengaruh oleh gempa. Bayangkan jika kondisinya seperti bangunan-bangunan di atas maka itu bisa mempengaruhi ekonomi negara, maklum pabrik Semen Padang khan aset nasional. Perhatikan bangunan bertingkat terbuka di sebelah kanan, itula yang dimaksud dengan bangunan tertinggi dan terberat di kota Padang, tetap berfungsi dengan baik, bahkan tidak ada yang retak sama sekali. Untuk jelasnya saya zoom ya bagian tersebut.

Jangan kaget bila foto di atas terlihat miring, itu karena fotonya memakai mode lensa wide angle, jadi karena bagian yang terfoto agak terletak di pinggir maka gambarnya terlihat mengalami distorsi. Perhatikan semua bangunannya, terlihat miring semua bukan. Bangunan di atas mungkin satu-satunya bangunan besar (tinggi dan berbeban besar) yang benar-benar telah teruji terhadap gempa besar sesungguhnya di Indonesia. Jakarta khan jelas belum pernah menerima gempa sebesar gempa Padang tersebut bukan. Bahkan bapak Supartono menjelaskan karena waktu pembangunan bangunan tersebut sudah cukup lama maka perencanaannya belum mengimplementasikan peraturan yang terbaru karena memang waktu itu belum keluar. Nyatanya, perencanaan struktur bangunan dengan peraturan lamapun dapat menghasilkan bangunan yang ok-ok saja. Apalagi kalau digunakan peraturan baru, yang harapannya tentu akan lebih baik. Selanjutnya saya tanyakan apakah tidak ada yang retak pada bangunan-bangunan pabrik tersebut. Bapak Supartono menjelaskan ada juga struktur yang menunjukkan retak, sambil menunjukkan foto bagian strutur yang dimaksud. Meskipun retak tetapi bagian beton bagian dalam, yang terbungkus stirrup dan tulangan memanjang ternyata tetap solid. Retak atau yang mengalami spalling adalah penutup beton di luarnya. Intinya struktur masih bisa diperbaiki dengan injeksi grouting. Selanjutnya beliau menjelaskan, retak tersebut terletak di bagian atas bangunan, dimana ada balok yang tidak menerus karena posisinya mengganggu penempatan mesin. Waktu perencanaannya dulu sebenarnya sudah diusahakan agar menerus, tapi persyaratan mesin tidak dapat diganggu gugat. Jadi kekuatiran yang dulu jadi terbukti (retak). Pengalaman ini jelas penting untuk diingat, bahwa salah satu unsur yang membuat suatu bangunan tahan gempa adalah jangan ada suatu detail atau konfigurasi struktur

yang tiba-tiba berubah, usahakan smooth. Kalaupun ada balok usahakan menerus mengeliling elevasi lantainya. Moga-moga sharing ini berguna. Note : Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.Ir. FX Supartono, yang berkenan memberikan foto-foto karya eksklusifnya untuk di sharingkan kepada teman-teman di sini. Kantor konsultan engineering beliau, yaitu PT. Partono Fondas sedang banyak terlibat dengan proyek-proyek jembatan dan industri. Berkaitan dengan hal tersebut, beliau mengundang engineer-engineer yang tertarik untuk dapat bergabung dan membantunya. Kecuali hotel Ambacang yang cukup fenomenal keruntuhannya, maka masih banyak dijumpai keruntuhan dari ruko-ruko, dan semacamnya. Sebagian besar jenis keruntuhan yang diidentifikasi adalah soft-storey-effect, kolom mempunyai kekuatan yang lebih lemah dibanding baloknya, itu ditunjukkan seperti misalnya ada ruko tiga lantai, ketika runtuh maka yang kelihatan utuh adalah lantai dua dan tiga, sedang lantai satu luluh lantah. Ini dapat dimaklumi karena lantai satu kalau ruko biasanya dinding-dindingnya terbuka, ada kaca atau jendela yang lebar, sedangkan lantai dua dan tiga, karena diatas maka ditutuplah oleh tembok. Adanya tembok akan menambah kekakuan lateral dari kolom di lantai dua dan tiga, sedangkan lantai bawah karena relatif kosong maka hanya mengandalkan kolom saja kekuatan lateralnya, akibatnya ketika ada gerakan lateral dari tanah, maka karena massa lantai dua dan tiga lebih berat (akibat adanya tembok juga) menyebabkan terjadi gaya lateral gempa, karena kolom yang bawah lebih lemah kekakuannya maka disitulah titik kritisnya. Kondisi tersebut juga diperparah menurut bapak FX Supartono adalah bahwa detail struktur antara kolom dan balok adalah tidak memenuhi persyaratan, bahkan banyak dijumpai tidak ada sengkang diantara joint kolom-balok terse

Anda mungkin juga menyukai