Anda di halaman 1dari 18

KASUS 3 KOMUNITAS banyak anak di wilayah karang ketok memiliki riwayat imunisasi tidak lengkap, cakupan imunisasi di daerah

tersebut memang sangat rendah, imunisasi untuk mengatasi masalah yang diakibatkan PD3I imunisasi tidak hanyak di berikan pada saat posyandu tapi di berikan juga pada saat BIAS imunisasi diberikan sesuai dengan tahapan tubuh kembang anak, petugas puskesmas tidak hanyak memperhatikan cara pemberian imunisasi dan jadwal imunisasi tapi juga cold chain nya, sehingga bermanfaat bagi yang mendapatkan imunisasi. Kata-kata sulit : 1. Bias 2. Imunisasi 3. PD3I 4. Tumbuh 5. Kembang 6. Posyandu 7. Coid chain 8. Tahap tumbuh kembang anak 9. Petugas pusyandu

Imunisasi BIAS DT-TT 2.1 Imunisasi 2.1.1 Definisi Kata imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi merupakan suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif ke tubuh seseorang. Di samping istilah imunisasi, dikenal juga istilah vaksinasi. Vaksinasi adalah suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mikroorganisme patogen, dengan tujuan untuk menyiapkan respon imun. Keuntungan dari vaksinasi adalah pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya, murah dan efektif, vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi. Imunisasi dan vaksinasi memiliki definisi yang berbeda, namun pada praktiknya seringkali definisi keduanya disamaartikan. Namun bila ditinjau dari arti kedua istilah tersebut, maka yang sehari-hari dikenal sebagai istilah imunisasi sebenarnya mengacu kepada istilah vaksinasi. Namun demikian, untuk kepentingan komunikasi sehari-hari, penyamaartian kedua istilah tersebut akhirnya terima. Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang pencegahan merupakan prioritas utama karena pada prinsipnya mencegah lebih baik daripada

mengobati. Dalam melaksanakan sistem kesehatan nasional, imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Pemberian imunisasi terhadap seorang anak tidak hanya memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit tetapi juga mengurangi penyebaran infeksi. Dengan demikian dapat mencegah dan menyelamatkan jiwa dari penyakit infeksi berat. Penurunan insidens penyakit menular telah terjadi di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas. Demikian pula di Indonesia yang dinyatakan bebas penyakit cacar pada tahun 1972 dan terjadi penurunan insidens beberapa penyakit menular secara mencolok sejak tahun 1985, terutama untuk penyakit difteria, tetanus, pertusis, campak dan polio. 2.1.2 Tujuan Imunisasi Tujuan umum dilakukan imunisasi adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi). Penyakit-penyakit itu sendiri mencakup diantaranya tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, dan hepatitis B. Dalam kerangka ilmu kesehatan masyarakat dan dalam konteks sistem kesehatan nasional, bidang pencegahan merupakan prioritas utama. Untuk itu, program imunisasi merupakan salah satu bentuk program pencegahan penyakit yang menduduki peran sangat strategis. Secara umum, tujuan imunisasi pada anak adalah untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan serta mencegah timbulnya akibat buruk lebih lanjut yang dapat diakibatkan oleh penyakit tersebut yang sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Sedangkan tujuan khusus dari imunisasi adalah memberikan kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu pada anak. Untuk mencapai imunitas tubuh pada anak yan optimal, maka salah satu upaya untuk mencapainya ialah dengan imunisasi lanjutan. Selain untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan, imunisasi lanjutan juga dimaksudkan untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan terutama diberikan kepada kelompok anak sekolah dan wanita usia subur (WUS).12 2.1.3 Difteria 2.1.3.1 Difteria Difteria adalah suatu penyakit akut bersifat toxin-mediated disease yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Penyakit ini diperkenalkan pertama kali oleh Hipokrates pada abad ke 5 SM dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Bakteri tersebut pertama kali diisolasi dari pseudomembran pasien penderita difteria pada tahun 1883 oleh Klebs, sedangkan anti-toksin ditemukan pertama kali dibuat pada akhir abad ke-19 sedangkan toksoid difteria mulai dibuat sekitar tahun 1920. Corynebacterium diphteriae adalah bakteri gram positif. Produksi toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenisasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Sampai saat ini telah ditemukan 3 galur bakteri penyebab difteria, yakni gravis, intermedius dan mitis, dan semuanya dapat membuat toksin. Tipe gravis adalah penyebab penyakit difteria yang paling virulen. Seorang anak dapat terinfeksi difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan destruksi jaringan

setempat dan membentuk suatu membran atau selaput yang dapat menyumbat jalan napas. Toksin yang terbentuk pada membran tersebut dapat masuk dalam aliran darah, sehingga dapat menimbulkan komplikasi berupa miokarditis dan neuritis serta trombositopenia. Semua komplikasi dari difteria, termasuk kematian adalah akibat langsung dari toksin difteria. Beratnya penyakit dan komplikasi tergantung dari luasnya kelainan. Angka kematian tertinggi terjadi pada kelompok usia dibawah lima tahun. 2.1.3.2 Vaksin Difteria Anti-toksin difteria pertama kali digunakan pada tahun 1891 dan mulai dibuat secara massal tahun 1892. Anti-toksin difteria ini terutama digunakan sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan. Pemberian anti-toksin dini sangat mempengaruhi angka kematian akibat difteria. Kemudian dikembangkanlah toksoid difteria yang ternyata efektif dalam pencegahan timbulnya difteria. Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP. Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unit flocculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah toksoid sesuai dengan 1 unit anti-toksin difteria. Untuk imunisasi rutin anak dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Dalam penelitian terhadap bayi yang mendapatkan imunisasi DTP di Jakarta, I Made Setiawan (1992) melaporkan bahwa 71-94% bayi saat imunisasi pertama belum memiliki kadar antibodi protektif terhadap difteria dan setelah mendapatkan imunisasi DTP 3 kali didapatkan 68-81% telah memiliki kadar antibodi protektif terhadap difteria. Beberapa penelitian serologis membuktikan adanya penurunan kekebalan sesudah kurun waktu tertentu dan perlunya penguatan (booster) pada masa anak. 2.1.3.3 Tetanus Tetanus adalah suatu penyakit akut dan bersifat fatal yang disebabkan oleh eksotoksin produksi bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada tahun 1884 dibuktikan secara eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus pada seekor kucing oleh Carle dan Rattone. Clostridium tetani adalah bakteri gram positif berbentuk batang, bersifat anaerob dan dapat menghasilkan spora dengan bentuk drumstick. Bakteri ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Banyak terdapat pada kotoran dan debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing dan kucing. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob, kemudian menghasilkani toksin (tetanospasmin) yang akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan limfe. Toksin tetanus kemudian menempel pada reseptor di sistem saraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus mempengaruhi pelepasan neurotransmiter, yang berakibat penghambatan sistem inhibisi. Akibatna terjadi kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang dan gangguan saraf otonom. Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus di samping imunisasi pasif dan aktif.

2.1.3.4 Vaksin Tetanus Pembuktian bahwa toksin tetanus dapat dinetralkan oleh suatu zat dilakukan oleh Kitasatol (1889) dan Nocard (1897) yang menunjukkan efek dari transfer pasif suatu anti-toksin yang kemudian diikuti oleh imunisasi pasif selama perang dunia I. Toksoid tetanus kemudian ditemukan oleh Descombey pada tahun 1924 dan efektifitas imunisasi aktif didemonstrasikan pada perang dunia II. Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi adalah sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bersama dengan toksoid difteria dan vaksin pertusis. Pemberian toksoid tetanus memerlukan pemberian berseri untuk menimbulkan dan mempertahankan imunitas. Tidak diperlukan pengulangan dosis bila jadwal pemberian ternyata terlambat. Efektifitas vaksin ini cukup baik, ibu yang mendapatkan toksoid tetanus 2 atau 3 dosis memberikan proteksi bagi bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal. Pemberian toksoid tetanus yang diberikan dalam DTP diberikan sesuai jadwal PPI.

2.2 Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT-TT 2.2.1 Program BIAS DT-TT Usia sekolah dan remaja dalam menginjak kedewasaan merupakan kurun usia anak dengan paparan lingkungan yang luas dan beraneka ragam. Apabila angka kematian usia balita masih sekitar 56 per 1000 kelahiran hidup maka pada usia sekolah dan remaja menunjukkan grafik yang menurun dan kemudian meningkat lagi pada usia yang lebih lanjut. Kesakitan dan kematian karena penyakit yang termasuk dalam imunisasi nasional sudah sangat berkurang, seperti polio, difteria, tetanus, batuk rejan dan campak, terutama karena dilaksanakannya BIAS. BIAS adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas I, II dan III di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri merupakan imunisasi ulangan yang ditujukan untuk untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). Pada usia sekolah dan remaja diperlukan vaksinasi ulang atau booster untuk hampir semua jenis vaksinasi dasar yang ada pada usia lebih dini. Masa tersebut sangat penting untuk dipantau dalam upaya pemeliharaan kondisi dan kekebalan tubuh terhadap berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. Pada program BIAS yang diberikan adalah imunisasi DT, TT dan campak. Mekanisme penyelenggaraan BIAS serupa dengan program imunsasi lainnya, yakni terdiri atas (1) penyusunan perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengelolaan rantai vaksin; (4) penanganan limbah; (5) pencatatan dan pelaporan; (6) supervisi dan bimbingan; dan (7) penelitian dan pengembangan.

Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisa situasi, alternatif pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk mencapai tujuan program. Perencanaan disusun mulai dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Kegiatan perencanaan meliputi menentukan jumlah sasaran, menentukan target cakupan, perencanaan kebutuhan vaksin berikut peralatan rantai vaksin (cold chain). Kegiatan pelaksanaan BIAS meliputi persiapan petugas, persiapan masyarakat, pemberian pelayanan imunisasi dan koordinasi. Pengelolaan rantai vaksin dimaksudkan untuk tetap menjaga kualitas vaksin yang akan diberikan, peralatan rantai vaksin harus tersedia dan digunakan mulai dari pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemakaian. Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. Mengapa pemerintah menyelenggarakan BIAS? Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini sejalan dengan rekomendasi dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada usia anak sekolah dan remaja. Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi bahwa imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan

2.2.2 Sasaran Vaksinasi DT diberikan kepada murid SD/MI kelas 1 tanpa memandang apakah anak pernah mendapat vaksinasi DPT pada waktu bayi atau tidak. Vaksinasi TT diberikan pada murid SD/MI kelas 2 dan 3. Penyakit dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Program imunisasi merupakan program yang sangat efektif dan efisien dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sebagai contoh adalah penyakit cacar yang sudah dibasmi sejak tahun 1978. Demikian juga penyakit campak pada tahun 1966 diseluruh dunia terdapat 135 juta kasus dengan kematian 6 juta yang berkaitan dengan penyakit ini, dan berhasil diturunkan menjadi 400 ribu kematin pada tahun 2005. Latar belakang inilah sekarang program imunisasi semakin di serukan. Dalam dunia kesehatan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dikenal dengan sebutan PD3I. Berikut saya sampaikan beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tersebut : Campak, Polio, Dipteri, Tetanus, Pertusi, TBC, dan Hepatitis. Program imunisasi merupakan program pemerintah untuk menekan angka kejadian penyakit menular tertentu yang telah ada vaksinnya. Dalam pelaksanaannya tetap diperlukan kerjasama lintas sektor maupun lintas program, antara lain : Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Dalam melaksanakan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) , hal ini dilakukan karena sasaran dari imunisasi adalah merupakan anak usia sekolah dan dilaksanakan di sekolah. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja Bekerjasama dalam pemberian vaksin tetanus toksoid pada Tenaga Kerja Wanita Usia Subur. Selain itu, dilakukan kerja sama dalam program Pemberian Vaksin pada tenaga kerja yang mendapat paparan virus. Misalnya pemberian vaksin rabies pada pekerja yang bekerja dengan hewan. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Departemen Agama Menetapkan bahwa calon pengantin wanita diberi imunisasi Tetanus Toxoid (TT). Hal ini telah dimasukan dalam Peraturan Daerah tentang pemeriksaan Calon Pengantin. Kerjasama yang lain yang dilakukan adalah pemberian imunisasi meningitis pada calon ibadah haji Dinas Kesehatan Bekerja sama dengan Kader kesehatan Sebagai pengelola posyandu, dalam rangka memperluas cakupan imunisasi mealui pendataan jumlah peserta imunisasi baik Bayi (0 1tahun), Wanita Usia Subur (WUS), dan Ibu Hamil. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Kementrian Riset dan Teknologi, LIPI, BATAN, dan PB POM Sebagai badan yang mengadakan penelitian mengenai penyakit dan dapat menghasilkan vaksin-vaksin baru yang dapat mencegah penyakit bahaya lainnya, serta pengawasan peredaran dan keamanannya terutama oleh BP POM. Dinas Kesehatan Bekerja sama dengan Perusahaan Farmasi Memproduksi vasin untuk imunisasi, misalnya BUMN PT Biofarma

PD3I (PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI) A. Difteri Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae . Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernapasan. Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian. B. Pertusis Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek , mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumania bacterialis yang dapat menyebabkan kematian. C. Tetanus Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam . Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terldapat juga gejata berhenti menetek ( sucking) antara 3 s/d 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian. D. Tuberculosis Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernapasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah.gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian.

E. Campak Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles. Disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita.

Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemarahan , batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia). F. Poliomielitis Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan , yaitu virus polio type 1,2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah Anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis=AFP) . Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani. G. Hepatitis B Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan , melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.

1. Apa yang dimaksud dengan BIAS ??? 2. Kapan di berikan posyandu bias ??? 3. Dimana saja di berikan posyandu bias ??? 4. Pada umur berapa di berikan posyandu bias ???

Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT-TT

Usia sekolah dan remaja dalam menginjak kedewasaan merupakan kurun usia anak dengan paparan lingkungan yang luas dan beraneka ragam. Apabila angka kematian usia balita masih sekitar 56 per 1000 kelahiran hidup maka pada usia sekolah dan remaja menunjukkan grafik yang menurun dan kemudian meningkat lagi pada usia yang lebih lanjut. Kesakitan dan kematian karena penyakit yang termasuk dalam imunisasi nasional sudah sangat berkurang, seperti polio, difteria, tetanus, batuk rejan dan campak, terutama karena dilaksanakannya BIAS.8,16

BIAS adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas I, II dan III di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri merupakan imunisasi ulangan yang ditujukan untuk untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun).8,17,18

Pada usia sekolah dan remaja diperlukan vaksinasi ulang atau booster untuk hampir semua jenis vaksinasi dasar yang ada pada usia lebih dini. Masa tersebut sangat penting untuk dipantau dalam upaya pemeliharaan kondisi dan kekebalan tubuh terhadap berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. Pada program BIAS yang diberikan adalah imunisasi DT, TT dan campak.8

Mekanisme penyelenggaraan BIAS serupa dengan program imunsasi lainnya, yakni terdiri atas (1) penyusunan perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengelolaan rantai vaksin; (4) penanganan limbah; (5) pencatatan dan pelaporan; (6) supervisi dan bimbingan; dan (7) penelitian dan pengembangan. Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisa situasi, alternatif pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk mencapai tujuan program. Perencanaan disusun mulai dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Kegiatan perencanaan meliputi menentukan jumlah sasaran, menentukan target cakupan, perencanaan kebutuhan vaksin berikut peralatan rantai vaksin (cold chain).11

Kegiatan pelaksanaan BIAS meliputi persiapan petugas, persiapan masyarakat, pemberian pelayanan imunisasi dan koordinasi. Pengelolaan rantai vaksin dimaksudkan untuk tetap menjaga kualitas vaksin yang akan diberikan, peralatan rantai vaksin harus tersedia dan digunakan mulai dari pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemakaian. Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting

dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi.

Sasaran Vaksinasi DT diberikan kepada murid SD/MI kelas 1 tanpa memandang apakah anak pernah mendapat vaksinasi DPT pada waktu bayi atau tidak. Vaksinasi TT diberikan pada murid SD/MI kelas 2 dan 3 Cara Pemberian Vaksin DT diberikan dengan diinjeksikan secara intramuskular pada lengan atas dengan dosis 0,5 mL. Vaksinasi TT juga diberikan dengan diinjeksikan secara intramuskular pada lengan atas dengan dosis 0,5 mL. 5. Apa yang dimaksud dengan imunisasi ???

Pengertian imunisasi Pengertian Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu.

Tujuan Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan mneghilangkan penyakit tertentu dari dunia Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu (intermediate goal) Respon imun Respon imun primer ialah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen

Respon imun sekunder ialah respon imun yang diharapkan akan memberi respon adekuat bila terpajan pada antigen yang serupa. Diberikannya vaksinasi berulang beberapa kali adalah agar mendapat titer antibodi yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif.

6. Bagai mana cara pemberian imunisasi ???

Tata cara pemberian imunisasi Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak divaksinasi Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan adanya kerusakan Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan LBerikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin Setelah pemberian vaksin Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila diperlukan

Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsipprinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan

Efek samping Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri

Pemberian Imunisasi Dasar Pelayanan kesehatan ibu sejak dari masa kehamilan, proses kelahiran, sampai proses menyusui perlu mendapatkan perhatian dan pendampingan khusus. Pendampingan kesehatan ini, tidak hanya untuk ibu, tetapi juga ayah sebagai pendamping ibu, untuk ikut serta mengikuti perkembangan kesehatan anak. Karena itulah, K.I.A RSK St. Vincentius a Paulo Surabaya menawarkan pelayanan kesehatan mulai kehamilan hingga proses laktasi dan imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan cara vaksin ke dalam tubuh. Tujuan imunisasi sendiri adalah agar tubuh terlindung dari beberapa penyakit berbahaya. Jikapun bayi dan anak sakit, dapat menghindarkan dari perkembangan penyakit yang menyebabkan cacat atau meninggal dunia,

Dengan memberikan imunisasi dasar kepada bayi atau anak, dapat mencegah dari beberapa penyakit. 1. Tuberkulosis, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa yang menular melalui droplet/ percikan ludah. 2. Dipteri, disebabkan oleh Corynebacterium Dyptheriae tipe Gravis, Milis, dan Intermedius yang menular melalui percikan ludah yang tercemar. 3. Pertusis, penyakit ini disebabkan oleh Bordetella Pertusis dengan penularan melalui percikan ludah.

4. Tetanus, disebabkan oleh Mycobacterium Tetani berbentuk spora yang masuk ke dalam luka yang terbuka. 5. Poliomyelitis, merupakan virus Polio yang menuar melalui droplet. 6. Hepatitis B, yang disebabkan oleh virus Hepatitis Tipe B.

Macam imunisasi dasar, cara pemberian, dan reaksi pada anak:


1.

BCG (Bacillus Calmatte Guerin) Dosis pemberian 1 kali pada usia 0-1 bulan. Setelah penyuntikan imunisasi ini, akan timbul bebjolan putih pada lengan bekas suntikan yang akan membentuk luka serta reaksi panas. Jangan dipecahkan.

2.

DPT + Hb (Kombo) Polio Dosis pemberian 4 kali melalui tetes mulut (2 tetes) pada usia 0-11 bulan Setelah imunisasi, tidak ada efek samping. Jika anak menderita kelumpuhan setelah imunisasi polio, kemungkinan sebelum di vaksin sudah terkena virus polio. Dosis pemberian 3 kali pada usia 2-11 bulan. Anak akan mengalami panas dan nyeri pada tempat yang diimunisasi. Beri obat penurun panas tablet dan jangan membungkus bayi dengan selimut tebal.

3.

4.

Campak Dosis pemberian 1 kali pada usia 9 bulan. Setelah 1 minggu imunisasi, terkadang bayi akan panas dan muncul kemerahan. Cukup beri tablet penurun panas.

PENANGGUNG JAWAB DALAM POSYANDU Ditingkat Desa Penanggung Jawab posyandu adalah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) atau sekarang diistilahkan dengan Badan Perwakilan Desa (BPD). Dalam melaksanakan kegiatan posyandu langsung dikoordinir oleh Tim Penggerak PKK Desa/ Kelurahan yang membawahi beberapa posyandu, dimana satu dusun satu posyandu atau di sesuaikan dengan jumlah sasaran balita 100-150 balita per posyandu untuk kurang lebih 200 KK.

Satu Dusun dengan satu posyandu terdiri dari 3 4 Dasa wisma dengan 10 20 Rumah Tangga sebagai sasaran kerjanya. Dengan cara ini maka kegiatan PKK yang dijabarkan pada kegiatan Dasa Wisma tiap bulannya berupa pertemuan pada anggota keluarganya secara bergilir merupakan kegiatan diluar hari H posyandu.

COLD CHAIN MANAGEMENT Cold Chain : the top of Logistic Cold chain adalah barang-barang yang memerlukan penanganan dengan suhu yang diatur dibawah suhu ruangan (ambient). Cold chain adalah barang-barang yang memerlukanpenanganan extra khusus didalam proses logistiknya mulai dari penerimaan barang, penyimpanan, penyiapan hingga pengirimannya. Cold chain is a always a risk ! Tidak salah jika barang-barang cold chain dikatakan selalu berhubungan dengan resiko. Resiko yang terbesar adalah penanganan suhu yang sangat memerlukan perhatian khusus. Barang-barang yang dikategorikan cold chain diantaranya adalah Vaksin, obat-obtan hormonal dan untuk FMCG misalnya coklat. Karena sifatnya yang sedemikian ketat didalam prosedur penangannya, maka cold chain dikatakan sebagai puncak dari pada logistik. Untuk menangani barang-barang cold chain diperlukan peralatan yang komplek dan bahkan terkadang memerlukan biaya yang sangat besar. Peralatan yang diperlukan diantaranya: Termometer alat pengukur suhu Chiller alat pengatur suhu Dehumidifier alat pengatur kelembaban Data logger alat pencatat suhu Ice pack alat pencipta suhu dingin dipengiriman Cold box alat pengiriman Sticker suhu Masing-masing peralatan juga memerlukan penanganan khusus yang berhubungan dengan kalibrasi, validasi ataupun pencatatan-pencatatan lainnya. Peralatan Yang Dipergunakan Pada Penanganan Cold Chain Aktifitas Cold Chain Didalam menangani barang-barang cold chain harus dilakukan 8 proses yang secara rutin harus dilakukan: 1. Validation

2. Temperature mapping 3. Thermometer Calibration 4. Goods Receiving 5. Storage 6. Pick and Pack 7. Delivery 8. Temperature Control 1.Validation Validasi adalah proses penentuan standard ice pack yang dipergunakan untuk melakukan suatu pengiriman. Validasi ini diperngaruhi oleh jenis cold box dan juga jenis ice pack yang dipergunakan. Hasil akhir yang akan diperoleh adalah berapa jumlah ice pack yang diperlukan untuk pengiriman barang pada suhu dingin selama 2 jam, 4 jam atau 24 jam. 2.Temperature mapping Pemetaan suhu dilakukan pada ruangan penyimpanan dengan tujuan untuk mengetahui dititik mana terjadi suhu terpanas dan suhu terdingin. Titik-titik terpanas dan terdingin tsb akan dipergunakan sebagai tempat diletakannya sensor data logger sehingga diperoleh batas atas dan batas bawah yang baik. Temperature mapping dilakukan minimal 1x per tahun. 3.Thermometer Calibration Kalibrasi termometer dilakukan untuk memastikan bahwa pengukuran suhu dengan menggunakan peralatan yang ada sama dengan standar pengukuran suhu yang ditentukan. Kalibrasi dilakukan minimal 1x setahun oleh badan yang berwenang (kalibrasi external) dan dapat pula dilakukan oleh perusahaan (kalibrasi internal) 4.Goods Receiving Penerimaan barang dingin tidak boleh dilakukan diareal terbuka di loading bay sebagaimana melakukan penerimaan barang non cold chain. Penerimaan barang harus dilakukan diruangan dingin dan yang harus diperhatikan pada waktu penerimaan adalah mengukur suhu penerimaan barang selain melakukan proses penerimaan barang pada umumnya. 5.Storage Penyimpanan barang dingin dilakukan didalam ruangan suhu dengan rentang suhu yang diijinkan. Biasanya suhu yang dimaksud adalah 2-8 C. 6.Pick and Pack

Bagian tersulit didalam proses penanganan barang cold chain adalah pada saat pengemasan (pack). Pada saat pengemasan biasanya akan terjadi penurunan suhu ektrim dari ice pack yang dapat mencapai suhu dibawah 0 (minus) dan hal ini akan menyebabkan kerusakan pada barang-barang yang akan dikirimkan. Perlu dilakukan penyesuaian pada saat penyiapan ice pack dengan suhu ruang dingin selama 5-10 menit sebelum barang cold chain dimasukan kedalam kemasan kirim. 7.Delivery Pengiriman barang-barang cold chain harus dijaga waktu pengiriman agar suhu yang telah disiapkan tetap pada batas yang diijinkan. Proses penting yang harus dilakukan pada saat proses serah terima adalah memastikan bahwa suhu kemasan (packing) masih berada dalam range yang diijinkan dengan cara meminta tanda tangan dari konsumen yang menerimanya. Proses serah terima ini harus langsung dilakukan oleh fihak konsumen yang berwenang, tidak boleh dititipkankepada security misalnya. 8.Temperature Control Pencatatan suhu penyimpanan dan pengiriman wajib dilakukan dengan mempergunakan data logger yang dapat mencatat pergerakan suhu dan diback up dengan melakukan pencatatan manual 2-3x per hari pada jam-jam tertentu.Pencatatan suhu ini diperlukan untuk memastikan bahwa selama proses penyimpanan dan pengiriman barang cold chain selalu berada didalam kondisi yang aman

Anda mungkin juga menyukai