Anda di halaman 1dari 4

Pengamatan Desa Wisata Osing Pengamatan dilakukan pada tanggal 5-6 Oktober 2013 di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah,

Kabupaten Banyuwangi. Pada tanggal 5-6 Oktober terdapat Festival Kemiren untuk melestarikan budaya dan seni yang ada di masyarakat Osing Desa Kemiren. Beberapa Atraksi budaya dalam Festival Kemiren yang ada diantaranya: No. 1. Atraksi Budaya dalam Festival Kemiren Barongan Keterangan Dalam fiosofi orang osing kemiren, barong melabangkan penolak balak namun, tetap patuh terhadap tuhan yang maha esa. Barong ini memiliki ciri khas mempunyai sayap yang mirip kupu-kupu dengan mahkota di pungungnya. Sangat berbebeda dengan barong di Bali, dan masyarakat desa Osing Kemiren mengklaim bahwa kemunculan barong yang ada di Desa Kemiren lebih dulu daripada barong yang ada di Bali. Merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh perempuan usia lanjut di Desa Osing Kemiren. Kesenian tari gandrung yang dilakukan oleh masyarakat desa. Pada data wawancara kami, sumber mengatakan bahwa hampir semua anak-anak di Desa Osing Kemiren sudah latihan menari sejak kecil. Syukuran bersih desa yang dilakukan setiap datang bulan haji (dzulhijah) pada tanggal

2.

Lomba Nginang

3.

Paju Gandrung

4.

Tumpeng Sewu

5.

Mepe Kasur/ Jemur Kasur

6.

Moco Lontar Yusuf

pertama bulan dzulhijah. Dilkasanakan setelah maghrib di sepanjang jalan desa dan masyarakat memebawa obor yang di buat khusus untuk penerang selama acara tumpeng sewu. Masyarakat percaya apabila acara tumpeng sewu tidak dilaksanakan maka akan datang bencana di desa. Pagi sebelum tumpeng sewu dilaksanakan, masyarakat pada umumnya menjemur kasur mereka. Disini ada hal unik, ternyata yang menjemur kasur mereka adalah orang yang sudah menikah saja yang warna kasurnya hitam dan merah. Masyarakat percaya warna hitam itu melambangkan kekal dan warna merah melambangkan semangat keberanian dan tanggung jawab. Pembacaan lontar kuno di baca oleh sekelompok pemuda desa pada malam hari kedua bulan Dzulhijah. Konon lontar tersebut ditulis oleh pemuka atau pendiri desa dahulu. Pembacaan lontar yusuf ini dilakukan mulai jam 22.00 WIB sampai selesai/ Subuh menjelang dengan irama dan intonasi yang khas. Cerita dari lontar Yusuf yang dibacakan oleh pemuda ini berkaitan dengan cerita Nabi

7.

Pantun Osing

Yusuf selama hidup. Pantun osing ini mirip dengan parikan dalam masyarakat jawa, namun kecepatan dan irama yang membedakan. Sindiran sosial kehidupan paling banyak dilontarkan oleh masyarakat.

Begitu banyak kebudayaan yang berkembang di masyarakat osing Desa Kemiren, hal diatas belum ditambah pada kegiatan dalam sehari-hari dalam hal spiritual, hubungan masyarakat dengan dunia luar. Masyarakat Desa Osing Kemiren percaya bahwa Mbah Buyut Cili merupakan sesepuh pendiri desa, petilasan yang berada di pinggir persawahan desa dikeramatkan oleh masyarakat desa. Petilasan Mbah Buyut Cili ramai disaat malam jumat atau malam selasa. Apabila tidak diadakan acara pada malam tersebut masyarakat percaya Mbah Buyut Cili akan mendatangi rumah-rumah warga. Berdasarkan wawancara saya, banyak masyakat yang mengalami atau bertemu dengan sosok barong, seperti harimau yang mengaum di desa. Keseharian masyarakat desa adalah bertani, mereka bercocok tanam padi. Sistem pertanian masyarakat tidak terdapat ke khasan tertentu, hanya pada saat akan panen pemilik padi membangun paglak, yaitu gubuk yang dibangun dua tingkat dan membuat tetabuhan dari bambu. Sistem pengairan, aturan penanaman tidak ada yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Aturan tentang menjaga lingkungan hanya terdapat aturan adat yang harus masyarakat patuhi seperti tidak boleh menebang pohon besar secara serampangan. Harus ada ritual tertentu saat menebang pohon. Aktifitas dalam sehari-hari tidak lepas dari beberapa aturan adat, dimana saat sore menjelang maghrib, perempuan remaja-remaja desa dilarang untuk keluar malam. Untuk kaum laki-laki relatif tidak terlalu banyak aturan yang mengikat. Terdapat hal yang unik dalam pernikahan masyarakat desa, dimana ada nikah angkat-angkatan, nikah colong-colongan dan nikah ngleboni. Hal yang umum sekali terjadi disana adalah nikah colong-colongan karena dari pihak orang tua mempelai perempuan tidak merestui, akhirnya yang pria menculik si perempuan untuk menginap kerumahnya selama beberapa hari sampai orang tua si perempuan menjemput dan merestui perkawinan tersebut. Dalam hal arsitektur bangungan, masyarakat desa juga memperhatikan aturan dan sangat erat dengan alam. Pada dasarnya masyarakat mmembangun rumah mereka sejajar dan berhadapan satu sama lain, beralaskan lantai tanah,

mempunyai balai di depan rumah, terdapat lubang ventilasi angin disela-sela struktur atap bangungan. Pada tiang di sela-sela lubag angin tersebut terdapat ukiran. Setiap membangun rumah, di tiang itu harus di kasih beras, pisang dan semacam buah pinang. Struktur atap rumah warga itu pasang lepas, jadi bisa dipasang dan dilepas dengan menggukanan pasak kayu atau bambu. Gambaran denah rumah masyarakat desa wisata osing Kemiren.
Halaman Belakang

Kamar tidur dengan beberapa ranjang

Pintu Dapur Gudang

Pintu Tempat sepeda/ alat pertanian tanpa sekat dengan ruang tamu

Ruang Tamu Pintu

Teras Pagar Tiang

Tiang

Anda mungkin juga menyukai