Anda di halaman 1dari 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Konsep Dasar Nifas

2.1.1 Pengertian Masa Nifas Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari sesudah itu (Prawirohardjo, 2008). Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil, bukan kondisi prahamil (Varney H dkk, 2008). 2.1.2 Periode Masa Nifas Puerperium Dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. Remote Puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan, atau tahun (Bahiyatun, 2009). 2.1.3 Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium Involusi Uterus Involusi uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi (Bahiyatun, 2009). Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil. Bila ligamen uterus dan otot dasar panggul tidak kembali ke keadaan sebelum hamil, kemungkinan terjadinya prolaps uteri makin besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lokia yang diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan ini disebut dengan iskemia (Bahiyatun, 2009). Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari post partum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu. Selama 4

proses involusi uterus berlangsung, berat uterus mengalami penurunan dari 1000 gram menjadi 60 gram, dan ukuran uterus berubah dari 15 x 11 x 7,5 cm menjadi 7,5 x 5 x.2,5 cm. Setiap minggu berat uterus turun sekitar 500 gram dan servik menutup hingga selebar 1 jari. Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Setelah plasenta lahir fundus uteri setinggi pusat, 7 hari pertengahan pusat-simfisis, 14 hari tidak teraba, 42 hari sebesar hamil 2 minggu, 56 hari uterus kembali normal (Bahiyatun, 2009). Lokia Lokia adalah istilah untuk cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan keluar melalui vagina selama puerperium. Karena perubahan warnanya, nama deskriptif lokia berubah yaitu : Lochea Rubra (Cruenta); berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan. Lochea Sanguinolenta; Berwarna merah kuning berisi darah dan lender, hari ke 3-7 pasca persalinan. Lochea Serosa; Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, hari ke 7-14. Lochea Alba; Berwarna putih, setelah 2 minggu. Lochea Purulenta; Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. Lochiostasis; Loche tidak lancar keluarnya (Varney H, dkk, 2008) Ovarium dan tuba falopi Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah dimulai kembali proses involusi, sehingga wanita dapat hamil kembali (Bahiyatun, 2009). Vagina dan perineum Segera setelah persalinan, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah 1 hingga 2 hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak, lebih besar dari biasanya

dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar minggu ke 3 pascapartum. Ruang vagina selalu sedikit lebih besar kelahiran pertama. Akan tetapi dan latihan pengencangan wanita otot secara mengembalikan tonusnya, memungkinkan daripada sebelum perineum akan perlahan-lahan

mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari. Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh termasuk yang memerlukan perbaikan. Bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari (Varney H, dkk, 2008). Payudara Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apakah wanita memilih menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pasca partum karena tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespons terhadap menstimulasi bayi yang disusui akan terus melepaskan hormon dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu. Saat laktasi kelenjar mammae fungsional berespons terhadap sistem saraf kompleks dan sinyal sistem endokrin untuk memproduksi dan mengeluarkan air susu. Berat payudara saat laktasi sekitar 600 800 gr (Varney H, dkk, 2008). Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2009) After Pain atau Kram perut Yang disebut after pains (mules-mules) disebabkan oleh adanya serangkaian kontraksi dan relaksasi yang terus-menerus pada uterus.Gangguan ini lebih banyak terjadi pada wanita dengan paritas yang banyak (multipara) dan menyusui. Biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Cara efektif untuk mengurangi after pain adalah dengan mengosongkan kandung kemih yang penuh karena menyebabkan kontraksi uterus tidak optimal. Sistem Gastrointestinal

Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron, sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi (Bahiyatun, 2009). Sistem Renal Diuresis dapat terjadi setelah 2 3 hari postpartum. Diuresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala 2 persalinan dan pengeluaran urine yang tertahanselama proses persalinan berlangsung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum. Sistem Endokrin Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari postpartum Sistem Kardiovaskuler Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala 3 ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 postpartum Sistem Hematologi Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000 30.000yang merupakan manifestaasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2 3 hari postpartum, konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas 700 1500 ml, yaitu 200 ml hilang pada saat persalinan, 500 800 ml hilang pada minggu pertama postpartum, dan 500 ml hilang pada saat masa nifas (Bahiyatun, 2009). Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik, yang kembali secara spontan ke tekanan darah sebelum hamil selama beberapa hari. Bidan bertanggung jawab mengkaji resiko preeklamsia pascapartum, jika peningkatan tekanan darah signifikan. Ini merupakan komplikasi yang relatif jarang tetapi serius. Suhu Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam pertama pascapartum. Nadi Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir akan kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Haemoragi, demam selama persalinan dan nyeri akut atau persisten dapat mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi diatas 100 selama puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukkan adanya infeksi atau haemoragi pascapartum lambat. Pernapasan Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama jam pertama pascapartum. Napas pendek, cepat atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti kelebihan cairan, eksaserbasi asma, dan embolus paru (Varney H, dkk, 2008). 2.1.4 Adaptasi Psikologis Ibu Periode postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor- faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orangtua pada masa post partum adalah : Respons dan dukungan dari keluarga dan teman Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain Pengaruh budaya

Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan tergantung . ia hanya menuruti nasehat, ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih berfokus untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu membicarakan pengalaman persalinan. Periode ini di uraikan oleh Rubin terjadi dalam 3 tahap yaitu : Taking in a. Periode ini terjadi 1 2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. b. Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan. c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur. d. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah. Nafsu makan yang kurang menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak berlangsung normal. Taking Hold 2.1. Berlangsung 2 4 hari postpartum. Ibu menjadi perhatian 2.2. Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh (misalnya, eliminasi) 2.3. Ibu berusaha keras untuk menguasai ketrampilan untuk merawat bayi, misalnya menggendong dan menyusui. Ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal tersebut, sehingga cenderung menerima nasihat dari bidan karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Letting Go a. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan sosial. c. Pada periode ini umumnya terjadi postpartum blues/baby blues (Varney H, dkk, 2008). 2.1.5 Kebutuhan Dasar dan Perawatan Masa Nifas 1. Mobilisasi / Ambulasi kemampuannya menjadi orangtua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.

10

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontra indikasi. Ibu yang baru melahirkan mungkin enggan bergerak karena letih dan sakit. Berdasarkan penelitian ibu sudah diperbolehkan turun dari tempat tidur dalam kurun waktu 1- 2 jam setelah persalinan dengan bantuan keluarga atau bidan / perawat. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensia abdominal dan konstipasi. Bidan harus menjelaskan pada ibu tentang tujuan dan manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu (Bahiyatun, 2009). 2. Diet/ Nutrisi Tidak ada kontra indikasi dalam pemberian nutrisi setelah persalinan. Ibu harus mendapatakan nutrisi yang lengkap dengan tambahan kalori (200 500 kkal), yang akan mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan. Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses pemberian ASI ekslusif. Asupan kalori perhari ditingkatkan sampai 2700 kkal. Asupan cairan perhari ditingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml). Suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran. Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan pemulihan kesehatan ibu. Kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan yaitu : Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya Banyak minum, setiap hari harus minum lebih dari 6 gelas Gunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI seperti sayuran hijau. Batasi makanan yang berbau keras Makan makanan yang tidak merangsang, baik secara thermis, mekanis atau kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan. Ingatkan ibu bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi dapat mempengaruhi bayinya melalui air susu (Bahiyatun, 2008). 3. Eliminasi Menurut Saleha, S. (2009), pola eliminasi pada ibu nifas: BAK; Ibu diminta untuk miksi 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum ibu belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan

11

katerisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi. BAB; Ibu post partum diharapkan dapat BAB setelah hari kedua post partum. Jika pada hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma. 4. Hygiene Masa nifas adalah masa yang rentan terjadi infeksi pada ibu. Oleh karena itu, ibu nifas disarankan : Menjaga kebersihan seluruh tubuh dengan mandi Membersihkan daerah kelamin. Untuk membersihkan daerah disekitar kelamin dilakukan dari arah depan ke belakang kemudian didaerah sekitar anus setiap selesai buang air kecil maupun buang air besar. Keringkan dengan handuk dengan cara ditepuk-tepuk dari arah muka ke belakang. Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari Cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya 5. Perawatan Payudara Perawatan payudara dilakukan untuk memperlancar pengeluaran ASI. Pada payudara terjadi proses laktasi, sehingga perlu pengkajian fisik dengan perabaan apakah terdapat benjolan, pembesaran kelenjar, atau abses serta bagaimana keadaan puting. Merawat payudara dengan menjaga tetap bersih dan kering, menggunakan bra yang menyokong payudara. 6. Kebutuhan Psikologis Wanita mengalami banyak perubahan emosi / psikologis selama masa nifas, sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu menunjukkan depresi ringan beberapa hari setelah kelahiran. Hal ini sering terjadi akibat sejumlah faktor seperti: Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakan wanita selama kehamilan dan persalinan. Rasa sakit masa nifas awal

12

Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan postpartum Kecemasan tentang kemampuannya merawat bayi Ketakutan tentang penampilan yang tidak menarik lagi bagi suaminya. Pada sebagian besar kasus tidak diperlukan terapi yang efektif, kecuali antisipasi, pemahaman dan rasa aman.

7.

Istirahat Ibu nifas membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup. Istirahat sangat penting

untuk ibu yang menyusui. Seorang wanita yang dalam masa nifas dan menyusui memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena sedang dalam proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi dan untuk kebutuhan menyusui bayinya. Bayi biasanya terjaga saat malam hari. Hal ini akan mengubah pola istirahat ibu, oleh karena itu dianjurkan istirahat / tidur saat bayi sedang tidur. Ibu dianjurkan untuk menyesuaikan jadwalnya dengan jadwal bayi dan mengejar kesempatan untuk istirahat. Jika ibu kurang istirahat akan mengakibatkan berkurangnya jumlah produksi ASI, memperlambat proses involusi, menyebabkan depresi dan menimbulkan rasa ketidakmampuan merawat bayi. 8. Seksualitas masa nifas Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat ruptur perineum, dan penurunan hormon steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun karena kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat dan tidur). Bidan biasanya memberi batasan rutin 6 minggu pascapersalinan, akan tetapi jika pasangan ingin lebih cepat, konsultasikan hal ini untuk mengetahui dengan pasti jenis persalinan, kondisi perineum, luka episiotomi dan kecepatan pemulihan sesungguhnya. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami-isteri begitu darah berhanti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, inilah saat yang aman untuk memulai hubungan suami-isteri kapan saja ibu siap. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami-isteri sampai waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.

13

9.

Keluarga Berencana Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu

hamil kembali. Setiap pasangan menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan KB. Namun bidan dapat membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur atau ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu, metode amenore laktasi dapat digunakan sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Risiko cara ini adalah sebesar 2% terjadinya kehamilan. 2.2 Konsep Dasar Seksio Sesarea Seksio sesarea ialah suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2008). 2.2.2 Istilah-Istilah Seksio Sesarea 1. Seksio sesarea primer (efektif) Seksio sesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. 2. Seksio sesarea sekunder Bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan baru dilakukan seksio sesarea. 3. Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section) Dilakukan seksio sesarea ulang setelah kehamilan sebelumnya juga seksio sesarea. 4. Seksio sesarea histerektomi Suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. 5. Operasi Porro Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat (Wiknjosastro, 2008). 2.2.3 Indikasi Seksio Sesarea

2.2.1 Pengertian Seksio Sesarea

14

Indikasi seksio sesarea dibagi menjadi dua faktor : 1. Faktor Janin Bayi terlalu besar Berat bayi 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Kelainan letak bayi Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang. Ancaman gawat janin (Fetal Distress) Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau kejang rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban. Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea. Janin abnormal Janin abnormal misalnya kerusakan genetik dan hidrosephalus. Faktor plasenta Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan solutio plasenta. Kelainan tali pusat Ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat. Multiple pregnancy (kehamilan kembar) Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir prematur sering terjadi preeklamsi pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan operasi. 2. Faktor Ibu Usia

15

Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi, jantung, DM dan eklamsia. Tulang Panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin. Persalinan sebelumnya dengan operasi Faktor hambatan jalan lahir Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau mioma. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju. Ketuban pecah dini Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami ketuban pecah dini akan lahir sendiri 224 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat waktu, maka dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea. Toksemia Gravidarum Toksemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan sebelum waktunya. (Harry Oxorn, 2010) 2.2.4 Jenis Operasi Seksio Sesarea Menurut Wiknjosastro, H. (2008), dikenal beberapa jenis seksio sesarea yakni: 1. Seksio sesarea transperitonealis profunda Dilakukan dengan membuat insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini: Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak Bahaya peritonitis tidak besar Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya rupture uteri di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna. 2. Seksio sesarea klasik (Korporal)

16

Dilakukan dengan membuat insisi di korpus uteri. Pembedahan ini, yang agak mudah untuk dilakukan, hanya diselenggarakan bila ada halangan untuk melakukan seksio sesarea transperitonealis profunda, misal karena melekat eratnya uterus pada dinding perut, atau apabila ada maksud untuk melakukan histerektomi setelah janin dilahirkan. Kekurangan pembedahan ini: Bahaya peritonitis lebih besar Bahaya rupture uteri pada kehamilan yang akan datang kira-kira 4 kali lebih besar 3. Seksio sesarea ekstraperitoneal Pembedahan ini sekarang tidak tidak banyak lagi dilakukan karena teknik yang sulit dan seringkali terjadinya sobekan peritoneum tidak dapat dihindarkan. 2.2.5 Komplikasi 1. Perdarahan, yang disebabkan : Atonia uteri Pelebaran insisi uterus Kesulitan mengeluarkan plasenta Hematoma ligamentum latum (broad ligament) 2. Infeksi puerperal (nifas) 3. Tromboplebitis 4. Cedera, dengan atau tanpa fistula Traktur urinaria Usus 5. Obstruksi usus Mekanis Paralitik (Harry Oxorn, 2010) 2.2.6 Prinsip Perawatan Pascaoperatif 1. Fungsi Gastrointestinal Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetri yang tindakannya tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Jika tindakan bedah tidak berat, berikan pasien diet cair.

17

Jika ada tanda infeksi atau jika seksio sesarea karena partus macet atau ruptur uteri, tunggu sampai bising usus timbul. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat (Saifuddin, A.B., 2002 2. Perawatan Luka Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak, jangan mengganti pembalut, perkuat pembalutnya dan pantau keluarnya cairan dan darah. Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi penyebabnya dan ganti dengan pembalut baru. Jika pembalut kendor, jangan ganti pembalutnya tetapi berikan plester untuk mengencangkan. Ganti pembalut dengan cara yang steril Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih. 3. Analgesia Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting Pemberian sedasi yang berlebih akan menghambat mobilitas yang diperlukan waktu pasca bedah 4. Antibiotik Pemberian antibiotik pasca operasi sangat penting sebagai profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi. 5. Fungsi Kandung Kemih Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan membuat pasien lebih cepat mobilisasi. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah atau sesudah semalam. Jika urin tidak jernih, biarkan kateter dipasang sampai urin jernih Kateter dipasang 48 jam pada kasus: Bedah karena rupture uteri

18

Partus lama/partus macet Edema perineum yang luas Sepsis puerperalis 6. Demam Dalam 24 jam pertama, suhu tubuh mungkin meningkat sedikit (380C) sebagai respon terhadap stress persalinan, terutama dehidrasi. Namun suhu yang melebihi 380C pasca pembedahan harus dicari penyebabnya. Hal ini mungkin menandakan adanya infeksi. 7. Ambulasi/mobilisasi Mobilisasi memberikan manfaat seperti perbaikan sirkulasi darah, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal (Saifuddin, A.B., 2002). Mobilisasi dapat dilakukan sesegera mungkin sesuai kemampuan ibu. 2.3 Konsep Dasar Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir melebih 500 ml (Prawiharjo, 2007). Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa perkiraan klinis kehilangan darah ditetapkan lebih rendah sebanyak 30-50%. Akan tetapi lebih baik tidak perlu menunggu sampai ada kehilangan darah 500 ml sebelum memutuskan bahwa wanita pada kenyataannya mengalami perdarahan dan mengambil tindakan (Varney, 2007). 2.3.2 Gejala Klinis Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lainlain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama. Pada kasus pendarahan postpartum akibat atonia uteri maka didapatkan uterus tidak berkontraksi dan teraba lembek pada palpasi. Selain itu, perdarahan juga muncul segera setelah anak lahir. Tabel 1. Penilaian Kllinik Derajat Syok

2.3.1 Definisi Perdarahan Post Partum

19

2.3.3 Etiologi Hal-hal yang dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah: 1. Atonia Uteri Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008). Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008). Faktor predisposisi: Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gmelli, polihidramnion atau anak terlalu besar Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep Kehamilan grande-multi para

20

Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menganggu kontraksi rahim Infeksi intra uterine (korioamnionitis) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya 2. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) : Plasenta belum lepas dari dinding uterus Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan: Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta) Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). 3. Sisa Plasenta Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008). 4. Robekan Jalan Lahir

21

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998). 5. Inversio Uteri Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998). Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tibatiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) : Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina. Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.

22

6. Ruptur Uteri Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. Faktor predisposisi: Multiparitas/grandemultipara Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan yang tidak tepat Kelainan letak dan implantasi plasenta perkreta Kelainan bentuk uterus umpanya uterus bikornis Hidromnion 7. Gangguan mekanisme pembekuan darah. Kegagalan/kelainan pemberkuan darah (koagulopati) dapat menjadi penyebab dan akibat dari perdarahan yang hebat. Gambaran klinis dari kelainan pembekuan darah bervariasi, mulai dari perdarahan yang hebat, dengan atau tanpa komplikasi trombosis dan fibrinase, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh laboratorium. 2.3.4 Patofisiologi Faktor risiko: Ibu terlalu muda (<20 tahun) /terlalu tua (>35 tahun) Anemia (< 10 gr%) Multiparitas Persalinan dengan induksi Pembesaran uterus berlebihan, seperti hamil ganda, hidromnion, makrosomia Ibu dengan DM makrosomia

Pembuluh darah uterus tidak dapat menutup

Ya Uterus tidak berkontraksi Atonia uteri Ruptur uteri Ruptur serviks

Plasenta lahir

Tidak

Uterus berkontraksi Tertinggal sebagian plasenta Robekan jalan lahir Retensio plasenta

23

2.3.5 Diagnosis Tanda gejala yang selalu ada - Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir - Perdarahan segera - Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera - Uterus kontraksi baik Tanda gejala yang kadang ada - Syok Diagnosis yang mungkin Atonia uteri

- Pucat - Lemah - Menggigil

Robekan jalan lahir

- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversion uteri akibat tarikan - Perdarahan lanjutan - Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Retensio plasenta

- Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap - Perdarahan segera

Tertinggalnya sebagian plasenta

24

- Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera - Nyeri sedikit atau berat - Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah - Perdarahan >24 jam setelah persalinan, perdarahan bervariasi, dan berbau - Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal dan/atau vaginum) - Nyeri perut berat (kurangi dengan rupture)

- Syok neurogenik - Pucat melimbung

Inversion uteri

- Anemia - Demam

Perdarahan terlambat Endometriti atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak) Robekan dinding uterus

- Syok - Nyeri tekan perut - Denyut nadi ibu cepat

2.3.6 Penanganan

Plasenta sudah lahir, namun perdarahan masih ada

25

2.4

Konsep Dasar Histerektomi Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang

2.4.1 Pengertian Histerektomi wanita, setelah menjalani histerektomi wanita tidak mungkin lagi untuk hamil. Operasi pengangkatan kandungan (histerektomi) merupakan pilihan berat bagi seorang wanita. Pasalnya, tindakan medis ini menyebabkan kemandulan dan berbagai efek lainnya. Oleh karena itu, histerektomi hanya dilakukan pada penyakit-penyakit berat pada kandungan (uterus). Syarat melakukan histerektomi adalah : Umur ibu 35 tahun atau lebih. Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih. 2.4.2 Indikasi Histerektomi Histerektomi biasanya dilakukan untuk masalah dengan rahim itu sendiri atau masalah dengan kompleks reproduksi seluruh perempuan. Beberapa kondisi diobati dengan histerektomi termasuk fibroid rahim (mioma), endometriosis (pertumbuhan jaringan yang menyerupai jaringan lapisan rahim di luar rongga rahim), adenomiosis

26

(bentuk yang lebih parah endometriosis, dimana lapisan rahim telah tumbuh ke dalam dan kadang-kadang melalui di rahim dinding), beberapa bentuk prolaps vagina, perdarahan menstruasi berat atau normal, dan setidaknya tiga bentuk kanker (rahim, leher rahim lanjut, ovarium). Histerektomi juga merupakan upaya terakhir perdarahan postpartum bedah di obstetrik tak terkendali. Fibroid rahim, meskipun penyakit jinak, dapat menyebabkan menstruasi berat dan ketidaknyamanan pada beberapa orang dengan kondisi tersebut. Banyak pengobatan alternatif yang tersedia: pilihan farmasi (penggunaan NSAID atau opiat untuk rasa sakit dan hormon untuk menekan siklus menstruasi); miomektomi (pengangkatan fibroid rahim sementara meninggalkan rahim utuh); embolisasi arteri rahim, intensitas tinggi terfokus USG atau waspada menunggu. Pada kasus ringan, pengobatan tidak diperlukan. Jika fibroid berada di dalam lapisan rahim (submukosa), dan lebih kecil dari 4 cm, penghapusan histeroskopi adalah pilihan. Sebuah fibroid submukosa lebih besar dari 4 cm, dan fibroid yang terletak di bagian lain dari rahim, bisa dihilangkan dengan miomektomi laparotomic, di mana insisi horizontal dibuat di atas tulang kemaluan untuk akses yang lebih baik untuk rahim. 2.4.3 Jenis Histerektomi Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear secara rutin. Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan seperti menopause. Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dengan pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu. 2.4.4 Teknik Histerektomi

27

Histerektomi melalui perut, yaitu dilakukan dengan sayatan seperti pada bedah cesar, yakni berupa sayatan melintang. Histerektomi melalui vagina, yaitu ditempuh dengan sayatan pada bagian atas vagina (Supra Vaginal Histerektomi). Kedua prosedur histerektomi ini biasanya dipilih berdasarkan diagnosa penyakit, juga berdasarkan pengalaman dan kecenderungan ahli bedah. Namun demikian, prosedur histerektomi melalui vagina memiliki risiko yang lebih kecil dan waktu pemulihan yang lebih cepat dibanding prosedur histerektomi melalui perut. SVH dapat menjadi pilihan konservatif untuk penanganan perdarahan post partum jika uterus tidak dapat dipertahankan lagi.

2.5

Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Patologis Post SC hari ke-3 dengan Post SVH Atas Indikasi Perdarahan Post Partum (Ruptur Uteri)

2.5.1 Data Subjektif 1. Identitas, meliputi klien dan suami, yaitu nama, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan ibu hamil berisiko tinggi. 2. Riwayat Menstruasi Mengetahui teratur tidaknya menstruasi ibu yang terkait pula pada HPHT dan HPL ibu. Kelahiran preterm mungkin mengindikasikan ibu memiliki janin ganda dan kelahiran posterm memungkinkan janin besar sehingga dapat berisiko HPP. 3. Keluhan Utama Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin, kesulitan bernafas, pusing, pandangan kabur 4. Riwayat Obstetri Lalu Terdiri dari riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu. Ibu yang pernah mengalami perdarahan post partum sebelumnya memiliki risiko perdarahan post

28

partum pada persalinan atau nifas kali ini. Ibu dengan paritas tinggi juga berisiko mengalami HPP. 5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Saat Ini Ibu hamil gemeli, anemia saat hamil, persalinan preterm atau posterm, memiliki risiko perdarahan post partum, selain itu pola nutrisi ibu juga akan mempengaruhi gizi ibu saat hamil sehingga dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan post partum. Riwayat persalinan saat ini, meliputi lama kala II dan kala III. Kala II yang terlalu cepat maupun terlalu lama adalah risiko perdarahan post partum, begitu pula dengan kala II yang dilakukan intervensi seperti induksi. 6. Riwayat Penyakit Ibu dan Keluarga Diabetes dapat mengindikasin janin merupakan makrosomia, maka merupakan faktor risiko atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan.

7.

Pola Fungsional Kesehatan a. Pola Eliminasi Kesulitan BAK dirasakan saat kurang dari 24 jam setelah persalinan. Peningkatan BAK dirasakan setelah lebih dari 24 jam setelah persalinan. Sudah bisa BAB 2-3 hari setelah melahirkan b. Pola Aktivitas Pasien sudah mobilisasi dini c. Pola Istirahat Pola istirahat sedikit terganggu karena adanya rasa nyeri d. Pola Kebersihan Diri Pola kebersihan meliputi berapa kali ibu mengganti pembalut dalam sehari

2.5.2 Data Objektif 1. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : Kurang jika perdarahan belum teratasi Tanda vital : Tekanan sistolik mungkin menurun 100-50 mmHg, nadi >100 x/menit

29

2.

Pemeriksaan Fisik Mata Dada Abdomen Genetalia : konjungtiva anemis : takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas (jika ibu syok) : tidak teraba fundus uteri : perdarahan tidak aktif, tampak pengeluaran lokea

Ekstremitas : tidak odem, tidak teraba varises 3. Pemeriksaan Penunjang Hb < 10 gr% 2.5.3 Diagnosa dan Masalah Diagnosa Aktual: PAPAH, Post SC hari ke-3 dengan post SVH hari ke atas indikasi HPP (rupture uteri) Masalah Potensial 1. 2. Anemia yang berkelanjutan Infeksi peuperium

2.5.4 Kebutuhan Tindakan Segera Kolaborasi dengan dokter 2.5.5 Planning 1. Jelaskan hasil pemeriksaan 2. Atasi keluhan ibu saat ini 3. Perawatan luka post operasi 4. KIE kebutuhan dasar nifas 2.5.6 Implementasi 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga mengenai kondisi ibu saat ini. 2. Mengatasi keluhan ibu saat ini, seperti pusing atau nyeri luka post operasi atau nyeri payudara. 3. Melakukan perawatan luka post operasi 4. Memberi KIE tentang kebutuhan dasar nifas, yaitu mobilisasi, nutrisi, eliminasi, perawatan payudara, istirahat. 2.5.7 Evaluasi

30

Kondisi ibu menjadi lebih baik dengan keluhan yang dapat diatasi, kesadaran ibu meningkat, tanda vital membaik, tidak ada perdarahan aktif.

Anda mungkin juga menyukai