Anda di halaman 1dari 10

PROFIL KESALAHAN PERESEPAN MELIPUTI KESALAHAN OMMISION DAN KESALAHAN COMMISSION DI APOTEK KECAMATAN LOWOKWARU MALANG Bambang Sidharta*,

Hananditia Rachma P.*, Hidayah Sunar P *, Faricha Fitroh M *

ABSTRAK

Kesalahan peresepan didefinisikan sebagai kegagalan yang terjadi selama proses penulisan resep yang dapat menyebabkan kesalahan format penulisan resep dan kesalahan instruksi pelayanan resep. Seorang apoteker bertindak sebagai filter dalam alur pengobatan perlu memastikan apakah terapi yang diterima pasien sudah sesuai. Salah satu wujud peran tersebut adalah dengan melakukan skrining resep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan peresepan yang sering terjadi, frekuensi kejadiannya serta frekuensi kesalahannya. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Lowokwaru menggunakan rancangan penelitian observasional prospektif yang bersifat deskriptif. Penentuan lokasi apotek yang akan dijadikan penelitian adalah menggunakan teknik Cluster Random Sampling, didapatkan 10 apotek yang menjadi tempat penelitian. Jadwal penelitian di apotek ditentukan secara Simple Random Sampling. Sedangkan, penentuan pengambilan sampel yaitu resep pada apotek ditentukan secara Systematic Random Sampling. Resep-resep tersebut akan diteliti kesalahan peresepannya menggunakan lembar pengumpul data dan dihitung frekuensi kejadian serta frekuensi kesalahannya. Sampel yang didapatkan selama penelitian adalah 594 lembar resep dengan 1555 jumlah resep. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan kesalahan ommision yang masih banyak dijumpai adalah tidak dituliskannya nama dokter, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien, kekuatan obat, jenis sediaan obat serta dosis obat. Sedangkan, kesalahan commission yang terjadi adalah jumlah obat yang berinteraksi secara farmakodinamik lebih banyak dibandingkan dengan jumlah obat yang berinteraksi secara farmakokinetik. Kata Kunci : Kesalahan Peresepan, Skrining Resep, Resep, Frekuensi Kejadian, Frekuensi Kesalahan.

ABSTRACT

Prescribing error defined as a failure in the prescription writing process that results in a wrong the normal features of a prescription and wrong instruction in prescription service. A pharmacist play a role as a filter in the flow of the treatment needs to ensure whether therapy received by patient appropriate. One manifestation of this role is to perform screening prescriptions. The purpose of this study to find prescription errors that often occur, the frequency of occurrence and frequency of mistakes. This research conducted in the districts Lowokwaru using prospective observational study design and descriptive method. Cluster random sampling technique used for determination of pharmacies location which act as the research area, which the result 10 pharmacies obtained as the place to doing research. Simple random sampling method used to determine pharmacy research schedule. Systematic Random Sampling method used for

prescription determination as samples. The prescribing errors examined by the data collection sheet and the frequency of occurrence and frequency of mistakes counted. Samples obtained during the study were 594 prescription sheets with 1555 the number of prescriptions. Based on the research results, we can conclude that there are many ommision errors found is not wrote down the name of the doctor, age of patients, weight the patient, addresses patient, the drug strength, dosage form and drug dosing. Whereas, commission errors found is quantity drug that interact pharmacodinamicly bigger than quantity drug that interact pharmacokineticly. Keywords : Prescribing Errors, Screening Recipes, Recipes, Frequency of Occurrence Frequency of Mistakes.

* Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Kesalahan pengobatan diartikan resep2. Berdasarkan data, 39 % dari 256 penduduk mengalami satu atau lebih kesalahan peresepan, yang mana terjadi kesalahan
3

sebagai segala kejadian pengobatan yang berada dalam kontrol tenaga kesehatan profesional, pasien, atau konsumen yang dapat menyebabkan ketidaktepatan

pada

8,3%

resep

yang

diterima . Sedangkan, di Indonesia sendiri melalui penelitian mengenai jenis dan frekuensi kesalahan peresepan yang

pengobatan pada pasien serta dapat membahayakan keadaan pasien di mana sebenarnya dicegah9. merupakan kejadian Kesalahan penyebab tersebut dapat

dilakukan oleh Rahmi Ariati di kota Malang menyatakan bahwa dari 2277 lembar resep terdapat 4567 resep yang terdiri dari 11 jenis kesalahan peresepan dengan total kesalahan kesalahan1. Kesalahan pada kesalahan peresepan sejumlah 4678

pengobatan kematian yang

besar di rumah sakit Amerika yakni sebesar 44.000 hingga 98.000 kematian tiap tahunnya. Selain itu, juga merupakan tingginya biaya pengobatan akibat

peresepan diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni kesalahan omission dan kesalahan omission commission. diartikan sebagai Kesalahan hilangnya

kesalahan pengobatan yakni mendekati USD 2.000.000.0008,10. Kesalahan ini

dapat terjadi di mana saja dalam rantai pengobatan salah satunya dalam

informasi penting pada resep, termasuk tidak ada dan atau tidak lengkap

penulisan resep. Kesalahan peresepan dapat

spesifikasi bentuk sediaan atau kekuatan, dosis dan atau dosis regimen, jumlah atau durasi obat yang harus ada pada resep yang tidak bisa terbaca dan resep yang tidak memenuhi aturan. Sedangkan, merupakan

didefinisikan sebagai kegagalan dalam proses penulisan resep yang

menyebabkan satu atau lebih kesalahan format penulisan resep sehingga terjadi kesalahan dalam instruksi pelayanan

kesalahan

commission

kesalahan memberikan informasi pada


2

penulisan

resep,

termasuk

kesalahan

terhadap pengobatan. Penelitian meliputi

terjadinya

kesalahan

dosis dan atau regimen dosis, kesalahan obat dan atau indikasinya, kesalahan jumlah dan atau durasi terapi, kesalahan nama pasien pada resep serta adanya interaksi obat pada resep . Perubahan konsep kefarmasian dari orientasi obat (drug oriented) menjadi orientasi pasien (patient oriented)
7

ini

dilakukan omission

untuk dan

mengetahui gambaran prescribing error kesalahan

kesalahan commission pada apotek di kecamatan Pemilihan Lowokwaru lokasi apotek kota Malang. di

dilakukan

kecamatan Lowokwaru kota Malang pada beberapa tempat karena dilihat dari segi jumlah apotek kecamatan Lowokwaru

mengarahkan apoteker untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang berbasis pelayanan care).

(pharmaceutical

merupakan daerah yang memiliki jumlah apotek banyak yakni sebanyak 41 apotek, diharapkan dengan hal tersebut

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain melaksanakan

pemasukan resep pada apotek banyak sehingga representatif. hasil yang diperoleh

pemberian informasi obat serta mampu memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) 4. Farmasis merupakan tenaga

METODE PENELITIAN Desain Penelitian. penelitian yang dilakukan Penelitian ini

merupakan observasional

deskriptif secara

kesehatan terakhir yang ditemui pasien, dalam prosesnya farmasis sebagai filter rantai pengobatan perlu memastikan

prospektif menggunakan resep-resep pada apotek yang masuk pada bulan Maret sampai Mei tahun 2013.

apakah terapi yang diterima oleh pasien telah sesuai. Salah satu peran yang dilakukan oleh farmasis adalah skrining resep. Kegiatan skrining resep dan

Populasi Penelitian.

Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh resep yang berada pada apotek-apotek kecamatan Lowokwaru Malang.

intervensi dimulai dengan assesment oleh apoteker di mana merupakan langkah awal untuk mengecek kelengkapan dan aspek adanya legalitas kegiatan dari resep7. Dengan

Sampel Penelitian.

Penelitian

dan

Waktu

Sampel pada penelitian ini

tersebut terjadinya

diharapkan kesalahan

adalah resep yang masuk pada bulan Maret sampai Mei tahun 2013 pada beberapa apotek yang dijadikan tempat

dapat mencegah

pelayanan resep di mana dapat berujung


3

penelitian. Jumlah sampel minimal yang didapatkan Penelitian adalah 96 lembar resep. dilaksanakan mulai bulan

kecantikan penelitian ini.

menjadi

eksklusi

pada

Februari sampai Mei tahun 2013. Jumlah sampel tersebut didapatkan dari rumus estimasi proporsi, yakni:

Definisi dimaksud

Operasional. resep berasal

Resep dari

yang dokter

umum, dokter spesialis, dan dokter gigi. Resep yang tidak masuk dalam

pengamatan adalah copy resep, resep untuk hewan, resep alat kesehatan, resep Keterangan:
n Z21-/2 P = besar sampel = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96). = Proporsi terhadap diketahui ditetapkan 50%. d
2

bukan berasal dari dokter. Masing masing kategori yang berada dalam resep akan dianalisis kelengkapannya meliputi
tertentu tidak

suatu kasus populasi, bila

ditulis, tidak ditulis, tidak lengkap serta tidak bisa dibaca atau menggunakan bahasa tidak baku.

proporsinya

= derajat

penyimpangan

yang

Analisa Data. Sampel yang didapatkan selama penelitian akan di analisis

diinginkan, di tetapkan 0,05%.

menggunakan alat bantu berupa check list Inklusi dan Eksklusi. Inklusi sampel pada penelitian ini adalah seluruh resep asli dari dokter, ditujukan untuk manusia yang masuk pada bulan Maret sampai Mei tahun 2013 pada beberapa apotek di kecamatan Lowokwaru kota Malang yang telah mendapat persetujuan dari PSA (Pemilik Sarana Apotek) atau apoteker pada apotek tersebut. Sedangkan, dan drug interaction checker. Berdasarkan data yang terkumpul dari check list, selanjutnya data tersebut akan diolah. Kesalahan peresepan yang terjadi akan dihitung frekuensi kejadian dan frekuensi kesalahannya dari seluruh resep yang diteliti. Serta data tersebut akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel/

diagram menggunakan Microsoft Excel.

eksklusi sampel pada penelitian ini adalah resep yang masuk selain bulan Maret sampai Mei 2013, salinan resep (copy resep), resep asli yang ditujukan untuk hewan, resep asli dengan permintaan alat kesehatan, permintaan obat yang bukan berasal dari dokter yang di layani pada beberapa apotek di kecamatan Lowokwaru kota Malang. Selain itu apotek pada klinik
4

HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada 10 Apotek yang berlokasi di kecamatan Lowokwaru Kota Malang, dimulai pada bulan Maret sampai Mei tahun 2013. Sampel yang didapatkan selama penelitian sebanyak 594 lembar resep yang berisikan 1555

jumlah resep dengan rincian 552 lembar resep berasal dari instansi dan 42 lembar resep berasal dari selain instansi. Frekuensi Kesalahan Kejadian dan Frekuensi Ommision.

Frekuensi Kesalahan

Kejadian

dan

Frekuensi

Kesalahan

Commission.

Berdasarkan hasil penelitian kesalahan Commision yang terjadi adalah interaksi farmakodinamik banyak yang ditemukan lebih

Kesalahan

dibandingkan

interaksi

Berdasarkan hasil penelitian kesalahan Ommision yang sering terjadi adalah tidak ditulisnya tidak dituliskannya nama dokter, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien, kekuatan obat, jenis sediaan obat serta dosis obat. Tabel 1. Frekuensi Kejadian dan Frekuensi Kesalahan Kesalahan Ommision

farmakokinetik. Tabel 2. Frekuensi Kejadian dan Frekuensi Kesalahan Kesalahan Commision

Gambaran Kesalahan

Frekuensi Commision.

Kejadian Berdasarkan

tabel 2 frekuensi kejadian dari kesalahan commision interaksi obat yang banyak ditemukan farmakodinamik
Keterangan: A: Terdapat B: Tidak ditulis C: Tidak Lengkap D: Tidak bisa dibaca/ tidak baku - : Tidak Terdapat Kejadiannya

adalah 10,4%.

interaksi Sedangkan,

interaksi farmakokinetik sebesar 6,4%.

PEMBAHASAN Gambaran Frekuensi Kejadian Penelitian ini dilakukan atas

Kesalahan Ommision. Berdasarkan tabel 1 frekuensi kejadian dari kesalahan tidak

persetujuan komisi etik dan secara resmi telah mendapatkan surat pengantar untuk melakukan penelitian oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Berdasarkan kesalahan hasil yang penelitian sering

ommision

yang

banyak

adalah

dituliskannya berat badan pasien (91,6%), kekuatan obat (83,3%), jenis sediaan (76,3%) dan dosis obat (82,8%).

ommision

ditemukan adalah tidak ditulisnya tidak dituliskannya nama dokter, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien,

tua. Pencantuman umur pasien dalam resep harus tertera dengan jelas. Tidak hanya untuk pasien anak-anak yang

kekuatan obat, jenis sediaan obat serta dosis obat. Hasil yang didapatkan selama

dituntut untuk menuliskan umur pasien. Namun, penulisan umur pasien diperlukan untuk semua kalangan penderita karena bukan hanya pasien anak-anak yang membutuhkan pelayanan dosis obat yang tepat. Seperti pasien geriatri/ orang tua, pasien obesitas serta pasien dengan kondisi fisiologis tertentu juga memiliki kebutuhan Diharapkan penulisan dosis dengan umur ini yang berbeda6.

penelitian adalah masih banyak dokter yang tidak menyertakan bisa dibaca identitasnya namanya.

maupun

tidak

Penulisan nama dokter menyatakan salah satu identitas seorang dokter dan sebagai bukti bahwa seorang dokter menjamin atas keselamatan seorang pasien, dalam

dicantumkannya pasien bisa

literatur disebutkan bahwa secara hukum dokter yang menandatangani suatu resep bertanggung jawab sepenuhnya tentang resep yang ditulisnya6. Selain itu dari penulisan indentitas dokter tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk

mendapatkan terapi yang tepat dosis sehingga efek terapinyapun juga sesuai. Selanjutnya, banyak ditemukan

resep yang tidak terdapat keterangan atau tidak bisa dibaca berat badan pasien. Padahal, sama halnya dengan penulisan umur pasien penulisan berat badan bisa digunakan sebagai indikator untuk

melacak apabila menemui resep yang janggal sehingga bisa menghindari narkotika/

penyalahgunaan

obat-obatan

psikotropika serta bisa digunakan sebagai media penghubung untuk konfirmasi

mengkalkulasi dosis karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dosis obat6. Diharapkan dengan adanya penulisan berat badan pasien ini bisa

kepada dokter apabila terdapat kesalahan dalam resep tersebut. Penulisan umur pasien berguna

menjadi salah satu usaha untuk mencegah terjadi kesalahan pengobatan dan

untuk mengetahui apakah dosis yang sudah tertera pada kertas resep telah sesuai dengan petunjuk ataukah tidak. Cukup banyak kejadian di lapangan yang mana pada kertas resep tidak tertera atau tidak bisa dibaca umur pasien, hal seperti ini akan membingungkan pihak apotek karena pihak apotek tidak mengetahui apakah resep tersebut diperuntukkan

ketepatan terapi yang didapatkan pasien. Kejadian yang diperoleh selama

penelitian di lapangan mengenai penulisan alamat pasien masih banyak resep yang tidak mencantumkan ataupun tidak bisa dibaca alamatnya. Penulisan alamat

pasien ini berfungsi untuk menghindari terjadinya kesalahan pelayanan resep. Apabila pada suatu waktu terdapat dua
6

untuk anak-anak, dewasa maupun orang

buah resep yang masuk dengan nama yang sama, maka dapat digunakan alamat pasien untuk membedakan indentitas

berpotensi pengobatan7.

menimbulkan

kesalahan

Pencantuman resep merupakan

dosis

obat

pada

antar resep sehingga resep tidak saling tertukar dan tidak sampai terjadi kesalahan pelayanan resep. Selain itu, bisa

hal penting, setiap

tingkatan umur maupun kondisi tertentu memiliki berbeda. kebutuhan Dari hasil dosis obat yang yang

digunakan sebagai media penghubung apabila suatu ketika terjadi kesalahan pelayanan resep maka bisa ditelusuri melalui alamat pasien . Kesalahan selanjutnya adalah masih banyak sekali resep-resep yang masuk tidak terdapat keterangan kekuatan
6

penelitian

dilakukan, cukup banyak dokter yang tidak mencantumkan dosis obat yang

dikehendakinya, hal ini tentu saja bisa berpotensi untuk kesalahan pengobatan dan tentunya akan berpengaruh terhadap hasil terapi pasien. Sedangkan, kesalahan commission yang terjadi terdapat 6, 4% resep yang berinteraksi secara farmakokinetik dengan frekuensi kesalahan 0, 50% dan terdapat 10, 4% resep yang berinteraksi secara farmakodinamik kesalahan 0,80%. Hasil pengamatan selama penelitian terdapat beberapa obat yang saling interaksi dijumpai Antasida Antasida dengan frekuensi

obatnya, hal ini bisa menimbulkan atau berpotensi terhadap kesalahan pelayanan resep. Tidak menimbulkan masalah

apabila obat yang dimaksud dalam resep memiliki satu jenis kekuatan obat. Namun, akan memberikan potensi kesalahan

apabila obat yang dimaksud dalam resep tersebut memiliki beberapa jenis kekuatan obat karena mengingat pada masa ini perkembangan obat begitu pesat . Sama kekuatan halnya obat, dengan budaya penulisan mengenai
7

berinteraksi, farmakokinetika antara dengan lain

adapun yang sering antara

interaksi

penulisan jenis sediaan belumlah familiar. Masih banyak dijumpai di dalam lapangan tidak dicantumkannya obat. penulisan tidak jenis akan

Asam

Mefenamat,

dengan Cimetidin dan Antasida dengan ibuprofen. Interaksi antara Antasida

sediaan

Memang

dengan Asam Mefenamat yang terjadi adalah penggunaan Antasida dari bisa Asam

berpotensi untuk menimbulkan kesalahan pengobatan bila obat yang dimaksud hanya memiliki satu jenis bentuk sediaan. Namun, seiring dengan perkembangan obat yang begitu pesat yang mana satu jenis obat bisa memiliki kekuatan obat dan jenis sediaan yang beraneka ragam maka hal ini perlu diperhatikan lagi agar tidak
7

memperpanjang Mefenamat yang

absorpsi dapat

meningkatkan tubuh dan terapi obat yang ini

ketersediaan obat dalam berujung diberikan. terhadap Interaksi efek

kedua

merupakan interaksi golongan minor yang mana solusi yang bisa diterapkan antara

lain dengan memberikan jeda paling tidak 2 jam konsumsi kedua obat tersebut guna menghindari terjadinya interaksi. Interaksi antara Antasida dengan Cimetidin terjadi karena berfungsi penggunaan menetralkan Antasida asam yang

Captopril,

Captopril

dengan

Hidrochlorotiazid dan Asam Mefenamat dengan Ciprofloxacin. Asam Mefenamat dengan Captopril merupakan dua obat yang berkerja saling berlawanan

lambung

(antagonis). Asam Mefenamat merupakan golongan Inflamation kerjanya NSAID Drug) (Non yang Steroidal mana Anti cara

akan menaikkan pH lambung, hal ini akan menurunkan absoprsi cimetidin yang

merupakan golongan H2 Blocker sehingga dampak terhadap efek terapinya akan menurun. Interaksi jenis ini masih

adalah

menghambat

sintesis

prostaglandin di afferent ginjal, apabila sintesisnya menyebabkan (penyempitan dihambat maka bisa

tergolong minor sehingga untuk mengatasi masalah tersebut disarankan untuk

vasokonstriksi pembuluh darah).

mengkonsumsi cimetidin 2 jam sebelum pemakaian antasida. Terakhir, interaksi antara Antasida dan Ibuprofen, sama

Sedangkan, captopril yang merupakan golongan ACEi (Angiotensin Converting Enzym) berkerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi

halnya interaksi antara Antasida dengan Asam Mefenamat penggunaan bisa memperpanjang yang obat dapat dalam efek Antasida dari

angiotensin II di efferent ginjal yang mana fungsi angiotensin I merupakan

absorpsi

Ibuprofen

meningkatkan tubuh terapi dan yang

vasodilator. Kedua obat tersebut saling bertolak belakang cara kerjanya sehingga pemakaian Asam Mefenamat dapat

ketersediaan berujung

terhadap

diberikan. Interaksi kedua obat ini juga merupakan interaksi golongan minor yang mana solusi yang bisa diterapkan antara lain dengan memberikan jeda paling tidak 2 jam konsumsi kedua obat tersebut guna menghindari terjadinya interaksi5. Selain interaksi yang disebutkan di atas masih banyak interaksi farmakokinetika lain yang terjadi. Angka kejadian ini interaksi interaksi lebih secara besar

menurunkan efek terapi dari Captopril. Interaksi adapun adalah jenis upaya sebisa ini tergolong dapat moderat, dilakukan

yang

mungkin bila bisa

menghindari benar-benar diberi jeda

kombinasi dibutuhkan

kecuali maka

pemberian selama 2 jam, bila pasien menggunakan kombinasi obat ini lebih dari satu minggu disarankan untuk monitoring ketat terhadap tekanan darah pasien serta monitoring ketat terhadap fungsi ginjalnya. Selanjutnya, interaksi yang terjadi antara Captopril Meskipun digunakan
8

farmakodinamik dibandingkan

farmakokinetik,

obat-obatan yang sering diresepkan dan ditemukan saling berinteraksi diantaranya adalah Asam Mefenamat dengan

dengan dua pada obat

Hidrochlorotiazid. tersebut klinis, sering tetapi

praktis

penggunaan obat tersebut bisa memiliki efek adiktif. Dua obat tersebut memiliki efek terapi yang sama yakni sama-sama berfungsi darah untuk menurunkan mekanisme dua tekanan yang

disebutkan di atas masih banyak interaksi farmakodinamika lain yang terjadi.

KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan kesalahan ommision yang masih banyak dijumpai adalah tidak dituliskannya nama dokter dengan frekuensi frekuensi pasien kejadian kesalahan 41,6% 3,2%, dan umur

melalui

aksi

berbeda,

apabila

obat

tersebut

digunakan secara bersama-sama secara otomatis efek menurunkan tekanan darah akan bertambah pula. Interaksi jenis ini merupakan interaksi moderat. Solusi yang bisa diterapkan adalah sebisa mungkin menghindari kombinasi dua obat tersebut dan apabila dalam suatu kondisi benarbenar dibutuhkan kombinasi dua obat tersebut maka perlu monitoring ketat

dengan

frekuensi

kejadian

33,7% dan frekuensi kesalahan 2,6%, berat badan pasien dengan frekuensi kejadian kesalahan 91,6% 7,05%, dan alamat frekuensi pasien

terhadap tekanan darah, kadar elektrolit, diuresis serta fungsi ginjalnya. Contoh terakhir, interaksi antara Mefenamat

dengan frekuensi kejadian 55,2% dan frekuensi kesalahan 4,2%, kekuatan obat dengan frekuensi kejadian 83,3% dan frekuensi kesalahan 16,8%, jenis sediaan kejadian obat 76,3% dengan dan frekuensi frekuensi

dengan Ciprofloxacin secara tepat tidak diketahui mekanismenya tetapi diketahui bahwa cincin piperazine pada antibiotik golongan floroquinolon (ciprofloxacin)

dapat menghambat ikatan GABA pada reseptor otak dan Asam Mefenamat juga berkerja secara sinergis sehingga efek dari Ciprofloxacin dapat meningkat. Dampak yang bisa ditimbulkan adalah toksisitas pada CNS (Central Nervous System) seperti tremor, halusinasi, seizure, dll. Interaksi jenis ini tergolong moderat, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara monitoring ketat terhadap toksisitas CNS seperti kejang, terjadinya dll dan tremor, sebisa halusinasi, mungkin

kesalahan 15,4% serta dosis obat dengan frekuensi kejadian 82,8% dan frekuensi kesalahan 16,7%. 2. Sedangkan kesalahan commission

yang terjadi terdapat 6, 4% resep yang berinteraksi dengan secara frekuensi

farmakokinetik

kesalahan 0, 50% dan terdapat 10, 4% resep yang berinteraksi secara farmakodinamik kesalahan 0,80%. SARAN 1. Mengingat masih banyak kesalahan peresepan yang terjadi diharapkan dengan frekuensi

menghindari kombinasi kedua obat ini atau diberikan jeda pemberian selama 2 jam pemakaian5. Selain interaksi yang
9

para

penulis

resep aturan

lebih penulisan potensi

memperhatikan resep guna

mengurangi

terjadinya kesalahan pengobatan dan perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kesalahan metode peresepan yang lebih

menggunakan

spesifik lagi seperti menggunakan alat bantu lembar kuisioner ataupun kepada

melakukan pasien, bila

wawancara perlu

berkolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain untuk mendapatkan hasil yang baik. 2. Perlu diadakan sosialisasi cara

penulisan resep yang benar kepada penulis resep dan apoteker serta mengenai hal-hal yang berpotensi menimbulkan kesalahan pengobatan akibat salah interpretasi antara penulis resep dan apoteker dalam

"mengartikan resep". Selain itu, untuk ke depannya diharapkan dengan

adanya penelitian ini, dibentuk suatu blanko resep yang terstandar bagi dokter yang melakukan praktik. DAFTAR PUSTAKA 1. Ariati, Rahmi. 2008. Jenis dan Frekuensi Prescribing Errors pada Resep yang dilayani apotek X di Kota Malang. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. hal vi Aronson, J. K. 2009. Medication errors: definitions and classification . Department of Primary Health Care. Oxforrd. hal 602. Avery, Tony., Barber, Nick., Ghaleb, Maisoon., Franklin, Bryony D., Armstrong, Sarah., Crowe, Sarah.,
10

dkk. 2012. Investigating The Prevalence And Causes Of Prescribing Errors In General Practice The Practice Study. University of Nottingham. Nottingham. hal xvi, xxii, xxiii, xxiv 4. Depkes. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hal 1, 2, 7, 8 ,9. 5. Drugsite Trust. 2013. Drug Interactions Checker.http://www.drugs.com/drug_i nteractions.php. Diakses tanggal 15 mei 2013 pukul 21.23. 6. Joenoes, N, Z., 2009. Ars prescribendi: Resep Yang Rasional Jilid 1 Ed 2. Surabaya: Airlangga University Press. hal 7,8, 9, 10, 11, 15, 28, 29, 32, 49, 50. 7. Ni, K. M., Siang, C. S. dan Ramli, M. N. B. 2002. Noncompliance with Prescription Writing Requirements and Prescribing Errors in an Outpatient Department. University of Malaya. Kuala Lumpur. hal 1, 2. 8. Purba, A. V., Soleha, M. & Sari, I. D. 2007. Kesalahan dalam Pelayanan Obat (Medication Error) dan Usaha Pencegahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Jakarta. hal 31, 3. 9. The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention. 2005. Defining the Problem and Developing Solutions. http://www.nccmerp.org/pdf/reportFina l2005-11-29.pdf. hal 4. 10. Williams, DJP. 2007. Medication Error. JR Coll Physicians Edinb. UK. Hal 1

Persetujuan Pembimbing I

2.

3.

Drs. Bambang Sidharta, MS., Apt. NIP. 19481216 198002 1 001

Anda mungkin juga menyukai