Anda di halaman 1dari 38

Laporan SGD Public Health Management

Disusun Oleh: SGD 6

1. Risky Hanugrahani 2. Rizka Amalia S 3. Rr. Monika Mahardian 4. Rr. Sarah Ladytama 5. Sigit Fitri Istanti 6. Susanti Arisonya 7. Syahrul Hidayat 8. Thuba Fitriana 9. Trisna Ariyanti 10. Yodia Prisma Anggita

11.210.0162 11.210.0163 11.210.0164 11.210.0165 11.210.0167 11.210.0169 11.210.0170 11.210.0171 11.210.0172 11.210.0173

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung Semarang 2013

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT, Rob seluruh alam yang telah memberikan karunia kepada kami hingga kami dapat menyelesaikan laporan SGD LBM 5 blok Public Health Management. Laporan SGD LBM 5 blok Public Health Management ini disusun berdasarkan apa yang telah kami bahas pada SGD yang telah kita laksanakan pada hari senin dan jumat berdasarkan sumber belajar yang kami cari pada step belajar mandiri. Dalam menyusun laporan ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini. Karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan Akhirnya, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. amin

Semarang, 11 Oktober 2013

penyusun

BAB I PENDAHULUAN

A. Skenario AIDS merupakan penyakit menular yang harus diwaspadai oleh tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan langsung kepada pasien. Potensi penularan penyakit tersebut kepada tenaga kesehatan maupun kepada pasien lain sangat tinggi, apalagi ditularkan melalui darah dan air ludah. Setiap dokter gigi harus melakukan proteksi diri (provider safety) saar melakukan perawatan, juga harus menjaga keselamatan pasien (pasien safety). Kebijakan proteksi diri dan keselamatan pasien ini sesuai dengan UU No.36 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

B. Latar Belakang Permasalahan 1. Apa pengertian dan tujuan hiperkes? 2. Apa definisi K3 dan tujuannya? 3. Faktor- faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja? 4. Apa saja Syarat K3? 5. Bagaimana K3 di lingkungan rumah sakit dan praktik dokter gigi? 6. Apa manfaat hiperkes dan K3, penerapannya dan ruang lingkupnya? 7. Dasar-dasar hukum K3 dan hiperkes? 8. Apa perbedaan hiperkes dan K3? 9. Bagaimana perbedaan Kesehatan kerja dan kesehatan masyarakat? 10. Tujuan provider safety dan apa saja yang termasuk provider safety? 11. Macam-macam penyakit yang sering timbul akibat kerja dalam praktik dokter gigi? 12. Apa isi UU 36 tahun 2009?

BAB II PEMBAHASAN

A. HIPERKES (Higiene Perusahaan) Hiperkes adalah lapangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang mengurusi problematika kesehatan pekerja secara menyeluruh. HIPERKES merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyarakat yang mempelajari cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan dan segala kemungkinan gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses produksi di perusahaan. Tujuan 1. Agar masyarakat pekerja dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosialnya. 2. Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya pengotoran oleh bahan-bahan yang berasal dari perusahaan. 3. Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan masyarakat konsumennya. 4. Agar efisiensi kerja dan daya produktivitas para karyawan meningkat dan dengan demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan. 5. Sebagai tindakan korektif pada lingkungan

Hakikatnya dari HIPERKES adalah o Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, yang dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja o Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi o Dari situ dapat dirinci mengenai tujuan utama Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

Manfaat a. Pengamatan dengan pengumpulan data. b. Merencanakan dan melaksanakan pengawasan terhadap segala

kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat disekitar perusahaan. Ruang Lingkup o Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi2nya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya o Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerja o Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor2 yang

membahayakan kesehatan

Usaha-usaha o Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan akibat kerja o Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja o Pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia o Pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja o Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah sisa pengolahan dan sebagainya o Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dan perusahaan yang bersangkutan o Perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan

Penerapan

Pengenalan lingkungan kerja : mengetahui secara kulitatif bahaya potensial di tempat kerja, menentukan lokasi, jenis dan metoda pengujian yang perlu dilakukan.

Penilaian lingkungan kerja : dilakukan pengukuran, pengambilan sample dan analisis laboratorium, melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidak korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya, serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.

Pengendalian lingkungan kerja : metoda teknik untuk menurunkan tingkat factor bahaya lingkungan sampai batas yang masih dapat ditolerir dan sekaligus melindungi pekerja.

Determinan / Faktor penghambat Fisika Kimia Biologi Mekanik dan Ergonomi Kebisingan Getaran Radiasi pengion Radiasi bkn pengion Panas dan dingin Listrik Udara bertekanan Cairan Debu Asap Serat Kabut Gas Uap Serangga Tungau Lumut Ragi Jamur Bakteri Virus Sikap tubuh Pergerakan Gerakan berulang Pencahayaan dan penglihatan Kebimbangan Tekanan kerja Kebosanan Bekerja pada hr libur Psikososial

Perbandingan kesehatan kerja dan kesehatan masyarakat Kesehatan kerja Kesehatan masyarakat tenaga kerja sebagai sasaran utama Biasanya mengurusi golongan karyawan yang mudah didekati Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan periodik Yang dihadapi adalah lingkungan kerja Terutama peningkatan produktivitas Kesehatan masyarakat Kesehatan masyarakat umum sebagai sasaran utama Mengurusi masyarakat yang kurang mudah dicapai Sulit untuk melaksanakan pemeriksaan periodik Lingkungan umum merupakan suatu problema pokok Tujuan pokok adalah ksehatan dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan aspek produktivitas hanya menonjolkan apabila terjadi wabahwabah Dibiayai oleh perusahaan atau masyarakat tenaga kerja Perkembangannya pesat sesudah revolusi industri Perkembangan sangat cepat setelah kemajuan-kemajuan di bidang ilmu jasad-jasad renik Perundang-undangan berada dalam ruang lingkup ketenaga kerjaan Perundang-undangan termasuk dalam ilmu kesehatan Dibiayai oleh anggaran pemerintahan

B. Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) K3 Upaya dr perusahaan untuk mempersiapkan,memelihara dalam rangka penggunaan tenaga krja dengan kesehatan shg bekerja scra maksimal. K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan K3 di Fasilitas Kesehatan mencakup upaya K3 di berbagai tempat kerja Fasilitas Kesehatan, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Poli-klinik Rumah Bersalin, Balai Kesehatan, Laboratoruim dan Klinik Perusahaan. Pemeliharaan K3 di Fasilitas Kesehatan sangatlah penting untuk mendukung baik bagi masyarakat pekerja, manajemen maupun pengunjung agar dapat hidup dan bekerja secara aman, sehat serta nyaman.

Menurut Mangkunegara (2002, p.163) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Menurut Sumamur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .

Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara

umum.

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

Tujuan a. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas. b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. c. Sumber produksi diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien. d. pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia e. pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja f. pemeliharaan dan peningkatan hygieni dan sanitasi perusahaan g. pada umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan carapembuangan sampah pengolaan dsb. h. perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar tehindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan i. perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yg mungkin ditimbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan Ruang Lingkup Diterapkan ke semua tempat kerja (tenaga kerrja,bahaya akibat kerja,usaha yg diakibatkan) Aspek perlindungna dlm k3 (dr semua jenis dan jenjang keahlian) lingkungan kerja,karakteristik dan sifat pekerja,metodologi pkerjaan. Manfaat Setiap pekerja bekerja tanpa membahayakan diri untuk memperoleh

produktifitas kerja yg optimal Akibat Faktor2 penyebab penyakit akibat kerja dan penyakit yang ditimbulkannya a. Golongan fisik b. Golongan kimiawi c. Golongan penyakit infeksi d. Golongan fisiologi e. Golongan mental-psikologi

Faktor yang berpengaruh 1) Faktor Biologis 2) Faktor Kimia 3) Faktor Ergonomi 4) Faktor Fisik 5) Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizikerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain.Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.

C. ERGONOMI

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk fitting the job to the worker, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya.

Tujuan Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang menggunakan. kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya saja (ukuran anggota tubuh: tangan kaki, tinggi badan), tetapi juga kemampuan intelektual atau berpikirnya. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok, maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.

Manfaat Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisiensi kerja ( meningkatkan produksi kerja ) Mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja

Prinsip

1. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah, kekuatan, dan sebagainya) 2. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar, serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil, misalnya : tempat duduk yang dapat dinaik turunkan, dan dimajukan atau diundurkan 3. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan alat-alat kerja adalah sebagai berikut : Berdiri : tinggi badan tinggi bahu tinggi siku tinggi pinggul depan panjang lengan Duduk : tinggi duduk panjang lengan atas panjang lengan bawah dan tangan jarak lekuk lutut

4. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku 5. Dari segi otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedang dari sudut tulang, dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. 6. Tempat duduk yang baik adalah : a. Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar b. Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm c. Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung 7. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat kebawah, sedangakan untuk pekerjaan duduk arah penglihatan antara 32-44 derajat ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat. 8. Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kg

Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu efisiensi dan kualitas kerja menurun.

Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :

- Tehnik - Fisik - Pengalaman psikis - Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian - Anthropometri : pengukuran sistematis ukuran tubuh manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Penyesuaian alat kerja sesuai dengan bentuk tubuh. - Sosiologi - Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up take, pols, dan aktivitas otot. - Desain, dll Metode Ergonomi

1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.

2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang

sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain

. Aplikasi/penerapan Ergonomik:

1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.

2. Proses Kerja Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.

3. Tata letak tempat kerja Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.

4. Mengangkat beban Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan. a. Menjinjing beban Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb: - Laki-laki dewasa 40 kg - Wanita dewasa 15-20 kg - Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg

- Wanita (16-18 th) 12-15 kg

b. Organisasi kerja Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara : - Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun - Frekuensi pergerakan diminimalisasi - Jarak mengangkat beban dikurangi- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi. - Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.

c. Metode mengangkat beban Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetic dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkanpada dua prinsip : - Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung - Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan. Metoda ini termasuk 5 faktor dasar : o Posisi kaki yang benar o Punggung kuat dan kekar o Posisi lengan dekat dengan tubuh o Mengangkat dengan benar o Menggunakan berat badan

d. Supervisi medis Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervise medis teratur. - Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya - Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan - Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur. Aspek-aspek

o Ergonomic menitiberatkan manusia, ergonomic hanya cocok bagi mereka yang ingin mengembangkan system kerja o Ergonomic membutuhkan bangunan system kerja yang terkait dengan pengguna. Hal ini bahwa mesin dan peralatan yang merupakan fasilitas kerja harus disesuaikan dengan perfomen manusia o Ergonomic menitik beratkan pada system kerja, suatu perbaikan proses harus disesuaikan dengan perbedaan kemampuan dan kelemahan setiap individu. Hal ini harus dirumuskan dengan cara diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam jangka waktu tertentu 1. Faktor manusia Dibagi 2: Faktor dari dalam, adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia seperti umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll. Faktor dari luar, berasal dari luar manusia seperti penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi, adat istiadat, dsb. 2. Anthropometri Suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. 3. Sikap tubuh dalam bekerja Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, selain SOP yang terdapat pada setiapa jenis pekerjaan. 4. Manusia - mesin Fungsi manusia dalam hubungan manusia-mesin dalam rangkaian produksi ini adalah sebagai pengarah atau pengendali jalannya mesin tersebut. Manusia menerima informasi dari mesin melalui indera mata untuk membuat keputusan untuk menyesuaikan atau merubah kerja mesin melalui alat kendali yang ada pada mesin. Pada umumnya

setiap mesin mempunyai SOP. Kemudian mesin menerima perintah tersebut untuk kemudian untuk menjalankan tugasnya. Jelas disini bahwa bekerjanya mesin sangat tergantung pada manusia sebagai pengendalinya. 5. Pengorganisasian kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Jam kerja selama 8 jam perhari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan kerja shift. 6. Pengendalian lingkungan kerja Lingkungan kerja yang buruk atau melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan, yang melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya, akan menurunkan produktivitas kerja, menyebabkan penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan sehingga tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya tidak mendapat rasa aman, nyaman, sehat, dan selamat. Untuk pengendalian lingkungan kerja dapat

dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pengendalian secara teknik, pengendalian secara administratif, dan pengendalian dengan pemberian alat pelindung diri (APD). 7. Kelelahan kerja Penyebab kelelahan kerja adalah akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana, dan lingkungan kerja merupaan faktor dominan bagimenurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. . 8. Kerusakan trauma kumulatif (CTD) Penyakit ini timbul karena terkumpulnya kerusakan-kerusakan kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa sakit 9. Kesegaran jasmani dan musik Pekerja yang sehat, segar, dan bugar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. . Pencegahan terhadap gangguan-gangguan kesehatan kerja: a. Subtitusi : Yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurag bahaya atau tidak berbahaya sama sekali,.

b. Ventilasi umum : Yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan keadaan ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah daripada kadar yang membahayakan yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB). c. Ventilasi keluar setempat (local exhausters) : Ialah alat yang biasanya menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan dari tempat tertentu itu yang membahayakan dihisap dan dialirkan keluar. d. Isolasi : Yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan, e. Pakaian pelindung : Misalnya, masker, kaca mata, sarung tangan, sepatu, topi, pakaian, dll. f. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja : g. Pemeriksaan kesehatan berkala / ulangan : h. Penerangan sebelum kerja : i. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontinu j. Agar pekerja-pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.

D. TOKSIKOLOGI MEDIS Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Berdasarkan Depkes RI 1992 : sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah/limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Limbah non medis : sampah makanan, kertas, maupun alat lain yang tidak kontak langsung dengan penderita Sumber limbah medis :

Unit pelayanan kesehatan dasar Unit pelayanan kesehatan rujukan Unit pelayanan kesehatan penunjang ( laboratorium) Unit pelayanan non kesehatan ( farmasi ) Limbah medis dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi bahaya yang terkandung didalamnya, maupun berdasarkan bentuknya (cair dan padat) Klasifikasi limbah medis utama : Limbah umum Limbah benda tajam Limbah patologis Limbah farmasi Limbah genotoksik Limbah kimia Limbah alat yang mengandung logam berat Limbah radioaktif Wadah bertekanan tinggi

E. UU no 36 tahun 2009 Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 memuat berbagai aturan terhadap kesehatan, salah satunya adalah tentang kesehatan kerja yang tertuang pada bab XII pasal 164, 165 dan 166 serperti berikut: Pasal 164 1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. 2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal. 3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. 4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia. 5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. 7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 165 (1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.

(2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (3) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 166 1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. 2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3) Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

F. KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA Kecelakaan KerjaKecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi ketika berhubungan denganh u b u n g a n k e r j a , t e r m a s u k p e n y a k i t y a n g t i m b u l k a r e n a h u b u n g a n k e r j a demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumahmenuju tempat kerja daan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilaluiatau merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat darikerja.

Faktor Utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja 1.Faktor fisik 2.Faktor manusia Kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni: 1.Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan. 2.Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni: 1. P e r i l a k u p e k e r j a i t u s e n d i r i ( f a k t o r m a n u s i a ) , y a n g t i d a k m e m e n u h i keselamatan, misalnya: k a r e n a k e l e n g a h a n , k e c e r o b o h a n , n g a n t u k , kelelahan, d a n s e b a g a i n ya . M e n u r u t h a s i l p e n e l i t i a n ya n g a d a , 8 5 % d a r i kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini. 2. K o n d i s i - k o n d i s i l i n g k u n g a n p e k e r j a a n y a n g t i d a k a m a n a t a u u n s a f e t y condition, misalnya: lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yangterbuka, dan sebagainya

A d a n ya h a z a r d p a d a p e k e r j a a n / l i n g k u n g a n k e r j a d a p a t m e n i m b u l k a n g a n g g u a n kesehatan pada tenaga kerja yang dikenal sebagai penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja (PAK) biasanya terjadi akibat pajanan kumulatif-yaitu setelah bekerja bertahun-tahun pada lingkungan kerja atau mengerjakan pekerjaannya pada kondisi yang tidak memenuhi standar. Penyakit akibat kerja (PAK) biasanya bersifat kronis /tidak bisa disembuhkan dan menyebabkan kecacatan dan atau kematian.

Berbagai istilah yang berhubungan : a . P e n ya k i t a k i b a t k e r j a ( O c c u p a t i o n a l d i s e a s e ) : p e n ya k i t ya n g m e m p u n ya i penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang padaumumnya terdiri dari satu agent penyebab yang sudah diakui. b. P e n ya k i t ya n g b e r h u b u n g a n d e n g a n p e k e r j a a n ( W o r k r e l a t e d disesase) : penyakit yang mempunyai beberpa agent penyebab, dimana factor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan factor resiko lainnyadalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yangkompleks. c . P e n ya k i t ya n g m e n g e n a i p o p u l a s i p e k e r j a ( D i s e a s e a f f e c t i n g w o r k i n g populations) : penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa

adanyaagent penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan d . P e n ya k i t ya n g t i m b u l k a r e n a h u b u n g a n k e r j a : p e n ya k i t y a n g t i m b u l karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja

Dalam ruang atau di tempat kerja biasanya terdapat factor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja seperti sebagai berikut. 1. Golongan fisik Suara, yang menyebabkan pekak atau tuli Radiasi Suhu yang terlalu tinggi atau rendah Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease Penerangan lampu yang kurang baik

2. Golongan Chemis Debu Uap Gas Larutan Awan atau kabut

3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja penyamak kulit 4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang salah 5. Golongan mental psikologi, misalnya pada hubungan kerja yang kurang baik, membosankan atau monoton Kecelakaan & Penyakit akibat kerja yang sering terjadi di Peraktek dokter Gigi Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan seperti sterilisasi dan desinfeksi. Dokter gigi harus menganggap

pasiennya adalah carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau tuberculosis (TBC), dan harus selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan. Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang. Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antara lain adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. Metode sterilisasi dan asepsis masa kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata telah menurunkan resiko terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya. Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui : 1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi. 2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi. 3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka maupun yang utuh atau mukosa. 4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara

G. PATIENT AND PROVIDER SAFETY Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Tujuan Patient safety adalah 1. 2. 3. 4. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat; Menurunnya KTD di RS Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi

pengulangan KTD. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY Pelaksanaan Patient safety meliputi 1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu: 1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike,sound-alike

medication names) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pastikan identifikasi pasien Komunikasi secara benar saat serah terima pasien Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar Kendalikan cairan elektrolit pekat Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8) 9)

Gunakan alat injeksi sekali pakai Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu: 1. Hak pasien Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). 2. Mendidik pasien dan keluarga Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. 4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP. 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standarnya adalah 1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui

penerapan 7 Langkah Menuju KP RS . 2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif

identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD. 3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar

unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP 4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk

mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP. 5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam

meningkatkan kinerja RS & KP. 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standarnya adalah 1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk

setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas. 2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien. Standarnya adalah

1)

RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP

untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal. 2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat

PROVIDER SAFETY Perlindungan dan pencegahan dengan menggunanakan APD di tempat kerja. Promosi kesehatan dengan melakukan berbagai upaya meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja/tenaga kerja Upaya pencegahan terhadap bahaya potensial, misalnya dengan imunisasi hepatitis Penyembuhan dan rehabilitasi dengan meminimalkan konsekuensi dari bahaya potensial, kecelakaan dan trauma di tempat kerja serta penyakit akibat kerja. Pelayanan kesehatan umum bagi pekerja/tenaga kerja dan keluarganya, baik tindakan preventif maupun kuratif, di tempat kerja dan tempat pelayanan lainnya Provider Safety khususnya di bidang kedokteran gigi. Prosedur pencegahan infeksi Prosedur pencegahan infeksi ada beberapa tahap : - Evaluasi pasien - Perlindungan diri - Sterilisasi instrumen - Disinfeksi permukaan - Laboratorium yang asepsis - Pembuangan sampah Evaluasi pasien Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.

Perlindungan diri Dalam hal ini termasuk : - Kebersihan diri. - Pemakaian baju praktek. - Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam. - Imunisasi. Kebersihan diri Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter gigi harus : - Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari memegang luka atau abrasi. - Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus memakai sarung tangan). - Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengan memakai sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai sarung tangan. Pemakaian baju praktek - Dokter gigi dan stafnya harus memakai baju yang bersih dan baru dicuci. - Baju tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi. - Baju praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, untuk baju yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri. Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Proteksi Untuk maksud ini harus menggunakan : - Sarung tangan - Kacamata - Masker - Rubber dam

Sarung tangan Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran pernafasan dan mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak boleh memakai perhiasan seperti cincin, gelang, dan jam tangan pada saat merawat pasien. Tangan harus dicuci dengan sikat dan sabun yang mengandung zat antimikrobial seperti iodofor (1% iodine), klorheksidin glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3% atau alkohol (70% isopropil aklohol) dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit selama 10 detik dan dikeringkan dengan memakai pengering otomatis atau tissue. Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya maupun pasien. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks, walaupun hal ini jarang terjadi. Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu : - Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan. - Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan. - Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus membersihkan alat, permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia. Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang kedap air sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila sedang mengalami luka yang bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga luka tersebut benar-benar sembuh. Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung tangan karena akan mengurangi nilai protektifnya. Kacamata pelindung Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk melindungi

mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik. Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi yang memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol dengan memakai penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka sebelum makan dan juga mencuci muka serta rambut sebelum tidur. Bakteri patogen dan beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Masker Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah. Efektivitas penyaringan dari masker tergantung dari : - Bahan yang dipakai, masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas. - Lama pemakaian, lama pemakaian yang efektif adalah 30-60 menit, terutama bila masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker untuk tiap pasien. Rubber dam Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol. Pemakaian rubber dam memungkinkan : - Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat. - Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi terjadinya luka pada jaringan dan mengurangi perdarahan. - Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva diatas rubber dam. Imunisasi Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella (bagi dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti tetanus,

poliomyelitis dan difteri. Di USA dianjurkan imunisasi terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan influenza. (2) Metode asepsis (1) Selama perawatan gigi banyak benda, instrumen, dan peralatan di kamar praktek yang terkontaminasi baik secara langsung melalui tangan atau melalui splatter dan aerosol. Usahakan agar barang-barang yang dibutuhkan di ruang praktek seminimal mungkin dan tentukan mana yang dapat ditutupi, disterilkan atau didisinfeksi. Tentukan mana yang harus dibersihkan tiap hari dan mana yang cukup dibersihkan seminggu sekali, lantai dan juga permukaan lain yang datar harus didisinfeksi. Penutupan Dengan menutupi benda dapat mengurangi kebutuhan untuk desinfeksi. Penutupan yang paling berguna dan sederhana adalah kertas, plastik atau aluminium foil dan diganti tiap pasien

H. AIDS

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, diterjemahkan secara bebas sebagai sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan yang didapat dari faktor luar dan bukan bawaan yang sejak lahir. Jadi, sebenarnya AIDS merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh atau kekebalan penderita. AIDS adalah merupakan penyakit yang fatal dan menular. Jalan utama untuk transmisi HIV adalah kontak seksual (homoseksual atau heteroseksual) transmisi jarum suntik dan alat kesehatan lain, transmisi perinatal (dari ibu ke anak dalam persalinan), transmisi darah dan produk darah serta transmisi dalam pelayanan kesehatan yaitu pada pekerja rumah sakit yang berkontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dengan infeksi HIV. Prosedur perawatan yang berakibat terjadinya pendarahan adalah pencabutan gigi, pembedahan, perawatan periodontal, pembersihan karang

gigi dan lain-lain. Pada dasarnya, instrumen yang menembus jaringan lunak atau yang akan menyebabkan pendarahan atau kontak dengan selaput lendir yang utuh seperti jarum suntik, jarum endodontik, tang ekstaksi merupakan instrumen yang tergolong beresiko tinggi. Penularan tidak hanya dari pasien ke dokter gigi, namun juga dapat dari dokter gigi ke pasien. Untuk itulah, seorang dokter gigi harus senantiasa waspada dan berhati-hati dalam merawat pasien, agar dokter gigi dan pasien bisa aman dari penularan. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya. Tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu; penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik. a. PenjaringanPasien Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu mempermalukan semua pasien seolah-olah mereka terinfeksiHIV. b. Perlindungandiri Perlindungan diri meliputi cuci tangan, pemakaian sarung tangan, cadar, kaca mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan adalah bdasar tidak mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan yang tinggi bagi pemakainya. Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung dan kontaminasi percikan saliva dan darah pada mata karena conjunctiva mata merupakan salah satu port entry sebagian besar infeksi virus. Sedangkan mantel kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien yang setiap saat terkancing baik. c. Dekontaminasi Peralatan Dekontaminasi adalah suatu istilah umum yang meliputi segala metode pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroorganisme yang melekat pada peralatan

medis sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya. Metode dekontaminasi yang utama adalah penguapan dibawah tekana (autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan desinfektan kimia dengan menggunakan hipoklorit atau glutaraldehid 2%. d. Desinfeksi permukaan lingkungan kerja Setiap permukaan yang dijamah oleh tangan operator harus disterilkan (misalnya instrumen) atau desinfeksi (misalnya meja kerja, kaca pengaduk, tombol-tombol atau pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator, tabung, botol material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin 0,5% dalam alcohol atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang tersedia, dalam setiap sesi atau setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan debris dari pelastik penyaring dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang aspirator sebaiknya memakai yang sekali pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh atau nanah, permukaan harus didesinfeksidengan larutan hipoklorit yang mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian dibersihkan dengan lap sekali pakai. Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan dibersihkan minimal selama tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta permukaan permukaan tersebut dibilas dan dikeringkan. Posisi operator tertentu didalam melakukan tindakan perawatan gigi, juga mempunyai rwesiko kontaminasi dari mulut pasien ke operator. Penelitian di Universitas Bologna, Itali membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia bekerja pada posisi kanan penderita diposisi jam 9. e. Penanganan limbah klinik Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular atau kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan kedokteran dan kedokteran gigi. Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar, atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum dikumpulkan didalam wadah plastik berwarna kuninguntuk dibakar dan jenis limbah tertentu dikumpulkan untuk ditanam. Sebaiknya jarum suntik disposible setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa memasang kembali penutup jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh jarum tersebut. Limbah darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila

ada limbah darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai ambillah limbah tersebut dengan mengggunakan sarung tangan, dibersihkan dengan lap atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan dituangkan larutan hipoklorit 10.000 bpj. Setelah 10 menit atau lebih, bilas tempat tersebut Orang orang yang terinfeksi dengan HIV biasanya menunjukan limfadenopati menyeluruh yang menetap (PGL) yang kemudian diikuti dengan AIDS related complex (ARC) yang ditandai denngan limfadenopati, penurunan berat badan, demam, diares, kelelahan, alergi kulit, kandidiasis oral, hairy leukoplakia dan kambuhnya virus herpes. a. Infeksi karena jamur (Oral candidiasis) Kandidiasis sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling sering dijumpai pada penderita aids dan merupakan tanda dari manifestasi klinispada penderita kelompok resiko tinggi pada lebih 59% kasus. Kandidiasis mulut pada penderita aids dapat terlihat berupa oral trush, acute atropbhic candidiasis, chronic hyperplastic candidiasis, dan stomatitis angularis.

b. Infeksi karena virus Infeksi karena virus golongan herpes paling sering dijumpai pada penderita aids. Infeksi virus pada penderita dapat terlihat beruapa stomatitis herpetiformis, herpes zoster, hairy leukoplakia, cytomegalovirus

c. Infeksi karena bakteri Infeksi karena bakteri dapat berupa HIV necrotizing ginggivitis maupun HIV periodontitis 1. HIV necrotizing ginggivitis Dapat dijumpai pada penderita aids. Lesi ini tersembunyi atau mendadak disertai pendarahan pada waktu menggosok gigi, rasa sakit, dan halitosisis. Necrotizing ginggivitis paling sering mengenai ginggiva bagian anterior. Pada situasi ini papila interdental dan tepi ginggiva akan tampak berwarna merah, bengkak, atau kuning keabuabuan karena nekrosis

2. HIV periodontitis Penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif mungkin merupakan indicator awal yang ditemukan pada penderita HIV. Ada fakta bahwa sejumlah penderita aids mengalami kerusakan tulang alveolar yang cepat .

d. Neoplasma Sarkoma kaposi yang berhubungan dengan ids tampak sebagai penyakit yang lebih ganas dan biasanya telah menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal. Kira-kira 40% penderita aids dengan sarkoma kaposi akan emninggal dalam waktu kurang lebih satu tahun

MAPPING

Kebijakan kesehatan kerja

Hiperkes

K3

Provider safety

Patient safety

Ergonomy

Mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja

DAFTAR PUSTAKA
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3 Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005 Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

Anda mungkin juga menyukai