Anda di halaman 1dari 42

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

BAB 5 : BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA PEDOMAN RESUSITASI KARDIOPULMONER DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER AMERICAN HEART ASSOCIATION 2010
Robert A. Berg, Chair; Robin Hemphill; Benjamin S. Abella; Tom P. Aufderheide; Diana M. Cave; Mary Fran Hazinski; E. Brooke Lerner; Thomas D. Rea; Michael R. Sayre; Robert A. Swor

Bantuan hidup dasar (BHD) adalah dasar dari penyelamatan jiwa pada keadaan henti jantung. Yang termasuk aspek dasar BHD adalah pengenalan dini keadaan henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest-SCA) dan aktivasi sistem respons tanggap darurat, resusitasi kardiopulmoner secepat mungkin (CPR), dan defibrilasi cepat dengan menggunakan defibrillator eksternal otomatis (Automated External Defibrillator AED). Pengenalan awal dan respons untuk menangani serangan jantung dan stroke juga menjadi bagian dari BHD. Bab ini membahas pedomen BHD dewasa yang ditujukan untuk para petugas lapangan dan pelayan kesehatan. Perubahan beberapa hal dan poin kunci yang dikembangkan dari

pedoman BHD tahun 2005 adalah sebagai berikut : Pengenalan awal keadaan SCA berdasarkan hilangnya respons dan pola pernafasan normal (yaitu, pasien tidak bernafas atau hanya merintih) Look, Listen, and Feel dikeluarkan dari algoritma BHD Memasukkan cara Hands-only (kompresi dada saja) CPR (yaitu, kompresi dada kontinu pada bagian tengah dada) untuk para penolong lapangan Perubahan tata cara menjadi kompresi dada dulu sebelum melakukan penyelamatan jalan nafas (CAB, bukan ABC) Para pelayan kesehatan terus memberikan kompresi dada efektif /CPR hingga sirkulasi kembali secara spontan (return of spontaneus circulationROSC) atau usaha resusitasi dihentikan. 1 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Peningkatan fokus pada metode-metode yang dapat meningkatkan kualitas CPR (Kompresi dengan kedalaman dan kecepatan yang adekuat, yang memungkinkan dada kembali mengembang sempurna disela-sela

kompresi, meminimalisir interupsi kompresi dada dan mencegah ventilasi berlebihan). Pengecekan pulsasi kontinu yang dilakukan oleh para penyedia kesehatan Algoritma BHD dewasa yang disederhanakan dengan beberapa revisi dari algoritma yang telah ada sebelumnya. Rekomendasi tata cara kompresi dada simultan, manajemen jalan nafas, cara menyelamatkan jalan nafas, deteksi ritme jantung, serta penanganan syok (bila diperlukan) oleh tim penolong yang sangat terlatih dan terintegrasi dengan situasi yang berlaku. Meskipun telah banyak perkembangan dibidang kesehatan preventif , tapi kejadian henti jantung mendadak (SCA) masih menjadi penyebab kematian nomor satu diberbagai belahan dunia.1 SCA disebabkan oleh berbagai etiologi (yaitu penyebab kardiak atau non-kardiak), kondisi (yaitu diluar-rumah-sakit atau didalam-rumah-sakit). Heterogenitas dari kejadian SCA ini membuat pendekatan tunggal resusitasi tidaklah praktis, namun satu inti dari tindakan kegawatdaruratan yang diperlukan merupakan sebuah strategi universal untuk memberikan sebuah tindakan resusitasi yang berhasil. Aksi ini disebut sebagai Rantai penyelamatan. Pada orang dewasa, rantai penyelamatan ini terdiri dari : Menyadari langsung suatu keadaan henti jantung dan pengaktivasian sistem tanggap darurat CPR sesegera mungkin dengan memperhatikan kompresi dada Defibrillator cepat apabila diperlukan Pemberian bantuan hidup lanjutan yang efektif Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi ini di implementasikan secara efektif, maka

Ketika langkah-langkah

kemungkinan selamat pasien dapat meningkat hingga 50% pada pasien akhirnya 2 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

keluar dari rumah sakit setelah mengalami henti jantung akibat fibrillasi ventrikel (VF).2 Sayangnya, kebanyakan harapan hidup dari kebanyakan kasus diluarrumah-sakit dan didalam-rumah-sakit tidak setinggi yang diharapkan. Misalnya, kemungkinan harapan hidup setelah kejadian henti jantung akibat fibrillasi ventrikal dapat bervariasi dari sekitar 5% menjadi 50% baik pada kondisi diluarrumah-sakit maupun didalam-rumah-sakit. 3,4 Hasil yang bervariasi ini merupakan gambaran bahwa dapat terjadi peningkatan harapan pada berbagai kondisi. Pengenalan kondisi henti jantung tidaklah semudah yang dibayangkan, terutama pada pasien-pasien yang sedang berbaring. Bila terdapat kebingungan pada para penolong akan menyebabkan keterlambatan atau kegagalan aktivasi sistem respons kegawatdaruratan dan tindakan CPR. Waktu yang sangat singkat ini akan hilang apabila orang disekelilingnya masih bingung apa yang harus mereka lakukan. Karena itu, pedoman BHD ini berfokus pada cara mengenali suatu kondisi henti jantung dengan cara yang benar dan bagaimana cara para penolong mengaplikasikannya. Ketika seorang penjaga menyadari bahwa pasien sedang tidak berespons, maka penjaga pasien harus segera mengaktivasikan (atau mengirim seseorang untuk mengaktivasikan) sistem respons kegawatdaruratan. Ketik para pelayan kesehatan menyadari bahwa korban tidak berespons dan tidak bernafas atau bernafas dengan cara yang tidak biasa (mis. hanya terengah-engah) maka para penyedia kesehatan akan segera mengaktifkan sistem respons kegawatdaruratan. Setelah di aktifkan, para penolong harus segera memulai CPR. CPR sedini mungkin dapat meningkatkan kemungkinan selat pasien dan sayangnya CPR biasanya tidak diberikan hingga datangnya seorang yang professional kegawatdaruratan yang bisa melakukannya.5 Kompresi dada adalah komponen utama dari CPR karena perfusi selama CPR sangat tergantung dari cara kompresi tersebut. Karena itu, kompresi dada harus menjadi prioritas tertinggi dan menjadi tindakan awal ketika seorang korban mengalami henti jantung dan harus diberikan CPR. Kalimat tekan secara dalam dan cepat merupakan komponen penting dari proses kompresi dada ini. CPR yang berkualitas tinggi sangat penting bukan hanya pada onset kejadian, namun juga 3 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

untuk keseluruhan proses resusitasinya. Tindakan defibrillasi dan perawatan lanjutan lainnya juga harus di sediakan segera dan dengan seminimal mungkin mengganggu proses CPR yang berlangsung.6 Defibrillasi cepat adalah prediktor kuat dari suksesnya sebuah resusitasi yang terjadi akibat henti jantung oleh fibrillasi ventrikal.7,8 Usaha yang maksimal dapat menurunkan interval dari masa seorang pasien mengelami kolaps hingga ia di defibrillasi sehingga kemungkinan dapat meningkatkan harapan hidup pada pasien yang berada diluar rumah sakit maupun berada di dalam rumah sakit.8,9 Tergantung dari kondisi dan situasinya, defibrillasi dini dapat diberikan pada berbagai variasi dan strategi yang ditentukan oleh siapa penjaga penyelamatnya, responder pertamanya siapa, polisi, para ahli pelayanan medis kegawatdaruratan, dan para professional di rumah sakitnya.9-12 salah satu strategi ini adalah kegunaan AED (Automated external defibrillator). AED secara tepat dapat menilai ritme jantung, sehingga ia memungkinkan seorang penolong yang tidak terlatih dalam menginterpretasi ritme jantung agar dapat memberikan penanganan penyelamatan nyawa pada seorang pasien yang mengalami henti jantung mendadak.13 Penyadaran dini dan aktivasi sistem tanggap darurat, CPR dini, dan defibrillasi cepat (ketika diperlukan) merupakan tiga alur BHD dasar pada penanganan rantai penyelamatan dewasa. Tindakan BHD pada kondisi diluarrumah-sakit biasanya diberikan oleh seorang penjaga yang mungkin hanya pernah melakukan usaha resusitasi sekali seumur hidup. Karena itu, untuk menciptakan suatu strategi yang efektif dalam menerjemahkan teori BHD menjadi sebuah praktik dilapangan mengalami berbagai hambatan. Bab ini mengupdate pedoman BHD dengan tujuan utama memberikan informasi ilmu pengetahuan yang baru sambil menjawab berbagai tantangan pengaplikasiannya di kehidupan nyata. Setiap orang, terlepas dari apakah ia terlatih atau berpengalaman, dapat menjadi seorang penolong nyawa.

4 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Sisa bab ini disusun dalam bentuk subbab yang menjelaskan mengenai sistem respons tanggap darurat, langkah-langkah BHD dewasa, keterampilanketerampilan BHD dewasa, cara penggunaan AED, kondisi-kondisi resusitasi khusus, dan kualitas BHDnya. Bagian langkah-langkah BHD dewasa memberikan gambaran umum dan versi singkat dari langkah-langkah BHD. Bagian Keterampilan BHD dewasa memberikan detail menyeluruh mengenai bagaimana keterampilan CPR individual dan lebih banyak informasi tentang cara CPR yang Hands-only (Kompresi saja). Bagian kondisi Resusitasi khusus menjelaskan mengenai sindrom-sindrom koroner, stroke, hipotermia, dan obstruksi saluran nafas oleh benda asing. Karena terdapat peningkatan ketertarikand alam memonitoring dan memastikan kualitas CPR kita, bagian terkahir dari bab ini akan memfokuskan mengenai bagaimana kualitas BHD. MENGAKTIFKAN SISTEM RESPONS KEGAWATDARURATAN Proses pengiriman kabar mengenai adanya kegawatdaruratan medis merupakan komponen yang terintegrasi dalam respons EMS (Emergency reponse system).14 Saksi mata (responder setempat) harus segera menghubungi nomor emergensi lokal yang berlaku untuk menginisiasi respons darurat kapan saja mereka menemukan seorang korban yang tidak responsif. Karena pengiriman instruksi CPR dapat meningkatkan kemungkinan para penonton (saksi mata) untuk mulai melakukan tindakan CPR dan meningkatkan kemungkinan selamat pasien dari kondisi henti jantung, maka seluruh pengirim pesan harus dilatih secara sempurna untuk memberikan instruksi CPR melalui telepon (Kelas I, LOE B).15-21 Ketika pengirim pesan menanyakan pada saksi mata apakah pasien bernafas atau tidak, maka para saksimata biasanya dapat salah sangka dengan menganggap pernafasan terengah-engah atau pernafasan abnormal sebagai suatu pernafasan normal. Kesalahan informasi ini dapat menjadi kegagalan penyampai pesan 911 dalam menginstruksikan para saksimata untuk segera melakukan CPR pada korban henti jantung.19,22-26 5 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Untuk menolong para saksi mata dalam menyadari kondisi henti jantung, para saksimata harus ditanyai mengenai adaya kondisi hilang kesadaran pasien dan bagaimana kualitas pernafsannya (normal atau tidak normal). Para saksimata harus diedukasi secara speisifik untuk mengenali bagaimana pernafasan yang abnormal itu, agar ia dapat mengetahui bahwa nafas terengah-engah itu tidak normal dan adanya suatu henti jantung (kelas I, LOE B). Perlu dicatat, para saksi mata harus menyadari bahwa adanya kejang umum dapat merupakan suatu tanda awal dari kejadian henti jantung.26,27 Para pemberi pesan harus merekomendasikan CPR pada semua korban yang tidak berespons yang tidak bernafas normal, karena kebanyakan kondisi itu adalah suatu tanda dari keadaan henti jantung dan tingkat kerusakan akibat kompresi dada pada pasien yang sebenarnya tidak mengalami henti jantung sangatlah minimal (Kelas I, LOE B).28 Sebagai kesimpulan, dalam mengaktivasi responder professional kegawatdaruratan, para penyampai pesan harus menanyakan berbagai pertanyaan langsung mengenai apakah pasien sadar atau apakah pasien bernafas normal atau tidak untuk segera mengidentifikasi apakah pasien menderita henti jantung atau tidak. Para penyampai pesan juga harus memberikan instruksi CPR untuk membantu para saksi mata dalam memulai CPR ketika kondisi henti jantung diduga terjadi. Karena lebih mudah bagi para penolong untuk tetap mengangkat telepon dan menerima instruksi CPR sambil melakukan CPR Hands-only (CPR yang hanya terdiri dari kompresi dada) daripada sambil melakukan CPR konvensional (CPR yang terdiri dari kompresi dada dan pernafasan bantuan), para penyampai pesan harus menginstruksikan para penolong yang tidak terlatih untuk memberikan tindakan CPR Hands-only pada korban dewasa yang mengalami henti jantung mendadak (Kelas I, LOE B).29 Karena instruksi CPR Hands-only memiliki aplikasibilitas yang luas, maka instansi tersisa ketika pernafasan penolong menjadi sangat penting. Para penyampai pesan harus memasukkan proses penolongan nafas pada instruksi CPR melalui teleponnya ke para saksi mata yang mengobati korban dewasa dan anak-anak dengan kecenderungan besar terjadinya henti jantung akibat asfiksia (misalnya, tenggelam).30 6 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Proses yang dapat meningkatkan kualitas sistem tanggap darurat (EMS), adalah dengan mereview kualitas instruksi CPR para penyampai pesan yang diberikan pada para penelpon spesifik, hal ini dianggap sebagai komponen penting dari program penyelamatan nyawa yang berkualitas tinggi (Kelas IIa, LOE B).31-33 Alur Bantuan Hidup Dasar Dewasa Langkah-langkah BHD terdiri dari beberapa seri penilaian dan aksi berurutan, yang diilustrasikan pada algoritma BHD baru yang di sederhanakan (gambar 1). Tujuan dari algoritma tersebut adalah untuk menggambarkan langkah-langkah BHD secara logis dan berurutan yang mudah dimengerti, di ingat, dan dilakukan oleh seluruh kalangan petugas kesehatan. Aksi ini dulunya telah ditampilkan dalam bentuk langkah-langkah berbeda untuk menolong yang beraksi sendirian untuk memprioritaskan aksi mana yang lebih dulu ia lakukan. Akan tetapi, pada berbagai tempat, dan kebanyakan EMS dan tindakan resusitasi didalamrumah-sakit melibatkan beberapa penyedia

kesehatan berbentuk tim yang harus melakukan beberapa tindakan secara simultan (yaitu, satu penolong mengaktivasi sistem respons tanggap darurat, sementara itu yang lainnya memulai kompresi dada, dan anggota ketiga menyiapkan ventilasi atau menyediakan bag-mask untuk menolong pernafasan, anggota ke empat dan selebihnya menyiapkan defibrillator). Pengenalan Dini Dan Aktivasi Sistem Repons Tanggap Darurat Bila ada satu orang penolong tunggal yang menemukan seorang pasien dewasa tidak berespons (yaitu, tidak ada gerakan atau respons terhadap stimulasi) atau menyakiskan seseorang yang tiba-tiba pingsan, setelah memastikan bahwa lingkungan sekitar telah aman, sang penolong harus mengecek respons pasien dengan menepuk pasien di daerah pundak dan berteriak memanggil pasien tersebut. Seorang penolong yang terlatih atau tidak terlatih harus setidaknyamelakukan aktivasi sistem respons tanggap darurat (yaitu menelepon 911, atau bila kejadiannya berada dalam satu institusi dengan sistem tanggap darurat, segera 7 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

menelepon respons emergensi fasilitas tersebut). Bila korban juga tidak bernafas atau memiliki pernafasan abnormal (hanya terengah-engah), maka penolong tersebut harus menganggap bahwa korban tersebut sedang mengalami henti jantung (Kelas 1, LOE C).19,24,34

Gambar 1 : Algoritma BHD yang disederhanakan Penolong yang menemukan korban segera menelepon sistem respons tanggap darurat ketika ia menemukan korban dalam keadaan tidak merespons penerima telepon harus dapat segera membimbing penolong setempat untuk mengecek pernafasan dan mengarahkan langkah-langkah CPR, bila diperlukan. Pelayan kesehatan dapat mengecek respons dan apakah pernafasannya normal atau tidak 8 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

(terengah-engah), hal ini dilakukan secara simultan sebelum mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Setelah mengaktivasi sistem respons tanggap darurat, seluruh penolong segera memulai langkah CPR (lihat langkah-langkah dibawah) untuk korban yang tidak respons atau mengalami gangguan pernafasan (hanya terengah-engah). Ketika menelepon 911 mencari bantuan, penolong harus dipersiapkan untuk menjawab pertanyaan operator telepon mengenai lokasi insiden, kejadian insiden, dan jumlah serta kondisi korban (satu korban atau lebih), dan tipe pertolongan apa yang dibutuhkan. Bila penolong tidak pernah dilatih atau telah melupakan cara melakukan CPR, mereka juga harus bersiap-siap untuk mengikuti instruksi operator telepon. Pada akhirnya, penolong yang menelepon hanya boleh menutup telepon bila sudah diinstruksikan oleh operator penjawab telepon. Cek Pulsasi Studi-studi menunjukkan bahwa baik penolong dilokasi dan para pelayan kesehatan terkadang sulit menemukan pulsasi.35-44 Para pelayan kesehatan mungkin akan mengambil terlalu banyak waktu untuk mengecek pulsasi.38,41 Penolong dilokasi seharusnya tidak mengecek pulsasi dan langsung menganggap bahwa telah terjadi henti jantung bila seseorang pingsan atau bila seseorang yang unresponsif tidak bernafas normal Penyedia kesehatan tidak boleh mengambil waktu lebih dari 10 detik untuk mengecek pulsasi dan, bila para penolong tidak langsung menemukan pulsasinya dalam jangka waktu tersebut, maka mereka harus langsung memulai kompresi dada (Kelas Iia, LOE C).45,46 CPR Dini Kompresi dada Kompresi dada terdiri dari beberapa kali penekanan teratur dan kuat pada bagian bawah sternum. Kompresi ini akan menghasilkan aliran darah dengan cara meningkatkan tekanan intrathoraks dan juga penekanan langsung ke jantung. Hal 9 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

ini akan menghasilkan aliran darah dan mengantarkan oksigen pada myokardium dan otak. Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mempertahankan alrian darah selama proses CPR. Untuk alasan ini seluruh pasien yang mengalami henti jantung harus segera diberikan kompresi dada (Kelas 1, LOE B).47-51 Untuk memberikan kompresi dada yang efektif, tekan dengan keras dan cepat. Terdapat alasan mengapa penolong setempat dan para pelayan kesehatan harus memberikan penekanan dada dengan kecepatan setidaknya 100 kali permenit (Kelas Iia, LOE B) dnegan kedalam kompresi setidaknya 2 inci/5 cm (Kelas Iia, LOE B). Penolong harus memberikan kesempatan agar dada dapat mengembang kembali diantara setiap kompresi, hal ini untuk memberikan kesempatan bagi jantung agar dapat terisi penuh sebelum dikompresikan kembali (Kelas Iia, LOE B). Penolong harus berusaha untuk meminimalisasi frekuensi dan durasi interupsi selama proses kompresi untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang dapat diberikan dalam satu menit (Kelas Iia, LOE B). Rasio kompresi-ventilasi sebesar 30:2 merupakan rasio yang direkomendasikan. (Kelas Iia, LOE B). Menyelamatkan Pernafasan Perubahan pada pedoman CPR dan ECC AHA 2010 adalah terdapat rekomendasi untuk melakukan kompresi awal sebelum melakukan ventilasi. Sementara ini tidak ada bukti penelitian pada manusia maupun hewan yang menunjukkan bahwa memulai CPR dengan kompresi 30 kali lebih dulu baru melakukan ventilasi 2 kali dapat memperbaiki hasil CPR, tapi sudah jelas bahwa aliran darah sangat tergantung oleh kompresi dada. Karena itu, segala keterlambatan dan interupsi yang dapat menganggu kompresi dada harus diminimalisir selama keseluruhan proses resusitasi. Lebih lanjut, kompresi dada harus segera dilakukan secepat mungkin, sambil memposisikan kepala, 10 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

mengambil pelapis untuk memberikan pernafasan mulut kemulut, dan memberikan bantuan nafas menggunakan bag-mask untuk menyelamatkan pernafasan hanya akan mengambil waktu. Memulai CPR dengan 30 kali kompresi dulu baru memberikan ventilasi 2 kali akan mempersingkat keterlambatan kompresi pertama (Kelas Iib, LOE C).52-54 Ketika kompresi dada telah dimulai, seorang penolong yang telah etrlatih harus memberikan pernafasan mulut ke mulut atau menggunakan bag-mask untuk memberikan oksigenasi dan ventilasi, sebagai berikut : Berikat setiap nafas bantuan hingga 1 detik (Kelas Iia, LOE C) Berikan voume tidal yang cukup hingga terlihat pengembangan dada (Kelas Iia, LOE C).55 Berikan rasio kompresi dan ventilasi sebesar 30 kompresi banding 2 ventilasi. Defibrilasi Dini Dengan Menggunakan AED (Automated External

Defibrillator) Setelah mengaktifkan sistem respons tanggap darurat, seorang penolong tunggal selanjutnya harus mencari alat AED (bila berada di tempat yang dekat dan mudah di akses) kemudian kembali ke korban untuk memasangnya dan menggunakan alat AED tersebut. Setelah memasangnya, penolong kemudian memberikan CPR berkualitas tinggi. Ketika terdapat dua atau lebih penolong, satu penolong harus memulai kompresi dada dan disaat bersamaan penolong kedua mengaktifkan sistem respons darurat dan menyediakan AED (atau defibrillator manual pada kebanyakan rumah sakit) (Kelas Iia, LOE C). Alat AED harus digunakan seceapt mungkin dan kedua penolong harus memberikan CPR dengan kompresi dada dan ventilasi. Urutan Defibrillasi Nyalakan AED Ikut pola gambaran AED 11 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Ulangi kompresi dada secepat mungkin setelah pemberian shock (minimalisasi interupsi)

Strategi CPR Spesifik : Kesimpulan Bagian ini berisi kesimpulan dari langkah-langkah intervensi CPR yang harusnya dilakukan idealnya oleh tiga orang penolong setelah mereka mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Langkah-langkah spesifik yang harus dilakukan (CPR Hands-only, CPR konvensional dengan pernafasan bantuan, Penggunaan CPR dan AED) tergantung dari tingkat keahlian penolong. Penolong Lapangan Tidak Terlatih Bila seorang penolong lapangan tidak terlatih melakukan CPR, maka penolong harus memberikan pertolongan CPR Hands-only (hanya kompresi dada saja), dengan menekankan metode tekan dalam dan cepat, atau terus mengikuti instruksi dari operator telepon saluran tanggap darurat. Para penolong harus terus melakukan CPR Hands-only hingga alat AED tiba dan siap digunakan atau telah datang petugas kesehatan untuk mengambil alih penanganan pasien (Kelas Iia, LOE B). Petugas Lapangan Terlatih Semua penolong lapangan seharusnya, minimal dapat memberikan kompresi dada pada pasien yang mengalami henti jantung. Sebagai tambahan, bila seorang penolong terlatih untuk memberikan pertolongan jalan nafas, dia harus dapat memberikan pernafasan bantuan selain kompresi dada dengan rasio 30 kompresi banding 2 pernafasan. Penolong harus terus melanjutkan CPR hingga AED datang dan siap digunakan atau petugas EMS mengambil alih penanganan korban (Kelas I, LOE B) Petugas Kesehatan Optimalnya seluruh petugas kesehatan harusnya sudah terlatih melakukan bantuan hidup dasar. Pada populasi yang terlatih ini, adalah masuk akal bila penolong 12 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

EMS dan penolong profesional dalam rumah sakit sanggup memberikan kompresi dada dan menyelamatkan jalan nafas pasien yang mengalami henti jantung (Kelas Iia, LOE B). Penanganannya harus dengan melakukan siklus kompresi 30 kali dan 2 kali ventilasi hingga penanganan saluran nafas lanjutan dipasangkan;kemudian terus melakukan kompresi dada dengan kecepatan ventilasi 1 kali pernafasan setiap 6 hingga 8 detik (8-10 ventilasi permenti) harus diberikan. Penanganannya harus diberikan secara hati-hati untuk meminimalisasi interupsi terhadap kompersi dada ketika memasang, atau memberikan ventilasi alat bantu pernafasan. Sebagai tambahan, ventilasi berlebihan haruslah di cegah. Pantas bahwa pelayan kesehatan untuk menyesuaikan diri dengan urutan langkah-langkah penyelamatan sesuai dengan apa penyebab henti jantungnya. Misalnya, penolong tunggal yang melihat seseorang tiba-tiba pingsan, maka pelayan kesehatan itu dapat langsung menganggap bahwa korban tersebut sedang mengalami henti jantung dan segera menelepon bantuan (telepon 911 atau nomor telepon tanggap darurat lainnya), mencari alat AED (bila memang terjangkau), dan kembali ke korban untuk memasang dan menggunakan AED dan memberikan CPR. Bila penolong yang sendirian membantu korban tenggelam atau korban yang mengalami penyumbatan jalan nafas akibat benda asing yang menyebabkan pasien tidak sadar, maka pelayan kesehatan dapat memberikan siklus CPR sebanyak 5 kali (selama 2 menit) sebelum mengaktivasikan sistem respons tanggap darurat (Kelas IIa, LOE C).\ Keterampilan BHD Dewasa Langkah-langkah keterampilan BHD yang dapat diberikan oleh para pelayan kesehatan telah di gambarkan dalam algoritma BHD untuk Pelayan kesehatan (lihat gambar 2). Cara mengenali henti jantung (Kotak 1) Langkah pertama yang paling penting dalam menangani henti jantung adalah segera mengenali keadaannya. Saksi mata mungkin menyaksikan seseorang tiba13 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

tiba pingsan atau menemukan seseorang yang tampak sekarat. Pada waktu tersebut, beberapa langkah harus langsung dilakukan. sebelum mendekati korban, para penolong harus memastikan apakah kondisi disekitar korban aman dari gangguan, setelah segera lakukan pengecekan respons korban. untuk melakukan ini, tepuk-tepuklah korban di bahunya dan berteriaklah apakah kamu baik-baik saja? bila korban merespons, maka ia akan menjawab, atau bergerak atau mengerang. Bila korban tidak responsif, maka penolong lapangan harus segera mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Petugas kesehatan juga harus langsung mengecek apakah pasien tidak bernafas atau bernafas dengan cara yang tidak normal (hanya terengah-engah) sambil mengecek responsnya; bila petugas kesehatan menemukan bahwa korban tidak berespons dan tidak bernafas atau tidak bernafas normal (hanya terengah-engah), maka penolong harus menganggap bahwa korban ini berada dalam kondisi henti jantung dan harus segera mengaktifkan sistem respons tanggap darurat (kelas I, LOE C19,24,34). Pedoman AHA 2010 mengenai CPR dan ECC ini akan menekankan pada pentingnya mengecek pernafasan. Para petugas kesehatan dan penolong lapangan mungkin tidak dapat menentukan secara akurat mengenai ada atau tidak adanya pernafasan normal pada pasien yang tidak berespons.35,56 sebab jalan nafasnya tidak terbuka 57 atau karena korban hanya terengah-engah, yang sering terjadi pada menit-menit pertama setelah kejadian henti jantung akut, hal ini dapat dianggap sebagai nafas normal oleh orang yang tidak mengetahui. Nafas terengah-engah tidak memberikan ventilasi yang cukup. Penolong harus segera menolong korban yang bernafas terengah-engah seakan-akan dia korban yang tidak bernafas (Kelas I, LOE C). Latihan CPR, baik latihan formal didalam kelas maupuan latihan mendadak seperti yang diberikan melalui operator telepon tanggap darurat, harus menekankan cara mengenali pernafasan terengah-engah dan harus menginstruksikan penolong untuk memberikan CPR bahkan ketika korban yang tidak berespons masih bernafas terengah-engah (Kelas I, LOE B). Pedoman AHA 2010 mengenai CPR dan ECC ini juga menekankan bahwa pengecekan pulsasi adalah mekanisme untuk mengidentifikasi kondisi henti 14 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

jantung. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa baik petugas lapangan maupun petugas kesehatan mengalami kesulitan untuk mencari pulsasi.35-44 Karena alasan inilah maka cara pengecekan pulsasi dihapuskan dari pelatihan pertolongan gawat darurat untuk penolong lapangan sejak beberapa tahun yang lalu, dan pelatihan pengecekan pulsasi ini lebih ditekankan untuk petugas kesehatan saja. Penolong lapangan harus menganggap bahwa terdapat henti jantung dan langsung melakukan CPR bila seseorang tiba-tiba ditemukan pingsan dan tidak berespons serta tidak bernafas normal (terengah-engah) atau tidak bernafas sama sekali. Petugas kesehatan mungkin akan mengambil waktu terlalu lama untuk mengecek pulsasi tidak.
38,41,45 38,41

dan kesulitan menentukan apakah ada pulsasi atau

Akan tetapi, tidak ada bukti yang menyatakan, bahwa mengecek

pernafasan, batuk, atau gerakan lebih baik untuk mengecek adanya sirkulasi.58 Karena keterlambatan kompresi dada harus diminimalisir, maka petugas kesehatan tidak boleh mengambil waktu lebih dari 10 detik untuk mengecek pulsasi; dan bila penolong tidak langsung menemukan pulsasi dalam waktu tersebut, maka kompresi dada harus segera dimulai (Kelas Iia, LOE C45, 56) Teknik : Kompresi dada (Kotak 4) Untuk memaksimalkan kefektivitas kompresi dadal, letakkan korban pada permukaan yang keras bila memungkinkan, dalam posisi supine dengan penolong berlutut disamping dada pasien (ini dilakukan diluar rumah sakit) atau berdiri disamping tempat tidur (bila di dalam rumah sakit).59 Karena tempat tidur di rumah sakit biasaya tidak keras dan beberapa kali penekanan hanya akan menyebabkan kompresi pada matras dan bukan pada dada pasien, maka kami menyarankan penggunaan papan alas sekalipun tidak cukup bukti yang dapat mendukung kelebihan maupun kelemahan penggunaan papan alas punggung selama prosedur CPR.60-63 Bila papan alas digunakan, maka harus berhati-hati jangan sampai pemasangannya tidak memperlambat inisiasi CPR, untuk meminimalkan interupsi CPR, maka hindari pemindahan line/atau tube
61

Bila

15 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

matrasnya merupakan matras berisi angin, maka harus dikempiskan dulu sebelum CPR.64,65

Gambar 2 : Algoritma bantuan hidup dasar untuk petugas kesehatan Penolong harus meletakkan satu tumit telapak tangan pada bagian tengah dada pasien (yang berada disetengah bawah sternum) dan tumit telapak tangan lainnya diatas tangan pertama sehingga tangan saling bertumpu dan paralel (Kelas Iia, LOE B66-69). Kompresi dada yang benar membutuhkan keterampilan yang penting dikuasai. Sternum pasien harus ditekan setidaknya sedalam 2 inci (5 cm) (Kelas Iia, LOE B70-73), waktu kompresi dada dan waktu relaksasinya 16 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

diusahakan sama (kelas IIb,LOE C 74,75). Hal ini memberikan kesempatan pada dada untuk kembali mengembang diantara setiap kompesi (Kelas Iia, LOE B7680). Pada studi CPR diluar81 dan di dalam rumah sakit78-80 waktu pengembangan dada biasanya tidak cukup, hal ini terutama terjadi ketika para penolong sudah kelelahan.78,81 Pengembangan paru yang tidak sempurna selama proses BHD CPR akan menyebabkan peningkatan tekanan intrathorakal dan secara signifikan menurunkan hemodinamika, termasuk menurunkan perfusi aliran pembuluh darah koroner, indeks kardiak, aliran darah myokardial, dan perfusi serebral. 76,82 Penting untuk diperhatikan bahwa insidens pengembangan dada yang tidak sempurna dapat diturunkan selama CPR dengan cara menggunakan alat elektronik perekam yang memberikan feedback real-time.80 studi pada manekin manyatakan bahwa mengangkat tumit tangan sedikit, namun komplit, dari dada dapat meningkatkan pengembangan dada.77,81 Total jumlah kompresi dada yang diberikan pada korban adalah kecepatan kompresi dada dan proporsi waktu kompresi dada yang diberikan tanpa interupsi. Kecepatan kompresi tergantung dari kecepatan kompresi, bukan jumlah kompresi yang diberikan permenit. Jumlah kompresi dada sesungguhnya yang diberikan permenit ditentukan oleh kecepatan kompresi dan jumlah serta durasi interupsi yang terjadi untuk membuka jalan nafas, memberikan pernafasan bantuan, dan waktu untuk analisis AED.83,84 Jumlah kompresi yang diberikan per menit adalah penentu penting kembalinya sriskulasi spontan (ROSC) dan kemungkinan survival status neurologisnya.6,85 Terdapat satu studi pada pasien yang mengalami henti jantung di dalam rumah sakit
85

studi ini menunjukkan bahwa pemberian 80 kali kompresi / menit


6

biasanya dapat memberikan ROSC. Estrapolasi data dari studi observasional diluar rumah sakit Menunjukkan peningkatan kemungkinan survival setelah

dikeluarkan dari rumah sakit; studi ini juga menggambarkan bahwa peningkatan survival dapat tejradi bila kompresi dada setinggi 120/menit. Karena itu sangat penting untuk para penolong lapangan dan petugas kesehatan untuk memberikan 17 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

kompresi dada dewasa dengan kecepatna setidaknya 100 kompresi per menit (Kelas IIa, LOE B). Kata siklus kerja menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mengkompresi dada sebagai waktu proporsi antara dimulainya siklus kompresi pertama hingga dimulainya waktu kompresi selanjutnya. Aliran darah koroner ditentukan sebagian oleh siklus kompresi (berkurangnya perfusi koroner disebabkan oleh siklus kerja 50%) dan sebagian lainnya adalah oleh bagaimana dada berelaksasi disetiap akhir kompresi.86 Meskipun siklus kerja yang berada diantara 20% dan 50% dapat memberikan perfusi koroner dan serebral yang adekuat,87-90 Siklus kerja sebesar 50% tetap direkomendasikan sebab lebih mudah didapatkan pada prakteknya (Kelas Iib, LOE C
75

). Pada tahun 20053 studi


85,91-93

obervasional pada manusia 91-93 menunjukkan bahwa interupsi terhadap kompresi dada sering terjadi, waktu istirahatnya berjarak antara 24% hingga 57% Jumlah yang lebih besar dari data yang ada
94,95

menunjukkan bahwa membatasi

frekuensi dan durasi interupsi kompresi dada dapat meningkatkan hasil akhir pada tindakan kita terhadap pasien yang henti jantung. Data yang terakumulasi mengenai efektivitas intervensi ini pada kenyataan2,96-102 karena itu, sekalipun beberapa data masih bertentangan,103 tapi dapat dibenarkan agar para penolong meminimalisasi interupsi kompresi dada untuk mengecek pulsasi, menganalisis ritme, atau melakukan aktivitas lain selama proses resusitasi, terutama pada periode segera sebelum dan setelah shock diberikan (Kelas IIa, LOE B 94-98) Tambahan bukti penting yang menunjang minimalisasi interupsi kompresi dada didapatkan dari studi non-acak yang menyatakan bahwa kemungkinan

selamat pasien henti jantung yang ditemukan diluar rumah sakit dapat meningkat dengan pemberian EMS segera dan kompresi dada yang kontinu tanpa inisiasi bantuan ventilasi diawal.97,98 atau dengan pemberian EMS menggunakan rasio kompresi : ventilasi yang lebih tinggi (50:2)96 Perlu dicatat, bahwa dari setiap studi ini, jalan nafas telah terbuka, insufflasi oksigen telah diberikan, dan ventilasi bantuan direkomendasikan pada beberapa poin waktu selama resusitasi EMS. Sitem EMS lainnya memberikan peningkatan survival pada pasien yang henti 18 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

jantung diluar rumah sakit dengan pemberian kompresi dengan ventilasi yang meningkatkan kualitas kompresi dan meminimalisasi waktu lepas tangan.2,99 Pada saat ini terdapat sedikit bukti untuk menunjang tidak perlunya ventilasi dari CPR yang diberikan oleh petugas EMS. Para penolong yang kelelahan dapat menyebabkan kecepatan atau kedalaman kompresi yang tidak memadai.104-106 Kelelahan yang berat dan kompresi yang dangkal sering terjadi pada 1 menit setelah CPR, meskipun penolong mungkin tidak menyadari bahwa ia menjadi lemah setelah 5 menit,105 bila terdapat dua atau lebih penolong yang tersedia maka sebaiknya dilakukan penggantian orang dalam melakukan kompresi dada setiap 2 menit (atau setiap 5 siklus kompresi dan ventilasi pada rasio 30:2) untuk mencegah penurunan kualitas kompresi (Kelas IIa, LOE B). Pertimbangan untuk mengganti orang yang mengkompresi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan jenis interupsi lain dalam kompresi dada (misalnya ketika AED membawa alat Shock). Setiap usaha harus dilakukan dalam penggantian ini dalam 5 detik. Bila 2 penolong berposisi dimasing-masing sisi pasien, satu penolong akan selalu siap dan menunggu untuk mengambil giliran mengkompresi dada setiap 2 menit. Interupsi kompresi dada untuk mempalpasi pulsasi spontan atau untuk mengecek kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) dapat menganggu perfusi organ vital.
2,9499

Karena itu, para penolong dilapangan tidak usah menginterupsi

kompresi dada untuk mempalpasi pulsasi atau untuk mengecek kembalinya sirkulasi spontan (Kelas IIa, LOE C). Malah penolong lapangan harus melanjutkan CPR hingga AED datang, pasien terbangung,atau petugas EMS mengambil alih CPR (Kelsa IIa, LOE B). Petugas kesehatan harus meminimalisasi interupsi kompresi dada seminimal mungkin dan membatasi setiap interupsi agar kurang dari 10 detik, kecuali untuk intervensi tertentu seperti memasukkan alat bantu jalan nafas atau menggunakan defibrillator (Kelas IIa, LOE C). Karena mencari pulsasi sedikit sulit, maka interupsi kompresi dada untuk mengecek pulsasi harus diminimalisir selama proses resusitasi, bahkan untuk mengecek ROSC sekalipun. Karena sulitnya memberikan kompresi dada yang efektif sambil menggerakkan pasien selama 19 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

CPR, maka resusitasi sebaiknya langsung diberikan ditempat dimana pasien ditemukan (Kelas IIa, LOE C). Hal ini tidak memungkinkan bila kondisi sekitar berbahaya. Rasio kompresi ventilasi (kotak 4) Rasio kompresi-ventilasi sebesar 30:2 adalah logis untuk diterapkan pada orang dewasa, namun validasi untuk pedoman ini masih perlu di lakukan (Kelas Iib, LOE B 83,107-111). Rasio 30:2 pada dewasa ini berdasarakn konsensus diantara para ahli yang dipublikasi pada berbagai seri kasus.2,99-102 Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mendefinisikan metode terbaik mengkordinasi kompresi dada dan ventilasi selama CPR dan mendefinisikan rasio kompresiventilasi terbaik untuk memperbaikin kemungkinan survival dan neurologi pasien dengan atau tanpa bantuan alat pernafasan yang canggih. Pada saat alat bantu nafas sudah dipasangkan, maka dua orang penolong tidak ada alasan lagi untuk menghentikan kompresi dada untuk melakukan ventilasi. Malah, penolong yang mengkompresi harus terus memberikan kompresi dada dengan kecepatan setidaknya 100 kali per menit tanpa jeda ventiasi (kelas IIa, LOE B). Penolong yang memberikan ventilasi dapat memberikan nafas bantuan setiap 6 hingga 8 detik (dimana ini mencapai 8 hingga 10 kali pernafasan setiap menit). CPR Hands-only Hanya sekitar 20-30% orang dewasa yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit yang mendapatkan CPR oleh orang disekitarnya.
29,4851,112,113

CPR Hands-

only (kompresi saja) oleh orang disekitar secara substansial dapat meningkatkan kemungkinan survival korban henti jantung diluar rumah sakit dibandingkan yang tidak diberikan CPR.29,4851 Studi observasional pada korban henti jantung dewasa yang ditangani oleh penolong lapangan menunjukakn survival rate yang sama saja dengan para korban yang mendapatkan CPR Hands-only bila dibandingkan
29,4851

dengan CPR konvensional yang di barengi dengan nafas bantuan. itu, beberapa petugas kesehatan
114116

Karena

dan petugas lapangan

116,117

menyatakan

bahwa adanya keengganan untuk melakukan ventilasi buatan mouth-to-mouth untuk korban henti jantung secara teoritikal dan menjadi kemungkinan tidak 20 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

dilakukannya CPR oleh orang sekitar. Ketika saksi mata sesungguhnya diwawancarai, mereka tidak menyatakan bahwa mereka enggan melakukannya; mereka menyetakan bahwa kepanikan adalah alasan utama seorang saksi mata tidak melakukan CPR.118 Teknik sederhana dengan menggunakan tangan saja ini dapat mengatasi rasa panik dan keengganan untuk bertindak. Bagaimana CPR oleh orang sektiar dapat menjadi efektif meskiipun tanpa nafas buatan? Biasanya pada henti jantung akbiat VF, nafas buatan tidaklah sepenting kompresi dada, sebab kadar oksigen didalam darah masih cukup untuk beberapa menit setelah henti jantung. Selain itu banyak korban henti jantung yang terlihat terengahengah, dan pertukaran gas tersebut dapat memberikan oksigenasi dan mengeluarkan karbondioksida (CO2)110,111,119 Bila jalan nafas terbuka,

pengembangan dada pasif selama fase relaksasi kompresi dada dapat juga memberikan kesempatan pertukaran udara.19,110,111,119122 Akan tetapi,setelah beberapa saat CPR yang lama, oksigen tambahan dengan bantuan ventilasi akan dibutuhkan. Interval waktu yang dapat ditolerir untuk melakukan CPR Handsonly ini masih belum diketahui hingga saat ini. 110,111,119,123126 Seorang penolong lapangan harus didukung untuk memberikan kompresi dada (baik dengan teknik CPR Hands-only maupun konvensional, yang memberikan nafas buatan) untuk siapapun yang diduga menderita henti jantung (Kelas I, LOE B). Tidak ada studi prospektif henti jantung dewasa yang menunukkan bahwa CPR konvensional oleh petugas lapangan dapat memberikan hasil yang lebih baik dari CPR Hands-only yang diberikan sebelum datangnya EMS. Pada studi barubaru ini pada pasien henti jantung pediatrik diluar rumah sakit menunjukkan bahwa survival lebih baik ketika diberikan CPR konvensional (yang disertai pernafasan buatan) dibandingkan dengan CPR Hands-only, hasil ini menentang pelaksanaan CPR-Hands only untuk anak-anak yang henti jantung akibat penyebab non-kardiak30 karena memberikan nafas bantuan adalah bagian resusitasi yang penting bagi anak-anak yang menderita henti jantung (selain remaja yang disaksikan pingsan tiba-tiba), akibat henti jantung asfiksia baik pada dewasa maupun anak-anak (yaitu tenggelam, overdosis obat) dan akibat henti 21 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

jantung berkepanjangan, CPR konvensional dengan bantuan nafas tetap menjadi rekomendasi untuk seluruh penolong yang terlatih (baik di dalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit) untuk situasi tersebut (Kelas IIa, LOE 109,123,127129).

Penanganan Jalan Nafas Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perubaha signifikan pada pedoman ini adalah mengenai penekanan pentingnya segera memulai kompresi dada sebelum melakukan ventilasi (CAB, bukan ABC). Perubahan ini disebabkan oleh meningkatnya bukti yang menunjukkan pentingnya kompresi dada dan kenyataan yang menyatakan bahwa memasang alat bantu nafas itu mengambil banyak waktu. Pola pikir ABC dapat membentuk ide bahwa kompresi dada harus menunggu hingga ventilasi diberikan. Pola pikir ini dapat terjadi bahkan ketika jumlah penolong lebih dari satu, sebab Airway dan Breathing lebih duluan daripada ventilasi/Circulation sudah sangat tertanam di benak kebanyakan penolong. Pedoman terbaru ini menekankan pada pentingnya pola CAB untuk

mengklarifikasi bahwa manufer jalan nafas harus dilakukan secara cepat dan efisien sehingga interupsi kompresi dada dapat diminimalisir dan kompresi dada harus menjadi prioritas utama dalam resusitasi pada orang dewasa. Membuka Jalan nafas : Pedoman untuk Penolong Lapangan Penolong lapangan yang terlatih dan merasa percaya diri bahwa ia dapat melakukan baik kompresi dan ventilasi harus membuka jalan nafas menggunakan manufer head-tilt-chin lift (Kelas IIa, LOE B). Untuk penolong yang hanya bisa memberikan CPR Hands-only, tidak terdapat cukup bukti untuk

merekomendasikan pemberian jalan nafas pasif (seperti hiperekstensi leher untuk memberikan ventilasi pasif). Membuka Jalan nafas : Pedoman Untuk Petugas Kesehatan

22 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Seorang petugas kesehatan harus menggunakan manuver head tilt-chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak ada tanda-tanda trauma kepala atau leher. Meskipun manufer head tilt-chin lift sesungguhnya dikembangkan untuk membantu pasien yang tidak sadar, atau lumpuh dan belum pernah diteliti kegunaannya pada pasien henti jantung, bukti klinis
1130 131,132

dan radiologis

dan

beberapa rangkaian laporan kasus133 menunjukkan bahwa manufer itu cukup efektif (Kelas IIa, LOE B). Antara 0,12 dan 3,7% korban trauma tumpul mengalami cedera spinal,134136 dan resiko terjadinya cedera spinal semakin meningkat bila korban juga mengalami cedera craniofasial,137,138 Glasgow Coma Scale atau skor GCS dibawah 8
139,140

atau kedua-duanya.138,139 Untuk korban

dengan kecurigaan cedera spinal, penolong harus segera melakukan immobilisasi pergerakan spinal (yaitu meletakkan 1 tangan dimasing-masing sisi kepala pasien untuk menahannya agar tetap stabil) ini lebih baik daripada menggunakan peralatan immobilisasi (Kelas IIb, LOE C141,142 ). Immobilisasi spinal menggunakan alat dapat mengganggu kita dalam mempertahankan patensitas jalan nafas.143,144 Namun penggunaan alat bantu ini juga menjadi perlu untuk mempertahankan kelurusan spinal selama proses transportasi. Bila seorang petugas kesehatan mencurigai adanya cedera spinal servikal, mereka harus membuka jalan nafas menggunakan cara jaw thrust tanpa mengekstensikan kepala (Kelas Iib, LOE C
133

). Karena mempertahankan patensitas jalan nafas dan

memberikan ventilasi yang cukup adalah prioritas dalam CPR (Kelas I, LOE C), gunakan manufer head-tilt-chin lift bila jaw thrust tidak cukup adekuat dalam membuka jalan nafas. Pernafasan Bantuan (Kotak 3A,4) Pedoman AHA 2010 mengenai CPR dan ECC memuat banyak rekomendasi yang sama dengan cara memberikan nafas bantuan seperti yang di berikan pada pedoman tahun 2005 : Berikan setiap nafas buatan selama lebih dari 1 detik (Kelas IIa, LOE C).

23 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Berikan volume tidal yang cukup untuk membuat dada terlihat mengembang (naik) (Kelas IIa, LOE C).55

Gunakan rasio kompresi ventilasi sebesar 30 kompresi dada dan 2 ventilasi Ketika telah terpasang alat bantu nafas yang paten (misalnya, endotrachel tube, combitube, atau Laryngeal Mask Airway [LMA]), pada CPR yang dilakukan oleh 2 orang, berikan 1 kali nafas buatan setiap 6 hingga 8 detik tanpa berusaha untuk mensinkronisasi pernafasan diantara kompresi (hal ini akan memberikan pernafasan buatan sebanyak 8 hingga 10 kali nafas/menit). Pemberian ventilasi tidak boleh menyebabkan terhentinya kompresi dada. (Kelas IIb, LOE C).

Studi pada orang dewasa yang diberikan anestesi (dengan perfusi normal) menunjukkan bahwa volume tidal sebesar 8 hingga 10 mL/kg dapat mempertahankan saturasi oksigen normal dan dapat mengeluarkan CO2. Selama proses CPR, kardiak output adalah sebesar 25% hingga 33% dari normal, sehingga uptake oksigen dari paru-paru dan pengangkutan CO2 menuju paru-paru juga berkurang. Hasilnya, ventilasi yang rendah dalam semenit (lebih rendah dari volume tidal normal dan kecepatan respirasi normal) dapat mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang efektif.55,110,111,119 Karena itulah selama CPR dewasa, volume tidal yang mendekati 500 hingga 600 mL (6 hingga 7 mL/kg) seharusnya sudah cukup (Kelas IIa, LOE B).145-147 Jumlah volume ini juga konsisten dengan volume tidal yang dapat menaikkan dada pasien. Pasien dengan penyumbatan jalan nafas atau kompliansi paru yang buruk biasanya membutuhkan tekanan yang lebih tinggi agar dapat terventilasi dengan baik (untuk membuat dada terlihat mengembang). Katup penghilang tekanan pada bag-mask resusitasi dapat mencegah masuknya volume tidal yang cukup pada pasien ini.148 pastikan bahwa alat bag-mask dapat memby-pass katup pereda tekanan dan memungkinkanmu untuk menggunakan tekanan yang tinggi, bila diperlukan, untuk menghasilkan pengembangan dada yang dapat terlihat.149 ventilasi yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menyebabkan inflasi gaster dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti regurgitasi dan aspirasi 24 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

(Kelas III, LOE B

150-152

). Lebih penting lagi, ventilasi yang berlebihan dapat

berbahaya karena ia dapat meningkatkan tekanan intrathoraks, menurunkan aliran vena ke jantung, dan menurunkan jumlah cardiac output dan menurunkan kemungkinan survival pasien.152 sebagai kesimpulan, para penolong harus mencegah terjadinya ventilasi berlebihan (terlalu banyak nafas bantuan, atau terlalu besar volume nafas bantuan) selama proses CPR (Kelas III, LOE B). Selama CPR, tujuan utama ventilasi tambahan adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang memadai; tujuan kedua adalah untuk mengeluarkan CO2. Akan tetapi, konsentrasi oksigen optimal yang di inspirasi, volume tidal dan kecepatan respirasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini tidak diketahui. Seperti yang digambarkan diatas, selama menit-menit pertama henti jantung akibat VF, memberikan nafas buatan tidaklah sepenting kompresi dada
29,108,153

sebab jumlah

oksigen pada darah arteri yang tidak bersirkulasi masih tidak berubah hingga CPR dimulai; kadar oksigen darah kemudian akan terus cukup selama beberapa menit pertama CPR. Sebagai tambahan, usaha untuk membuka jalan nafas dan dan mempertahankan jalan nafas (atau mengakses dan memasang peralatan jalan nafas) dapat menunda inisiasi kompresi dada.154 masalah ini mendukung pendekatan CAB pada pedoman AHA 2010 untuk CPR dan ECC (yaitu, memulai kompresi dada/Circulation sebelum Airway dan Breathing). Untuk korban dengan henti jantung berkepanjangan, baik ventilasi dan kompresi menjadi hal yang penting karena lama kelamaan oksigen dalam darah telah habis dikonsumsi dan kadar oksigen di paru-paru semakin menurun (meskipun jangka waktu habisnya belum dapat ditentukan). Ventilasi dan kompresi juga penting untuk korban henti nafas, seperti anak-anak dan korban tenggelam, sebab mereka mengalami hipoksemia pada saat mereka henti jantung.30,109 Bantuan Nafas Mulut ke Mulut Nafas bantuan mulut ke mulut memberikan oksigen dan ventilasi kepada korban.155 untuk memberikan bantuan nafas mulut ke mulut, bukalah jalan nafas korban, tekan hidung korban, dan bentuklah penyegel yang kedap udara. Berikan 25 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

1 nafas bantuan selama lebih dari 1 detik, tarik nafas biasa (bukan nafas panjang), dan berikan pernafasan bantuan kedua selama lebih dari 1 detik. (Kelas IIb, LOE C). Menarik nafas biasa, dan bukan nafas panjang akan mencegah penolong agar tidak menjadi pusing atau sakit kepala dan mencegah overinflasi pada paru-paru korban. penyebab utama kesulitan ventilasi adalah saluran nafas yang tidak terbuka dengan baik,
57

jadi apabila dada pasien tidak naik pada

pemberian nafas bantuan pertama, maka reposisikan kembali kepala pasien dengan melakukan head tilt-chin lift lagi baru kemudian berikan nafas bantuan kedua. Bila korban dewasa dengan sirkulasi spontan (yaitu korban dengan pulsasi yang kuat dan mudah diraba) membutuhkan bantuan ventilasi, maka petugas kesehatan harus memberikan bantuan nafas dengan kecepatan sekitar 1 nafas setiap 5 hingga 6 detik atau 10 hingga 12 bantuan nafas per menit (Kelas IIb, LOE C). Setiap nafas harus diberikan selama lebih dari 1 detik baik sudah terpasang alat bantu nafas maupun belum terpasang. Setiap bantuan nafas harus membuat terlihat dada mengembang. Alat Pelapis Bantuan Nafas Mulut ke Mulut Beberapa petugas kesehatan
114-116

dan penolong lapangan menyatakan bahwa

mereka biasanya enggan memberikan nafas bantuan mulut ke mulut dan lebih memilih menggunakan alat pelapis. Resiko transmisi penyakit melalui ventilasi mulut ke mulut sangatlah rendah, dan masih masuk akal untuk memberikan nafas bantuan tanpa alat pelapis. Ketika menggunakan alat pelapis, penolong tidak boleh menunda kompresi dada hanya karena memasang alat pelapis. Ventilasi Mulut ke hidung dan mulut ke stoma Ventilasi mulut ke hidung direkomendasikan bila ventilasi melalui mulut pasien tidak mungkin dilakukan (yaitu pada keadaan dimana mulut pasien terkena cedera parah), mulut tidak dapat dibuka, pasien berada dalam air, atau pelapis mulut ke

26 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

mulut sulit didapatkan (Kelas IIa, LOE C). Berbagai seri kasus menyatakan bahwa ventilasi mulut-ke hidung dimungkinkan, aman, dan efektif. 156 Berikan nafas bantuan dari mulut ke stoma pada korban yang memiliki stoma tracheal yang membutuhkan nafas bantuan. Alternatif logisnya adalah untuk memberikan pelapis yang ketat pada stoma yang berbentuk bulat, dengan masker wajah pediatrik (Kelas IIb, LOE C). Tidak ada bukti yang dipublikasikan mengenai keamanan, efektivitas, dan kemungkinan dilakukannya ventilasi mulut ke stoma. Salah satu studi pada pasien dengan laringektomi menunjukkan bahwa masker wajah pediatrik memberikan segel peristomal yang lebih baik daripada masker ventilasi standar.157 Ventilasi Menggunakan Kantong Masker Penolong dapat memberikan ventilasi bag-mask dengan menggunakan udara ruangan atau oksigen. Alat bag-mask akan memberikan ventilasi tekanan positif bila tidak dipasangi alat pembuka jalan nafas; karena itu bag-mask dapat menyebabkan pengembangan gaster dan berbagai komplikasinya. Alat Bag-mask Alat bag-mask harus memiliki komponen berikut ini
158

: Ceruk katup yang tidak

macet; bag-mask tanpa katup pereda tekanan atau dengan katup pereda tekanan tapi yang dapat di bypass; standar ukuran 15-mm/22-mm; dan reservoir oksigen untuk memungkinkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi. Katup ceruk nonrebreathing yang tidak akan terutup oleh material asing dan tidak akan macet dengan aliran 30 L/menit; dan mampu berfungsi secara memuaskan pada kondisi lingkungan biasa maupun pada kondisi dimana temperatur menjadi ekstrem. Masker harus dibuat dari bahan yang transparan untuk memungkinkan kita mendeteksi adanya regurgitasi. Ia harus mampu memberikan segel yang kedap pada wajah, menutup baik mulut maupun hidung. Masker harus diisi dengan ceruk oksigen (insufflasi) memiliki konnektor standar 15-mm/22-mm.159 ia harus tersedia dalam dua ukuran yaitu ukuran dewasa dan pediatrik. 27 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Ventilasi Bag-mask Ventilasi menggunakan bag-mask adalah keterampilan yang menantang dan membutuhkan praktik berulang kali untuk mencapai kompetensinya.160,161 ventilasi bag-mask tidak direkomendasikan untuk ventilasi yang diberikan oleh penolong tunggal selama proses CPR. Ia sangat efektif ketika diberikan oleh dua orang penolong yang berpengalaman dan terlatih. Satu penolong membuka jalan nafas dan mengedapkan masker ke wajah sementara itu yang lainnya meremas bag nya. Kedua penolong memperhatikan apakah ada mengembang atau tidak.160,162 Penolong harus menggunakan bag dewasa (1 hingga 2 L) untuk memberikan sekitar 600 mL volume tidal
163-165

untuk korban dewasa. Jumlah ini

biasanya cukup untuk memberikan pengembangan dada yang terlihat dan mempertahankan oksigenasi dan normokarbia pada pasien yang apneik (Kelas Iia, LOE C 145,147 ). Bila jalan nafas terbuka dan penutup yang kedap terpasang baik diantara wajah dan maskernya, maka volume ini dapat diberikan dengan cara meremas bag dewasa ukuran 1 L sebesar dua per tiga volumenya. Atau bila yang tersedia adalah bag dewasa ukuran 2L, maka diremas sebesar satu pertiga ukuran volumenya. Selama pasien tidak memiliki alat bantu nafas di saluran nafasnya, maka penolong harus memberikan siklus kompresi 30 kali dan 2 kali pernafasan selama CPR. Penolong memberikan ventilasi saat kompresi berhenti dan memberikan setiap nafas bantuan selama lebih dari 1 detik (Kelas Iia, LOE C). Petugas kesehatan harus memberikan oksigen tambahan (O2 konsentrasi 40% dengan alrian minimal 10 hingga 12 L/menit) bila tersedia. Ventilasi dengan Alat Bantu Nafas Supraglottic Alat bantu nafas supraglottik seperti LMA, kombitube esofago-tracheal dan alat bantu nafas King, saat ini sudah menjadi bagian dari latihan BHD diberbagai daerah (dengan pengawasan dari kontrol medis). Ventilasi menggunakan bag melalui alat ini memberikan alternatif untuk ventilasi bag-mask yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih baik dan memiliki cukup pengalaman dalam menggunakan alat bantu nafas ini dalam menolong pasien 28 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

henti jantung (Kelas IIa, LOE B166171). Masih tidak jelas apakah alat-alat ini lebih atau kurang menyebabkan komplikasi daripada bag-mask ; pelatihan dibutuhkan untuk memberikan bantuan nafas yang aman dan efektif baik untuk alat bag-mask maupun alat bantu nafas yang lebih canggih lainnya. Alat-alat ini akan didiskusikan dengan detail pada bagian 8.1 di pedoman ini. Ventilasi menggunakan Alat Bantu Nafas Canggih Ketika korban memiliki alat bantu nafas canggih yang terpasang padanya pada saat CPR, maka penolong tidak lagi memberikan siklus 30 kali kompresi dan 2 kali bantuan nafas (sebab, mereka tidak lagi menginterupsi kompresi untuk memberikan 2 kali nafas bantuan). Sebaliknya, kompresi dada kontinu dilakukan terus menerus dengan kecepatan setidaknya 100 kali permenit tanpa jeda ventilasi, dan ventilasi diberikan dengan kecepatan 1 kali nafas bantuan setiap 6 hingga 8 detik (yang nantinya akan memberikan pernafasn sebanyak 8 hingga 10 kali nafas bantuan per menit). Oksigen Pasif atau Oksigen Tekanan Positif Untuk CPR? Meskipun banyak penelitian mendeskripsikan hasil setelah CPR-Kompresi saja, studi ini biasanya jarang menambahkan teknik tambahan untuk meningkatkan ventilasi atau oksigenasi. Dua studi komparatif
97,172 98,173

dan 2 studi analisis hoc

terhadap teknik ventilasi jalna nafas pasif pada pasien henti jantung menggunakan protokol yang sama. Protokol ini terdiri dari insersi alat bantu jalan nafas oral dan pemberian oksigen melalui masker non-rebreather, perbedaannya pada ventilasi insufflasi oksigen yang aktif banding pasif dengan kompresi dada yang di interupsi seminimal mungkin. Studi-studi ini tidak mendemonstrasikan

peningkatan signifikan pada hasil akhirnya. Akan tetapi, analisis sub-grup menunjukkan bahwa survival lebih baik pada insufllasi oksigen pasif diantara pasien lain yang juga mengalami henti jantung akibat VF yang diawasi. Untuk CPR Hands-only yang dilakukan oleh petugas lapangan, bukti masih tidak mencukupi untuk ventilasi yang pasif. 29 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from mendukung penggunaan teknik bantuan jalan nafas atau

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Penekanan pada Cricoid Penekanan pada cricoid adalah teknik yang memberikan tekanan pada kartilago krikoid pasien untuk mendorong trakea ke posterior dan mengkompresi esofagus hingga ke vertebra servikalis. Tekanan pada cricoid dapat mencegah inflasi gaster dan menurunkan resiko terjadinya regurgitasi dan aspirasi selama proses ventilasi menggunakan bag-mask, namun ia juga dapat menghalangi ventilasi. Tujuh studi acak dan terkontrol menunjukkan bahwa penekanan pada cricoid dapat menunda pemasangan alat bantu pernafasan yang lebih canggih dan aspirasi tetap dapat terjadi sekalipun tekanik penekanan ini diaplikasikan.174180 Tambahan studi pada manekin
181-194

menunjukkan bahwa latihan manuver ini dapat menyulitkan baik

penolong yang sudah ahli maupun penolong yang masih belum ahli. Baik penolong ahli maupun tidak ahli menunjukkan cara penggunaan teknik ini, dan penekanannya biasanya inkonsisten dan jauh dari batas efektif. Tekanan krikoid dapat digunakan pada beberapa kondisi khusus (misalnya, untuk membantu memvisualisasi pita suara pada saat intubasi trakea). Akan tetapi, penggunaan rutin teknik penekanan pada cricoid pada kasus henti jantung pada orang dewasa tidak direkomendasikan (Kelas III, LOE B). Defibrillator AED (Kotak 5,6) Semua penolong yang memberikan BHD harus dilatih untuk memberikan defibrillasi, karena VF adalah penyebab utama dan merupakan gangguan irama yang dapat ditangani secara dini pada orang dewasa yang ditemukan mengalami henti jantung.195 Untuk korban dengan VF, rata-rata survivalnya lebih tinggi bila ia langsung diberikan CPR oleh orang seitarnya dan defibrillator muncul dalam waktu 3 hingga 5 menit setelah pasien pingsan.4,5,10,11,196,197 defibrillasi yang cepat adalah pilihan pengobatan VF yang berdurasi pendek, seperti untuk korban yang ditemukan mengalami henti jantung diluar rumah sakit atau pasien yang irama jantungnya dimonitor di rumah sakit (Kelas I, LOE A). Pada unggas, aliran darah mikrovaskuler sangat menurun dalam 30 detik setelah onset VF; kompresi dada dapat mengembalik sedikit aliran darah mikrovaskuler yang sempat berkurang 30 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

selama 1 menit.198 Melakukan kompresi dada sambil anggota penolong lain mencari dan mengisi defibrillator dapat meningkatkan kemungkinan selamat pasien.6 setelah sekitar 3 hingga 5 menit VF tidak diobati, beberapa model binatang menunjukkan bahwa adanya periode kompresi dada sebelum defibrillasi dapat membantu.199 Pada dua percobaan terkontrol pasien dewasa yang mengalami VF diluar rumah sakit / Ventrikel takikardi (VT) yang tidak teraba nadinya, maka satu periode CPR selama 1 hingga 3 menit oleh EMS sebelum dilakukan defibrillasi tidak dapat mengembalikan ROSC atau meningkatkan kemungkinan selamat karena lamanya interval respons EMS.200,201 Percobaan kontrol acak ketiga klinik kohort dengan mengontrol riwayat
203 202

dan satu percobaan

juga menemukan bahwa tidak ada

perbedaan besar pada hasil outcomenya. Akan tetapi, dua dari sekelompok studi dengan subgrup pasien dengan interval respons EMS lebih dari 4 hingga 5 menit menunjukkan peningkatan kemungkinan selamat bila terdapat periode CPR yang dilakukan sebelum defibrillasi.202,
203

Tidak

ada

cukup

bukti

untuk

merekomendasikan atau melarang penundaan defibrillasi untuk memberikan perpanjangan periode CPR untuk pasien yang mengalami henti jantung VF/ VT tanpa nadi. Pada keadaan dimana proses penyelamatan lapangan dengan AED (AED dilokasi dan tersedia) dan untuk lingkungan didalam rumah sakit, atau pada kondisi dimana penolong EMS yang menyaksikan kolapsnya, maka penolong harus menggunakan defibrillator sesegera mungkin (Kelas IIa, LOE C). Ketika lebih dari satu penolong yang ada, maka satu penolong harus memberikan kompresi dada sementara yang lainnya yang mengaktifkan sistem respons tanggap darurat dan mengambil defibrillator. Defibrillator akan didiskusikan lebih lanjut secara detail di bab 6 : Terapi Elektrik Posisi Penyembuhan Posisi penyembuhan / recovery position digunakan pada korban dewasa tak berespons yang jelas-jelas bernafas normal dan memiliki sirkulasi yang efektif. Posisi ini di rancang untuk mempertahankan saluran nafas yang paten dan 31 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

menurunkan resiko terjadinya obstruksi atau aspirasi jalan nafas. Korban diletakkan pada salah satu sisinya dengan bagian lengan bawah berada di depan badan. Terdapat beberapa variasi posisi penyembuhan ini, masing-masing memiliki keuntungan tersendiri. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban.204,205 posisi haruslah stabil, hampir lateral sempurna, dnegan kepala bersandar dan tidak ada penekanan pada dada agar tidak menganggu pernafasan (Kelas IIa, LOE C). Studi pada sukarelawan normal
206

menunjukkan bahwa

mengekstensikan lengan bawah diatas kepala dan menekuk kepala kedalam lengan, sambil melipat kedua tungkai, dapat dilakukan untuk korban yang tidak ada kecurigaan trauma spinal.207 Kondisi Resusitasi Khusus Sindrom Koroner Akut Di amerika serikat, penyakit jantung koroner menjadi penyebab dari satu untuk setiap 6 kasus perawatan rumah sakit pada tahun 2005 dan 1 dari setiap 6 kematian pada tahun 2006.208 American Hearth Association memperkirakan bahwa pada tahun 2010, 785.000 orang amerika akan menderita serangan koroner akut dan 470.000 akan mengalami serangan koroner berulang.208 setidaknya sekitar 70% kematian akan disebabkan oleh infark myokard akut (AMI) yang terjadi diluar rumah sakit, kebanyakan terjadi dalam 4 jam setelah onset gejala208,209 Pengenalan dini, diagnosis, dan pengobatan AMI dapat meningkatkan hasil akhir dengan cara mencegah kerusakan lebih lanjut pada jantung,210 namun pengobatan hanya efektif bila diberikan dalam beberapa jam pertama setelah onset gejala.211 Pasien dengan resiko menderita sindrom koroner akut (ACS) dan juga keluarganya harus diajarkan untuk mengenali gejala-gejala ACS dan agar segera mengaktifkan sistem EMS ketika gejala tersebut muncul, dan bukannya malah menunda perawatan dengan mengontak keluarga-keluarga yang lain, menelepon dokter, atau membawa sendiri pasiennya ke rumah sakit. 32 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Gejala klasik dari sindrom ACS adalah rasa tidak nyaman pada dada, rasa tidak nyaman di area atas tubuh lainnya, sesak, berkeringat, mual, dan kepala terasa ringan. Gejala AMI biasanya berlangsung lebih dari 15 menit. Gejala atipikal ACS mungkin lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, dan pasien diabetes, namun pasien manapun dapat menunjukkan gejala-gejala dan tanda atipikal.212214 Gejala dan tanda tidak dapat dijadikan sebagai konfirmator atau mengeluarkan kemungkinan diagnosis ACS sebab sensitivitas deteksi gejalanya berjarak antara 35% hingga 92% dan rentang spesifisitasnya antara 28% hingga 91%. Berbagai studi tidak mendukung penggunaan tanda dan gejala klinis apapun yang tidak disertai dengan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan penanda biomarker jantung, atau tes-tes diagnostik lain yang dapat memasukkan atau mengeluarkan kemungkinan ACS di departemen kegawatdaruratan pre-rumah sakit.215228 Untuk memperbaiki prognosis ACS, seluruh operator telepon dan sistem tanggap darurat harus dilatih untuk segera menyadari gejala-gejala ACS, bahkan bila gejalanya masih atipikal. Logis bila semua operator dapat memberikan instruksi pasien dengan gejala yang mirip gejala akibat jantung untuk segera mengunyah aspirin (160-325 mg), apabila pasien tidak ada riwayat menderita alergi aspirin dan tidak ada tanda-tanda perdarahan saluran cerna yang aktif maupun beberapa waktu sebelumnya (Kelas IIa, LOE C).229233 Petugas EMS harus memeriksa EKG 12-lead, menentukan onset gejala ACS, dan memberikan pengantar untuk psaien menuju ke rumah sakit tujuannya.229,234 Percobaan klinis menunjukkan adanya peningkatan prognosis pada pasien dengan infark myokardial yang disertai dengan elevasi segmen ST (STEMI) yang diantar oleh EMS langsung menuju ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan intervensi koroner perkutaneus (PCI)235237 bila pasien memiliki gambaran STEMI pada EKG nya dan bila PCI adalah cara yang dipilih untuk memberikan reperfusi, maka seharusnya pasien langsung diantar ke bagian instalasi yang memiliki fasilitas PCI, dan segera melewati departemen kegawatdaruratan yang perlu saja, pada sistem dimana interval waktu sejak kontak 33 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

medis pertama dan waktu balonisasi kurang dari 90 menit, dan waktu transportasi relatif pendek (kurang dari 30 menit), atau berdasarkan protokol EMS regional (Kelas IIa, LOE B). Tindakan awal yang harus dilakukan untuk EMT awal adalah memberikan oksigen selama pemeriksaan awal pasien dengan suspek ACS. Akan tetapi, tidak ada cukup bukti untuk melakukan penghentian suplai oksigen pada ACS tanpa komplikasi. Bila pasien mengalami sesak, hipoksia, dan mengalami tanda-tanda jelas akan kegagalan jantung, atau saturasi oksihemoglobinnya < 94% maka petugas harus segera memberikan oksigen dan mentitrasi terapi untuk memberikan konsentrasi oksigen serendah mungkin yang dapat mempertahankan saturasi oksihemoglobin >94% (Kelas I, LOE C).
238

Bila pasien belum memakan

aspirin dan tidak memiliki riwayat alergi aspirin dan tidak ada bukti bahwa ia sedang atau pernah mengalami perdarahan saluran cerna, maka petugas EMS harus memberikan pasien terapi aspirin nonenterik (160 hingga 325 mg) untuk dikunyah (Kelas I, LOE C).
229,234,239,240

Petugas EMS dapat memberikan

nitrogliserin untuk pasien yang mengalami nyeri dada dan suspek ACS. Meskipun juga dianjurkan pemberian nitrogliserin pada pasien yang stabil hemodinamiknya, tidak cukup bukti untuk menunjang atau menahan pemberian rutin nitrogliserin di departemen gawat darurat atau untuk pasien prerumah sakit dengan suspek ACS (Kelas IIb, LOE B).
241243

Nitrat dalam segala bentuknya di kontraindikasikan

pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau 30 mmHg dibawah nilai awal dan pada pasien dengan infark ventrikel kanan (lihat bab 10). Harus diperhatikan pada pasien yang telah diketahui adanya STEMI dinding inferior dan dilakukan EKG pada sisi kanna jantung untuk mengevaluasi adanya infark di ventrikel sebelah kanan. Pemberian nitrat harus dengan sangat hati-hati, untuk semuanya, terutama pada pasien dengan STEMI inferior dan suspek keterlibatan ventrikel Kanan sebab pasien-pasienini membutuhkan preload RV yang cukup. Nitrat di kontraindikasikan ketika pasien telah mengkonsumsi phosphodiesterase5 (PDE-5) inhibitor dalam jangka waktu 24 jam sebelumnya (48 jam untuk tadalafil). Untuk pasien yang didiagnosa STEMI sebelum ia masuk rumah sakit, petugas EMS harus memberikan analgesik yang sesuai seperti morfin intravena, untuk nyeri dada yang menetap (Kelas IIa, LOE C). Petugas EMS dapat 34 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

mempertimbangkan untuk memberikan morfin intravnea untuk seluruh nyeri dada yang tidak berespon terhadap nitrogliserin (Kelas IIb,LOE C). Akan tetapi, morfin harus digunakan hati-hati pada Angina tidak stabil (UA)/ NSTEMI sebab ditemukan adanya peningkatan mortalitas pada pemberiannya. Informasi tambahan mengenai penilaian dan pengobatan pasien ACS dan STEMI akan dibahas di bab 10 : sindrom koroner akut

Stroke Hampir 800.000 orang menderita stroke setiap tahunnya di Amerika Serikat, dan stroke adalah penyebab utama dari kecacatan jangka panjang dan kematian.
245

terapi fibrinolitik yang diberikan pada beberapa jam pertama setelah onset gejala akan menurunkan cedera neurologik dan meningkatkan prognosis pada pasienpasien tertentu dengan stroke iskemik akut.
246249

akan tetapi, kemungkinan

berhasilnya sangat terbatas. Terapi yang efektif membutuhkan deteksi dini gejala stroke, aktivasi langsung sistem EMS dan hubungan langsung ke operator EMS; triase yang tepat di pusat penanganan stroke, surat pengantar yang tepat, triase yang cepat, evaluasi,, dan manajemen di UGD; serta pemberian terapi fibrinolitik secepat-cepatnya untuk pasien yang memenuhi syarat. Untuk informasi tambahan mengenai langkah-langkah ini, lihat pedoman AHA / Pedoman American Stroke Association (ASA) mengenai cara menangani stroke iskemik akut dan bab 11 : stroke pada orang dewasa.250,251 pasien dengan risiko tinggi stroke,atau anggota keluarganya, dan petugas BHD harus belajar mengenai cara mengenali tanda dan gejala stroke dan segera memanggil petugas EMS sesegera mungkin bila terdapat gejala apapun yang mirip stroke (Kelas I, LOE C). Tanda dan gejala stroke adalah rasa kebas atau lemah pada wajah, lengan, atau tungkai kaki, terutama pada salah satu sisi tubuh; kebingungan tiba-tiba, masalah berbicara, atau mengerti pembicaraan; kehilangan penglihatan tiba-tiba pada satu atau kedua mata; tibatiba sulit berjalan, rasa pusing, kehilangan keseimbangan atau kordinasi; serta nyeri kepala tiba-tiba dan berat tanpa penyebab yang pasti.252,253 35 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Komunitas dan pelajar profesional wajib meningkatkan kemampuan pengenalan strokenya dan segera mengaktivasi EMS.254256 opertor EMS harus dilatih untuk mencurigai adanya stroke dan segera menghubungi responder tanggap darurat. Petugas EMS harus bisa langsung melakukan pemeriksaan stroke diluar rumah sakit (Kelas I, LOE B257259), Menentukan waktu terjadinya onset gejala bila memungkinkan, memberikan bantuan kardiopulmoner, dan mencari tahu kemana rumah sakit yang dapat menerima pasien dengan kemungkinan stroke.
262 260

sistem EMS harus memiliki protokol yang mengatur agar bagian yang

mentriase pasien langsung mengantarnya ke pusat stroke (Kelas I, LOE B


261,263,264

). Penting untuk anggota keluarga agar menemani pasien selama transport

untuk memverifikasi kapan onset gejala terjadi dan memberikan persetujuannya apabila diperlukan terapi intervensional. Pasien dengan stroke akut beresiko untuk mengalami gangguan pernafasan, dan kombinasi perfusi yang buruk serta hipoksemia dapat menyebabkan perluasan cedera iskemik otak yang akhirnya akan memperburuk keadaan pasien.265 baik petugas yang berada diluar rumah sakit maupun didalam rumah sakit harus segera memberikan tambahan oksigen untuk pasien yang hipoksemia (yaitu pasien dengan saturasi < 94%) (Kelas I, LOE C). Atau pasien dengan saturasi oksigen yang tidak diketahui. Tidak ada data yang dapat mendukung inisiasi intervensi untuk pasien hipotensi pada lingkungan diluar rumah sakit. (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), intervensi pre-rumah sakit untuk menangani tekanan darah tidaklah dianjurkan (Kelas III, LOE C). Informasi tambahan mengenai cara menangani stroke akan dibahas pada bab 11 : Stroke pada orang dewasa. Tenggelam Tenggelam adalah penyebab kematian yang dapat dicegah pada sekitar 3500 orang amerika setiap tahunnya.266 selama lebih dari 25 tahun terakhir, insidens tenggelam yang fatal telah menurun signifikan dari 3,8 kematian per 100.000 populasi pada tahun 1970 menjadi 1,2 di tahun 2006.266 Durasi dan keparahan hipoksia yang terjadi akibat tenggelam adalah satu-satunya penentu utama prognosisnya nanti267,268 Para penolong harus memberikan CPR, terutama 36 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

menyelamatkan pernafasan, segera setelah korban yang tidak responsif diangkat dari air (kelas I, LOE C). Ketika menyelamatkan korban tenggelam di umur berapapun, penting untuk penolong yang sendirian agar memberikan 5 siklus CPR (sekitar 2 menit) sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem EMS. Ventilasi mulut-ke-mulut di dalam air dapat berguna bila diberikan oleh penolong yang terlatih (Kelas IIb, LOE C269). Kompresi dada sulit untuk dilakukan di air, tidak efektif dan dapat menyebabkan cedera yang lebih berat baik untuk penolong maupun korbannya. Tidak ada bukti yang menyetakan bahwa air dapat menjadi benda asing penyumbat nafas. Manuver untuk mengeluarkan benda asing penyumbat jalan nafas (Foreign-body airway obstruction- FBAO) tidak direkomendasikan untuk pasien yang tenggelam sebab manuver tersebut tidaklah dibutuhkan dan dapat menyebabkan cedera berupa aspirasi muntahan dan menyebabkan penundaan CPR.270 Penolong harus segera mengeluarkan pasien dari air dengan secepat-cepatnya dan segera memulai resusitasi secepat mungkin. Cedera sumsum tulang belakang jarang terjadi diantara korban tenggelam yang berat.271 Korban dengan tandatanda cedera klinis yang jelas, intoksikasi alkohol, atau riwayat menyelam ke air yang dangkal mengalami resiko untuk cedera sumsum tulang belakang yang lebih besar, dan petugas kesehatan akan mempertimbangkan untuk memberikan stabilisasi dan immobilisasi sebisa mungkin pada bagian spinal servikal dan thorakal korban ini.272 Hipotermia Pada korban yang tidak bersepons dan hipotermia, penilaian pernafasan dan pulsasi sangat sulit dilakukan karena frekuensi jantung dan pernafasannya dapat sangat lambat, tergantung dari derajat hipotermianya. Bila korban tidak berespons dan memiliki pernafasan yang tidak normal, penolong lapangan harus segera memulai kompresi dada segera (lihat bab 12 : Henti jantung pada kondisi khusus). Bila korban dewasa tidak berespons dan tidak ada 37 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

nafas atau pernafasannya tidak normal (yaitu terengah-engah) petugas kesehatan dapat mengecek pulsasi namun segera memulai CPR bila dalam 10 detik ia tidak langsung menemukan pulsasinya. Jangan menunggu untuk mengecek temperatur korban dan jangan menunggu pasien dihangatkan sebelum memulai CPR. Untuk mencegah kehilangan panas lebih lanjut, lepaskan pakaian yang basah dari korban; isolasi atau tutupi korban dari angin, panas, atau dingin; dan bila perlu, ventilasi pasien oksigen yang dihangatkan dan di lembabkan. Cegah pergerakan yang kasar, dan transportasikan korban ke rumah sakit terdekat secepat mungkin. Bila VF terjadi, petugas UGD harus memberikan shock menggunakan protokol yang sama dengan korban henti jantung dengan suhu normal (Lihat bab 12 : Henti jantung pada kondisi khusus). Untu pasien henti jantung yang hipotermia, lanjutkan usaha resusitasi hingga pasien dievalusasi oleh petugas kesehatan yang lebih ahli. Pada kondisi diluar rumah sakit, penghangatan yang pasif dapat digunakan hingga alat penghangat aktif telah tersedia. Obstruksi Benda Asing di Jalan Nafas (Tersedak) Kematian akibat obstruksi benda asing (Foreign Body Airway Obstruction FBAO) jarang terjadi, namun dapat dicegah.273 kebanyakan kasus FBAO terjadi pada orang dewasa pada saat sedang makan.274 Kebanyakan kejadian tersedak pada bayi dan anak-anak terjadi saat makan atau bermain ketika orang dewasa atau perawat anak sedang ada mengawasi. Kejadian tersedak biasanya ada yang menyaksikan, dan penolong biasanya akan segera melakukan pertolongan disaat korban masih responsif. Penanganan biasanya berakhir sukses dan kemungkinan selamat pasien dapat mencapai 95%.275 Mengenali Adanya FBAO Karena mengenali adanya FBAO adalah kunci dari hasil yang suksesl, maka diperlukan cara untuk membedakan kegawatdaruratan ini dari kondisi gawat lainnya seperti pingsan, serangan jantung, kejang, atau kondisi lain yang dapat 38 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

menyebabkan distress pernafasan akut, sianosis, atau kehilangan kesadaran. Benda asing dapat menyebabkan penyumbatan jalan nafas berat atau ringan. Penolong harus menginterverensi korban bila ia menunjukkan obstruksi jalan nafas berat. tanda-tanda ini adalah kurangnya aliran udara yang berat, kesulitan bernafas, seperti batuk yang tidak bersuara, sianosis, atau tidak mampu berbicara atau menarik nafas. Korban dapat memegangi lehernya, menggambarkan tandatanda universal tersedak. Segera tanyakan apakah kamu tersedak? bila pasien mengindikasikan ya dengan cara menganggukkan kepala tanpa berbicara, hal ini akan menandakan bahwa pasien mengalami penyumbatan aliran udara yang berat. Meredakan Obstruksi Benda Asing pada Jalan Nafas Ketika FBAO memberikan tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang berat, penolong harus segera bertindak cepat untuk meredakan obstruksi. Bila obstruksi ringan dan korban batuk keras, tidak usah mengintervensi batuk spontan dan usaha bernafas pasien. Berusahalah meredakan obstruksi hanya bila ada tanda-tanda obstruksi berat : batuk tanpa suara, kesulitan bernafas dan biasanya disertai dengan stridor atau pasien menjadi tidak sadar. Aktivasikan sistem EMS secepatnya bila pasien sulit bernafas. Bila ada lebih dari satu penolong, satu penolong segera menelepon 911 dan yang lainnya mendekati korban yang tersedak. Data klinis mengenai efektivitas manufer pereda FBAO biasanya merupakan data retrospektif dan anekdotal. Untuk orang dewasa yang responsif dan anak berusia 1 tahun dengan FBAO berat, laporan kasus menunjukkan kemanjuran dan efektivitas back blow atau slap276278 Abdominal Thrust ,275277,279,280 dan chest thrusts.276,281 dalam satu seri kasus 513 orang kejadian tersedak dimana EMS di panggil275 sekitar 50% obstruksi jalan nafas telah diredakan sebelum datangnya petugas EMS. Intervensi EMS dengan abdominal thrust biasanya sukses meredakan obstruksi pada lebih dari 85% kasus sisanya. Sedikit pasien dengan obstruksi persisten lainnya biasanya akan berespons terhadap usaha suction atau penggunaan forcep Magill. Kematian tejadi kurang dari 4%.275 39 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Meskipun chest thrusts, back slaps, and Abdominal Thrust mudah dilakukan dan efektif untuk meredakan FBAO berat pada pasien sadar (responsif) dewasa dan anak usia 1 tahun, untuk menyederhanakan latihan, direkomendasikan agar abdominal thrust diaplikasian secepatnnya hingga obstruksi menjadi reda (Kelas IIb, LOE B). Bila abdominal thrust thrust (Kelas tidak IIb, efektif, LOE B). penolong Penting dapat untuk

mempertimbangkan

chest

memperhatikan bahwa abdominal thrust tidak dianjurkan pada anak usia 1 tahun, sebab bisa menyebabkan cedera. Chest thrust sebaiknya dilakukan pada pasien obesitas bila penolong tidak dapat melingkarkan lengan di abdomen korban. bila korban tersedak berada pada kondisi hamil tua, penolong harus melakukan chest thrust dan bukan abdominal thrust. Bila korbandewasa dengan FBAO menjadi tidak responsif, penolong harus berhati-hati membaringkan pasien ke lantai, mengaktifkan EMS secepatnnya (atau menyuruh orang lain mengaktifkannya) dan memulai EMS. Petugas kesehatan berhati-hati meletakkan pasien di lantai, mengirim seseorang untuk mengaktifkan sistem respons tanggap darurat dan memulai CPR (tanpa mengecek pulsasi). Setelah 2 menit, bila seseorang belum melakuakn tindakan, petugas kesehatan harus mengaktifkan sistem respons tanggap darurat. Percobaan acak manuver membuka jalan nafas pada kadaver.282 dan studi prospektif pada sukarelawan yang dianastesi.281,283 Menunjukkan bahwa tekanan jalan nafas yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan melakukan chest thrust alih-alih abdominal thrust. Setiap kali jalan nafas dibuka selama CPR, penolong harus mengecek apakah ada benda tertentu didalam mulut dan jika menemukannya, harus di keluarkan. Cukup melihat kedalam mulut tidak akan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk ventilasi dan melanjutkan kompresi dada 30 kali. Tidak ada studi yang dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan rutin apusan jari untuk membersihkan jalan nafas dari obstruksi jalan nafas yang terliaht. Rekomendasi untuk menggunakan apusan jari pada pedoman yang lalu adalah berdasarkan laporan anekdotal yang menyatakan bahwa apusan itu penting untuk meredakan obstruksi jalan

40 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

nafas.276,277,284 Akan tetapi, laporan kasus juga mendokumentasikan adanya kemungkinan bahaya untuk korban 236,285,286 atau penolong. Kualitas BHD Kualitas CPR pada pasien henti jantung yang tidak dilakukan secara cepat baik didalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit biasanya berujung pada hasi yang buruk, dan metode harus dikembangkan untuk meningkatkan kualitas CPR yang diberikan pada korban henti jantung.73,9193,287 Beberapa studi menunjukkan adanya kemajuan dalam kecepatan kompresi, kedalaman kompresi dan pengembangan dada, kecepatan ventilasi, dan indikator aliran darah seperti CO2 diakhir tidal (PET CO2) ketika feedback real-timeatau alat yang tepat digunakan untuk menilai performa CPR yang diberikan.72,73,80,288293 akan tetapi, tidak ada studi yang mencatat peningkatan signifikan pada survival pasien akibat penggunaan alat feedback CPR pada kejadian henti jantung nyata. Alat feedback CPR lain dengan fitur accelerometer dapat mengoverestimasikan kedalaman kompresi ketika kompresi diberikan pada permukaan lunak seperti matras, karena kedalam pergerakan sternumnya sebagian disebabkan oleh pergerakan matras dan bukannya pergerakan anterior-posterior akibat kompresi dada.62,294 Meskipun demikian, CPR real-timedan teknologi feedback seperti alat pelacak visual dan auditorik dapat meningkatkan kualitas CPR (Kelas IIa, LOE B). Kesimpulan Langkah-langkah penting dalam melakukan BHD adalah : Pengenalan dini dan aktivasi sistem respons tanggap darurat secepat mungkin CPR dini dan Defibrillator cepat untuk kasus VF

Ketika seorang dewasa tiba-tiba pingsan, siapapun didekatnya harus mengaktifkan sistem tanggap darurat dan memulai kompresi dada (tergantung dengan pelatihan yang pernah diterimanya). Penolong lapangan terlatih yang mengerti dan petugas 41 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Berg et al BAB 5: Bantuan Hidup Dasar Dewasa

kesehatan harus memberikan kompresi dan ventilasi. Berbeda

dengan

kepercayaannya, CPR tidak berbahaya. Tidak bertindak lah yang berbahaya dan CPR dapat menjadi penyelamat nyawa. Akan tetapi, kualitas CPR juga sangat menentukan. Kompresi dada harus diberikan dengan cara menekan secara keras dan cepat di bagian tengah dada (kompresi dada harus cukup kuat dan dalam). Penolong harus memberikan kesempatan dada untuk mengembang diantara tiap kompresi dan meminimalisir interupsi kompresi dada. Juga harus dihindari pemberian ventilasi berlebihan. Bila tersedia, AED harus dipasangkan dan digunakan tanpa menunda kompresi dada. Dengan pengawasan dan pelaksanaan tindakan ini secara efektif akan banyak nyawa yang diselamatkan setiap harinya.

42 by guest on November 5, 2012 http://circ.ahajournals.org/ Downloaded from

Anda mungkin juga menyukai