Anda di halaman 1dari 3

5 MASALAH BESAR PENDIDIKAN DI INDONESIA

1. Kapitalisasi pendidikan Melalui kebijakan membadan usahakan dunia pendidikan, pendidikan dihadapkan pada biaya yang sangat mahal. Beberapa sekolah negeri yang berkatagori SBI dan Nasional Plus mematok harga masuk 5 !" juta, belum lagi spp bulanan # $"".""", %alhasil anak anak miskin tidak mungkin mendapatkan sekolah bermutu. P&N bergensi yang sudah B'MN pun berlomba lomba meningkatkan uang masuk, jalur biasa saja (spmb) bisa seharga !" juta untuk uang masuk, maka jalur luar biasa konon paling sedikitnya *" juta. %alhasil +,PI&,-IS,SI pendidikan akan memi.u /IS+0IMIN,SI P1N/I/I+,N. 2. UJIAN AKHIR NASIONAL Menteri pendidikan yang keras kepala tetap bersikukuh bah%a 2,N adalah penentu -2-2S &I/,+N3, SIS4,. +ekeras kepalaan Mentri Pendidikan bisa dimaklumi, latar belakangnnya sebagai ekonom M,5I, B10+1-13 menjadikan pemikirannya pun hanya berkutat pada suku bunga, in6lasi, in7estasi, dan pertumbuhan ekonomi yang semuanya dinilai dari super6a.ial atau makro saja. Maka ketika landasan ekonomi diterapkan pada pendidikan, analoginya adalah nilai 2,N8indikator pertumbuhan ekonomi, yang hanya dilihat dari B.IN/8in6lansi, M,&'8suku bunga, Pelajaran lainnya8in7estasi. 4alaupun parameter kelulusan hanya berdasarkan pada 2,N bertentangan dengan 6iloso6i kurikulum $""* (+&SP) yang sangat menjunjung proses, Mentri Pendidikan tidak perduli. S'94 M2S& B1 :9 9N (resiko jika menteri pendidikan dipegang oleh orang yang tidak mengerti pendidikan). 4alhasil guru berbuat .urang demi murid. +asus /eli Serdang bukan satu satunya kasus. Murid pun stress;.<ika ada penelitian tentang stress, maka bisa diprediksi;S&01SS pada sis%a dan guru bahkan orang tua sangat tinggi setiap 2,N. &etapi tentu saja, 2,N menguntungkan lembaga bimbingan belajar. Maka saya sarankan;semua sekolah di Indonesia ditutup saja=====semuanya diganti BIMBIN:,N B1-,<,0====+arena apakah itu SBI, Nasional Plus, atau ; jika yang dihargai pada akhirnya hanya nilai 2,N yang bisa didapatkan hanya le%at drill tanpa perlu proses==== <,/I 2,N ,/,-,' P1M,N/2-,N +01,&I5I&,S B,N:S,, /,N P1MI>2 +1&I/,+<2<20,N?B2/,3, +902PSI . Pendidikan !nt!k "en#etak $!%!& SM+ menjadi primadona dalam tiga tahun terakhir ini, mengapa@ SM+ diimagekan sebagai sekolah yang .epat menghasilkan uang. ,nak saya yang &+, ketika menyaksikan iklan SM+ berkata pada kakaknya, masuk SM+ aja nanti dikasih uang, kan ada iklannya. Sungguh melihat 6akta ini, saya jadi teringat pendidikan di Aaman kolonial Belanda, sekolah pertukangan dan pangepraja dibuka semurah murahnya dan sebanyak banyaknya, tujuannya adalah menghasilkan para buruh dan pega%ai bagi kepentingan Belanda. +ini setelah *B tahun Indonesia M10/1+,, sudah .ukup banyak sarjana , master, dan doktor sebagai konseptor bangsa, maka P1M10IN&,' SB3

mengembar gemborkan lagi, untuk menjadikan anak anak bangsa ini .ukup S1B,:,I B202', yang kemudian bisa diekspor sebagai &+I;.Ironis;==== '. Pen(anakti%ian Mad%asa& dan Pesant%en Madrasah masih menjadi anak tiri dalam pendidikan. Sekolah yang punya keunggulan dari sisi akhlak ini a.apkali dipandang sebelah mata. Sejak Aaman penjajahan pesantren dan madrasah adalah ka%ah .andra dimuka lahirnya para pejuang yang membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Mungkin ketakutan ini masih menyelimuti kebijakan pendidikan Indonesia yang lebih pro sekuler ketimbang islam. 4alhasil;madrasah nasibnya sangat mengkha%atirkan;dan senantiasa tertinggal;.padahal madrasah ada dan hidup ditengah masyarakat yang marjinal, sehingga memajukan madrasah berarti mengeluarkan masyarakat dari kemarjinalan. 5. )a*i$ $ela*a% Mahalnya biaya sekolah, membuat orang miskin memilih perut ketimbang pendidikan. Program sekolah gratis hanya ilusi, pada kenyataannya orang miskin tetap mengeluarkan biaya untuk seragam, sepatu, trans6ortasi, dan buku. 2ntuk masuk S/?SMP saja, biaya seragam, sepatu, dan buku tulis bisa men.apai 5"".""", sedangkan untuk trans6ortasi bisa memakan biaya *""" per hari, belum lagi jajan harian anak di sekolah misalkan !""" perhari. 4alhasil C.""" sehari harus dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anak anaknya disebuah sekolah gratis;..bagi orang miskin biaya ini .ukup besar, karena C.""" lebih baik digunakan untuk membeli ! liter beras, daripada sekolah. Satu sisi banyak sekolah yang tidak menginginkan jadi sekolah gratis, karena pamornya jadi turun dan guru pun tidak mendapat in.ome tambahan@@@@@ Ironisnya 4,<IB B1-,<,0 S2/,' /I/1N:2N:+,N S1<,+ B" &,'2N 3,N: -,-2, /,N S,MP,I S1+,0,N: B1-2M BIS, &10>,P,I B,'+,N M,+IN M1MB202+@@@@ P,/, ',0I P1N/I/I+,N N,SI9N,-, ',02S /I,+2I;.S1>,0, SIS&1M N1:,0, +I&, S1/,N: M1N2<2 +1B,N:+02&,N S1>,0, &9&,-. /ari beberapa .atatan ke.il tersebut, perlu disampaikan beberapa pokok pikiran yang harus segera direspons se.ara terbuka dan di.arikan solusi konkret terhadap permasalahan yang mengemuka. D Pertama, bagaimana semua pihak yang terkait dengan proses penyelenggaraan pendidikan ini se.ara serius memperhatikan sarana penunjang pendidikan yang dibutuhkan anak didik di madrasah. /i antaranya, rasio kebutuhan buku paket?buku pegangan sis%a, laboratorium, dan sarana pendukung lainnya seperti perpustakaan yang selama ini sangat minim dibanding lembaga pendidikan umum. D +edua, meran.ang pola rekrutmen guru dalam rangka menyediakan tenaga guru yang memenuhi standardisasi, kuali6ikasi, dan kompetensi di bidang pendidikan, serta berdedikasi tinggi.

D +etiga, tampaknya perlu mulai dipikirkan subsidi silang, EEs%astanisasi terhadap sekolah sekolah negeri (umum) yang sudah mapan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Sehingga, berbagai bentuk subsidi dapat dialokasikan se.ara seimbang kepada sekolah sekolah yang masih terpinggirkan, khususnya kepada madrasah yang selama ini lebih banyak bergantung kepada s%adaya masyarakat. D +eempat, tidak ada lagi dikotomi antara lembaga pendidikan umum dengan madrasah. Sebab, itu akan menimbulkan kekeliruan pemahaman di kalangan masyarakat luas, yang pada akhirnya menghambat proses penyelenggaraan pendidikan nasional yang sama sama bertujuan men.erdaskan anak bangsa. D /an kelima, memberi kesempatan seluas luasnya kepada masyarakat untuk memosisikan diri, peran, serta partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan se.ara utuh, sebagaimana pada a%al a%al keberadaan madrasah, apalagi bila mampu menyediakan orang tua asuh bagi sis%a yang kurang mampu. /engan mengurai berbagai permasalahan pendidikan keagamaan di Indonesia, kita menjadi lebih .ermat, peduli dan nampaknya, hal penting lain perlu diingat pula sbb F Sebenarnya, pemerintahan mana pun tak ingin terjadi adanya ketimpangan sosial dikarenakan ke.emburuan pengelola dan pemerhati madrasah di Indonesia. +arena itu, perlu dibuat klausul dalam peraturan pemerintah tentang persentase dana anggaran pendidikan agama. <ika madrasah tetap berada di ba%ah binaan /epag, dalam hal ini Menteri ,gama, pemerintah pusat perlu memikirkan sumber tambahan anggaran untuk meningkatkan pembinaannya sehingga kesan marjinalisasi madrasah bisa terhapuskan. Saat ini permasalahan yang .ukup mendasar pada 0an.angan Peraturan Pemerintah (0PP) tentang Pendidikan ,gama dan Pendidikan +eagamaan adalah potensi mutual thro%ing, dikarenakan beda penerjemahan tentang otoritas kebijakan pemerintah pusat dan daerah. 'al ini harus disikapi melalui peraturan daerah sebagai penegasan atas pembagian tugas masing masing pemegang kebijakan. +emudian juga desain sentralisasi pembinaan madrasah saat ini apakah masih e6ekti6 untuk men.apai dan menjaga 7isi, misi, dan tujuan pendidikan nasional@ <ika dianggap masih bisa, maka /epag perlu melakukan upaya optimalisasi koordinasi dengan /e%an Pendidikan dan +omite Se kolah, di samping meningkatkan akuntabilitas lembaganya.

Anda mungkin juga menyukai