Anda di halaman 1dari 5

TENGGELAM

Tenggelam didefinisikan oleh ILCOR (International Liaison Committee on

Resuscitation) sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernapasan primer


akibat submersi/imersi pada media cair. Submersi merupakan keadaan di mana seluruh tubuh, termasuk sistem pernapasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan, imersi berarti keadaan di mana terdapat air/cairan pada sistem konduksi pernapasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernapasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu, terjadi laringospasme. Henti napas atau laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.

Patofisiologi jejas akibat tenggelam2


Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan napas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemungkinan aspirasi, dan diikuti dengan henti napas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban berisiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem saraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksi membuat relaksasi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru. Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokonstriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan mengganggu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus, interstitial paru, dan membran basal alveolar sehingga paru menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentrasi elektrolit serum.2

Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.1 Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

Bantuan Hidup Dasar


Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran.2 Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat. 1 Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:

Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada Listen, yaitu mendengarkan suara napas Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth

to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma.4


Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut.

Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.1 Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2.1Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.3 Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.1

Bantuan hidup lanjut


Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal. Indikasi intubasi yaitu:3

Pasien yang tidak memiliki pO2 lebih dari 60 70 mmHg pada dewasa atau >80 mmHg pada anak-anak setelah pemberian oksigen 100% Penurunan kesadaran dan kemampuan untuk mempertahankan jalan napas Kegagalan pernapasan, dengan PaCO2 >45 mmHg Hasil analisis gas darah arterial yang buruk

Beberapa teknik dalam intubasi trakeal yaitu:

CPAP atau BiPAP (bilevel positive airway pressure) dapat digunakan pada pasien yang kesadarannya baik PEEP (positive end-respiratory pressure) digunakan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan cara:3
o o o o

Memindahkan air pada interstitium paru ke kapiler Meningkatkan volume paru dengan menghindari kolaps jalan napas Memperbaiki ventilasi alveolar dan menurunkan aliran darah kapiler Meningkatkan diameter saluran napas untuk meningkatkan efisiensi ventilasi

ECMO Bronkoskopi, digunakan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas Terapi surfaktan

Pengukuran titrasi oksigen yang masuk melalui inspirasi dapat dilakukan dengan oksimetri pulsasi dan analisis gas darah arteri. Setelah pemasangan tuba trakeal, titrasi oksigen darah dilakukan hingga SaO2 mencapai 94 98%.1 Korban yang memiliki suhu <320C setelah tenggelam dapat mengalami penurunan metabolisme dan pemusatan vaskularisasi ke organ vital, yaitu jantung, paru, dan otak. Selain itu, penurunan suhu ini dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan gangguan otak, sehingga dibutuhkan penghangatan yang segera. Penghangatan ini dapat dilakukan dengan pemberian O2 yang hangat, infus cairan isotonik pada 400C, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemasangan kateter urin. 2

Perawatan post-resusitasi
Sindrom respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) biasanya terdapat pada korban tenggelam. Hal ini dapat ditangani dengan penggunaan ventilator protektif. Selain itu, perlu ditangani hipoksia yang dapat terjadi.1

Prognosis dari korban tenggelam tergantung pada beberapa faktor, seperti lama waktu tenggeam, temperatur air, tonisitas air, gejala, cedera yang menyertai korban

seperti cedera spinal, teknik penyelamatan, dan respon korban terhadap resusitasi inisial.2 disusun oleh Elisabet Lana Daftar pustaka: 1. Soar J, Perkins GD, Abbas G, Alfonzo A, Barelli A, Bierens JJLM, et al. Drowning. Resuscitation. 2010; 81: 1400 1433. 2. Wang TL. Management of Victims with Submersion Injury. Ann Disaster Med. 2004; 2: 89-96. 3. Shepherd SM. Drowning Treatment and Management [internet]. 2011 [diperbarui tanggal 28 Juni 2010; diunduh tanggal 20 Juni 2011]. Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/772753-treatment. Australian Resuscitation Council. Breathing [internet]. 2011 [diperbarui Desember 2010; diunduh 21 Juni 2011]. Diambil dari http://www.nzrc.org.nz/assets/Uploads/New-Guidelines/guideline-5dec10.pdf

Anda mungkin juga menyukai