Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.1. Tujuan Umum Praktikum ini memberikan pengertian dan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk dapat menentukan nilai penetrasi bahan bitumen sebagai salah satu parameter karakteristik utama bahan bitumen. Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa : Mengerti prosedur pengujian secara esensial. Mampu mengukur/menentukan nilai penetrasi bahan bitumen secara mandiri atau kelompok.
I.2. Terminologi PEN : Singkatan dari Penetrasi, yang didefinisikan sebagai kedalaman tembus (dalam 0,1 mm) jarum standar dengan berat standar, pada material bahan bitumen, pada rentang waktu standar dan dalam suhu standar. Stainless Steel : Bahan baja anti karat, yang dipilih sebagai bahan dasar jarum penetrasi. Bahan ini dipilih untuk menghindari atau paling tidak meminimalisasi terjadinya korosi pada jarum penetrasi, yang senantiasa terendam air. Hal tersebut karena, korosi pada jarum penetrasi sesungguhnya akan merancukan hasil pengujian penetrasi, karena adanya gesekan tambahan antara jarum dan material bahan bitumen. Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang diuji adalah dua (duplo) dan dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama. Waterbath : Bak air atau bejana yang memiliki perangkat pengatur suhu yang dapat mempertahankan suhu dengan ketelitian yang relatif tinggi dan dipergunakan sebagai tempat menyimpan sampel yang akan diuji. Suhu Ruang : Temperatur ruangan rata-rata 25C.
I.3. Teori Dasar Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian perilaku/respon material bahan bitumen tersebut terhadap suhu pada prinsipnya membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Dari sudut pandang rekayasa (engineering), ragam dan komposisi unsur penyusun bahan bitumen biasanya tidak ditinjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam respon material bahan bitumen tersebut diperkenalkan beberapa parameter, yang salah satunya adalah nilai PEN (Penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan bahan bitumen pada suhu standar 25C, yang diambil dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar, dengan beban standar (50 gr/100 gr), dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik). British Standard (BSI) membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10 macam, dengan rentang nilai PEN 15 s/d 450, sedangkan AASHTO mendefinisikan PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material bahan bitumen terkeras dan PEN 200-300 untuk material bahan bitumen terlembek/terlunak.
I.4. Prosedur Praktikum (AASHTO T 49-89:1990) I.4.1. Peralatan yang Digunakan 1. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm. 2. Pemegang jarum seberat (47,5 0,05) gr yang dapat dilepas dengan mudah dari alat penetrasi untuk peneraan. 3. Pemberat sebesar (50 0,05) gr dan (100 0,05) gr masing-masing dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 dan 200 gr. 4. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44C, atau HRC 54 sampai 60. Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung. 5. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar yang ratarata berukuran sebagai berikut: Tabel 1.1 Hubungan Penetrasi, Diameter Sampel dan Kedalaman Penetrasi di bawah 200 200 sampai 300 Diameter 55 mm 70 mm 2 Dalam 35 mm 45 mm
6.
Bak perendam ( waterbath), terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1C. Bejana dilengkapi dengan pelat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah permukaan air dalam bejana.
7. 8.
Tempat air untuk benda uji ditempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak.
9.
Pengukur waktu.
10. Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stop watch dengan skala pembagian terkecil 0,10 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,10 detik per detik. Untuk pengukuran penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi 0,10 detik. 11. Thermometer Tabel I.2 Bahan dan Peralatan yang Digunakan No. 1 Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan Cawan
Thermometer
Aspal
I.4.2. Penyiapan Sampel 1. Memanaskan contoh perlahan-lahan serta mengaduk hingga cukup air untuk dapat dituangkan. Memanaskan contoh untuk ter tidak lebih dari 60C di atas titik lembek, dan untuk bitumen tidak lebih dari 90C di atas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Aduklah perlahan-lahan agar udara tidak masuk ke dalam contoh. 2. Menuangkan ke dalam tempat contoh setelah cair merata dan diamkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Buatlah dua benda uji (duplo). 3. Menutup benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruangan selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk yang besar.
I.4.3. Pengujian Penetrasi 1. Letakkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukkan tempat air tersebut ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan. 2. Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji besar. 3. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian keringkan jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada pemegang jarum. 4. Letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 0,10) gram. 5. 6. Pindahkan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan benda uji. 7. Kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer sehingga jarum petunjuk berimpit dengannya. 8. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama jangka waktu (5 0,10) detik. 5
9.
Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,10 mm terdekat.
10. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk pekerjaan berikutnya. 11. Lakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemerikasaan dan tepi dinding berjarak lebih dari 1 cm.
Mulai
Penyiapan Sampel
Persiapan Alat
Ya
Pencatatan Hasil Pengujian Toleransi Uji Penetrasi Penentuan Nilai Penetrasi Benda Uji Selesai
1.4.5 Perhitungan dan Pelaporan Tabel I.3 Hubungan Nilai Penetrasi dan Toleransi Hasil Penetrasi Toleransi 0-49 2 50-149 4 150-199 6 200 8
Nilai penetrasi = (Penurunan Jarum) x (Faktor Kalibrasi) Sampel I - Pengamat I => 30 x - Pengamat II => 13 x - Pengamat III => 27 x - Pengamat IV => 27 x - Pengamat V => 24 x
1 = 3 mm 10
1 = 1.3 mm 10
1 = 2.7 mm 10
1 = 2.7 mm 10
1 = 2.4 mm 10
= 2.42 mm
Sampel II - Pengamat I => 26 x - Pengamat II => 23 x - Pengamat III => 22 x - Pengamat IV => 20 x - Pengamat V => 22 x
1 = 2.6 mm 10
1 = 2.3 mm 10
1 = 2.2 mm 10
1 = 2 mm 10 1 = 2.2 mm 10
= 2.26 mm
I.5.
Diskusi Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai
dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen dilakukan dengan cara melakukan penetrasi dengan menggunakan jarum penetrasi, dengan beban 100 gram selama 5 detik pada suhu sampel 25C. Dalam melakukan pengamatan derajat terjadi kesalahan dalam membaca data, hal ini disebabkan : 1. Kurang teliti dalam menentukan apakah jarum penetrasi telah menempel pada sampel. 2. Kurang tepat dalam menentukan waktu pembacaan penetrasi (5 detik). 8
3. Pada saat pengujian sulit untuk menentukan suhu sample tepat pada 25C.
I.6.
Kesimpulan 1. Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. 2. Pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen bertujuan untuk mengetahui kedalaman penetrasi bitumen/sampel pada suhu 25C dengan beban 100 gram dan tenggang waktu 5 detik. 3. Data hasil pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen sebagai berikut : No 1 Penetrasi pada suhu 25C, 100 gr, 5 detik Pengamat I I (mm) 30 x 13 x 27 x 27 x 24 x
1 =3 10
II (mm) 26 x 23 x 22 x 20 x 22 x
1 = 2.6 10 1 = 2.3 10
Pengamat II
1 = 1.3 10
Pengamat III
1 = 2.7 10
1 = 2.7 10 1 = 2.4 10
1 = 2.2 10
1 =2 10 1 = 2.2 10
Pengamat IV
Pengamat V
2.42 2.34
2.26
4. Berdasarkan Tabel 1.3. hubungan Nilai Penetrasi dan Toleransi, didapat nilai penetrasi antara 0-49 dengan nilai toleransi sebesar 2, sehingga data tersebut tidak memenuhi angka toleransi yang ditetapkan, hal ini disebabkan : Kurang teliti dalam menentukan bacaan jarum penetrasi. Kurang tepat dalam menetukan waktu pembacaan penetrasi (5detik). Pada saat pengujian sulit untuk menentukan suhu sampel tepat pada 25C.
BAB II BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER (Specific Gravity of Semi-Solid Bituminous Materials)
II.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dan Ter dengan piknometer. Sedangkan sasaram praktikum ini adalah mahasiswa mampu : Melakukan sendiri pemeriksaan dengan menggunakan alat piknometer dengan benar. Menentukan nilai berat jenis birunen dan ter.
II.2 Terminologi Bitumen Keras : Adalah bitumen yang berbentuk padat pada saat keadaan penyimpanan (suhu ruang). Ter : Material yang mirip dengan bitumen hanya saja merupakan hasil proses penyulingan dari batu bara. Nilai Penetrasi Bitumen : Nilai yang menyatakan derajat kekerasan bitumen hanya saja merupakan hasil penyulingan batu bara. Cutback grades bitumen : Jenis bitumen yang sudah berbentuk cair karena telah dicampur dengan bahan pencair yang mudah menguap seperti bensin, solar dan minyak tanah.
II.3 Teori Dasar Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat bitumen atau ter terhadap berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu, yaitu dilakukan dengan cara menggantikan berat air dengan bitumen dan / atau ter dalam wadah yang sama (yang sudah diketahui volumenya berdasarkan konversi berat jenis air sama dengan satu). Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu daru bitumen itu sendiri. Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya adalah sebagai berikut : Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 (untuk bitumen dengan penetrasi 300) sampai dengan 1,040 (untuk bitumen dengan penetrasi 25).
10
Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat jenis berlisar antara 1,015 sampai dengan 1,035. Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045 sampai dengan 1,065. Cutback grades dengan berat jenis nerkisar antara 0,992 sampar dengan 1,007.
II.4 Prosedur Praktikum (AASHTO T 228-90) II.4.1 Peralatan yang Digunakan 1. Termometer 2. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (250,1) C 3. Piknometer 4. Air suling sebanyak 1000 cm3 5. Bejana gelas
11
Tabel II.1 Bahan dan Peralatan yang Digunakan No. 1 Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan Piknometer
Thermometer
Aspal
II.4.2 Penyiapan Sampel 1. Contoh bitumen keras dipanaskan sebanyak 50 gram, sampai menjadi cair sambil diaduk untuk mencegah pemanasan setempat. Pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit pada suhu 56C di atas titik lembek. 2. Contoh tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi bagian.
12
II.4.3 Pengujian 1. Bejana diisi dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang terendam adalah 40 mm. Kemudian bejana tersebut direndam dan dijepit dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm. 2. Suhu bak perendam diatur pada suhu 25C 3. Piknometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg (A). 4. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diisi dengan air suling kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan. 5. Piknometer diletakan ke dalam bejana dan pentup ditekan hingga rapat, kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Bejana tersebut didiamkan di dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit, kemidian piknometer diangkat dan keringkan dengan lap. Lalu ditimbang dengan ketelitian 1 mg. 6. Benda uji tersebut dituang ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi bagian. 7. Piknometer dibiarkan sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan ditimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C). 8. Piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air suling dan ditutup tanpa ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar. 9. Bejana diangkat dari bak perendaman dan piknometer diletakan didalamnya dan kemudian penutup ditekan hingga rapat. Bejana dimasukan dan didiamkan ke dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit. 10. Piknometer diangkat, dikeringkan lalu ditimbang (D).
13
Mulai
Penyiapan Sampel
Persiapan Alat
(C A) (( B A) ( D C ))
Dimana : A B C D = berat piknometer (dengan pentup) = berat piknometer berisi air = berat piknometer berisi bitumen = berat piknometer berisi bitumen dan air (gram) (gram) (gram) (gram)
Sampel 1 : a. Perhitungan sampel 1 Berat piknometer (A) Berat piknometer + air (B) Berat Piknometer + contoh (C) = 15.6 gr = 40.1 gr = 27.2 gr
BJ1
Sampel 2 : Berat piknometer (A) Berat piknometer + air (B) Berat Piknometer + contoh (C) = 14.1 gr = 39.7 gr = 26.7 gr
BJ2
BJrata-rata =
II.5.
Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai berat jenis sebagai berikut : a. Sampel 1 BJ = 1.094 gr/cm3 b. Sampel 2 BJ = 1.105 gr/cm3 Berat jenis rata-rata = 1,099 gr/cm3 Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen
itu sendiri. Dari hasil perhitungan dan percobaan di laboratorium didapatkan nilai berat jenis sebesar 1,099 gr/cm3 sehingga termasuk dalam jenis Penetration grades bitumen, bitumen dengan berat jenis antara 1.010 ( untuk bitumen dengan penetrasi 300)
II.6.
Kesimpulan Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen
itu sendiri. Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya adalah sebagai berikut: 15
Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 (untuk bitumen dengan penetrasi 300)
Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat jenis berkisar antara 1,015 sampai dengan 1,035
Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar 1,045 sampai dengan 1,065 Outback grades bitumen dengan berat jenis antara 0,992 sampai dengan 1,007
16
BAB III TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER (Softening point of asphalt and Tar with Ring and Ball test)
III.1. Tujuan Umum Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pengertian secara esensial serta mampu mengukur/menentukan nilai atau suhu dari titik lembek aspal.
III.2. Terminologi Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang diuji adalh ganda dan dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama Ring & Ball : Istilah umum yang digunakan untuk menyatakan jenis praktikum ini (pemeriksaan titik lembek aspal dan Ter), karena peraltan utama yang digunakan adalah seperangkat cincin kuningan dan bola baja.
III.3. Teori Dasar Aspal adalah material termoplastis yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian perilaku/ respon material aspal tersebut terhadap suhu pada prinsipnya membentuk suatu spectrum. Tergantung dari komposisi unsurunsur penyusunnya. Percobaan ini dilakukan karena kelembekan ( softening) bahan-bahan aspal dan ter, tidak terjadi secara sekejap pada suhu tertentu, tapi lebih merupakan perubahan gradual seiring penambahan suhu. Oleh sebab itu, prosedur yang dipergunakan untuk menentukan titik lembek aspal atau ter, hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut, artinya penembahan suhu pada percobaan hendaknya berlangsung secara gradual dalam jenjang yang halus. Metode Ring and Ball yang umumnya diterapkan pada bahan aspal dan ter ini, dapat mengukur titik lembek bahan semi solid sampai solid.
17
III.4. Prosedur Praktikum (ASHTOO T 53-89:1990) III.4.1. Peralatan Yang Digunakan Cincin Kuningan Bola Baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 - 3,55 gram Dudukan Benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar yang mempunyai jarak tertentu. Bejana gelas tahan pemanasan mendadak, diameter dalam 8,5 cm dengan tinggi + 12 cm Termometer Penjepit Alat pengarah bola
18
Tabel III.1 Peralatan dan Bahan yang Digunakan No. 1 Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan Kompor Pemanas
Thermometer
III.4.2. Persiapan Sampel Memanaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung udara cepat keluar. Setelah cair merata menuangkan contoh kedalam dua buah cincin. Suhu pemenasan aspal tidak melebihi 56C diatas titik lembeknya dan untuk aspal tidak melebihi 111C diatas titik lembeknya. Memanaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang sampel dan meletakan kedua cincin diatas plat kuningan yang telah diberi lapisan dari campuran talk dan sabun. Menuangkan contoh kedalam kedua buah cincin, didiamkan pada suhu sekurangkurangnya 8 derajat celcius dibawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 3 menit. 19
Setelah dingin meratakan permukaan sampel dalam cincin dengan pisau yang telah dipanaskan.
III.4.3. Pengujian Titik Lembek Memasang dan mengatur kedua benda uji diatas kedudukan dan meletakan pengarah bola diatasnya, kemudian memesukan seluruh peralatan tersebut kedalam bejana gelas. Mengisi bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5 + 1)C sehingga tinggi permukaan air berkisar antar 101,1 sampai 108 mm Meletakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini antara kedua benda uji (kurang lebih dari 12,7 mm dari tiap cincin). Memeriksa dan mengatur jarak antara permukaan pelat dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm. Meletakan bola-bola baja yang bersuhu 5C dan ditengah permukaan masingmasing benda uji bersuhu 5C menggunakan penjepit dengan memasang kembali pengarah bola. Memanaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5C per menit. Kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama perbedaan kescepatan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5 derajat Celcius.
20
Mulai
Persiapan Alat
Tidak
III.4.4. Perhitungan dan Pelaporan Laporkan suhu pada setiap bola menyentuh pelat dasar. Laporkan suhu titik lembek bahan bersangkutan dari hasil pengamatan rata-rata dan bulatkan sampai 0.5C terdekat untuk tiap percobaan ganda (duplo). Catatan : apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan, maka pekerjaan harus diulangi.
21
Perhitungan benda uji I Titik lembek = 60,2C (didapat dari hasil praktikum) Pen = 2.42 (dari perhitungan Bab I)
A1 = (log 800 log pen) / (titik lembek 25) = (log 800 log 2.42) / (60,2 25) = 0.0715 PI1 = (20 500.A) / (1 + 50.A) = (20 500 x 0.0715) / (1 + 50 x 0.0715) = -3.45 Perhitungan benda uji II Titik lembek = 60,2C (didapat dari hasil praktikum) Pen = 2.26 (dari perhitungan Bab I)
A2 = (log 800 log pen) / (titik lembek 25) = (log 800 log 2.26) / (60,2 25) = 0.0724 PI2 = (20 500.A) / (1 + 50.A) = (20 500 x 0.0724) / (1 + 50 x 0.0724) = -3.50
III.5. Diskusi Titik lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai meleleh) dibawah kondisi spesifikasi dari test. Untuk aspal keras, besarnya titik lembek dihitung berdasarkan test ring and ball (Ring and Ball Apparaturs). Berdasarkan test/apparaturs yang ada disimpulkan bahwa pengujian titik lembek banyak dipengaruhi oleh : kualitas dan jenis cairan penghantar berat bola besi 22
jarak antara ring dengan pelat dasar dari besi besarnya suhu pemanasan Suhu pemanasan aspal maksimal adalah titik lembek perkiraan ditambah 50C (kira-kira 100C).
Lamanya pemanasan diatas api tidak lebih dari 30 menit dan dalam oven tidak lebih dari 2 jam.
Larutan gliserin dan talk digunakan pada permukaan pelat alas besi bukan pada dinding ring benda uji.
Contoh aspal yang telah dipanaskan, dituang kedalam cetakan benda uji dan didiamkan selama 30 menit, dipotong dengan spatula panas dan disimpan didalam ruangan pendingin ( 5C) selama 30 menit.
Aplikasi nilai titik lembek adalah : Dari hasil perhitungan didapat bahwa aspal yang diuji tidak peka terhadap temperature pada kedua benda uji. Didapat nilai A1 = 0.0715; PI1 = -3.45 dan A2 = 0.0724 ; PI2 =-3.50 Nilai diatas memenuhi syarat bahwa : 0.015 A 0.06 -3 PI +7
Masalah-masalah yang timbul dalam pengujian titik lembek dilaboratorium adalah: Tombol pengaturan besarnya api pemanasan kurang baik sehingga mempengaruhi pengaturan kacepatan kenaikan suhu sesuai persyaratan. Kecilnya skala pembacaan suhu thermometer berakibat kurangnya perkiraan suhu sehingga perlu diatasi penyediaan kaca pembesar agar pembacaan lebih tepat dan akurat. III.6. Kesimpulan Dari hasil perhitungan nilai PI diperoleh nilai PI Penetrasi (mm) 2.42 2.26 Titik Lembek (C) 60,2 60,2 PI
-3.45 -3.50
23
BAB IV TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR MENGGUNAKAN CLEVELAND OPEN CUP (Flash and Fire Points by Cleveland Open Cup)
IV.1. Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum Praktikum ini memberikan pengertian dan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk dapat menentukan nilai/suhu titik nyala dan titik bakar aspal. Setelah selesai melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa: Mengerti prosedur pengujan secara esensial Mampu mengukur/menentukan nilai/suhu titik nyala dan titik bakar aspal
IV.2. Terminologi Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang di uji adalah ganda dan dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama. Pilot : Pemancing terjadinya nyala api (flash point), berupa titik api yang digerak-gerakan diatas sampel yang dipanaskan, pada suhu mendekati nilai titik nyala api Bunsen : Alat pengatur nyala api yang berfungsi sebagai pengatur laju pemanasan, terutama menjelang dicapainya suhu titik nyala. Aspal cair : Aspal dalam bentuk cair, yang didapatkan dengan cara
mengembalikannya pada bentuk semula, sebelum kehilangan unsur pencairannya (minyak). Pengembalian bentuk tersebut dilakukan dengan mencampurkan kembali aspal padat dengan unsur yang dihilangkan pada proses penyulingan minyak bumi mentah ( crude oil). Unsur tersebut dapat berupa: Bensin Minyak Tanah Minyak Solar Pemilihan campuran disesuaikan dengan sifat aspal cair yang ingin didapatkan. Makin tinggi potensi penguapan dari unsur pencampuran, makin cepat aspal cair tersebut kembali menjadi bersifat padat.
24
IV.3. Teori Dasar Terdapat dua metode praktikum yang umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari bahan aspal. Praktikum untuk aspal cair ( cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan alat Tagliabue Open Cup. Sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya adalah sama, walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan asapal dipanaskan didalam tempat besi yang direndam didalam bejana air, sedangakan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakan di dalam air. Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan diatas permukaan sampel yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi sedangkan Titik Bakar ditentukan sebagai suhu dimana sampel terbakar.
IV.4. Prosedur Praktikum (AASHTO T 48-49: 1990) IV.4.1. Peralatan yang Digunakan 1. 2. 3. 4. Cawan Kuningan (Cleveland cup) Thermometer Nyala Penguji, yaitu nyala api. Yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter 3,2 sampai 4,8 mm dengan panjang tabung 7,5 cm. 5. 6. Pemanas Pembakaran gan atau tungku listrik atau pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar atas cawan. 7. 8. stop watch Penahan angin; alat yang menahan angin apabila sebagai pemanasan
25
Tabel IV.1 Peralatan dan Bahan Yang Digunakan. No. 1 Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan Aspal
Cawan
26
Thermometer
IV.4.2. Penyiapan Sampel 1. Panaskan contoh aspal antara 148,9C sampai 176C sampai cukup air. 2. Kemudian isikan cawan cleveland sampai garis dan hilangkan (pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.
IV.4.3. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar 1. Meletakkan cawan diatas kompor pemanas tetap dibawah titik tengah cawan. 2. Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan. 3. Memasang Thermometer, nyalakan kompor dan atur pemanasan sehingga kenaikan suhu adalah 15C tiap menit sampai mencapai suhu 56C dibawah titik nyala yang diperkirakan untuk selanjutnya kenaikan suhu 5C sampai 6C / menit. 4. Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji. 5. Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanas sehingga kenaikan suhu menjadi (15 + 1 ) permenit sampai benda uji mencapai 56C dibawah titik nyala perkiraan. 27
6. Mengatur kecepatan pemanasan 5C sampai 6C per menit pada suhu antara 56C dan 28C. 7. Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut menjadi 3,2 sampai 4,8 mm. 8. Memutar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam satu detik. Mengulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2C. 9. Melanjutkan pekerjaan diatas sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas permukaan benda uji 10. Membaca suhu pada termometer dan mencatat nya. 11. Melanjutkan pekerjaan pembacaan suhu sampai terlihat nyala yang akan lama sekurang-kurang nya 5 detik diatas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan catat hasil pembacaan.
Mulai
Penyiapan Sampel
Persiapan Alat
Pembuatan Benda Uji Pengesetan Benda Uji dan Cleveland Cup Pengujian Benda Uji
Tidak
Tidak
IV.4.4. Laporan dan Pembahasan Dari hasil pengujian didapat temperatur nyala adalah 324C dan titik bakar adalah 330C. Dari hasil yang diperoleh berarti memenuhi syarat minimum temperatur titik nyala oleh bina marga untuk aspal PEN 40 60 (200C). Titik nyala dan titik bakar aspal perlu diketahui karena: 1. Sebagai indikasi temperatur pemanasan maksimum dimana masih dalam batas-batas aman pengerjaan 2. Agar karakteristik aspal tidak berubah atau rusak akibat dipanaskan melebihi temperatur titik bakar.
Untuk mendapatkan temperatur titik nyala dan titik bakar yang akurat, perlu diperhatikan dalam pengujian sebagai berikut: 1. Tersedianya pelindung angin yang menjaga nyala api dari hembusan angin. 2. Kecepatan pemanasan dengan menggunakan bunsen (pengatur besar dan kecil nya api). 3. Pemberian api pemancing (pilot) dilakukan menjelang temperatur mendekati titik nyala perkiraan dengan memperhatikan: i. Jarak api pilot terhadap benda uji kurang lebih 10 mm. ii. Kecepatan lewat api pilot diatas muka benda uji kurang lebih 1 detik penjurusan. iii. Diameter api pilot berkisar 3,2 mm sampai 4,8 mm. iv. Cahaya ruangan diatur sedemikian rupa sehingga nyala api pilot dan nyala api pertama (pijaran api pertama terputus-putus dalam kurun waktu 5 detik) dapat terlihat jelas (dapat juga dilakukan di ruang gelap) v. Thermometer harus bersih dan skalanya terbaca jelas, diupayakan memakai bantuan kaca pembesar dalam pembacaannya.
29
V.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum Pemeriksaan ini bertujuan untuk menguji kekuatan tarik bahan bitumen dengan cara mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Setelah selesai melakukan praktikum ini, maka diharapkan mahasiswa : Menyiapkan bahan bitumen pada cetakan daktilitas, Menjalanakan dan mengerti cara kerja mesin uji daktilitas dengan benar Menentukan nilai daktilitas aspal dengan tepat
V. 2 Terminologi Kekuatan Tarik : Salah satu sifat bahan yang menyatakan besarnya kekuatan
bahan tersebut dengan menahan gaya tarik ( tensile stress). Biasanya dinyatakan dalam kN atau kg. Bitumen keras (suhu ruang) : Bitumen yang berbentuk padat saat keadaan penyimpanan
V.3 Teori Dasar Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur jarak terpanjang yang terbentuk dari bahan bitumen pada 2 cetakan kuningan, akibat penarikan dengan mesin uji, sebelum bahan bitumen tersebut putus. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 25 0 0.50 dan dengan kecepatan tarik mesin 50 mm per menit (dengan toleransi 5%). Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetahui salah satu sifat mekanik bahan bitumen yaitu seberapa besar bahan ini menahan kekuatan tarik yang diwujudkan dalam bentuk kemampuannya untuk memenuhi syarat jarak tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm) tanpa putus. Apabila bahan bitumen tidak putus setelah melewati jarak 100 cm, maka dianggap bahan ini mempunyai kemampuan untuk menahan kekuatan tarik yang tinggi.
30
V.4 Prosedur Praktikum (AASHTO 51-89) V.4.1 Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : Cetakan kuningan (seperti terlihat pada Gambar 5.1). Cetakan terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian yang disebut clip dengan sebuah lubang pada bagian belakang dan bagian samping cetakan yang berfungsi sebagai pengunci clip seblum cetakan ini diuji. Pada saat pengujian, bagian samping ini harus dilepas; Pelat alas cetakan; Bak perendam, isi 10 Liter yang dapat mempertahankan suhu pemeriksaan dengan toleransi yang tidak lebih dari 0.5 0 C dari suhu pemeriksaan. Kedalaman air pada bak ini tidak boleh kurang dari 50 mm dibawah permukaan air. Air di dalam bak perendam harus bebas dari oli dan kotoran lain serta bebas dari bahan organik lain yang mungkin tumbuh di dalam bak; Thermometer; Mesin uji daktilitas aspal yang dapat menjaga sampel tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran selama pemeriksaan; Alat pemanas, untuk mencairkan bitumen keras; Methyl alcohol teknik dan sodium klorida teknik.
V.4.2 Penyiapan Sampel / Benda Uji Menyusun bagian-bagian cetakan kuningan; Melapisi bagian atas dan bawah cetakan serta seluruh permukaan pelat alas cetakan dengan bahan campuran dextrin dan glycerin atau amalgam; Memasang cetakan daktilitas di atas pelat dasar; Memanaskan contoh bitumen kira-kira 100 gram sehingga cair dan dapat dituang. Untuk menghindarkan pemanasan setempat, dilakukan dengan hati-hati pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80 sampai 100 o C diatas titik lembek; Menuangkan contoh bitumen dengan hati-hati kedalam cetakan daktilitas dari ujung ke ujung hingga penuh berlebihan. Mendinginkan cetakan pada suhu ruang 30 sampai 40 menit lalu pindahkan seluruhnya kedalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan (sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit; 31
Meratakan contoh yang berlebihan dengan pisau atau spatula yang panas sehinggacetakan terisi penuh dan rata.
V.4.3 Pengujian Daktilitas Bahan Bitumen Sampel didiamkan pada suhu 25 o C dalam bak perendam selama 85 sampai 95 menit, kemudian lepaskan cetakan sampel dari alasnya dan lepaskan bagian samping dari cetakan; Pasang cetakan daktilitas yang telah terisi sampel pada alat mesin uji dan jalankan mesin uji sehingga akan menarik sampel secara teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai sampel putus. Perbedaan kecepatan 5% masih diijinkan; Bacalah jarak antara pemegang cetakan, pada saat sampel putus (dalam cm). selama percobaan berlangsung sampel harus terendam sekurang-kurangnya 2,50 cm dibawah permukaan air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 0,50) o C. V.4.4 Perhitungan dan Pelaporan Laporan hasil harga daktilitas benda uji didapatkan bahwa sampel tidak putus sampai menit ke 1805175 dengan mencapai panjang 101 cm sehingga dianggap sampel memiliki daktilitas yang baik.
V.5 Diskusi Pada saat pengujian, apabila sampel menyentuh dasar mesin uji atau terapung pada permukaan air maka pengujian dianggap gagal tidak normal. Untuk menghindari hal semacam ini maka berat jenis air harus disesusaikan dengan berat jenis sampel dengan menambahkan methyl alcohol atau sodium klorida. Apabila pemeriksaan normal tidak berhasil setelah dilakukan tiga kali, maka dilaporkan bahwa pengujian daktilitas bahan bitumen tersebut gagal. Mesin uji biasanya mempunyai alat ukur sampai dengan 100 cm. Hal yang sering terjadi dalam pemeriksaan daktilitas adalah bahwa jarak penarikan sampel umumnya selalu diatas 100 cm yang menunjukkan bahwa sampel ini mempunyai daktilitas tinggi. Permasalahan yang timbul adalah akibat keterbatasan mesin uji dalam mengukur jarak putus sampel, kita tidak mengetahui seberapa besar kekuatan tarik yang dapat dipikul oleh sampel. Oleh karena itu masih diperlukan jenis pemeriksaan lain yang dapat mengukur kekuatan tarik bahan bitumen ini, tidak hanya mengukur panjang putus sampel tapi juga dengan mengukur kekuatan tarik maksimum yang dapat dipikul oleh bahan bitumen. 32
V.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum Praktikum ini bertujuan untuk menentukan bitumen keras (dengan menggunakan alat Saybolt) maupun bitumen cair (dengan menggunakan alat Engler). Sedangkan sasaran praktikum ini adalah agar mahaiawa mampu: Mengerti dan menggunakan alat Saybolt dan Engler, Menentukan viskositas bitumen absolute dan kinematik
V. 2 Terminologi Furol Viskositas Saybolt Furol : singkatan dari fuel and road oils; : waktu alir (dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml sampel untuk melalui lubang furol di bawah kondisi tertentu. Nilai Viskositas yang terjadi kemusian dinyatakan sebagai Saybolt Furol Second (SFS) pada temperature tertentu; Viskositas Saybolt Universal : waktu alir (dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml sampel untuk melalui lubang universal di bawah kondisi tertentu. Nilai viskositas yang terjadi kemudian dinyatakan sebagai Saybolt Universal Second (SUS) pada temperature tertentu; Viskositas Kinematik Bitumen Keras : Viskositas dari bitumen cair jensi cutback bitumen; : bitumen yang berbentuk padat pada saat keadaaan penyinpanan ( suhu ruang) Cutback Bitumen : Bitumen berbentuk cair yang merupakan hasil pencampuran bitumen keras dengan bahan pencair yang mudah menguap seperti bensin, solar, dan minyak tanah.
V.3 Teori Dasar Tingkatan material bitumen dan suhu yang digunakan sangat tergantung pada kekentalannya. Kekentalan bitumen sangat bervariasi terhadap suhu, dari tingkatan padat, encer, sampai tingkat cair. Hubungan antara kekentalan dan suhu adalah sangat penting dalam perencanaan dan penggunaan material bitumen. Kekentalan akan berkurang (dalam hal ini bitumen menjadi lebih encer) ketika suhu meningkat. 33
Kekentaan absolute atau kekentalan dinamik dinyatakan dalam satuan Pa detik atau poises ( 1 poise = 0,1 Pa detik). Viskositas kinematik dinyatakan dalam satuan cm 2/detik). Karena kekentalan kinematik sama dengan kekentalan absolute dibagi dengan berat jenis (kira-kira 1 cm2/detik untuk bitumen), kekentalan absolute dan kekentalan kinematik mempunyai harga yang relative sama apabila kedua-duanya dinyatakan masing-masing dalam poises dan stokes. Pada praktikum ini, kekentalan/viskositas absolute dinyatakan oleh waktu menetes (dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml sampel untuk melaluio suatu lubang yang telah dikalibrasi, diukur di bawah kondisi tertentu. Waktu ini kemudian dikoreksi dengan suatu koefisien tertentu dan selanjutya dilaporkan sebagai nilai viskositas dari sampel tersebut pada suhu tertentu. Sedangkan viskositas kinematik dinyatakan oleh waktu yang dibutuhkan oleh bitumen cair dengan suhu 600 C untuk mengisi penuhnyalabu gelas.
Pemeriksaan Viskositas Bitumen dengan ALat Saybolt V.4 Prosedur Praktikum V.4.1 Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut: Saybolt viscosimeter dan bak perendam, seperti yang terlihat pada gambar Penyumbat tabung viscosimeter; Dudukan atau penyangga thermometer; Thermometer untuk viskositas Saybolt; Thermometer untuk bak perendam; Saringan dengan ukuran saringan 100; Labu penampung Alat pencatat waktu dengan internal 0,10 detik dan mempunyai ketelitian hingga 0,1 % bila diuji dengan menggunakan interval 60 menit; Lubang universal, digunakan untuk bahan yang mempunyai kekentalan (32 1000) detik; Lubang furol, digunakan untuk bahan yang mempunyai kekentalan yang lebih besar dari 25 detik.
34
V.4.2 kalibrasi dan Standarisasi Alat Untuk Saybolt Universal Viscosimeter : Kalibrasi viscosimeter dalam periode waktu yang tidak lebih dari 3 tahun sekali dengan mengukur waktu alir pada suhu 37,80C (1000F) sesuai prosedur kalibrasi standar dengan menggunakan oli standar, sesuai dengan table 8.2;
Suhu Pengujian Standar 21.11 25.0 37.8 50.01 54.4 60.0 82.2 98.9
Thermometer Batas (0C) 19-27 19-27 34-42 49-57 49-57 57-65 79-87 95-103 Ketelitian (0C) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
Waktu alir viskositas ali standar seharusnya sama dengan waktu alir dari viskositas Saybolt. Jika waktu alir tersebut berbeda lebih dari 0,20 %, hitung faktor koreksi F dengan cara sebagai berikut: F = V/t
Dimana:
F = faktor koreksi V = kekentalan standar T = waktu alir pada 37,8 0 C (dalam detik)
Gunakan faktor koreksi untuk kekentalan pada berbagai suhu apabila kalibrasi alat viscosimeter menggunakan ali standar yang mempunyai waktu alir antara 200 600 detik;
Untuk Saybolt Furol Viscosimeter: Kalibrasi viscosimeter dalam periode waktu yang tidak lebih dari 3 tahun sekali dengan mengukur waktu alir pada suhu 500C (1220F) dengan cara yang sama dengan prosedur yang digunakan pada Saybolt Universal Viscosimeter, dengan menggunakan viskositas oli standar yang mempunyai waktu alir minimum 90 detik; Faktor koreksi diberikan bila waktu alir dari viskositas oli standar berbeda 0,10% dari waktu alir viskositas Saybolt. V.4.3 Penyiapan Alat Gunakan ujung lubang universal untuk oli dan contoh yang mempunyai waktu alir lebih besar dari 32 detik. Cairan dengan waktu yang lebih besar dari 1000 detik tidak cocok diuji dengan menggunakan lubang ini; Gunakan ujung lubang furol untuk oli dan contoh yang mempunyai waktu alir lebih besar sari 25 detik; 36
Bersihkan cairan viscosimeter dengan cairan pelarut sperti premium, kemudian buang dan keringkan viscosimeter sampai semua cairan pelarut tidak ada di dalam viscosimeter;
Denagn cara yang sama bersihkan labu penampung; Tempatkan viscosimeter dan bak perendam di tempat yang perubahan suhu ruangan kecil dan bebas dari uap air atau debu; Sumbat bagian bawah viscosimeter dengan rapat dan kuat menggunakan gabus penutup; Tempatkan labu penampung tepat di bawah tengah-tengah viscosimeter dengan jarak 100-130 mm sehinggaaliran contoh tepat masuk melalui tengah-tengah leher labu; Letakkan saringan No.100 di atas viscosimeter; Tuangkan media (pilihan media bias dilihat di table 3) ke dalam bak paling sedikit 6 mm di atas garis batas bagian atas cairan ( over flow); Atur pengontrol suhu dalam bak perendam sehingga suhu dari contoh di dalam viscosimeter tidak berubah-ubah lebih besar dari 0,050C ( 0,100F) sesudah mencapai suhu pengujian;
50.0
Air Atau oli dengan viskositas 120 sampai 150 SUS pada 37.8 C
0
0.20
0.05
54.4
Air Atau oli dengan viskositas 120 sampai 150 SUS pada 37.8 C
0
0.30
0.05
60.0
Air Atau oli dengan viskositas 120 sampai 150 SUS pada 37.80C
0.50
0.05
82.2
Air Atau oli dengan viskositas 300 sampai 370 SUS pada 37.8 C
0
0.80
0.05
98.9
Air Atau oli dengan viskositas 300 sampai 370 SUS pada 37.8 C
0
1.10
0.05
37
V.4.4 Penyiapan sampel Sampel adalah contoh uji sebanyak 120 ml; Panaskan contoh, yang kental dan sulit untuk dituangkan pada suhu ruanagn, pada suhu 500C beberapa menit sampai dapat dituang; Jangan memanaskan bahan yang cepat menguap atau sedang menguap pada wadah yang terbuka; Apabila suhu pengujian si atas suhu ruang, panaskan contoh uji tidak lebih dari 37 0C di atas suhu penguapan.
V.4.5 Prosedur Pelaksaan Siapkan bak perendam dengan memilih suhu pengujian tertentu; Suhu pengujian standar untuk mengukur viskositas saybolt universal adalah 21.10C, 37.80C, 54.40C dan 98.90C; Suhu pengujian standar untuk mengukur viskositas saybolt furol adalah 25.00C, 37.80C, 50.00C dan 98.90C; Jika suhu pengujian yang dipilih berada di atas suhu kamar, pengujian bsa dipercepat dengan cara pemanasan contoh sampai mencapai suhu yang tidak lebih dari 1.7 0C di atas suhu pengujian; Aduk contoh hingga merata kemudian saring contoh melalui saringan dan langsung masukan ke tabung viskosimeter sampai pinggir atas tabung viskosimeter; Aduk contoh dalam viskosimeter denagn thermometer viscosimeter yang telah dilengkapi penyangga dengan kecepatan 30 50 putaran per menit. Apabila suhu contoh tetap konstan dengan toleransi 0,050C dari suhu pengujian selama pengadukan 1 menit, angkat termometernya; Ambil contoh yang berlebihan dengan penyedot sampai batas over flow; Cabut gabus dari viskosimeter dan mulai nyalakan pencatat waktu saat contoh menyentuh dasar labu; Matikan pencatat waktu apabila contoh tepat pada batas 60 ml labu viscosimeter; Catat waktu alir (t) dalam detik sampai 0.1 detik terdekat; Tutup lubang viscosimeter dengan alat penyumbat.
38
V.4.6 Perhitungan Viskositas kinetic (cst) : SFS (detik) x FK Dimana: SFS = Kekentalan Saybolt Furol yang telah dikoreksi dalam detik; FK = Faktor Koeksi, FK = 2,18 Pembacaan pada suhu 1200C
V.5 Pembahasan Penentuan kekentalan absolute denagn alat Saybolt ini sebenarnya kurang praktis, karena hasil yang didapat dari hasil percobaan tidak bisa digunakan langsung, tetapi harus dihitung dulu dengan menggunakan faktor koreksi. Tetapi dengan mengabaikan ketidakpraktisan di atas, sifat kekentalan material bitumen merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan perencanaan campuran maupun dalam pelaksanaan di lapangan. Di sini hubungan antara kekentalan dan suhu memegang peranan penting. Sebelum dilakukan perencanaan campuran, biasanya kekentalan material bitumen harus ditentukan dulu, karena bila tidak akan mempengaruhi sifat campuran bitumen selanjutnya. Misalnya pada suhu pencampuran tertentu, apabila viskositasnya terlalu tinggi, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan campuran. Sebaliknya pada suhu tersebut apabila viskositasnya terlalu rendah, maka bitumen menjadi kurang berperan sebagai bahan perekat pada campuran dan ini akan mengurangi stabilitas campuran.
V.6 Kesmpulan Pada percobaan viskositas ini didapat nilai viskositas pada suhu 1200C adalah 80.66.
39
V.1. Tujuan Umum dan Praktikum Praktikum ini memberikan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk dapat menentukan komposisi yang tepat antara agregat, aspal, dan material pengisi (filter) dalam campuran aspal dan agregat. Setelah selesai melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa : Mampu membuat campuran aspal dan agregat Mampu mengukur/menentukan karakteristik dan kinerja campuran aspal dan agregat Mampu menentukan kadar aspal optimum dari suatu campuran aspal dan agregat
V.2. Terminologi Stabilitas : Kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Flow : (Kelelahan); Perubahan bentuk plastis suatu campuran aspal yang terjadi akibat beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01. VIM : Voids in Mixture (Rongga didalam Campuran); Volume rongga yang berisi udara didalam campuran aspal, dinyatakan dalam % volume. VMA : Voids in Mineral Aggregate (Rongga terisi aspal); Volume rongga yang terdapat diantara butir-butir agregat dari suatu campuran aspal yang telah dipadatkan, termasuk didalamnya adalah rongga udara dan rongga yang terisi aspal efektif, dinyatakan dalam % volume. VFB : Voids Filled with Bitumen (rongga terisi aspal); Bagian dari volume rongga didalam agregat (VMA) yang terisi aspal efektif, dinyatakan dalam % volume. Aspal efektif : Total kandungan aspal dari suatu campuran dikurangi bagian aspal yang hilang karena penyarapan oleh agregat, dinyatakan dalam %.
40
V.3. Teori Dasar V.3.1. Umum Terdapat bermacam-macam tipe campuran aspal dan agregat, yang paling umum adalah campuran Aspal Beton (Asphaltic Concrete/AC) yang lebih dikenal dengan AC atau LASTON dan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA). Perbedaan mendasar dari kedua tipe campuran ini adalah pada gradasi agregat pembentuknya. Campuran tipe AC menggunakan agregat bergradasi menerus (continuous graded) sedangkan campuran tipe HRA menggunakan agregat bergradasi sedang (gap graded). Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh suatu campuran aspal dan agregat diantaranya : Stabilitas Campuran harus memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Stabilitas suatu campuran dapat diperoleh dari adanya sifat interlocking agregat dalam campuran atapun dengan aspal berpenetrasi rendah. Fleksibilitas Campuran harus dapat menahan defleksi dan momen tanpa timbul retak pada campuran tersebut yang diakibatkan oleh jangka panjang pada daya dukung tanah atau lapis pondasi, lendutan yang berulang akibat beban lalu lintas, perubahan volume campuran akibat perubahan suhu. Fleksibilitas suatu campuran dapat diperoleh dengan cara meninggikan kadar aspal dalam campuran, menggunakan aspal berpenetrasi tinggi, dan juga dengan menggunakan agregat bergradasi terbuka (open graded). Durabilitas Durabilitas berkaitan dengan keawetan suatu campuran terhadap beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan cara membuat campuran yang padat dan kedap air, yang dapat diperoleh dari penggunaan agregat bergradasi rapat (dense graded) dan kadar aspal tinggi. Workabilitas Workabilitas berarti kemudahan suatu campuran untuk dihamparkan dan dipadatkan untuk mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan. Hal ini dapat tercapai jika viskositas campuran pada suhu pencampuran dan pemadatan rendah. Ekonomis 41
Campuran harus direncanakan dengan menggunakan jenis dan kombinasi material yang menghasilkan biaya termurah tetapi memenuhi persyaratan stabilitas, fleksibilitas, durabilitas dan workabilitas.
Perencanaan suatu campuran agregat dan aspal terutama ditujukan agar campuran tersebut dapat memiliki sifat-sifat seperti yang tersebut diatas. Tujuan akhir dari perencanaan tersebut adalah menentukan suatu kadar aspal optimum yang akan memberikan keseimbangan dari semua sifat campuran tersebut, karena tidak ada satu kadar aspal pun yang akan dapat memaksimalkan semua sifat campuran.
V.3.2. Perencanaan Campuran Aspal dan Agregat Ada bermacam-macam metoda perencanaan, yang paling dikenal adalah Metoda Marshall dan Metoda Hveem. Secara umum semua metoda itu terdiri dari proses-proses: Persiapan benda uji. Pemadatan. Perhitungan rongga dan tes stabilitas dan kadar rongga. Analisis.
Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal serta pembuatan benda uji sesuai spek yang direncanakan. Pemadatan benda uji dilakukan untuk mensimulasikan kepadatan campuran tersebut di lapangan setelah beban lalu lintas tertentu. Metoda pemadatan yang umum adalah : Impact Compaction, yang digunakan pada metoda Marshall Kneading Compaction, yang digunakan pada metoda Hveem Gyratory Compaction Setelah pemadatan selesai, proses selanjutnya adalah pengujian berat jenis benda uji untuk menghitung kandungan rongga didalam campuran dan kenudian diikuti dengan pengujian stabilitas. Jumlah benda uji yang harus dibuat untuk suatu kadar aspal tertentu adalah tiga buah, agar hasil pengujian terjamin secara statistik. Umumnya kadar aspal divariasikan dengan kenaikan 0,5% atau 1%. Banyaknya kadar aspal yang divariasikan tergantung dari jenis campurannya, umumnya pada setiap pengujian cukup dibuat lima kadar aspal.
42
V.3.3. Teori Rongga Jenis-jenis rongga didalam suatu campuran aspal dan agregat dibedakan menjadi VIM (rongga didalam campuran), VMA (rongga didalam agregat), dan VFA (rongga terisi aspal). Perbedaan dari ketiga jenis aspal tersebut tampak pada Gambar 1.
Vma : volume rongga didalam agregat (VMA) Vmb : volume bulk dari campuran padat Vmm : volume campuran yang tidak berrongga Vfa : volume rongga yang berisi aspal (VFB) Va : volume rongga didalam campuran (VIM) Vb : volume aspal didalam campuran Vba : volume aspal yang terserap didalam agregat Vsb : volume agregat (untuk menghitung berat jenis bulk) Vse : volume agregat (untuk menghitung berat jenis efektif)
Modul perencanaan campuran aspal dan agregat ini akan terkait dengan modul perhitungan berat jenis dan penyerapan untuk agregat serta modul perhitungan berat jenis aspal. 43
V.4. Prosedur Praktikum Secara umum, prosedur perencanaan dan pengujian campuran aspal dan agregat dengan menggunakan Metode Marshall dapat dilihat seperti pada bagan alir Gambar 5.2.
Prosedur perencanaan yang diterangkan disini adalah perencanaan campuran dengan menggunakan Uji Marshall. Proses perencanaan dimulai dengan memilih spesifikasi (spek) campuran tertentu. Dari spek ini akan diperoleh keterangan mengenai komposisi campuran, yaitu gradasi agregat yang harus digunakan serta jenis aspal yang boleh digunakan. Proses selanjutnya adalah pembuatan benda uji campuran yang diikuti oleh pemadatan. Disarankan paling sedikit dibuat 5 variasi kadar aspal, dan untuk setiap kadar aspal tersebut dibuat 3 benda uji. Pemadatan benda uji, dalam hal ini menggunakan Metoda Marshall, dinyatakan dalam jumlah tumbukan yang dikenakan pada benda uji tersebut. Jumlah tumbukan ini didasarkan pada jenis lalu lintas rencana (dapat dilihat pada Kriteria Perencanaan). Sebelum melakukan uji Marshall terlebih dahulu dilakukan pengujian berat isi dan berat jenis untuk dapat menghitung kandungan rongga didalam campuran. Setelah semua perhitungan selesai dilakukan, dapat ditentukan kadar optimum berdasarkan kriteria perencanaan yang diambil. 44
V.4.1. Peralatan Peralatan yang digunakan terdiri dari : 1. Tiga buah cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,16 cm dan tinggi 7,62 cm 2. Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan : a. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm. b. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran 20,32 20,32 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran 30,48 30,48 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat bagian sudutnya. c. Pemegang cetakan benda uji. 3. Alat pengeluar benda uji Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah alat ekstruder yang berdiameter 10 cm. 4. Alat Marshall lengkap dengan a. Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung b. Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg, dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm c. Arloji pengukur pelelehan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta perlengkapannya 5. Oven dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi sampai 200C(3C). 6. Bak perendam ( water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu mulai 20 60 C (1C). 7. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gram. 8. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250C dan 100C dengan ketelitian 1% dari kapasitas 9. Perlengkapan lain : a. Panci-panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal b. Sendok pengaduk dan spatula c. Kompor dan pemanas (hot plate) d. Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung pernafasan atau masker e. Kantong plastik kapasitas 2 kg f. Kompor gas elpiji atau minyak tanah 45
Tabel V.1 Peralatan dan Bahan Yang Digunakan. No. 1 Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan Aspal
Cawan
Thermometer
Oven
5 46
Ayakan
Cetakan
Alat Pemadat
8 47
Marshall Test
Bak Perendam
V.4.2. Pembuatan Benda Uji 1. Mengeringkan agregat pada suhu 105-110C minimum selama 4 jam, mengeluarkan dari alat pengering (oven) dan menunggu sampai beratnya tetap. 2. Memisah-misahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki (sesuai spek) dengan cara penyaringan. 3. Memanaskan aspal sampai mencapai tingkat kekentalan (viskositas) yang disyaratkan baik untuk pekerjaan pencampuran maupun pemadatan seperti Tabel 5.1. Suhu pencampuran dan pemadatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.3.
48
Tabel 5.1 Tingkat Kekentalan (viskositas) Aspal Untuk Aspal Padat dan Aspal Cair Pencampuran Alat Aspal Padat Kinematika 170 20 Viscosimeter Saybolt Furol 8510 Viscometer 85 10 S.F DET. 140 15 140 15 S.F DET. 170 20 C.ST 280 30 280 30 C.ST Aspal Cair Satuan Aspal Padat Pemadatan Aspal Cair Satuan
Dengan tinggi jatuh 457,2 mm. Selama pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan. 4. Proses pencampuran dilakukan sebagai berikut a. Menyiapkan bahan untuk setiap benda uji yang diperlukan yaitu diperlukan agregat sebanyak
+
1,27 mm. pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan dilakukan dengan cara mengambil nilaintengah dari batas spek. Untuk memperoleh berat agregat yang diperlukan dari masing-masing fraksi untuk membuat satu benda uji adalah dengan mengalihkan nilai tengah tersebut terhadap total berat agregat. b. Memanaskan panci pencampur beserta agregat kira-kira 28 C diatas suhu pencampuran diatas suhu pencampuran diatas aspal padat, bila menggunakan aspalt cair pemanasan sampai 14 C diatas suhu pencampuran. c. Menuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan seperti tabel 9.1 diatas sebanyak yang dibutuhkan kedalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut, kemudian diaduk dengan cepat pada suhu sesuai butir 4.2.4.b sampai agregat terselimuti aspal secara merata. 5. Proses pemadatan dilakukan sebagai berikut: a. Membersihkan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan dipanaskan sampai suhu antara 93,3-148,9C. b. Meletakan cetakan diatas landasan pemadat dan ditahan dengan pemegang cetakan. c. Meletakan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan.
49
d. Memasukan seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk tusuk campuran dengan keras keras dengan sepatula yang dipanaskan 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali pada bagian tengahnya. e. Melakukan pemadatan dengan alat tumbuk sebanyak: o 75 kali tumbukan untuk lalu lintas berat o 50 kali tumbukan untuk lalu lintas sedang o 35 kali tumbukan untuk lalu lintas ringan
6. Melepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas beikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi. 7. Menumbuk dengan jumlah tumbukan yang sama sesuai butir 4.2.5 terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalikkan ini. 8. Melepaskan keping alas dan alat pengulas benda uji dipasang pada permukaan ujung ini. 9. Mengeluarkan dengan hati-hati dan benda uji di atas permukaan yang rata dan biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang. 10. Mendinginkan dengan kipas angin meja bila diperlukan pendinginan yang lebih cepat.
V.4.3. Prosedur Pengujian V.4.3.1. Pengujian Berat Jenis Campuran (ASTM D 2726-73) Cara Pengujiannya : a. b. Menimbang benda uji kering sehingga didapat berat benda uji kering. Merendam benda uji didalam bak perendam pada 250 C selama 3-5 menit dan ditimbang di dalam air, akan didapat berat benda uji didalam air. c. Mengeringkan permukaan benda uji dengan lap kering kemudian ditimbang, akan didapat berat kering permukaan jenuh (SSD). d. Mencatat hasil pengujian pada formulir yang telah disediakan dan dihitung berat jenis campuran sesuai dengan rumus yang telah disediakan. V.4.3.2. Pengujian Campuran Aspal Metode Marshall (SNI 06-2489) Cara pengujian adalah sebagai berikut :
50
a.
Merendam benda uji dalam bak perendam selama 30-40 menit dengan suhu tetap 60C (+ 1C) untuk benda uji yang menggunakan aspal cair, benda uji dimasukkan kedalam oven selama minimum 2 jam dengan suhu tetap 25C (+ 1C)
b.
Mengeluarkan benda uji dari bak terendam atau dari oven dan diletakkan kedalam segmen bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendaman atau oven sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
c.
Memasang segmen atas diatas benda uji dan diletakkan keseluruhannya dalam mesin penguji.
d.
Memasang arloji pengukur kelelehan (flow) pada kedudukannya diatas salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara selubung tangakai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan.
e.
Menaikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.
f. g.
Mengatur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol. Memberikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50mm/menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan pembebanan maksimum dicatat atau stabilitas yang dicapai, beban dikoreksi dengan menggunakan faktor perkalian yang bersangkutan dari tabel 9.2 bila benda uji tebalnya kurang atau lebih dari 63,5mm.
h.
Mencatat nilai kelelehan (flow) yang ditunjukan oleh arloji pengukuran kelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai.
51
Mulai Pemeriksaan Sifat Agregat Gradasi Agregat Input Parameter Perencanaan Menentukan Proporsi Agregat dan Aspal Penyaringan
Tidak
Tidak
Penimbangan Aspal
Penimbangan Agregat
Selesai
52
MULAI
UJI AGREGAT
UJI ASPAL
PERANCANGAN CAMPURAN DAN PEMBUATAN BENDA UJI KADAR ASPAL 4%;5%:6%:7%;8%; dan 9%
SELESAI
53
V.4.4. Pelaporan dan Perhitungan 1. Mix Design : Kadar Aspal Berat Campuran(gr) Berat Aspal (gr) Berat Agregat (gr) Ukuran Saringan (mm) 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149 0,074 5% 1200 60 1140 % Tertahan 0-0 20-0 30-10 50-30 65-50 82-71 87-77 92-84 96-90 Jumlah Total Kadar Aspal Berat Campuran(gr) Berat Aspal (gr) Berat Agregat (gr) Ukuran Saringan (mm) 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149 0,074 5.5% 1200 66 1134 % Tertahan 0-0 20-0 30-10 50-30 65-50 82-71 87-77 92-84 96-90 Jumlah Total 54 Nilai Tengah 0 10 20 40 37.5 76.5 82 88 93 100 % Ayakan 0 10 10 20 17.5 19 9.5 6 5 7 Berat Tertahan (gr) 0 113.4 113.4 226.8 198.45 215.46 107.73 68.04 56.7 34.02 1134 Nilai Tengah 0 10 20 40 37.5 76.5 82 88 93 100 % Ayakan 0 10 10 20 17.5 19 9.5 6 5 7 Berat Tertahan (gr) 0 114 114 228 199.5 216.6 108.3 68.4 57 19.8 1140
% lolos 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
% lolos 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
Kadar Aspal Berat Campuran(gr) Berat Aspal (gr) Berat Agregat (gr) Ukuran Saringan (mm) 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149 0,074
6% 1200 72 1128 % Tertahan 0-0 20-0 30-10 50-30 65-50 82-71 87-77 92-84 96-90 Jumlah Total Nilai Tengah 0 10 20 40 37.5 76.5 82 88 93 100 % Ayakan 0 10 10 20 17.5 19 9.5 6 5 7 Berat Tertahan (gr) 0 112.8 112.8 225.6 197.4 214.32 107.16 67.68 56.4 33.84 1128
% lolos 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
Kadar Aspal Berat Campuran(gr) Berat Aspal (gr) Berat Agregat (gr) Ukuran Saringan (mm) 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149 0,074
6.5% 1200 78 1122 % Tertahan 0-0 20-0 30-10 50-30 65-50 82-71 87-77 92-84 96-90 Jumlah Total Nilai Tengah 0 10 20 40 37.5 76.5 82 88 93 100 % Ayakan 0 10 10 20 17.5 19 9.5 6 5 7 Berat Tertahan (gr) 0 112.2 112.2 224.5 196.35 213.18 106.59 67.32 56.1 33.56 1122
% lolos 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
55
Kadar Aspal Berat Campuran(gr) Berat Aspal (gr) Berat Agregat (gr)
7% 1200 84 1116
Ukuran Saringan (mm) 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149 0,074
% lolos 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
% Tertahan 0-0 20-0 30-10 50-30 65-50 82-71 87-77 92-84 96-90 Jumlah Total
Berat Tertahan (gr) 0 111.6 111.6 223.2 195.3 212.04 106.02 66.96 55.8 33.48 1116
Contoh perhitungan:
56
LABORATORIUM TEKNIK SIPIL FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Jl. Kampus No.1 Purwokerto 53122 telp. (0281) 630696,635292 Psw. 144 Fax. (0281) 630696
Asal material
VMA f
510 558
VFWA m
VITM n
b(%) 5 5
c
1165 1195
d
1130 1173
e
620 615
g
2.28 2.14 2.21
2.34 2.34
10.86 10.19
86.64 81.32
2.50 8.49
81.27 54.55 67.91 78.83 76.55 77.69 76.75 62.60 69.67 98.76 101.85
2.50
8.49
5.50
1 2
690 630
5.82 5.82
5.5 5.5
1235 1204
1199 1173
650 635
549 538
2.32 2.32
11.79 11.73
85.05 84.67
3.16 3.59
3.16
3.59
3.38
1 2
690 710
6.38 6.38
6 6
1141 1170
1087 1121
572 575
515 546
2.31 2.31
12.69 12.23
83.47 80.46
3.84 7.31
3.84 7.31
5.57
1 2
600 610
6.95 6.95
6.5 6.5
1130 1150
1085 1105
592 605
493 500
2.29 2.3
2.29 2.29
14.18 14.24
85.65 86.02
0.18 -0.26
14.35 13.98
0.18
-0.26
57
2.295
14.17 2.28 2.28 15.47 15.20 86.30 84.82 -1.77 -0.02 13.70 15.18 14.44
-0.04
1 2
580 660
7.53 7.5268817
7 7
1082 1155
1029 1105
562 599
467 506
-1.77 -0.02
-0.89
t = Tebal benda uji a = % aspal terhadap batuan b = % aspal terhadap campuran c = Berat kering (sebelum direndam (gr) d = berat basah jenuh (SSD) (gr) e = Berat di dalam air (gr) f = Volume (isi) d-e g = Berat isi e/f h = BJ Maksimum (100 : (% Agr/Bj Agr + % Asp/Bj Asp)
i= (bxg):Bj Asp j = (100-b) x g : Bj Agr k = jumlah kandungan rongga (100-i-j) l = Rongga terhadap Agr (100-j) m = Rongga yang terisi aspal (VFWA) 100X(I/L0(%) N = Rongga yang terisi campuran 100-(100x(g/h))(%) o = pembacaan arloji stabilitas p = o x kalibrasi proving ring 9kg) q = p x koreksi tebal benda uji (stabilitas) (kg)
Mengetahui : Asisten
58
Density (gr/cc)
Stabilitas (Kg)
VFWA (%)
Flow ( mm)
VITM (%)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
59
60
61
62
63
V. 5. Diskusi dan Pembahasan Ada bermacam-macam metoda untuk menentukan kadar aspal optimum. Diantara metoda-metoda itu adalah metoda dari Asphalt Institute, British Standard, dan Bina Marga. Pada praktikum ini, metoda yang digunakan adalah metoda yang disarankan oleh Asphalt Institute. Kecenderungan dari kurva-kurva yang digambarkan untuk menentuksn kadar aspal optimum tersebut adalah : o Nilai stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal, dan akan mencapai puncaknya pada suatu kadar aspal tertentu. Setelah itu pertambahan kadar aspal akan
menurunkan nilai stabilitas. Dari hasil pengujian dengan beberapa variasi kadar aspal (mulai dari kadar aspal 5 % s/d 7% dengan kenaikan kadar aspal 0.5 %) dapat digambarkan bahwa nilai stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal dan mencapai puncaknya pada kadar aspal 7% dan selanjutnya pertambahan kadar aspal menurunkan nilai stabilitas (dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan stabilitas). o Nilai flow akan naik sesuai pertambahan aspal. Dari hasil pengujian dapat digambarkan bahwa nilai flow naik dengan bertambahnya kadar aspal (dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan flow). o Kurva untuk berat isi campuran memiliki kecenderungan naik dengan bertambahnya kadar aspal namun, pada saat kadar aspal 7 % mencapai puncak dan nilai berat jenis menurun pada saat kadar aspal 6,5 % dan kembali naik pada kadar aspal 7 %. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakcermatan praktikan dalam melakukan pengujian. o Kandungan rongga dalam campuran (VIM) akan menurun dengan bertambahnya kadar aspal. Dari pengujian dapat digambarkan bahwa nilai menurun seiiring dengan
bertambahnya kadar aspal ( dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan VIM). o Kandungan rongga dalam agregat (VMA) akan turun ke suatu nilai minimum kemudian naik lagi sesuai dengan pertambahan kadar aspal. Dari hasil pengujian dapat digambarkan bahwa nilai VMA minimum pada saat kadar aspal 6,5 % dan nilai VMA naik sesuai dengan pertambahan kadar aspal. Namun, pada interval kadar aspal 5%-7% kenaikan nilai VMA tidak terlalu significant seperti 61
kenaikan VMA pada kadar aspal 6,5% dan 7% (dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan VMA). o Rongga yang terisi aspal (VFA) akan naik sesuai pertambahan kadar aspal. Dari hasil pengujian didapat bahwa nilai rongga yang terisi aspal naik sesuai pertambahan kadar aspal. Hal ini dikarenakan kandungan rongga dalam agregat (VMA) terisi oleh aspal ( dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan VFA). Berdasarkan kriteria perencanaan campuran aspal beton (Bina marga) untuk lalu lintas ringan dengan jenis aspal pen 50.165 didapatkan kadar aspal optimum (KAO) sebesar 6.75 %.
V.6. Daftar Pustaka o Mix Design Methods for Ashpalt Concrete and Other Hot Mix Types MS-2 (1993), Sixth Edition, Ashpalt Institute o Standard Specification for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing, Part II (1990) o Annual ASTM Standards (1980) o Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya (SKBI 2.4.24. 1987), Departemen Pekerjaan Umum
62