Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Skenario
P0 A0 30 tahun menikah 5 tahun, datang memeriksakan diri dengan keluhan ingin punya anak; riwayat haid tidak teratur; sering 2 bulan sekali haid, IMT (Indeks Massa Tubuh) 30, jerawat (+), pertumbuhan bulu di dada dan umbiicus (+), pemeriksaan penunjang ; ke-2 ovari polikistik, analisa sperma suami: normal.
Masalah Dasar :
Wanita 30 tahun menikah 5 tahun, datang dengan keluhan ingin punya anak.
Pertanyaan :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Anamnesis , PF, PP Dx, Dd Etologi Epidemiologi Patofisiologi Manifestasi Klinis Penatalaksanaan Komplikasi Prognosis dan Edukasi Hubungan BB dengan kasus
Pembahasan
1. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesa Anamnesa umum : Identitas suami istri Nama Alamat Pekerjaan Agama Keluhan utama dan keuhan tambahan pasien saat ini Terapi yang pernah diberikan TOPIKAL/SISTEMIK Riwayat kontak seksual NIKAH/TIDAK & PASANGAN TETAP/TIDAK Jenis kontak seksual Berapa lama menikah? Frekuensi hubunganseksual? Tingkat kepuasan seks? Apakah pasangan mempunyai kelainan yang serupa Riwayat penyakit kelamin sebelumnya Riwayat penyakit berat lain dan riwayat keluarga Riwayat hipertensif terhadap obat Keluhan lain yang berhubungan dengan PMS Tanyakan mengenai perubahan berat badan, perubahan kulit, rambut dan siklus haid. Anamnesa khusus: Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus,infeksi genitalia). Suami :Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan kesehatan secara umum termasuk tekanan darah, berat dan tinggi badan (menentukan BMI-Body Mass Index). Pemeriksaan tiroid, kulit, rambut, payudara. Pemeriksaan bimanual untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran ovarium. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaanlaboratorium : 1. -hCG untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan.
2. Testosteron dan androgen. Kadar tinggi dari Androgen akan menghambat terjadinya ovulasi dan menyebabkan jerawat, pertumbuhan rambut secara berlebihan dan kerontokan rambut kepala. 3. Prolaktin yang mempengaruhi siklus haid dan fertilitas 4. Kolesterol dan trigliserida 5. Pemeriksaan untuk fungsi ginjal dan hepar dan pemeriksaan gula darah 6. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormon) untuk menentukan aktivita steroid 7. Pemeriksaan hormon adrenal, DHEA-S (Dehiydroepiandrosteron Sulfat) atau 17hydroxyprogesteron. Gangguan kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala seperti PCOS. 8. Pemeriksaan OGTT- oral glucosa tolerance test dan kadar insulin untuk menentukan adanya resistensi insulin. Pemeriksaanultrasonografi : Pemeriksaan ulttra sonografi pelvis dapat menemukan adanya pembesaran satu atau kedua ovarium.
2. DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING Diagnosis : PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) Berdasarkan gejala yang terdapat pada kasus: - riwayat haid tidak teratur (2 bulan sekali) - obesitas (IMT 30) - jerawat (+) - Hirustisme (pertumbuhan bulu di dada dan umbilikus) 3. ETIOLOGI PCOS sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi adanya peningkatan fakta yang melibatkan faktor genetik. Walaupun kebanyakan kasus ditransmisikan secara genetik, akan tetapi faktor lingkungan juga dapat terlibat karena PCOS juga didapatkan karena adanya eksponir terhadap androgen pada saat tertentu dalam masa fertil. Pada masa ini terdapat peningkatan penemuan tentang etiologi yaitu adanya ekspor terhadap androgen yang berlebihan pada fetus waktu di dalam kandungan dapat menyebabkan PCOS. Hipotesa mengajukan ada 2 konsep besar yaitu hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin. Hormmon androgen ini mengalami aromatisasi di jaringan perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekret LH. LH sangat kuat menstimulasi produksi androgen dalam ovarium.
Insulin seperti LH menstimulasi langsung biosintesis hormon steroid ovarium, terutama androge ovarium lebih lanjut, insulin menyebabkan menurunnya produksi seks hormon binding globulin (SHBG) i dalam hati, yang menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Dengan demikian kedua jalur diatas akan menstimulasi sel di ovarium sehingga terjadi peningkatan produksi androgen di ovarium yang menyebabkan terganggunya foliculogenesis, kelainan siklus hand dan oligo/anovulation kronik. 4. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita steril serta 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik. Di Indonesia 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi, 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (SOPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil sebagai Penyakit Ovarium polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK). Prevalensi SOPK didapatkan dengan gejala klinis yang berbeda-beda. Dari 1079 kasus wanita dengan OPK (tinjauan literatur), Conway dkk serta Franks mendapatkan 20% - 25% wanita dengan gambaran ovarium polikistik (USG) mempunyai siklus menstruasi yang teratur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Balen mendapatkan 70% wanita dengan SOPK mengalami hirsutisme. Sedangkan obesitas didapatkan pada 35% - 50% wanita dengan SOPK. Hirsutisme didapatkan lebih banyak pada wanita obese dengan SOPK (70% - 73%) dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal (56% - 58%). Sementara gangguan menstruasi lebih banyak dialami wanita obese dengan SOPK (28% - 32%) dibandingkan wanita non-obese (12% - 22%) 5. PATOFISIOLOGI Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun.
Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi berikutnya. Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan obesitas tipe android. 6. MANIFESTASI KLINIS -Kelainan menstruasi Pasien dapat mengeluh adanya oligomenorrhea , dimana siklus menstruasinya menjadi sangat lama yaitu antara 35 hari sampai dengan 6 bulan, dengan periode menstruasi < 9 per tahun. Dapat terjadi amenorrhea sekunder dimana ada fase tidak adanya menstruasi selama 6 bulan, dapat pula terjadi episode menometrorrhagia dengan anemia. 2,3 Pada PCOS sekresi estrogen berlangsung lama dan tidak disertai ovulasi. Sekresi tersebut juga tidak diimbangi oleh progesteron yang selanjutnya akan mempengaruhi pelepasan gonadotropin kelenjar hipofise. Umpan balik yang dihasilkan dari estrogen yang normal dapat mengakibatkan peningkatan sekresi LH. Peningkatan LH akan menstimulasi sel teka ovarium untuk menghasilkan androgen dalam jumlah besar, akan tetapi sekresi FSH sangat ditekan. Kurangnya stimulasi oleh FSH menyebabkan kegagalan perkembangan folikel, tidak adekuatnya induksi terhadap enzim aromatisasi yang penting untuk pembentukan estradiol serta menyebabkan kegagalan ovulasi. Hirsutisme Pada wanita, hirsutisme didefinisikan sebagai adanya rambut terminal yang gelap dan kasar yang berdistribusi sesuai pola rambut pada laki-laki. Rambut sering terlihat di atas bibir, dagu, sekeliling puting susu, dan sepanjang linea alba abdomen.2,3 Beberapa pasien dapat mengalami perkembangan karakterisktik seks pria (virilisasi) lainnya seperti penurunan ukuran dada, suara berat, peningkatan massa otot, pembesaran klitoris.1 Untuk menentukan derajat hirsutisme dapat digunakan sistem skoring Ferriman-Gallwey. Pada system ini, distribusi rambut yang abnormal dinilai pada 9 bagian area tubuh dan dinilai dari angka 0-4.
Wanita dengan sindroma polikistik ovarii umumnya menjadi hirsutisme pada masa remaja akhir atau di awal usia 20. Hirsutisme harus dibedakan dengan hipertrikosis, yang merupakan peningkatan lanugo generalisata yang tampak sebagai rambut dengan pigmen yang sedikit dan halus yang berhubungan dengan pengobatan dan keganasan. Sindroma polikistik ovarium merupakan penyebab dari 70-80 % kasus hirsutisme, dengan penyebab kedua terbanyak adalah hirsutisme idiopatik. Jerawat Acne vulgaris adalah penemuan klinis yang sering pada masa adolesen. Bagaimanapun juga, jerawat yang menetap atau muncul terlambat menandakan adanya sindroma polikistik ovarii. Prevalensi jerawat pada wanita dengan sindroma polikistik ovarii tidak diketahui. Wanita dengan jerawat yang sedang hingga parah memiliki peningkatan prevalensi (52-83%) dari polikistik ovarii yang teridentifikasi saat pemeriksaan sonografi. - Obesitas Wanita dengan sindroma polikistik ovarii lebih sering mengalami obesitas, yang terefleksi dengan adanya peningkatan indeks masaa tubuh dan rasio pinggang : panggul. Rasio ini merefleksikan adanya pola obesitas yang android atau sentral atau yang disebut sebagai pola apple shaped, yang juga merupakan resiko independen terhadap penyakit cardiovaskular. - Perdarahan uterus disfungsi - Infertilitas
7. PENATALAKSANAAN Farmakologi Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis hipofisehypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin, sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium. Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak 95% pasien. Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen.
Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan, menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg / hari pada hari ke-5 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah. Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang tepat. Lebih khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium. namun, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu.Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSH-RH yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi. Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil. Metformin adalah biguanide antihyperglycemic oral merupakan obat yang digunakan secara ekstensif untuk diabetes non insulin dependent. Studi terdahulu mengevaluasi penggunaan metformin dalam kehamilan menyarankan tidak berefek teratogenik dan penurunan angka keguguran tetapi berpotensi meningkatkan risiko preeklamsia dan kematian perinatal. Metformin terutama menurunkan glukosa darah dengan menghambat produksi glukosa hepatik dan dengan meningkatkan ambilan glukosa perifer. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin pada tingkat postreceptor dan merangsang insulin memediasi pembuangan glukosa. Hiperandrogenisme secara substansial dikurangi dengan metformin, yang menyebabkan penurunan tingkat insulin dan meningkatkan fungsi reproduksi. Metformin (500 mg tiga kali sehari) meningkatkan tingkat ovulasi baik secara spontan dan ketika digunakan dalam kombinasi dengan clomiphene sitrat pada pasien obesitas dengan polikistik ovarium. Pada kelompok ini, 90% tingkat ovulasi telah dicapai. kombinasi metformin dan clomiphene citrate
memperbaiki tingkat ovulasi dan kehamilan 4 kali dibandingkan dengan menggunakan clomiphene citrate saja. Terapi gonadotropin untuk Pasien Sindrom ovarium polikistik Pasien SOPK yang anovulatoir yang gagal untuk ovulasi atau hamil setelah perawatan medis dengan obat sensitisasi antiestrogen atau insulin harus dipertimbangkan untuk induksi ovulasi dengan menggunakan terapi gonadotropin, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan clomiphenesitrat atau letrozole. Perawatan ini melibatkan injeksi gonadotropin harian, pemantauan ketat kadar estradiol serum dan pemantauan perkembangan folikel dengan USG transvaginal. Inseminasi intrauterine sering direkomendasikan dalam hubungannya dengan induksi ovulasi untuk mengoptimalkan kemungkinan kehamilan. Penting untuk diingat bahwa pasien SOPK cenderung memiliki sejumlah besar folikel antral kecil di fase yang tidak distimulasi. Folikel ini berpotensi dapat dirangsang dengan terapi gonadotropin eksogen. Efek ini bisa menjadi masalah karena tujuan terapi gonadotropin pada pasien tersebut, tidak untuk menghasilkan banyak telur tetapi lebih untuk merangsang pelepasan hanya 1-2 oosit. Perawatan harus dipantau oleh dokter yang berpengalaman karena meningkatnya risiko dan kehamilan multipel secara signifikan ketika menggunakan gonadotropin pada pasien ini.
Non-farmakologi Memperbaiki gaya hidup dengan Menurunkan berat badan. Penurunan BB merupakan rekomendasi awal pada pasien dengan obesitas. Obesitas dapat menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia sehingga berisiko untuk menyebabkan terjadinya polikistik ovarium. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar insulin berpengaruh terhadap peningkatan testosteron,penurunan konsentrasi SHBG dan peningkatan LH. Oleh sebab itu, penurunan BB mempunyai peranan penting. Kehilangan berat badan 10 % lebih dari 6 bulan sedikitnya sebanyak 5-7% dari BB awal dapat mengurangi bioavabilitas atau jumlah kadar testosteron bebas secara signifikan dan mengembalikan ovulasi dan fertilitas lebih dari 75% wanita. 8. KOMPLIKASI - Diabetes Melitus, disebabkan karena terganggunya kadar insulin serta menyebabkan adanya gangguan toleransi glukosa. Insulin adalah hormon yang diperluka oleh sel untuk mendapatkan energi dari glukosa. Namun kadang-kadang sel tidak menunjukan respon yang memadai terhadap aktivitas insulin. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Resistensi insulin menyebabkan kenaikan kadar gula darah dan diabetes. Lebih dari 40% penderita PCOS menunjukan adanya resistensi insulin, dan lebih dari 10% diantaranya menderita diabetes melitus tipe 2 saat berusia sekitar 40 tahun. Kadar insuin juga meningkat pada penderita resistensi insulin. Kadar insulin yang tinggi seperti ini dapat meningkatkan kadar hormon pria sehingga keluhan PCOS menjadi semakin parah. - Infertilitas, karena adanya ovum yang tidak keluar dari ovarium akibat gangguan hormon ovarium - Hipertensi, akibat dari penderita dengan adanya obesitas serta resistensi insulin
Penyakit kardiovaskular, karena tingginya kadar insulin Hiperplasia endometrium (lesi prekanker), keadaan ini terjadi bila siklus haid tidak berlangsung secara teratur sehingga terjadi penumpukan endometrium. Penggunaan pil kontrasepsi diharapkan dapat membantu menurunkan kejadian hiperplasia endometrium. 9. PROGNOSIS dan EDUKASI Prognosis Dengan menegakkan diagnosis dini dan penanganan yang dini dapat mengurangi resiko komplikasi. Wania penderita PCOS harus mendapatkan pengobatan teratur dan harus memiliki pola hidup sehat dengan makan teratur. Wanita penderita PCOS sebaiknya tidak merokok. Edukasi - Olahraga rutin - Konsumsi makanan bergizi - Kontrol BB 10. HUBUNGAN BERAT BADAN DENGAN KASUS Pada kasus BB ibu meningkat. Pada PCO BB meningkat terutama pada tubuh bagian atas (sekitar abdomen dan pinggang). Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormone androgen. Peningkatan produksi androgen pada POC dapat merupakan akibat sekunder dari hiperinsulinemia yang berhubungan dengan obesitas. Kadar insulin yang tinggi merangsang konsentrasi faktor pertumbuhan diovarium dan menyebabkan peningkatan sekresi androgen.
Kesimpulan
Wanita 30 tahun di diagnosis menderita PCOS (Polycystic Ovary Syndrome)