Anda di halaman 1dari 8

104

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SILASE KEONG RAWA YANG MENGGUNAKAN ONGGOK TERHADAP ENERGI METABOLISME DAN DAYA CERNA PROTEIN (The Effect of Time Storage Fresh Water Snail Silage the Used by Product Cassava on Metabolizable Energy and Protein Digestibility) Siti Dharmawati, Syarif Djaya, Lesna Khafizah
Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin

ABSTRACT The research was conducted to determine the effect of storage duration fresh water snail silage using cassava to energy metabolizable and protein digestibility. This research used Completely Randomized Design (CRD) unidirectional pattern. The treatment in this study were three treatments with 5 replications. Processing snail silage additive made from cassava using 2:1 ratio treatments are: L1 = fresh water snails silage storage for 3 weeks, L2 = Fresh water snail silage storage 5 weeks, L3 = fresh water snail silage storage for 7 weeks. Determination of metabolic energy value using the Sibbald and Morse (1983), while for determining the digestibility of the protein were determined using the method of indicators Cr2O3 Coen et al., (1996). To knowed the differences between treatments used Duncan's multiple range test test (DMRT). Variables include the observed metabolic energy and protein digestibility. The results of the study data showed that 7 weeks old storage gives better results (2818.69 kcal/kg )for energy metabolizable and (88.34%) on the digestibility of protein. Keywords : Time storage, fresh water snail silage, cassava, metabolizable energy, protein digestibility PENDAHULUAN Kendala utama yang dihadapi oleh peternak itik adalah tingginya biaya ransum, dan fluktuasi harga. Tingginya harga ransum disebabkan adanya bahan pakan sebagai penyusun ransum tersebut yang berasal dari bahan impor seperti tepung ikan. Biaya ransum pada usaha peternakan itik Alabio menduduki urutan terbesar dari semua biaya produksi yaitu berkisar antara 70-80%. Biaya ransum tersebut dapat ditekan dengan menyusun ransum sendiri memanfaatkan bahan lokal yang tersedia di daerah, salah satunya adalah keong rawa yang banyak terdapat di kawasan rawa kalimantan selatan. Salah satu teknik pengolahan keong rawa adalah dengan pembuatan silase. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan agar dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama. Prinsip dasar pembuatan silase adalah memacu terjadinya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat. Beberapa keuntungan dari silase ini antara lain awet dan tahan lama, mampu meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan, serta mengandung asamasam amino organik. Lama penyimpanan silase diduga juga berpengaruh terhadap energi matabolisme dan daya cerna protein, karena semakin banyak komposisi nutrien pakan yang terurai, selain itu menurut Tony (2011) kandungan asam laktat yang terdapat di dalam silase akan dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energi. Asam laktat berperan dalam menurunkan derajat keasaman (pH) selama proses fermentasi hingga pada tahapan dimana tidak ada lagi mikroba yang dapat tumbuh, termasuk mikroba pembusuk.

105

Bangkai mikroba pembusuk tersebut akan turut menyumbangkan energi dan protein pada bahan silase. Pada pembuatan silase sering digunakan bahan tambahan yang ditujukan untuk mempercepat proses fermentasi atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase, salah satunya adalah onggok (Tony, 2011). Onggok mengandung karbohidrat dalam bentuk pati yang mudah terurai, sehingga mudah diabsorbsi oleh mikroba. Menurut Dharmawati, Syarif dan Setiawan (2012) yang melakukan penelitian terhadap kualitas protein dan serat kasar silase keong rawa yang menggunakan aditif onggok dan dedak dengan pemanfaatan Saccharomyces cerevisiae, onggok memiliki sumber N yang lebih tinggi dan lebih mudah terurai dibandingkan dengan dedak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan silase keong rawa yang menggunakan onggok terhadap energi metabolisme dan daya cerna protein. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada peternak maupun pihak lainnya yang memerlukan. METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan keong rawa yang diolah menjadi silase (ensiling) dan menggunakan sumber karbohidrat onggok dengan perbandingan antara keong rawa dan onggok 2:1, dengan lama fermentasi 3, 5, dan 7 minggu. Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik Alabio betina fase petelur (layer). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang battery yang berukuran 45x20x45 cm2 dan masingmasing unit ditempati oleh satu ekor itik. Setiap unit percobaan dilengkapi dengan tempat minum, sedangkan listrik hanya digunakan untuk penerangan,hammermill, kantong plastik transparan, timbangan OHaus, timbangan analitik, alat semprot,

peralatan bedah, oven, untuk mengeringkan pakan dan sampel, aluminium foil. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Jumlah perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 3 perlakuan dengan 5 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan. Silase keong rawa diolah dengan menggunakan aditif onggok dengan perbandingan 2 : 1 selanjutnya disimpan sesuai perlakuan . Setiap unit percobaan terdiri dari 2 ekor itik sehingga terdapat 30 ekor itik. Perlakuan tersebut adalah: L1 = Silase campuran keong rawa dan onggok (2:1) dengan lama penyimpanan 3 minggu L2 = Silase campuran keong rawa dan onggok (2:1) dengan lama penyimpanan 5 minggu L3 = Silase campuran keong rawa dan onggok (2:1) dengan lama penyimpanan 7 minggu Metode yang digunakan untuk menentukan nilai energi metabolisme adalah dengan menggunakan metode Sibbald dan Morse (1983) sebagai berikut: 1). Timbang berat badan itik untuk mengetahui beratnya, pilih itik yang berat badannya seragam. 2). Timbang bahan pakan yang akan dianalisa seberat 60 g. 3). Puasakan itik selama 24 jam (sampai eksretanya berwarna putih). 4). Masukkan bahan pakan secara force feeding ke dalam oeshopagus itik dalam bentuk pasta. 5). Setelah diberi pakan, itik dikembalikan ke dalam kandang dan dipuasakan kembali, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. 6). Tampung eksreta dengan menggunakan nampan plastik selama 24 jam, semprot dengan larutan asam borat 5% setiap 23 jam. 7). Kumpulkan ekskreta yang sudah ditampung dalam kotak alumunium foil, kemudian dikeringkan di dalam

106

oven pada suhu 40-50 C selama 24 jam. 8). Ekskreta yang sudah kering di giling halus, kemudian dianalisa secara Kjeldahl (AOAC, 1990) untuk menentukan kadar Nitrogennya, sedangkan untuk menentukan nilai energi brutonya digunakan alat Oxygen Bomb Calorimeter.

Nilai energi metabolisme yang di ukur adalah energi metabolisme yang dikoreksi dengan nitrogen yang diretensi. Setelah semua data yang diperlukan diperoleh, penghitungan energi metabolisme dihitung menurut metode Sibbald dan Morse (1983) sebagai berikut:

MEn (kkal/kg) = (EBpxA) (JexEBe) [ (AxNP)/100 (Je x Ne)/100] x 8,22

A Keterangan : MEn = Energi metabolis yang dikoreksi oleh N yang diretensi (kkal/kg) EBp = Energi bruto pakan EBe = Energi bruto ekskreta A = Banyaknya bahan pakan yang dikonsumsi tiap ekor itik (g/hari) Je = Jumlah ekskreta (g/hari) Np = N pakan Ne = N ekskreta 8,22 = Konstanta energi N yang diretensi a. Pengukuran daya cerna protein Feses yang dikoleksi kurang lebih 10 Metode yang digunakan untuk menentukan cm dari daerah ileo-caecal dengan daya cerna protein keong rawa adalah tujuan untuk menghindari adanya dengan menggunakan indikator. Indikator kontaminasi dengan urine (Ali dan yang digunakan dalam penelitian ini Leeson, 1995). adalah indikator eksternal (Chromium 7). Sampel yang sudah ditampung Dioksida) yang diberikan sebanyak kemudian dikeringkan di dalam oven 0,20%/kg bahan pakan dan pemberiannya pada suhu 40-50 C selama 24 jam. dicampur secara langsung ke dalam bahan 8). Feses yang sudah kering selanjutnya pakan tersebut. digiling halus lalu dianalisis 1). Timbang berat badan itik untuk kandungan proteinnya, sedangkan mengetahui beratnya, pilih itik yang indikatornya dianalisis dengan berat badannya seragam. menggunakan Spectrophotometry. 2). Timbang bahan pakan yang akan Metode pengambilan usus besar ini dianalisa seberat 60 g. dilakukan dengan asumsi bahwa 3). Puasakan itik selama 24 jam (sampai pencernaan dan penyerapan protein telah eksretanya berwarna putih). terjadi pada usus halus dan tidak terjadi 4). Masukkan bahan pakan secara force pada usus besar. Sesuai dengan pendapat feeding ke dalam oesophagus itik Biolorai et al. (1973) bahwa protein dalam bentuk pasta. terutama dicerna di dalam duodenum, dan 5). Setelah diberi pakan, itik dikembalikan pada bagian ini telah terjadi penyerapan ke dalam kandang dan dipuasakan asam amino, sedangkan penyerapan yang kembali, sedangkan air minum paling besar terjadi di bagian jejunum diberikan secara ad libitum. (Sklan dan Hurwitz, 1980). 6). Setelah 10-14 jam itik kemudian Untuk menentukan kecernaan protein dipotong atau dimatikan, usus besarnya dengan menggunakan indikator dapat dikeluarkan untuk mendapatkan feses.

107

dilakukan dengan menggunakan metode

Coen et al. (1996) sebagai berikut:

DC protein = (1 - [(Cr diet/Cr excreta) x (Protein excreta/Protein diet)]) x 100 Keterangan: DC protein = Daya cerna protein Cr diet, Cr excreta = Konsentrasi Cr2O3 dalam pakan atau ekskreta Protein excreta/Protein diet = Konsentrasi protein dalam pakan atau ekskreta Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Energi Metabolisme Energi metabolisme di ukur dengan menggunakan metode Sibbald dan Morse (1983). b. Daya Cerna Protein Daya cerna protein di ukur dengan indikator menggunakan metode Coen et al. (1996). Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam yang sebelumnya data tersebut didahului dengan uji homogenitas. Selanjutnya bila analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Gaspersz, 1994). HASIL DAN PEMBAHASAN Energi Metabolisme Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap energi metabolisme silase keong rawa dengan campuran onggok. Berikut ini disajikan ratarata energi metabolisme silase keong rawa dengan campuran onggok dengan lama penyimpanan berbeda.

Tabel 1. Rata-rata Energi Bruto dan Energi Metabolisme Silase Keong Rawa dengan Campuran Onggok dan Lama Penyimpanan Berbeda Lama Penyimpanan (Minggu) 3 5 7 Rata-rata Energi Bruto Silase Keong Rawa (kkal) 2578,24 2466,38 2915,01 Rata-rata Energi Metabolisme Silase Keong Rawa (kkal) 2501,76b 2381,36c 2818,69a

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5 %

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Pada lama penyimpanan 3 minggu kandungan energi metabolismenya sebesar 2501,76 kkal tetapi mengalami penurunan kandungan energi metabolisme sebesar 4,81% setelah penyimpanan sampai 5 minggu (2381,36

kkal), kemudian pada penyimpanan sampai 7 minggu mengalami peningkatan kembali (2818,69 kkal). Rata-rata kandungan energi bruto dan energi metabolisme silase keong rawa dengan campuran onggok diilustrasikan pada Gambar 1.

108

4000

3000 Energi (kkal)

2000

1000

0 3 5 Lama Penyimpanan Energi Bruto Energi Matabolis 7

Gambar 1. Lama Penyimpanan Silase Keong Rawa dengan Campuran Onggok terhadap Energi Metabolisme

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada penyimpanan sampai 5 minggu terjadi penurunan energi metabolisme silase keong rawa. Penurunan energi metabolisme ini berkaitan dengan kandungan energi bruto yang juga mengalami penurunan. Menurut Schaible (1979) energi metabolisme suatu bahan pakan setidaknya merupakan 70% dari energi brutonya. Penurunan tersebut diduga karena jumlah karbohidrat yang terdapat di dalam bahan silase telah habis di absorbsi oleh mikroba sehingga tidak ada lagi aktifitas penguraian karbohidrat. Semakin banyak jumlah bakteri anaerob maka akan semakin menurunkan kandungan karbohidrat bahan, karena karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa yang kemudian digunakan sebagai bahan makanan oleh bakteri tersebut untuk bertumbuh (Anonymous, 2012). Pada lama penyimpanan sampai 7 minggu terjadi peningkatan nilai energi metabolisme. Peningkatan tersebut diduga berasal dari energi yang terdapat pada mikroba pembusuk yang mati karena tidak

tahan hidup dalam suasana asam. Pada saat keong rawa segar dimasukkan ke dalam silo terdapat beberapa jenis bakteri aerob, bakteri tersebut aktif pada awal proses pembuatan silase kemudian mati pada saat kondisi anaerob terbentuk dan tercipta suasana asam. Tony (2011) menyatakan bahwa Lactobacillus akan menghasilkan asam laktat dan menyebabkan penurunan kadar pH sampai pada tahap yang rendah dan menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri. Pada saat bahan pakan dikonsumsi oleh ternak asam laktat tersebut akan dimanfaatkan sebagai sumber energi. Daya Cerna Protein Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap daya cerna protein silase keong rawa dengan campuran onggok. Berikut ini disajikan rata-rata daya cerna protein silase keong rawa dengan campuran onggok dan lama penyimpanan yang berbeda.

109

Tabel 2. Rata-rata Protein dan Daya Cerna Protein Silase Keong Rawa dengan Campuran Onggok dan Lama Penyimpanan Berbeda Lama Penyimpanan (Minggu) 3 5 7 Rata-rata Kandungan Protein Silase Keong Rawa Yang Menggunakan Onggok (%) 33.60 43.70 64.15 Rata-rata Daya Cerna Protein Silase Keong Rawa yang Menggunakan Onggok (%) 75, 60c 83, 84b 88,34a

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5 %

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan. Seiring dengan lamanya masa penyimpanan silase keong rawa, maka daya cerna proteinnya juga semakin meningkat. Peningkatan daya cerna protein berkaitan dengan kandungan protein silase keong rawa, dimana pada lama penyimpanan 7 minggu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan lama penyimpanan 3 minggu dan 5 minggu. Semakin tinggi kandungan protein
100 Protein (%) 75 50 25 0 3

bahan maka akan semakin banyak pula protein yang akan dikonsumsi oleh ternak yang kemudian mempengaruhi daya cerna protein. Ransum yang kandungan proteinnya rendah umumnya mempunyai daya cerna yang rendah dan sebaliknya ransum yang mempunyai kandungan protein tinggi daya cernanya akan tinggi pula. Rata-rata daya cerna protein silase keong rawa dengan campuran onggok diilustrasikan pada Gambar 2.

5 Lama Penyimpanan

Kandungan protein pakan

Rerata Daya Cerna Protein

Gambar 2. Lama Penyimpanan Silase Keong Rawa dengan Campuran Onggok terhadap Daya Cerna Protein

Gambar 2 menunjukkan bahwa lama penyimpanan sampai 7 minggu menghasilkan daya cerna protein yang paling tinggi. Terjadinya proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat terjadinya perubahan kimia dari suatu senyawa yang bersifat kompleks menjadi

senyawa yang lebih sederhana. Menurut Tony (2011) proses perubahan kimiawi yang terjadi adalah terurainya protein menjadi asam amino, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai, laju kecepatan penguraian protein ini sangat bergantung dari laju berkurangnya kadar pH.

110

Selain itu diduga juga terjadi penguraian tannin yang merupakan zat anti nutrisi penghambat proses pencernaan protein, sehingga menyebabkan bahan pakan semakin mudah dicerna. Sejalan dengan pendapat Tilman et al. (1987) bahwa proses pengolahan akan mempengaruhi daya cerna pakan, karena adanya penguraian zat-zat yang menghalangi kecernaan sehingga komponen zat-zat gizi lebih banyak diserap tubuh. Semakin banyak jumlah bakteri anaerob, maka semakin tinggi pula kadar protein bahan, karena selama pemecahan karbohidrat menjadi glukosa bakteri tersebut menghasilkan enzim-enzim yang merupakan protein globular, terutama enzim protease. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis asam amino dalam ikatan peptida menjadi polipeptida yang merupakan rantai protein yang lebih pendek, oleh karena itu kadar protein semakin meningkat (Anonymous, 2012). Tingginya kandungan protein silase keong rawa juga di dapat dari sumbangan protein mikroba pembusuk yang mati. Diduga pada lama penyimpanan sampai 7 minggu mikroba pembusuk yang mati lebih banyak dibandingkan dengan lama penyimpanan 3 minggu dan 5 minggu. Menurut Ferdianto et al. (1984) dalam Fathul et al. (1997) bahwa protein bentukan baru pada bahan hasil fermentasi tersusun antara penggabungan N bebas dari bangkai bakteri dan sisa asam lemak volatile (campuran asam asetat, propinoat dan butirat) yang telah kehilangan ion O, N, dan H. KESIMPULAN Hasil penelitian tentang energi metabolisme dan daya cerna protein silase keong rawa dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Lama penyimpanan silase keong rawa berpengaruh nyata terhadap energi metabolisme dan daya cerna protein itik Alabio. b. Lama penyimpanan 7 minggu memberikan hasil yang lebih baik (2818,69 kkal untuk

energi metabolisme) dan (88,34%) untuk daya cerna protein. DAFTAR PUSTAKA Ali, M.A. and Leeson, S. 1995. The Nutritive Value of Some Indigenous Asian Poultry Feed Ingredients. J. Animal Feed Science Technology 55 :227-237. Biolorai, R.Z. Harduf, B. Losif and E. Alumot. 1973. Apparent Amino Acid Absorption from Feather Meal by Broiler Chicks. J. Nutrition. Coen H.M. Smits, Chantal, A.A. Maarsen, Johan, M.V.M. Mouwen and Jos F.J.G. Koninkx. 1996. The Anti Nutritive Effect of a Carbocymethylcellulose with Hig Viscosity in Broiler Chickens is not Associated With Mucosal Damage. In : Viscosity of Dietary Fibre in Relation to Lipid Digestibility in Broiler Chickens. Proefchrift. Dharmawati S. 2006. Pengaruh Pengolahan Keong Rawa Kalambuai terhadap Nilai Energi Matabolis dan Kecernaan Protein serta Implikasinya pada Ayam Broiler. Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian Universias Islam Kalimantan. Dharmawati S dan Firahmi N. 2011. Pengaruh Pengolahan Keong Rawa Kalambuai terhadap Komposisi Nutrien dan Nilai Energi Metabolis. Fakultas Peternakan Universitas Islam Kalimantan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti-Uniska. Dharmawati, Syarif dan Setiawan, 2012. Kualitas Protein dan Serat Kasar Silase Keong Rawa Kalambuai yang Menggunakan Sumber Aditif

111

Dedak dan Onggok dengan Pemanfaatan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Ziraa'ah Volume 33 Nomor 1, Februari tahun 2012 Fathul et al., 1997. Kualitas Gizi Silase Hijauan Jagung (Zea mays) dengan Berbagai Bahan Media dan Masa Fermentasi yang Berbeda, Sains Teks Vol. IV No. 3. Universitas Semarang.

Sklan, D. and S. Hurwitz, 1980. Protein Digestion and Absorption in Young Chick and Turkey. J. Nutrition. Soares, J.H. Jr., and R.R. Kifer, 1971. Evaluation of Protein Quality Based on Residual Amino Acid of The Illeal Content of Chick. Poultry Science. Tony, 2011. Pengawetan Pakan dengan Pembuatan Silase. Tony_Sapis Site. Diakses tanggal 8 Maret 2011. Tillman, A., Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., Lebdosoekodjo., 1987. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogykarta.

Gaspersz, V., 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung. Sibbald, I.R. and Morse, 1983. Effect of Nitrogen Correction and of Feed Intake on True Metabolizable Energy Value. Poultry Sci.

Anda mungkin juga menyukai