Anda di halaman 1dari 55

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X SEMESTER 1

SMA SWADHIPA MELALUI METODE EKSPERIMEN BERBASIS


LINGKUNGAN
Oleh
Sunyono 1), Rini Sugiarti 2)
ABSTRACT
Student learning is an integrated part of teaching process, as we realize that
student
learning is a product of effective teaching. Demonstration, discussion, and
talkative
methods applying in teaching chemistry at class X in semester I SMA
Swadhipa Natar are
not optimum to improve of student achievement and activity in study,
especially the
demonstration were carried out rarely, because of limitedness chemical
substances in
school. Using experiment method by substances from environment of student
area is an
alternative experiment method to exceed of limitedness chemical
substances. This research
has an objective to know improvement of student achievement and activity in
laboratories
(psychomotor) by applying experiment method by use substances from
environment of
student area in teaching chemistry at class X in semester 1 on 2006 year.
Subject of this
research are 37 students of class X in semester 1 SMA Swadhipa Natar,
consists of 11
male and 26 female. The research was carried out in three cycles, and every
cycle consists
of planning, implementation, evaluation, and reflection. The teaching process
was carried
out trough experiment, discussion, presentation, and homework.
The result of the research showed that there are improvement of student
achievement and
activity in study from cycle to cycle.
Key Words: Chemical Substances, environment, achievement.
PENDAHULUAN
Berdasarkan observasi awal dan diskusi dengan guru kimia kelas X SMA
Swadhipa Natar
Lampung Selatan diperoleh bahwa hasil belajar kimia siswa kelas X selama ini
sangat
rendah (rata-rata 4,85), meskipun telah dilakukan berbagai upaya yang
dilakukan oleh guru
untuk meningkatkan hasil belajar siswa, namun hasilnya masih jauh dari
harapan. Dari
pengamatan guru selama proses pembelajaran berlangsung selama ini
nampak bahwa
hanya sekitar 40% siswa kelas X yang mendapat nilai ≥ 6,0. Kondisi ini difuga
akibat
minat, aktivitas di laboratorium, dan peran serta siswa dalam pembelajaran
sangat rendah.
Siswa tidak pernah siap untuk belajar di kelas, sehingga pembelajaran
cenderung pasif
1) Dosen PS Kimia Jurusan PMIPA – FKIP Universitas Lampung.
2) Guru Kimia SMA Swadhipa Natar
Rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat disebabkan
oleh beberapa
faktor antara lain: (1) Penyampaian materi kimia oleh guru dengan metode
demonstrasi
yang hanya sekali-kali dan diskusi cenderung membuat siswa jenuh, siswa
hanya dijejali
informasi yang kurang konkrit dan diskusi yang kurang menarik karena
bersifat teoritis; (2)
Siswa tidak pernah diberi pengalaman langsung dalam mengamati suatu
reaksi kimia,
sehingga siswa menganggap materi pelajaran kimia adalah abstrak dan sulit
difahami; (3)
Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi dan tidak inovatif,
sehingga
membosankan dan tidak menarik minat siswa.
Hasil diskusi dengan guru SMA Swadhipa Natar Lampung Selatan disepakati
bahwa untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa terhadap materi pelajaran kimia perlu
adanya
perbaikan dalam pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran dengan
menggunakan metode
eksperimen berwawasan lingkungan. Metode eksperimen berwawasan
lingkungan adalah
eksperimen dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh di lingkungan
sekitar siswa dan
murah harganya, sehingga eksperimen dilaboratorium dapat dilaksanakan
secara kontinyu.
Oleh sebab itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah
penerapan metode
eksperimen berwawasan lingkungan pada pembelajaran kimia di kelas X
Semester I dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswaf ?”
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa kehgagalan siswa dalam
belajar kimia,
karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam mempelajari kimia
dan tidak
tahu untuk apa mereka belajar kimia. Penelitian yang dilakukan oleh Muh
Farid, dkk (2001)
di SMUN 1 Bandar Lampung, menemukan bahwa kebanyakan dari siswa yang
gagal dalam
belajar kimia, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam belajar dan
mereka tidak
mempunyai metode belajar yang efektif untuk menguasai materi kimia dalam
waktu
tertentu. Di samping itu, guru kurang mempunyai pengetahuan dan wawasan
dalam
memvariasikan metode mengajarnya. Padahal, tugas utama seorang guru
adalah
membantu siswa dalam belajar, yakni berupaya menciptakan situasi dan
kondisi yang
memungkinkan terjadinya proses pembelajaran melalui penerapan berbagai
metode yang
tepat. Guru harus profesional, sesuai dengan tuntutannya sebagai pendidik,
fasilitator,
mediator, dan catalytic agent dalam pendidikan (Sunyono, 2007).
Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan keterampilan proses
menyebabkan siswa dapat
menemukan fakta-fakta, konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan
proses dan
sikap ilmiah siswa sendiri (Soetarjo dan Soejitno, 1998). Hasil penelitian yang
dilakukan
oleh Nina Kadaritna, dkk (2000) di SMU YP Unila menunjukkan bahwa
penggunaan
pendekatan keterampilan proses dengan metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil
belajar dan minat siswa terhadap pelajaran kimia.
Dalam metode eksperimen siswa dapat memperoleh kepandaian yang
diperlukan dan
langkah-langkah berfikir ilmiah (Tim Didaktik, 1995). Namun, metode
eksperimen memiliki
beberapa kelemahan, seperti keterbatasan alat dan bahan kimia yang relatif
mahal dapat
menghambat pelajaran selanjutnya. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
eksperimen
dapat dilaksanakan dengan menggunakan peralatan sederhana yang
didesain sendiri oleh
guru dengan menggunakan barang-barang bekas yang ada di sekitar kita.
Demikian pula
bahan-bahan kimia tersedia cukup banyak di alam sekitar kita, yaitu bahan
sehari-hari.
Eksperimen kimia dengan menggunakan bahan alam yang ada di sekitar kita
untuk
pembelajaran kimia telah banyak dilakukan antara lain; Duffy (1995) dan
Derr (2000)
melakukan percobaan dengan menggunakan proses pelarutan garam dapur
sebagai
contoh perubahan fisika dan reaksi antara cuka dengan soda kue yang
menghasilkan
karbondioksida sebagai contoh perubahan kimia. Synder (1992) mempelajari
reaksi
kesetimbangan pada botol minuman soda yang diberi indikator asam-basa,
sedangkan cara
yang berbeda dilakukan oleh Kanda (1995) untuk mempelajari pengaruh
konsentrasi asambasa
pada reaksi kesetimbangan indikator alam. Selanjutnya Solomon (1996)
melakukan
eksperimen tentang pembuatan ester. Percobaan Solomon dilakukan dengan
cara
memanaskan campuran alkohol dan cuka selama beberapa menit,
terbentuknya ester
ditandai dengan terciumnya bau harum yang khas, atau dengan
terbentuknya dua lapisan
bila dicampurkan dengan air.
Di samping itu, hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sunyono (2005)
menunjukkan
bahwa pembelajaran kimia dengan eksperimen menggunakan bahan sehari-
hari (bahan
yang ada di lingkungan) di kelas XI semester 1 SMA Swadhipa Natar dapat
meningkatkan
aktivitas, minat, dan penguasaan materi kimia siswa secara signifikan. Oleh
sebab itu,
dalam penelitian tindakan kelas ini dikembangkan pendekatan keterampilan
proses melalui
metode eksperimen berwawasan lingkungan.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif antara dosen
FKIP Unila
dengan guru-guru kimia SMA Swadhipa Natar Lampung Selatan. Penelitian
dilaksanakan
di kelas X–4 semester I Tahun Pelajaran 2005/2006. Jumlah siswa yang
menjadi objek
penelitian adalah 37 orang dengan rincian 11 orang siswa laki-laki dan 26
orang siswa
perempuan. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 9 bulan sejak Maret
hingga
November 2005 mulai tahap persiapan (penyusunan Silabus, LKS, persiapan
alat dan
bahan, uji coba praktikum, dan penyempurnaan LKS), sampai dengan tahap
pelaksanaan
(pembelajaran di sekolah) dan tahap pelaporan.
Penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi tiga siklus tindakan dan setiap
siklus terdiri dari
satu atau dua materi pokok. Proses pembelajaran untuk setiap siklus terdiri
dari 3 – 4 kali
pertemuan dengan materi pokok yang menjadi fokus penelitian adalah
Pengenalan Kimia
dan Tatanama Kimia, Persamaan Reaksi Kimia Sederhana, Hukum Dasar
Kimia, dan
Perhitungan Kimia. Setiap selesai satu materi pokok diadakan tes formatif
untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap konsep kimia yang ada pada
materi pokok
yang bersangkutan. Eksperimen (praktikum) dilakukan melalui kelompok (tiap
kelompok
terdiri dari 5 – 8 orang anggota) dan untuk tiap siklusnya dilaksanakan
sebanyak 2 – 3 kali
percobaan di bawah bimbingan guru. Pada setiap siklus dilakukan observasi
sebanyak 2
kali oleh dosen mitra dan guru lain sesuai dengan pembagian tugas.
Observasi dilakukan
terhadap guru yang sedang mengajar, maupun terhadap siswa yang sedang
belajar melalui
praktikum untuk melihat aktivitasnya di laboratorium, juga dilakukan
wawancara dengan
siswa. Wawancara dilakukan oleh dosen mitra dan semua anggota peneliti
(guru mitra).
Selain itu juga akan diadakan refleksi oleh pengamat yang terdiri dari 1 orang
guru kimia,
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, dan 1 orang dosen mitra untuk
membicarakan halhal
yang sudah dilakukan dengan tepat, maupun kekurangan-kekurangan yang
masih ada
pada siklus tersebut, yang akan menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan
dalam
pelaksanaan siklus berikutnya.
Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya dilakukan analisis
data sebagai
bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara
membandingkan hasil
yang telah dicapai dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Indikator keberhasilan tindakan kelas adalah apabila terjadi peningkatan hasil
belajar pada
setiap siklusnya dan lebih dari 80 % siswa memperoleh nilai ¡Ý 70 baik nilai
kognitif maupun
psikomotornya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini telah dilakukan pengembangan beberapa aspek, antara
lain; (1)
Metode instruksional, dimana diskusi dan tanya jawab dikembangkan melalui
penyelenggaraan praktikum dan presentasi yang dilakukan oleh siswa, (2)
Proses
pembelajaran, dalam hal ini dikembangkan metode eksperimen berwawasan
lingkungan.
dan pembahasan hasil eksperimen oleh siswa melalui presentasi serta latihan
soal sebagai
umpan balik siswa dalam belajar mandiri., (3) Tugas rumah, yang diberikan
untuk setiap
selesainya satu – dua sub materi pokok, berupa soal-soal yang menyangkut
baik
pemahaman maupun analisis.
Penilaian terhadap tugas pekerjaan rumah (PR) tidak dijadikan data
penelitian, namun
penilaian tersebut ditujukan sebagai diagnostik terhadap kelemahan dan
kesulitan belajar
siswa. Hasil pengamatan/observasi dan wawancara selama proses
pembelajaran pada
setiap siklus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Prosentase Siswa yang Mencapai Keberhasilan Tindakan (Dilihat dari
Nilai
Psikomotor)
Nilai Siklus
I II III
Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
%
< 60,00 1 2,70 0 0 0 0
60 – 69,90 13 35,14 3 8,11 2 5,41
≥ 70,00 23 62,16 34 91,89 35 94,59
Rata-rata 69,82 75,94 79,40
Tabel 2. Prosentase Siswa yang Mencapai Ketuntasan Belajar dan Kriteria
Keberhasilan Tindakan (Hasil Belajar/Hasil Tes Tiap Siklus)
Nilai Siklus
I II III
Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
%
< 60,00 27 72,97 16 43,24 4 10,81
60 – 69,90 8 21,62 12 32,43 4 10,81
≥ 70,00 2 5,41 9 24,32 29 78,38
Rata-rata 50,27 62,30 74,61
Tabel 3. Hasil Wawancara dengan Siswa terhadap Pelaksanaan Pembelajaran
dan
Praktikum dari 12 orang Responden yang Menjawab Positif.
Pointer Siklus
I II III
Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
% Jumlah
(org)
%
1 3 25,00 5 41,67 10 83,33
2 4 33,33 4 33,33 9 75,00
3 6 50,00 8 66,67 11 91,67
4 3 25,00 7 58,33 10 83,33
5 5 41,67 9 75,00 12 100,00
6 2 16,,67 8 66,67 11 91,67
Siklus I berlangsung selama 4 x 2 x 45 menit atau empat kali pertemuan.
Materi yang
diajarkan dalam proses pembelajaran ini adalah Pengenalan Kimia dan
Tatanama
Senyawa. Praktikum yang dilaksanakan pada siklus I sebanyak 2 kali
eksperimen, yaitu
tentang Pengenalan Kimia dan Rumus Kimia.
Setelah proses pembelajaran pada siklus I selesai, selanjutnya pada akhir
siklus dilakukan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa (tes) untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam
menyerap materi yang telah dibahas. Dari hasil tes pada siklus I diperoleh
nilai rata-rata
siswa sebesar 50,27 (Tabel 2) dan jumlah siswa yang memenuhi kriteria
ketuntasan belajar
yang ditetapkan sekkolah (nilai ≥ 60,00) hanya 10 orang atau 27,03% (Tabel
2). Bila dilihat
dari ketuntasan belajar secara klasikal, hasil tindakan pada siklus I belum
menunjukkan
keberhasilan yang memuaskan karena masih jauh di bawah 80%. Demikian
pula indikator
keberhasilan tindakan yang ingin dicapai dalam penelitian ini (80% siswa
memperoleh nilai
≥ 70,00) masih jauh dari yang diharapkan. Dari hasil evaluasi (Tabel 2) hanya
5,41% siswa
yang memperoleh nilai ≥ 70,00. Hasil observasi dan penilaian terhadap
aktivitas di
laboratorium (nilai psikomotor) pada kegiatan praktikum (Tabel 1) juga
menunjukkan bahwa
pada siklus I kriteria keberhasilan tindakan belum tercapai (hanya 62,16%
siswa yang
memperoleh nilai psikomotor 70,00). Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen
dengan
menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan terdapat di
lingkungan siswa belum
dapat memotivasi dan membangkitkan minat siswa terhadap mata pelajaran
kimia terutama
keterampilan berpraktikum di laboratorium. Keadaan ini disebabkan
banyaknya siswa yang
masih menunjukkan tingkahlaku yang tidak diinginkan (seperti bermain-main,
ganggu
teman, ngobrol) ketika praktikum berlangsung.
Faktor tidak tercapainya indikator keberhasilan yang dilihat dari nilai hasil tes
dan nilai
psikomotor tersebut di atas adalah kurang maksimalnya metode yang
dilaksanakan dalam
pembelajaran, terutama pemberi konstribusi yang cukup besar terhadap
kurang berhasilnya
penelitian ini adalah banyak siswa (27 orang) yang memperoleh nilai kurang
60,00 dan
hanya 2 orang siswa yang memperoleh nilai > 70,00. Hasil wawancara
dengan siswa
diperoleh 75,00% siswa merasa belum yakin bahwa bahan-bahan yang
digunakan dalam
praktikum dapat menggantikan bahan kimia sintetik dan dapat dijadikan
bahan kajian
teoritis untuk membahas materi pokok dalam mencapai kompetensi dan
hanya 25,00%
siswa yang merasa yakin (Tabel 3), oleh sebab itu, perlu ada penyesuaian
dari siswa
melalui bimbingan dari guru.
Berdasarkan hasil observasi terhadap guru dan refleksi pada siklus I, keadaan
ini
disebabkan oleh:
1. paradigma lama guru masih sangat kental yang dapat dilihat dari kegiatan
pembelajaran yang masih didominasi guru, guru tidak banyak memberikan
kesempatan pada siswa untuk berfikir sendiri dalam menemukan konsep-
konsep
kimia.
2. guru kurang persiapan, sehingga praktikum yang dilaksanakan masih
banyak
mengalami hambatan dan harus dilakukan berulang-ulang untuk mencapai
keberhasilan praktikum (pendapat siswa pointer 6).
3. beberapa alat praktikum yang di buat oleh siswa sendiri belum baik untuk
digunakan, karena persiapan awal yang belum optimal.
4. guru kurang memantau kesulitan belajar siswa, sehingga diagnostik yang
diberikaan
guru kurang dirasakan oleh siswa.
5. guru kurang memberikan waktu tunggu yang cukup kepada siswa untuk
menjawab
pertanyaan.
6. guru tidak memberikan contoh konkrit penerapan materi kimia yang
sedang dibahas
dengan kehidupan sehari-hari dan tidak memberikan penjelasan yang cukup
tentang bagaimana hasil percobaan yang dilakukan jika bahannya adalah
bahan
kimia sintetik yang dibeli dari toko kimia.
Siklus II berlangsung selama 3 x 2 x 45 menit atau tiga kali pertemuan.
Materi yang
diajarkan dalam proses pembelajaran ini adalah Persamaan Reaksi Kimia.
Praktikum yang
dilaksanakan pada siklus II sebanyak 2 kali eksperimen, yaitu tentang reaksi
yang
menghasilkan gas dan reaksi pembakaran..
Berdasarkan pengamatan, ternyata pada siklus II siswa lebih antusias dalam
pembelajaran
dibandingkan pada siklus I. Hal ini dapat dilihat dari ketetapatan
mengumpulkan tugas
pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan pada siklus II menunjukkan
bahwa minat
dan motivasi belajar siswa lebih tinggi dibanding siklus I.
Dari hasil tes pada siklus II diperoleh nilai kognitif (prestasi belajar) rata-rata
siswa sebesar
62,30 (Tabel 2) dan jumlah siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan belajar
yang
ditetapkan sekolah dengan nilai ≥ 60,00 sebanyak 21 orang atau 56,75%
(Tabel 2). Bila
dilihat dari ketuntasan belajar siswa yang ditetapkan sekolah, hasil tindakan
pada siklus II
sudah menunjukkan keberhasilan yang memuaskan, namun bila dilihat dari
kriteria
keberhasilan tindakan, prestasi belajar yang dicapai pada siklus II ini juga
masih belum
mencapai hasil yang diinginkan (80% siswa memperoleh nilai ≥ 70,00). Dari
hasil evaluasi
(Tabel 2) hanya 24,32% siswa yang memperoleh nilai ≥ 70,00. Meskipun hasil
ini belum
memenuhi indikator keberhasilan tindakan, tetapi jika dibandingkan dengan
nilai kognitif
rata-rata siswa pada siklus I, pada siklus II mengalami peningkatan sebesar
23,93%.
Sedangkan terhadap nilai psikomotor atau aktivitas praktikum siswa (Tabel 1)
menunjukkan
menunjukkan bahwa pada siklus II kriteria keberhasilan tindakan sudah
tercapai (91,89%
siswa yang memperoleh nilai psikomotor 70,00). Jika dibandingkan dengan
nilai psikomotor
siswa pada siklus I, maka pada siklus II mengalami peningkatan sebesar
8,77%.
Hasil wawancara dengan siswa (terutama pointer 4) menunjukkan bahwa
pada siklus II
terdapat siswa yang masih merasa belum yakin bahwa bahan-bahan yang
digunakan
dalam praktikum dapat menggantikan bahan kimia sintetik dan dapat
dijadikan bahan kajian
teoritis untuk membahas materi pokok dalam mencapai kompetensi
sebanyak 6 orang
(58,33%), siswa lainnya sudah merasa yakin (Tabel 3). Demikian pula,
pointer-pointer
lainnya mengalami peningkatan jumlah siswa yang menjawab positif
dibandingkan pada
sikjlus I. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa agar
siswa yakin
betul dengan pembelajaran yang dikembangkan, maka pada pada siklus
berikutnya masih
diperlukan bimbingan dari guru yang lebih intensif.
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi, semua tim peneliti menyatakan
bahwa
pembelajaran pada siklus II masih memiliki beberapa kelemahan dan
merupakan indikasi
belum tercapainya indikator keberhasilan tindakan. Kelemahan pembelajaran
yang muncul
pada siklus II adalah
1. paradigma lama guru masih terlihat, dalam hal ini guru masih dominan
dalam
pembelajaran.
2. diagnostik dan pembimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan
belajar
oleh guru belum maksimal.
3. guru masih belum memberikan waktu tunggu yang cukup kepada siswa
untuk
menjawab pertanyaan, disebabkan waktu yang terbatas.
Siklus III berlangsung selama 4 x 2 x 45 menit atau empat kali pertemuan.
Materi yang
diajarkan dalam proses pembelajaran ini adalah Hukum Dasar Kimia. Proses
pembelajaran
berlangsung sebagaimana siklus I dan siklus II dengan perbaikan beberapa
teknik
pembelajaran sesuai hasil refleksi pada siklus II. Praktikum yang dilaksanakan
pada siklus
III sebanyak 4 kali praktikum, yaitu tentang Hukum Lavoisier, Hukum Proust,
Konsep Mol,
dan Volume Molar.
Sebagaimana pada siklus II, ternyata pada siklus III siswa sangat antusias
dalam
pembelajaran, demikian pula bila dilihat dari ketetapatan mengumpulkan
tugas pekerjaan
rumah yang diberikan oleh guru pada siklus III juga menunjukkan bahwa
minat dan motivasi
belajar siswa sangat tinggi.
Tes hasil belajar yang dilakukan pada akhir siklus III diperoleh nilai rata-rata
siswa sebesar
74,61 (Tabel 2) dan jumlah siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan belajar
yang
ditetapkan sekolah dengan nilai ≥ 60,00 sudah mencapai 89,19% (Tabel 2).
Bila dilihat dari
kriteria keberhasilan tindakan, nilai hasil belajar yang dicapai pada siklus III
ini juga masih
belum mencapai hasil yang diinginkan (80% siswa memperoleh nilai ≥ 70,00).
Dari hasil
evaluasi (Tabel 2) siswa yang memperoleh nilai ≥ 70,00 sebanyak 78,38%.
Meskipun hasil
ini belum memenuhi indikator keberhasilan tindakan, tetapi jika dibandingkan
dengan nilai
rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus II, pada siklus III
mengalami
peningkatan sebesar 19,76 %. Hasil penilaian terhadap aktivitas praktikum
siswa atau nilai
psikomotor (Tabel 1) menunjukkan bahwa pada siklus III sama dengan siklus
II, yaitu
indikator keberhasilan tindakan sudah terpenuhi (94,59% siswa memperoleh
nilai
psikomotor ≥ 70,00). Jika dibandingkan dengan nilai psikomotor rata-rata
yang dicapai
siswa pada siklus II, maka pada siklus III mengalami peningkatan sebesar
4,56%.
Hasil wawancara dengan siswa (Tabel 3. pointer 1, 2, dan 5) menunjukkan
bahwa sebagian
siswa menganggap pembelajaran yang dikembangkan guru memang menarik
namun
materi yang dibahas lebih rumit dibanding materi sebelumnya. Di samping
itu, presentasi
yang dilakukan oleh siswa secara kelompok pada setiap akhir praktikum tidak
banyak
memperoleh ide dan masukan atau pendapat dari temannya atau anggota
kelompoknya.
Namun, bila dilihat dari pointer lain, menunjukkan bahwa lebih dari 75,00%
siswa sudah
merasa yakin bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen
menggunakan bahan
sehari-hari dapat menggantikan bahan kimia sintetik dan dapat dijadikan
bahan kajian
teoritis untuk membahas materi pokok dalam mencapai kompetensi.
Pada kegiatan refleksi dinyatakan bahwa pembelajaran pada siklus III masih
memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
1. guru masih belum memberikan waktu tunggu yang cukup kepada siswa
untuk
menjawab pertanyaan dan menyampaikan pendapatnya.
2. bimbingan guru pada siswa untuk membuat kesimpulan sendiri melalui
kelompok
belum maksimal, disebabkan keterbatasan waktu dan banyaknya siswa yang
membutuhkan bimbingan secara individu.
Di samping itu, beberapa saran siswa yang berhasil diperoleh melalui
wawancara (pointer
8) adalah
1. hendaknya guru dapat merinci soal-soal yang tidak dapat dikerjakan siswa,
dan
menginventarisir konsep-konsep essensial yang tidak mudah disampaikan
melalui
kegiatan praktikum, diskusi, dan presentasi, terutama dengan menggunakan
bahan
sehari-hari.
2. diskusi yang diselenggarakan hendaknya disesuaikan dengan waktu jam
pelajaran,
sehingga tidak sering melebihi waktu jam pelajaran.
3. pemanfaatan waktu belajar dan praktikum kurang efektif, dimana
pengaturan waktu
praktikum, latihan, penjelasan guru, diskusi, dan presentasi mestinya
diperhitungkan
secara proporsional, sehingga tidak mengganggu jam pelajaran lain.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa pemanfaatan bahan-bahan
lingkungan untuk
kegiatan praktikum kimia di kelas X SMA Swadhipa Natar dapat
meningkatkan prestasi
belajar siswa baik prestasi kognitif maupun prestasi psikomoriknya. Hasil
penelitian ini
tidak berbeda dengan penelitian terdahulu (Sunyono, 2003 dan 2005).
Penelitian ini juga
telah dapat menerapkan dan mengambangkan prakarsa Synder (1992), Duffy
(1995), dan
Kanda (1995).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran
kimia kelas X semester 1 SMA Swadhipa Natar melalui metode eksperimen
berbasis
lingkungan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dari siklus ke siklus,
baik prestasi
kognitif maupun prastasi psikomorik siswa.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapapan terimaksih penulis sampaikan kepada Kepala SMA Swadhipa Natar,
sebagai
mitra dalam penelitian ini, dan Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi (PPTK & KPT), Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian tindakan
kelas ini
melalui Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor:
237/8104/P2TK&KPT/2006,
Tanggal 3 Maret 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Duffy, D.G., Show, S.A., Bare, W.D., and Goldsby, K.A., 1995. More Chemistry
in a Soda
Bottle, A Conversation of Mass Activity., Journal of Chemical Education, 72
(8),
734 – 736.
Derr, H.R., Lewis, T., and Derr, B.J., 2000. Gas Me Up, or A Baking Powder
Diver. Journal
of Chemical Education, 77 (2), 171 – 172.
Kanda, N., Asano, T., and Itoh, T., 1995. Preparing Chamelon Balls from
Natural Plants,
Simple Handmade pH Indicator and Teaching Material for Chemical
Equilibrium.
Journal of Chemical Education, 72 (12), 1131 – 1132.
Muh Farid., Sunyono., dan Diah Eko Ermiwanti., 2001. Upaya Meningkatkan
Aktivitas
Belajar dan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas I Cawu 3 SMU Negeri 1 Bandar
Lampung melalui Penerapan Tes Awal dan Tes Akhir. Laporan Penelitian
Tindakan
Kelas – Proyek PGSM Dikti., Universitas Lampung.
Nina Kadaritna., Sunyono., Sungkowo, dan Haria Etty, S.M., 2000.
Penggunaan
Pendekatan Keterampilan Proses dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman
Konsep
Kimia pada Siswa Kelas II SMU YP Unila Bandar Lampung Tahun Pelajaran
1999/2000. Laporan Penelitian Tindakan Kelas – Proyek PGSM Dikti.,
Universitas Lampung.
Soetarjo, dan Soejitno, PO., 1998. Proses Belajar Mengajar dengan
Metode Pendekatan
Keterampilan Proses. Penerbit: SIC, Surabaya.
Solomon, S., Hur, C., Lee, A., and Smith, K., 1996. Synthesis of Ethyl
Salicylate Using
Household Chemicals. Journal of Chemical Education,73(2),173-175.
Sunyono, 2003., Penerapan Pembelajaran dengan Eksperimen Menggunakan
Bahan
Sehari-hari dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Kimia
Siswa
Kelas I Semester Genap SMU Negeri Natar T.P.2001/2002. Laporan Hasil
Penelitian. Universitas Lampung.
------------, 2005., Optimalisasi Pembelajaran Kimia pada Siswa Kelas XI
Semester 1 SMA
Swadhipa Natar melalui Penerapan Metode Eksperimen Menggunakan Bahan
yang
Ada di Lingkungan., Laporan Hasil Penelitian (PTK), Dit.PPTK & KPT Ditjen
Dikti,
2005.
------------., 2007. Srtifikasi dan Profesionalisme Guru. Lampung Post (Rubrik
Opini).
Tanggal 21 September 2007, halaman 12.
Synder, C.A., Synder, D.C., and DiStefano., 1992. Simple Soda Bottle
Solubility and
Equilibria. Journal of Chemical Education., 69 (7), 573.
Apakah PTK (Penelitian Tindakan Kelas), Karya
Tulis Ilmiah
Posted on March 27, 2009 by mashudismada

APAKAH PTK ITU?


PTK merupakan kajian reflektif untuk:
Meningkatkan kemantapan rasional tindakan pembelajaranν
Memperdalam pemahaman tindakan pembelajaranν
Memperbaiki kondisi praktik pembelajaran (bertolak dari permasalahan pembelajaran)
ν
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di
kelasnya sendiriν
(dilakukan dalam pembelajaran biasa bukan kelas khusus)ν
dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakanν secara
kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
(Guru berperan sebagai pengajarν
ν & pengumpul data)
MENGAPA PERLU PTK?
Penelitian akademik yang biasa dilakukan oleh expert tidak secara langsung dapat
dimanfaatkan oleh guruν
Penelitian tindakan kelas berhubungan langsung dengan upaya penyelesaian masalah
pembelajaranν
Guru berperan aktif dalam penelitian dinamika kelasν
MENGAPA GURU PENTING MELAKUKAN PTK?
Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanyaν
Temuan penelitian tradisional sering sukar diterapkan untuk memperbaiki
pembelajaranν
Guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnyaν
Interaksi guru-siswa berlangsung secara unikν
Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan inovatif yang bersifatν pengembangan
mempersyaratkan guru untuk mampu melakukan PTK di kelasnya.
KARAKTERISTIK PTK
Masalah : berawal dari guru (ditentukan oleh guru)ν
Tujuannya : memperbaiki/meningkatkan kualitas pembelajaranν
Metode utama: refleksi diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitianν
Fokus penelitian : kegiatan pembelajaranν
Guru bertindak sebagai : pengajar dan peneliti.ν
TUJUAN PTK
Peningkatan mutu pembelajaran secara berkesinambunganν
Mencobakan secara sistematis berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan
masalah pembelajaranν
Menjamin proses pertumbuhan profesionalitas guruν
MANFAAT PTK
Meningkatkan kemandirian guru dalam melakukan inovasi pembelajaranν
Memantapkan keyakinan epistemologis guruν
Memantapkan “teori kecil” yang dibangun sendiri oleh guruν
Wahana yang potensial untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikanν

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA


KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 1 NATAR DENGAN
METODE INQUIRY
• View
• clicks

Posted May 18th, 2009 by a.ifano

• Administrasi Bisnis/Niaga

abstraks:

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA 3


SMA NEGERI 1 NATAR DENGAN METODE INQUIRY
Oleh:
(Guru SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan)
ABSTRAK
Hasil belajar siswa merupakan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.
Berdasarkan penilaian sebelumnya hasil belajar biologi kelas XI SMA Negeri I
Natar masih rendah, yaitu rata-rata 58, sedangkan kriteria ketuntasan belajar
minimum, yaitu 68. Rendahnya hasil belajar tersebut diduga karena aktivitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran masih rendah akibat dominasi metode ceramah,
sehingga dalam hal ini diperlukan metode yang lebih tepat. Untuk itu penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi untuk materi
”Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan” dengan metode inquiry pada siswa kelas
XI IPA-3 SMA Negeri I Natar.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan September—November 2007
di kelas XI IPA-3 SMA Negeri I Natar Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah
siswa 39 orang. Data penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Cara
pengambilan data ini menggunakan tes tertulis untuk mengukur hasil belajar siswa
dan lembar observasi aktivitas siswa untuk menilai aspek psikomotorik dan afektif
siswa. Data yang diperoleh dari proses dan hasil pembelajaran diolah secara
persentase dan tabel statistik sederhana, serta dianalisis secara diskriptif.
Dari hasil observasi selama kegiatan PTK ini didapatkan data nilai psikomotorik
siswa, yaitu secara klasikal, pada siklus I ketuntasan belajar belum tercapai, baru
32 orang (82,05%), sedangkan pada siklus II 35 orang (89,74) dan III semuanya
(100%) sudah tercapai KKM. Dari aspek afektif yang sudah dapat melibatkan
sebagian besar siswa hanya kegiatan diskusi, dan pengumpulan tugas tepat waktu,
tetapi untuk semua aspek afektivitas terjadi peningkatan. Dari aspek kognitif,
berdasarkan hasil tes formatif diperoleh data bahwa siswa yang sudah mencapai
KKM pada siklus I 30 orang (76,92%), siklus II 34 orang (87,17%), dan siklus III 36
orang (92,30%) Dengan kata lain, bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.
___________
Kata kunci: peningka

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA 3


SMA NEGERI 1 NATAR DENGAN METODE INQUIRY
Oleh:
(Guru SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan)
ABSTRAK
Hasil belajar siswa merupakan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.
Berdasarkan penilaian sebelumnya hasil belajar biologi kelas XI SMA Negeri I
Natar masih rendah, yaitu rata-rata 58, sedangkan kriteria ketuntasan belajar
minimum, yaitu 68. Rendahnya hasil belajar tersebut diduga karena aktivitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran masih rendah akibat dominasi metode ceramah,
sehingga dalam hal ini diperlukan metode yang lebih tepat. Untuk itu penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi untuk materi
”Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan” dengan metode inquiry pada siswa kelas
XI IPA-3 SMA Negeri I Natar.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan September—November 2007
di kelas XI IPA-3 SMA Negeri I Natar Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah
siswa 39 orang. Data penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Cara
pengambilan data ini menggunakan tes tertulis untuk mengukur hasil belajar siswa
dan lembar observasi aktivitas siswa untuk menilai aspek psikomotorik dan afektif
siswa. Data yang diperoleh dari proses dan hasil pembelajaran diolah secara
persentase dan tabel statistik sederhana, serta dianalisis secara diskriptif.
Dari hasil observasi selama kegiatan PTK ini didapatkan data nilai psikomotorik
siswa, yaitu secara klasikal, pada siklus I ketuntasan belajar belum tercapai, baru
32 orang (82,05%), sedangkan pada siklus II 35 orang (89,74) dan III semuanya
(100%) sudah tercapai KKM. Dari aspek afektif yang sudah dapat melibatkan
sebagian besar siswa hanya kegiatan diskusi, dan pengumpulan tugas tepat waktu,
tetapi untuk semua aspek afektivitas terjadi peningkatan. Dari aspek kognitif,
berdasarkan hasil tes formatif diperoleh data bahwa siswa yang sudah mencapai
KKM pada siklus I 30 orang (76,92%), siklus II 34 orang (87,17%), dan siklus III 36
orang (92,30%) Dengan kata lain, bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.
___________

Jumat, 2008 November 21


MERANGSANG AKTIVITAS BELAJAR MANDIRI
MERANGSANG AKTIVITAS BELAJAR MANDIRI
DENGAN STRATEGI “PEMBERIAN TUGAS TERPADU “

Scolastika Mariani , Sunarmi


FMIPA, Universitas Negeri Semarang

ABSTRAK .

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menerapkan belajar mandiri
dengan strategi “pemberian tugas terpadu” (sebagai variabel yang diteliti) pada
mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UNNES Semester V.
Penelitian tindakan kelas ini diterapkan pada mahasiswa Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Semarang Semester V yang menempuh matakuliah Statistika
Matematika II. Data dianalisis secara deskriptif untuk hasil observasi dan
membandingkan pretes dengan postes menggunakan uji t. Prosedur penelitian tindakan
kelas ini terdiri dari 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan mulai perencanaan, persiapan
tindakan , pelaksanaan tindakan berdasarkan skenario pembelajaran yang sebelumnya
telah disusun , pemantauan dengan lembar observasi untuk mahasiswa dan dosen ,
refleksi, evaluasi dan dilakukan penyimpulan-penyimpulan.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut : secara umum ada peningkatan ketrampilan-
ketrampilan menyelesaikan soal pada mahasiswa yaitu : kemampuan menganalisis
masalah /soal untuk mencari cara penyelesaian, kelancaran mengerjakan soal-soal,
kecermatan mengambil langkah-langkah dalam mengerjakan soal (dengan mengevaluasi
jawaban soal-soal) dan kreativitas menemukan trik-trik dalam menyelesaikan soal-soal,
beberapa aspek yang meningkat pada dosen antara lain : semangat dan kemampuan dosen
dalam berkomunikasi dan menciptakan komunikasi yang timbal balik, semangat dan
kemampuan dosen membimbing mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal dan
kemampuan dosen menyemangati (memberi dorongan secara emosional) kepada
mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Nilai pretes berbeda secara statistik terhadap
nilai postes pada siklus I, tetapi tidak sangat berbeda, perbedaan itu tidak sangat
signifikan, yaitu rata-rata nilai pretes siklus I = 70 dan nilai postes siklus I = 74, Hasil
analisis pada siklus II mirip dengan hasil Siklus I, nilai pretes berbeda secara statistik
dengan nilai postes pada siklus II, tetapi tidak sangat berbeda, perbedaan itu tidak sangat
signifikan, rata-rata nilai pretes siklus II = 75,6667 dan nilai postes siklus II = 79,5556 ,
dapat disimpulkan ada kenaikan, tetapi tidak begitu berarti antara nilai pretes dan postes
siklus II.

Kata Kunci : Belajar mandiri dengan strategi “pemberian tugas terpadu”.

PENDAHULUAN

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang diterapkan di Jurusan Matematika
UNNES. Yang melatar belakangi masalah penelitian ini adalah :
1. Keprihatinan peneliti sebagai dosen di Universitas Negeri Semarang tentang prestasi
mahasiswa yang kurang optimal. Diduga penyebabnya adalah kekurang-mampuan para
mahasiswa mengelola, memotivasi, mengatur, mendisiplin diri dalam aktivitas belajar
mandiri, sebab mahasiswa adalah orang dewasa yang diharapkan mampu
mengembangkan potensi yang mereka miliki sebaik mungkin, tanpa ketergantungan
kepada dosen atau teman sebagai sumber belajar yang sangat terbatas.
2. Kemungkinan juga penyebabnya adalah dosen yang cenderung mengabaikan tugas
mandiri mahasiswa atau persepsi para dosen yang kurang tepat tentang belajar mandiri,
bahwa belajar mandiri merupakan usaha mengisolasi mahasiswa dari bimbingan dosen
sehingga dosen sama sekali lepas dari proses belajar mahasiswa dan strategi dosen dalam
pemberian tugas kurang terprogram, evaluasi proses belajar tidak serius, dan sebagainya.
3. Belajar mandiri membutuhkan kesiapan kondisi kognitif, afektif dan psikomotor serta
fasilitas tertentu, dosen sebagai fasilitator dan pembimbing mahasiswa dalam belajar
mandiri diharapkan memahami kondisi awal mahasiswa dan merencanakan benar-benar
program belajar mandiri meliputi berbagai aspek dalam bentuk pemberian tugas dan
teknik mengevaluasi tugas secara terpadu.
4. Dari daftar hadir mahasiswa di Perpustakaan baik Pusat maupun Jurusan secara umum
maupun secara khusus yaitu mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika, tampak masih
sedikit mahasiswa yang memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana dan sumber belajar,
padahal belajar mandiri dengan menggunakan sarana perpustakaan dan sarana-sarana lain
strategis untuk memaksimalkan hasil belajar.
5. Tidak mungkin mengandalkan perkuliahan tatap muka dengan waktu yang terbatas
untuk menuntaskan belajar apalagi mengharapkan mahasiswa memiliki wawasan yang
lebih luas dari apa yang ditargetkan dosen dalam tujuan instruksional perkuliahan,
kecuali mahasiswa mencari dan mendalami sendiri materi dari sumber-sumber lain
melalui belajar mandiri.
Dari uraian diatas muncul permasalahan yaitu :
1. Apakah pemberian tugas mandiri mahasiswa secara terpadu dengan memperhatikan
berbagai aspek meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dapat meningkatkan hasil
belajar mahasiswa?
2. Apakah Lembaran Tugas Mandiri yang diberikan mampu merangsang mahasiswa
menggali informasi sebanyak-banyaknya dari Perpustakaan dan sumber belajar lain ?
3. Bagaimana hasil pemantauan dengan Lembar Observasi terhadap proses belajar
mandiri terpadu tersebut di atas dipandang dari sudut mahasiswa dan dosen?
Belajar mandiri didefinisikan sebagai usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk
mencapai suatu kompetensi akademis (Kozma, Belle, Williams, 1978: 201). Ketrampilan
ini jika sudah dimiliki, dapat diterapkan dalam berbagai situasi, tidak hanya terbatas pada
satu mata kuliah. Dengan ketrampilan tersebut mahasiswa akan mampu mengatasi
tantangan baru tanpa ketergantungan pada pemecahan masalah tradisional atau pada
orang lain. Belajar mandiri tidak sama dengan “pengajaran individu” (individualized
instruction). Personalized System of Instruction (Keller), Computer Assisted Instruction,
Programmed Instruction (Skinner) merupakan contoh dari pengajaran individu, namun
bukan belajar mandiri. Walaupun demikian, sistem pengajaran individu merupakan salah
satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan proses
belajar mandiri ma hamahasiswa. Belajar mandiri memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya,
menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan
akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnyauntuk mencapai tujuan
belajarnya. (Brookfield, 1984: 50). Mahasiswa secara aktif berpartisipasi dalam
menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara belajarnya. Belajar mandiri
bukan merupakan usaha mengisolasi mahasiswa dari bimbingan dosen, karena dosen
berfungsi sebagai sumber, pemandu dan memberi semangat. Belajar mandiri
menunjukkan bahwa mahasiswa tidak tergantung pada supervisi dan pengarahan dosen
yang terus menerus, tetapi mahasiswa juga mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri,
serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya
(Self Directed Learning, Knowles, 1975: 23). Ketidakhadiran dosen, tidak adanya
pertemuan tatap muka di kelas, dan ketidakhadiran teman-teman sesama mahasiswa
bukan merupakan ciri utama belajar mandiri. Yang menjadi ciri utama dalam belajar
mandiri adalah pengembangan dan peningkatan ketrampilan dan kemampuan mahasiswa
untuk melakukan proses belajar secara mandiri, tidak tergantung pada faktor-faktor
dosen, kelas, teman, dll. Peran utama dosen dalam belajar mandiri adalah sebagai
konsultan dan fasilitator, bukan sebagai otoritas dan satu-satunya sumber ilmu.
Dalam belajar mandiri , mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang besar atas proses
belajarnya. Belajar mandiri mengharuskan mahasiswa menyelesaikan suatu tugas atau
masalah melalui analisis, sintesis dan evaluasi suatu topik matakuliah secara mendalam,
kadang-kadang juga melalui suatu kombinasi antara pengetahuaanya dengan pengetahuan
yang diperoleh dari matakuliah lain. (Adderly & Ashwin, 1976). Dalam belajar mandiri
mahasiwa mendapatkan pengalaman dan ketrampilan dalam hal penelusuran literatur,
penelitian, analisis dan pemecahan masalah dan mereka mendapat kepuasan belajar
melalui tugas-tugas yang diselesaikannya. Yang lebih penting lagi, ialah bahwa belajar
mandiri dapat digunakan untuk mencapai tujuan akhir dari pendidikan, yaitu mahasiswa
dapat menjadi dosen bagi dirinya sendiri.
Aplikasi belajar mandiri menurut Paulina Pannen dalam “Belajar Mandiri” mencakup
beberapa aspek, yaitu :
a. Materi
Penerapan belajar mandiri adalah untuk mencapai tujuan instruksional berdasarkan ranah
kognitif dari jenjang terendah sampai tertinggi, misalnya menurut taksonomi Bloom dari
jenjang pengetahuan sampai evaluasi. Tujuan akhir belajar mandiri adalah pengembangan
kompetensi intelektual mahasiswa. Belajar mandiri dapat membantu mahasiswa menjadi
seseorang yang terampil dalam memecahkan masalah, menjadi manajer waktu yang
unggul dan menjadi pembelajar yang trampil dalam belajar.
b. Mahasiswa
Mahasiswa dapat belajar mandiri jika ia telah menguasai ketrampilan-ketrampilan
prasyarat, misalnya ketrampilan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia. Dengan
demikian mahasiswa memerlukan bantuan dosen untuk menguasai ketrampilan-
ketrampilan prasyarat. Tidak berarti hanya mahasiswa senior yang sudah mampu belajar
mandiri. Mahasiswa yang mampu belajar mandiri adalah mahasiswa yang mampu
mengontrol dirinya sendiri, mempunyai motivasi belajar yang tinggi, yakin akan dirinya,
mempunyai orientasi/ wawasan yang luas, dan luwes. Biasanya mahasiswa yang luwes,
mandiri dan tidak konformis akan dapat belajar mandiri. Namun dukungan dan
bimbingan dosen biasanya tetap diperlukan oleh mahasiswa yang sudah dapat belajar
mandiri.
c. Dosen
Peran dosen dalam proses belajar mandiri mahasiswa sangat penting dan sensitif. Dosen
harus mampu memahami dan mengerti tujuan belajar mahasiswa, tanpa harus mengubah
tujuan belajar mahasiswa menjadi tujuan pengajaran dosen, dosen harus membantu
mahasiswa untuk menerjemahkan tujuan itu menjadi langkah-langkah belajar yang
operasional dan membantu mahasiswa menerapkan langkah-langkah tersebut. Penentuan
tujuan, sumber belajar, proses belajar, dan evaluasi harus dilakukan oleh dosen bersama
mahasiswa. Kebutuhan dan harapan dari kedua belah pihak harus diperhitungkan dalam
proses penentuan tersebut. Dosen juga diharapkan mempunyai waktu khusus untuk
berdiskusi dan mengevaluasi hasil belajar mandiri mahasiswa.
4. Lingkungan
Lingkungan yang mendukung proses belajar mandiri adalah lingkungan yang menantang,
terbuka pada resiko, luwes, interdisiplin, dan tidak tradisional. Belajar mandiri
memerlukan waktu yang dapat mengakomodasi kesalahan-kesalahan konsep dan
memungkinkan terjadinya efek yang kumulatif. Dalam hal ini dosen harus memberikan
waktu yang cukup serta penghargaan yang cukup agar mahasiswa dapat belajar mandiri.
Beberapa strategi Belajar Mandiri adalah sebagai berikut :
1. Cara Pengajaran
Pengembangan ketrampilan belajar mandiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dosen
membekali mahasiswa dengan strategi kognitif, dan dosen membimbing mahasiswa
melalui kontrak perkuliahan. Berbekal strategi kognitif dan kontrak perkuliahan,
mahasiswa akan melalui proses belajar secara mandiri. Dalam hal ini proses belajar yang
akan dilalui adalah proses belajar yang sudah disetujui oleh mahasiswa dan dosen
terutama mengenai topik, tujuan instruksional dan penilaian instruksionalnya.
2. Tujuan Belajar Mandiri
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penentuan tujuan proses belajar mandiri dari
suatu matakuliah, apakah untuk pencapaian ketrampilan atau pengetahuan tertentu atau
untuk pengembangan kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri ? Jika mahasiswa
diasumsikan sudah menguasai strategi kognitif yang dapat digunakan untuk belajar
mandiri, maka tujuan proses belajar mandiri dari suatu matakuliah adalah pencapaian
ketrampilan dan pengetahuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional matakuliah
tersebut. Kondisi ini dapat diterapkan untuk mahasiswa yang sudah terlatih untuk belajar
mandiri, atau sudah mempunyai bekal strategi kognitif untuk belajar mandiri ( misalnya
mahasiswa yang sudah cukup senior). Untuk mahasiswa yang baru saja masuk ke
perdosenan tinggi, atau yang masih berada di semester rendah, maka tujuan proses belajar
mandiri dari suatu matakuliah akan lebih banyak untuk pencapaian kebiasaan dan
kemampuan belajar mandiri. Dosen perlu menyadari hal ini, sehingga pola bimbingan
belajar dan pola pemberian tugas belajar mandiri bagi mahmahasiswa di semester rendah
hendaknya berbeda dari pola bagi mahasiswa di semester lanjut. Belajar mandiri dapat
juga dikembangkan melalui penggunaan materi instruksional yang tercetak maupun
terekam yang diintegrasikan dengan perkuliahan. Contoh materi pekuliahan tercetak
adalah handout, outline, tugas membaca terencana, buku kerja, silabus, buku pegangan
mahasiswa dan modul. Contoh materi instruksional terekam adalah kaset audio, video,
microfische/ microfilm, computer assisted instruction dan video interaktif.
3. Kriteria Evaluasi
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kriteria untuk mengevaluasi proses belajar.
Evaluasi harus berfokus pada pencapaian perilaku belajar mandiri yang dapat diukur,
termasuk menentukan tujuan belajar, memilih sumber belajar, menganalisis dan
mengevaluasi masalah dan memecahkan masalah. Dosen perlu membahas tentang kriteria
evaluasi proses dan hasil belajar ketika membuat kontrak perkuliahan dengan mahasiswa,
sehingga jelas bagi mahasiswa tentang kriteria keberhasilan mereka. Agar proses belajar
lebih efektif, mahasiswa perlu menerapkan cara belajar yang membuat dirinya terlibat
secara langsung, menunjukkan aktivitas mental dan fisiknya selama proses belajar
tersebut. (Paulina Pannen, 1997: 25)
Gagne (1974) mengidentifikasi delapan fase psikologis pokok yang terjadi dalam diri
setiap orang yang sedang belajar, yakni : fase motivasi (afektif), fase pemerhatian
(afektif), fase pemerolehan (kognitif), fase penyimpanan (kognitif), fase pengingatan
(kognitif), fase generalisasi (kognitif), fase kinerja (psikomotor), fase umpan balik
(kognitif & psikomotor), fase-fase ini harus dilalui mahasiswa agar dapat menyelesaikan
tugas mandiri yang diberikan dosen dengan baik, yang dalam penelitian ini disebut
sebagai kondisi awal prasyarat pengerjaan tugas mandiri.
METODE
Subyek Penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Universitas
Negeri Semarang Program Studi Pendidikan Matematika Semester V yang menempuh
matakuliah Statistika Matematika II. Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini
adalah : (1). kinerja dosen selama perkuliahan dengan pemberian tugas mandiri
mahasiswa secara terpadu dengan memperhatikan berbagai aspek meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor, (2). hasil belajar mahasiswa, (3). Kinerja mahasiswa selama
perkuliahan dan proses belajar mandiri terpadu tersebut di atas. Data Variabel (1). kinerja
dosen selama perkuliahan dengan pemberian tugas mandiri mahasiswa secara terpadu
dengan memperhatikan berbagai aspek meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor
diambil dengan Lembar Observasi, variabel (2). hasil belajar mahasiswa diambil dengan
tes, variabel (3). kinerja mahasiswa selama perkuliahan dan proses belajar mandiri
terpadu tersebut di atas diambil dengan Lembar Observasi. Data kinerja dosen selama
perkuliahan dengan pemberian tugas mandiri mahasiswa secara terpadu dengan
memperhatikan berbagai aspek meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dan
kinerja mahasiswa selama perkuliahan dan proses belajar mandiri terpadu tersebut
dianalisis secara deskriptif dan hasil belajar mahasiswa dianalisis dengan uji t.
Untuk menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang akan diselidiki. Faktor-
faktor tersebut adalah :
· Faktor Mahasiswa : Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-
tes (kognitif dan psikomotor) dan pedoman wawancara (afektif), sejauh mana
keterlibatan dan partisipasi mahasiswa dalam proses belajar mandirinya diamati dengan
pedoman pemantauan tugas, dan diselidiki ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa
setelah diterapkan “Pemberian Tugas Terpadu”, dengan membandingkan pre-tes dan pos-
tes.
· Faktor Dosen : Mengamati kerja dosen (Peneliti) sebagai perencana, fasilitator, dan
evaluator program perkuliahan mandiri mahasiswa dengan “Pemberian Tugas Terpadu” ,
diamati dengan pedoman observasi sistematis.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri 2 siklus . Tiap siklus dilaksanakan mulai
perencanaan, persiapan tindakan , pelaksanaan tindakan , pemantauan, refleksilus, dan
dilakukan penyimpulan-penyimpulan.
a. Perencanaan
· Menyusun tujuan instruksional.
· Membuat skenario perkuliahan mandiri mahasiswa.
· Menyusun pre-tes dan pos-tes
· Mendesain Pedoman Pemantauan belajar mandiri mahasiswa.
· Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kerja dosen selama Pelaksanaan
Tindakan.
b. Persiapan Tindakan
· Melaksanakan pre-tes.
· Melaksanakan wawancara pada mahasiswa.
· Analisis pre-tes dan wawancara untuk menentukan karakteristik tugas mandiri yang
diberikan pada mahasiswa.
· Penyusunan Tugas Mandiri bagi mahasiswa.
· Mempersiapkan media dan alat bantu yang diperlukan.
· Memberikan pengarahan kepada mahasiswa tentang hakekat belajar mandiri dan tentang
tugas yang akan diberikan.
c. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario yang
direncanakan dan satuan perkuliahan yang dibuat, menugasi mahasiswa dengan tugas
mandiri yang telah didesain.
d. Observasi
Pada tahap ini, mahasiswa menyelesaikan tugas mandiri dan dosen melakukan
pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja mahasiswa, sementara dosen
lain (peneliti) mengamati kerja dosen sebagai fasilitator yang memberi tugas mandiri
mahasiswa (dengan Pedoman Observasi Sistematis). Selanjutnya nilai pre-tes dan pos-
tes.
e. Analisis, Refleksi dan Evaluasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan
dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian dosen dapat merefleksi diri tentang berhasil
tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek
internal dan eksternal dosen dan mahasiswa. Kemudian untuk siklus berikutnya diadakan
perbaikan-perbaikan bilaman perlu secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil
evaluasi dan refleksi
Secara umum aspek yang diobservasi pada mahasiswa ada peningkatan, terutama untuk
hal-hal yang berhubungan dengan ketrampilan-ketrampilan menyelesaikan soal yaitu :
kemampuan menganalisis masalah /soal untuk mencari cara penyelesaian, kelancaran
mengerjakan soal-soal, kecermatan mengambil langkah-langkah dalam mengerjakan soal
(dengan mengevaluasi jawaban soal-soal) dan kreativitas menemukan trik-trik dalam
menyelesaikan soal-soal. Hal ini dapat dipahami sebab memang dalam tindakan kelas
mahasiswa diberi stimuli yang bervariasi untuk menyelesaikan tugas-tugas mandiri,
antara lain sebelum perkuliahan suatu topik, dijelaskan kegunaan topik tersebut untuk
topik-topik lain dalam matematika atau kegunaannya dalam kehidupan sehari–hari, untuk
soal-soal yang relatif sukar diberi sedikit petunjuk dan mahasiswa sering ditanya tentang
kesulitannya dalam mengerjakan tugas mandiri bila bertemu diluar perkuliahan untuk
memotivasi meskipun bila waktunya mendesak bertanyanya sambil lalu sudah menambah
semangat Pembahasan Hasil Observasi untuk Dosen mereka.
Tidak banyak perubahan dan peningkatan aspek-aspek yang diobservasi pada dosen,
beberapa hal meningkat sehubungan dengan tuntutan penelitian ini yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan pemberian tugas terutama peningkatan pemberian stimuli pada
mahasiswa agar lebih bersemangat dan gigih mengerjakan soal-soal atau tugas yang
umumnya tidak mudah, antara lain : semangat dan kemampuan dosen dalam
berkomunikasi dan menciptakan komunikasi yang timbal balik, semangat dan
kemampuan dosen membimbing mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal dan
kemampuan dosen menyemangati (memberi dorongan secara emosional) kepada
mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
Uji t untuk Nilai Pre-tes dan Pos-tes Siklus I

Tabel 1. Ringkasan Perhitungan Siklus I

Ringkasan Perhitungan Siklus I

Rata- rata
N
Simpangan Baku
Rata-rata Galat Baku
Siklus I
Pos-tes
74.0000
45
11.9469
1.7809
Pre-tes
70.0000
45
12.0133
1.7908

Tabel 2. Ringkasan Perhitungan Korelasi Siklus I

Ringkasan Perhitungan Korelasi

N
Korelasi
Signifikansi
Siklus I
Pos-tes & Pre-tes
45
.412
.005

Tabel 3. Ringkasan Perhitungan Uji t Siklus I

Ringkasan Perhitungan Uji t

Perbedaan Pasangan
t
dk
Taraf Signifikansi
(2 ekor)
Rata- rata
Simpangan Baku
Rata- rata Galat Baku
95% Interval Konfidensi
Bawah

Atas
Siklus I
Postes - Pretes
4.0000
12.9948
1.9371
9.594E-02
7.9041
2.065
44
.045

Uji t untuk Nilai Pre-tes dan Pos-tes Siklus II


Tabel 4. Ringkasan Perhitungan Siklus II
Ringkasan Perhitungan Siklus II

Rata- rata
N
Simpangan Baku
Rata-rata Galat Baku
Siklus II
Pos-tes
79.5556
45
8.6486
1.2893
Pre-tes
75.6667
45
8.5679
1.2772

Tabel 5. Ringkasan Perhitungan Korelasi Siklus II

Ringkasan Perhitungan Korelasi

N
Korelasi
Signifikansi
Siklus II
Pos-tes & Pre-tes
45
.257
.088

Tabel 6. Ringkasan Perhitungan Uji t Siklus II

Ringkasan Perhitungan Uji t

Perbedaan Pasangan
t
dk
Taraf Signifikansi
(2 ekor)
Rata- rata
Simpangan Baku
Rata- rata Galat Baku
95% Interval Konfidensi
Bawah

Atas
Siklus II
Postes - Pretes
3.8889
10.4929
1.5642
.7365
7.0413
2.486
44
.017

Perhatikan Tabel 3. , taraf signifikansi untuk uji t = 0,045 yang harganya kurang dari 0,05
tetapi lebih dari 0,01 (harga a) berarti nilai t hitung pada daerah penolakan, tetapi tidak
ditolak dengan kuat sebab untuk a = 0,01 nilai t hitung pada daerah penerimaan. Sehingga
dapat disimpulkan nilai pretes berbeda secara statistik dengan nilai postes pada siklus I,
tetapi tidak sangat berbeda, perbedaan itu tidak sangat signifikan. Perhatikan pula Tabel
1. bahwa rata-rata nilai pretes siklus I = 70 dan nilai postes siklus I = 74, tampak nilai
postes secara nominal berbeda dengan nilai pretes, secara statistik berbeda tetapi tidak
sangat berbeda. Dapat disimpulkan ada kenaikan, tetapi tidak begitu berarti antara nilai
pretes dan postes siklus I. Dari hasil pengamatan , perenungan dan diskusi tim peneliti,
dapat disimpulkan penyebab hasil tes di atas menjadi demikian, yaitu antara lain karena
mahasiswa sudah terbiasa menerima tugas-tugas, baik tugas terstruktur maupun tugas
mandiri dan penelitian tindakan kelas ini diterapkan pada mahasiswa semester atas yang
menempuh matakuliah Statistika Matematika II, umumnya mahasiswa tersebut sudah
dewasa baik secara usia maupun kepribadian sehingga dengan stimuli yang diberikan
untuk mengerjakan tugas-tugas mandiri mereka tidak sangat mempengaruhi kinerja
maupun belajar mereka selama mengerjakan tugas mandiri. Kepribadian mahasiswa
tersebut di atas sudah dewasa sehingga disiplin diri mereka sudah terbentuk, emosional
mereka sudah mulai stabil, kesadaran mereka sudah tinggi tentang kuliah dan masa
depan, sehingga stimuli yang diberikan memang berpengaruh tetapi tidak begitu tinggi.
Perhatikan Tabel 6. , taraf signifikansi = 0,017 yang harganya kurang dari 0,05 tetapi
lebih dari 0,01 (harga a) berarti nilai t hitung pada daerah penolakan, tetapi tidak ditolak
dengan kuat sebab untuk a = 0,01 nilai t hitung pada daerah penerimaan. Hasil analisis ini
mirip dengan hasil Siklus I. Sehingga dapat disimpulkan nilai pretes berbeda secara
statistik dengan nilai postes pada siklus II, tetapi tidak sangat berbeda, perbedaan itu
tidak sangat signifikan. Perhatikan pula Tabel 4, bahwa rata-rata nilai pretes siklus II =
75,6667 dan nilai postes siklus II = 79,5556 , tampak nilai postes secara nominal berbeda
dengan nilai pretes, secara statistik berbeda tetapi tidak sangat berbeda. Dapat
disimpulkan ada kenaikan, tetapi tidak begitu berarti antara nilai pretes dan postes siklus
II.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Secara umum ada peningkatan ketrampilan-ketrampilan menyelesaikan soal pada
mahasiswa yaitu : kemampuan menganalisis masalah /soal untuk mencari cara
penyelesaian, kelancaran mengerjakan soal-soal, kecermatan mengambil langkah-langkah
dalam mengerjakan soal (dengan mengevaluasi jawaban soal-soal) dan kreativitas
menemukan trik-trik dalam menyelesaikan soal-soal.
2. Tidak banyak perubahan dan peningkatan aspek-aspek pada dosen, beberapa hal yang
meningkat antara lain : semangat dan kemampuan dosen dalam berkomunikasi dan
menciptakan komunikasi yang timbal balik, semangat dan kemampuan dosen
membimbing mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal dan kemampuan dosen
menyemangati (memberi dorongan secara emosional) kepada mahasiswa dalam proses
belajar mengajar.
3. Nilai pretes berbeda secara statistik dengan nilai postes pada siklus I, tetapi tidak
sangat berbeda, perbedaan itu tidak sangat signifikan, yaitu rata-rata nilai pretes siklus I =
70 dan nilai postes siklus I = 74, hal ini disebabkan antara lain karena mahasiswa sudah
terbiasa menerima tugas-tugas, baik tugas terstruktur maupun tugas mandiri dan
penelitian tindakan kelas ini diterapkan pada mahasiswa semester atas yang menempuh
matakuliah Statistika Matematika II, umumnya mahasiswa tersebut sudah dewasa baik
secara usia maupun kepribadian sehingga dengan stimuli yang diberikan untuk
mengerjakan tugas-tugas mandiri mereka tidak sangat mempengaruhi kinerja maupun
belajar mereka selama mengerjakan tugas mandiri.
4. Hasil analisis siklus II mirip dengan hasil Siklus I, nilai pretes berbeda secara statistik
dengan nilai postes pada siklus II, tetapi tidak sangat berbeda, perbedaan itu tidak sangat
signifikan, rata-rata nilai pretes siklus II = 75,6667 dan nilai postes siklus II = 79,5556 ,
dapat disimpulkan ada kenaikan, tetapi tidak begitu berarti antara nilai pretes dan postes
siklus II.

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal :


1. Untuk perkuliahan-perkuliahan yang sukar dan banyak latihan soal/ tugas seperti
Statistika Matematika II sangat cocok diterapkan perkuliahan dengan pemberian tugas
terpadu, terutama untuk semester-semester rendah yang mahasiswanya masih
membutuhkan banyak bimbingan dan stimuli dalam pemecahan-pemecahan masalah atau
soal.
2. Dalam perkuliahan dan pemberian tugas baik tugas mandiri maupun tugas terstruktur
sebaiknya dosen menerapkan pemberian stimuli yang kompleks meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor.

DAFTAR PUSTAKA

Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.

Lily Budiardjo, Dra., M.Sc. 1997. Dosen dan Pemberian Tugas. (Dalam “Mengajar di
Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Paulina Pannen, Dr., Ida Malati S.,M.Ed., Drh. 1997. Pendidikan Orang Dewasa (Dalam
“Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Paulina Pannen, Dr. 1997. Belajar Mandiri (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian
II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA


MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI
(PTK pada Siswa Kelas VIII-B SMPN 1 Kotaagung Semester Genap)

Oleh

Reni Dewi Mailani1, Agus Suyatna2, I Dewa Putu Nyeneng2


1
Alumnus Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unila
2
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unila

Abstract. Base on the result of science interview in SMP Negeri I Kota Agung
found that the cause of low achievement result is the use of classical method.
The aim of this research are; to identify the increase of student activities and
increase result study of students by using inquiry method especially for Force ,
Newton Law, work and energy subject matter. Steps used in inquiry method are
questioning, problem formulating, formulating hypothesis, plan experiment, doing
experiment to prove hvpothesis, and doing discussion.The result of the research
are ; (1) students activities increased ; 60,15, in first cycle, decrease to 57,78 in
second cycle,increase again to75,97in thirtd cycle;and become 80,23 in fourth
cycle (2) the average of students achievement is 68,01 in first cycle,decrease to
62,31, increase to 75,00 in third cycle, and 80,41 in fourth cycle and 87,15.

Keywords: inquiry method , activities, achievement.

PENDAHULUAN
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi IPA di SMP N 1 Kotaagung, diperoleh
informasi bahwa selama ini metode pembelajaran yang digunakan masih klasikal, keterlibatan
guru selama pembelajaran masih dominan, sehingga siswa tidak terlibat secara langsung selama
pembelajaran. Siswa cenderung selalu menerima apa saja yang diberikan guru, tidak termotivasi
untuk turut aktif selama pembelajaran, dan tidak memiliki buku penuntun lain selain LKS yang
disediakan dari sekolah. Selain itu, peralatan laboratorium yang kurang lengkap mengakibatkan
tidak dimanfaatkannya semaksimal mungkin selama pembelajaran, sehingga siswa kurang
terlatih untuk melakukan suatu eksperimen dalam rangka menjawab pertanyaan dan melakukan
penemuan untuk memperoleh pemahaman baru.

Sesuai dengan informasi tersebut, diketahui bahwa siswa kurang aktif dalam pembelajaran, hal
ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Akibat kekurangaktifan siswa selama
pembelajaran, mengakibatkan hasil belajar menjadi rendah. Salah satu metode pembelajaran
yang diketahui dapat mengaktifkan siswa yaitu metode inkuiri. Metode pembelajaran inkuiri
merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada
diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa dilibatkan untuk lebih aktif dan
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.

Kardi (2003) menyatakan bahwa inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu
proses untuk menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah berdasarkan
fakta dan observasi. Dari sudut pandang pembelajaran, model umum inkuiri
adalah strategi belajar mengajar yang dirancang untuk membimbing siswa
bagaimana meneliti masalah dan pertanyaan berdasarkan fakta. Sedangkan
menurut Roestiyah (1991), inkuiri adalah cara guru mengajar yang
pelaksanaannya guru memberi tugas meneliti sesuatu masalah di kelas. Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat
tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti
atau membahas tugas di dalam kelompok, dan masing-masing kelompok
mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, lalu dibuat laporan yang
tersusun dengan baik.

Keunggulan-keunggulan metode inkuiri menurut Roestiyah (1998) yaitu: 1) dapat


mem-bentuk dan mengembangkan “sel-concept” pada diri siswa, sehingga siswa
dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik; 2) membantu dalam
menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru; 3)
mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap
obyektif, jujur dan terbuka; 4) mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan
merumuskan hipotesisnya sendiri; 5) memberi kepuasan yang bersifat intrinsik;
6) situasi proses belajar menjadi lebih merangsang; 7) dapat mengem-bangkan
bakat atau kecakapan individu; 8) memberi kebebasan siswa untuk belajar
sendiri; (9) siswa dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar yang
tradisional; 10) dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga
mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Pembelajaran inkuiri dapat mengoptimalkan keterlibatan pengalaman langsung


siswa dalam proses pembelajaran. Peran guru di dalam pembelajaran inkuiri
sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan oleh siswa. Tahapan-tahapan
inkuiri menurut Hamalik (2004) yaitu: 1) mengajukan pertanyaan-pertanyaan; 2)
merumuskan masalah; 3) merumuskan hipotesis-hipotesis; 4) merancang
pendekatan investigatif yang meliputi eksperimen; 5) melaksanakan eksperimen;
6) mensintesiskan pengetahuan;7) memiliki sikap ilmiah, antara lain objektif,
ingin tahu, keterbukaan, menginginkan dan menghormati model-model teoritis,
serta bertanggung jawab. Sedangkan Langkah-langkah inkuiri menurut Sanjaya
(2007:199) yaitu: 1) orientasi; 2) merumuskan masalah; 3) mengajukan
hipotesis; 4) mengumpulkan data; 5) menguji hipotesis; dan 6) merumuskan
kesimpulan.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran inkuiri menggunakan langkah-langkah dari


gabungan pendapat Hamalik dan Sanjaya, yaitu: 1) mengajukan pertanyaan-pertanyaan, 2)
merumuskan masalah; 3) merumuskan hipotesis-hipotesis; 4) mengumpulkan data; dan 5)
merumuskan kesimpulan.

Keberhasilan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh bagaimana kegiatan interaksi dalam


pembelajaran tersebut. Semakin aktif siswa selama pembelajaran, semakin banyak pula
pengalaman belajar yang akan diperoleh siswa dan tujuan pembelajaran akan tercapai. Aktivitas
merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Tanpa ada
aktivitas maka proses belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Semakin banyak aktivitas
yang dilakukan siswa dalam belajar, maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik.
Menurut Sardiman (1994), belajar adalah berbuat dan sekaligus proses yang membuat anak
didik harus aktif. Aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas yang sangat penting di dalam
interaksi belajar mengajar. Ibrahim dan Syaodih (1996) menyatakan bahwa dalam pengajaran
siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai
pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pengajaran yang menuntut
siswa banyak melakukan aktivitas belajar. Aktivitas yang diamati pada penelitian ini yaitu diskusi
dalam kelompok, membuat hipotesis, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan
mengambil kesimpulan.

Hasil belajar merupakan bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan merupakan
nilai yang diperoleh siswa dari proses belajar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Abdurrahman (1999) bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999) berpendapat bahwa hasil belajar adalah
hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
penggal dan puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu
pencapaian tujuan pengajaran.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pakah
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi peningkatan aktivitas siswa melalui
pembelajaran inkuiri dan peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran
inkuiri. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1) siswa, untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran; 2) guru, sebagai masukan
dalam kegiatan pembelajaran fisika melalui pembelajaran inkuiri dan untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa
dan menentukan bentuk tindakan yang sesuai guna meningkatkan hasil belajar
fisika siswa.

METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa SMP N 1 Kota Agung, kelas VIIIB semester
genap tahun pelajaran 2007/2008. Jumlah siswa kelas VIIIB adalah 48 siswa,
terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam 4 siklus dengan proses
kajian berdaur ulang yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian
ini diadaptasi dari rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) oleh Hopkins
(1993) dalam Aqib (2007).

Pelaksanaan Pembelajaran terdiri atas 4 siklus. Pada siklus I diawali dengan


pembagian atau pendistribusian siswa ke dalam suatu kelompok belajar. Satu
kelompok belajar beranggotakan 8 orang siswa, dimana setiap anggota
kelompok memiliki karakteristik yang heterogen. Setelah dikelompokkan,
terdapatlah 6 buah kelompok belajar. Selain itu, guru juga memperkenalkan
secara singkat mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selama
pembelajaran pada siklus II, III, dan IV, tetap menggunakan kelompok belajar
yang telah dibentuk pada siklus I.

Pada masing-masing siklus, guru memberikan suatu permasalahan yang sama


kepada setiap kelompok, kemudian guru membimbing siswa untuk
menghubungkan pengalaman yang ada dengan permasalahan yang dihadapkan
pada siswa dengan tujuan untuk merumuskan hipotesis dari permasalahan yang
telah ada. Guru membagikan lembar kerja kepada setiap kelompok, dan
meminta masing-masing kelompok untuk melakukan percobaan guna
memperoleh data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.

Masing-masing kelompok melakukan percobaan yang sama, namun guru


berkeliling ke tiap kelompok untuk membantu jika kelompok kesulitan dalam
melakukan percobaan. Presentasi dilakukan setelah tiap kelompok selesai
melakukan percobaan. Presentasi dilakukan oleh dua buah kelompok yang
dilakukan secara acak. Melalui presentasi ini, guru dapat membimbing siswa
pada pemahaman tentang konsep dari materi yang dipelajari

Guru memberi penguatan materi dengan menanamkan konsep yang benar yang
tetap mengacu pada permasalahan-permasalahan yang diberikan. Diakhir
setiap siklus dilakukan tes untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
yang sudah dipelajari setelah diterapkannya pembelajaran inkuiri.

Data penelitian ini berupa: a) data kualitatif, yaitu data aktivitas siswa dan guru
peneliti, dan b) data kuantitatif, yaitu data hasil belajar siswa berupa aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Data aktivitas siswa dan guru peneliti diperoleh
dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan guru peneliti. Data
hasil belajar siswa untuk aspek kognitif diperoleh dengan tes formatif yang
dilakukan pada setiap akhir siklus, untuk aspek afektif siswa diperoleh dengan
menggunakan angket afektif, dan untuk aspek psikomotor diperoleh dengan
menggunakan lembar penilaian untuk mengetahui kemampuan siswa.

Data hasil observasi aktivitas siswa dianalisis dengan menggunakan rumus:

% Aktivitas siswa = Skor yang diperoleh x 100%


Skor maksimal setiap siswa
Nilai rata-rata aktivitas siswa = Σ % Skor aktivitas setiap siswa
Σ Siswa

Untuk menentukan kategori aktivitas siswa digunakan pedoman menurut Memes


(2001): Bila nilai aktivitas siswa ≥ 75,6, maka dikategorikan aktif. Bila 59,4 ≤ nilai
aktivitas < 75,6, maka dikategorikan cukup aktif. Bila nilai aktivitas < 59,4, maka
diketegorikan kurang aktif.

Data hasil belajar siswa diperoleh dari total penjumlahan nilai aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, nilai total diperoleh dari 10% afektif,
70% kognitif dan 20% psikomotor.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa secara keseluruhan, diperoleh dengan


perhitungan menggunakan rumus:
Nilai rata-rata hasil belajar siswa = Σ Nilai total hasil belajar setiap siswa
Σ Siswa

Penilaian hasil belajar menurut Arikunto (2001), menyatakan bahwa: Bila nilai siswa ≥ 66,
maka dikategorikan baik, bila 55 ≤ nilai siswa < 66 maka dikategorikan cukup baik, bila nilai siswa
< 55 maka dikategorikan kurang baik.

Aspek yang diamati pada lembar observasi aktivitas guru peneliti meliputi
keterampilan merencanakan kegiatan pembelajaran, keterampilan
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan hubungan pribadi antara siswa dan
guru. Hasil persentase rata-rata nilai setiap aspek yang teramati dikonversikan
dengan pedoman penilaian yang dimodifikasi dari supervisi kelas diSMP N 3
Bandar Lampung, kriteria A nilai 76-100 predikat baik sekali, kriteria B nilai 66-75
predikat baik, kriteria C nilai 55-65 predikat cukup, dan kriteria D nilai 0-55
predikat kurang baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Hasil observasi aktivitas siswa dari siklus ke siklus dapat dilihat pada Tabel 1
sebagai berikut:

Tabel 1. Data distribusi aktivitas siswa


Siklus Kategori Jumlah % Siswa % Aktivitas Siswa
I Aktif 5 10,42 60,14
Cukup Aktif 18 37,50
Kurang Aktif 25 52,08
Jumlah 48 100
II Aktif 4 8,51 57,78
Cukup Aktif 16 34,04
Kurang Aktif 27 57,45
Jumlah 47 100
III Aktif 28 58,33 75,97
Cukup Aktif 18 37,50
Kurang Aktif 2 4,17
Jumlah 48 100
IV Aktif 40 83,33 80,23
Cukup Aktif 3 6,25
Kurang Aktif 5 10,42
Jumlah 48 100
Hasil Observasi Aktivitas Guru Peneliti
Hasil observasi aktivitas guru dari siklus ke siklus dapat dilihat pada Tabel 2
sebagai berikut:

Tabel 2. Data aktivitas guru peneliti


Huruf
Siklus Keterampilan Nilai Predikat Rataan
Mutu
I Merencanakan kegiatan pembelajaran 82,50 A Baik sekali 78,83
Melaksanakan kegiatan pembelajaran 78,00 A Baik sekali
Hubungan pribadi antara siswa dan guru 76,00 A Baik sekali
II Merencanakan kegiatan pembelajaran 86,00 A Baik sekali 81,93
Melaksanakan kegiatan pembelajaran 79,3 A Baik sekali
Hubungan pribadi antara siswa dan guru 80,5 A Baik sekali
III Merencanakan kegiatan pembelajaran 86 A Baik sekali 82,39
Melaksanakan kegiatan pembelajaran 80,67 A Baik sekali
Hubungan pribadi antara siswa dan guru 80,5 A Baik sekali
IV Merencanakan kegiatan pembelajaran 89,50 A Baik sekali 84,96
Melaksanakan kegiatan pembelajaran 82,89 A Baik sekali
Hubungan pribadi antara siswa dan guru 82,50 A Baik sekali

Hasil Belajar Fisika Siswa


Data hasil belajar siswa dari siklus ke siklus dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai
berikut:

Tabel 3. Data hasil belajar siswa


Aspek Rata-rata nilai hasil belajar siswa
Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV
Kognitif 69,95 64,11 77,50 83,26
Afektif 67,21 68,29 73,73 74,10
Psikomotor 50,36 54,25 66,94 73,61
Nilai Total 68,01 62,31 75,00 80,41

Pembahasan

Deskripsi aktivitas siswa dalam pembelajaran


Aktivitas siswa tidak selalu mengalami peningkatan tiap siklusnya. Pada siklus I, persentase
aktivitas siswa sebesar 60,14% dengan kategori cukup aktif. Pada siklus ini, masing-masing
kelompok terlihat cukup aktif pada saat merumuskan hipotesis dan merencanakan kegiatan.
Kecukupaktifan tersebut dikarenakan siswa merasa senang dengan pembelajaran inkuiri yang
baru pertama kalinya mereka dapatkan. Hal ini tampak ketika guru memberikan suatu
permasalahan kepada masing-masing kelompok, mereka terlihat cukup aktif untuk memberikan
hipotesis. Selain itu, pada saat merencanakan percobaan, sebagian besar siswa cukup aktif
bertanya bagaimana cara penggunaan peralatan khususnya neraca pegas, sehingga mereka
tidak mengalami kesulitan saat menggunakannya.

Pada siklus II, persentase aktivitas siswa sebesar 57,78% dengan kategori kurang aktif dan
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan siklus I sebesar 2,36%. Hal ini disebabkan
karena adanya kekurangaktifan siswa pada saat melaksanakan kegiatan dan diskusi. Meskipun
guru telah menyediakan lembar kerja untuk masing-masing kelompok guna melakukan
eksperimen dan bahkan telah membimbing secara langsung,tetapi masih ada juga kelompok
yang kurang memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada pada lembar kerja sehingga kurang
sistematis dalam melakukan eksperimen. Pada saat diskusi pun, mereka malu untuk bertanya
atau mengemukaan pendapat, mereka cenderung diam dan pasif.

Pada siklus III, persentase aktivitas siswa sebesar 75,97% dengan kategori aktif dan mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan siklus II sebesar 18,19%. Hal ini dikarenakan siswa mulai
kembali tampak serius selama pembelajaran berlangsung. Masing-masing kelompok telah
menunjukkan kerja sama yang baik selama pembelajaran berlangsung. Mereka terlihat aktif
ketika merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, serta melaksanakan percobaan sesuai
dengan petunjuk-petunjuk yang ada pada lembar kerja, sehingga kesistematisan dalam
melakukan percobaan mulai terlihat kembali.

Pada siklus IV, persentase aktivitas siswa sebesar 80,23% dengan kategori aktif dan mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan siklus III sebesar 4,26%. Pada siklus ini, terlihat adanya
peningkatan yang signifikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum aktivitas
siswa tergolong aktif, mulai dari merumuskan hipotesis hingga mengambil kesimpulan. Mereka
menyadari bahwa keseriusan mereka mengikuti pembelajaran dengan lebih baik akan
mempengaruhi hasil belajar mereka sendiri.

Hasil analisis dari keempat siklus tersebut, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa
dalam berbagai aspek yang diamati, meskipun pada siklus II mengalami penurunan, namun pada
siklus III dan IV kembali meningkat.

Deskripsi aktivitas guru peneliti


Pada siklus I, aktivitas guru peneliti tergolong baik sekali. Meskipun demikian, ada beberapa
indikator yang belum guru peneliti lakukan secara baik, misalnya membimbing siswa menentukan
hipotesis, mengarahkan siswa dalam menyimpulkan hasil diskusi, volume suara yang kecil saat
menjelaskan materi di dalam kelas, membimbing siswa untuk saling bekerja sama dalam
kelompoknya.

Pada siklus II, aktivitas guru dalam pembelajaran inkuiri lebih baik jika dibandingkan dengan
siklus I. Sebagian besar aktivitas guru yang sesuai dengan pembelajaran inkuiri dapat diterapkan
dengan baik sekali. Guru telah mengarahkan siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi dengan
baik sekali. Selain itu, guru telah menunjukan adanya adanya kemajuan yang lebih baik saat
membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis. Namun pada saat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya belum dilakukan dengan lebih baik.

Pada siklus III, telah menunjukkan adanya peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan
siklus I dan II. Kekurangan siklus ini adalah guru belum mampu memotivasi siswa dan
menciptakan kondisi kelas yang kondusif untuk pembelajaran dengan lebih baik lagi.

Pada siklus IV, pembelajaran inkuiri yang dikelola guru peneliti dinilai guru mitra semakin baik lagi
bila dibandingkan tiga siklus sebelumnya. Hal ini ini terlihat dari semua aspek aktivitas yang
sesuai dengan pembelajaran inkuiri telah dilakukan guru peneliti dengan baik sekali, didukung
oleh antusiasme dari siswa itu sendiri yang semakin baik dibandingkan siklus-siklus sebelumnya.
Deskripsi hasil belajar siswa
Berdasarkan data hasil belajar siswa, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa mengalami
penurunan pada siklus II, namun kembali meningkat pada siklus III dan IV. Pada siklus I, untuk
ranah kognitif siswa mempunyai rata-rata sebesar 69,95 dengan kategori aktif. Nilai terendah 35
dan nilai tertinggi 90. Pada siklus II , untuk ranah kognitif siswa mencapai 64,11 dengan kategori
cukup aktif. Nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 90. Pada siklus II ini mengalami penurunan
karena pada siklus ini siswa masih belum melibatkan diri secara optimal dalam pembelajaran dan
berakibat siswa tidak bisa menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan pada tes tertulis
siklus II yang sebagian besar berhubungan dengan pengamatan hasil eksperimen dan
pengenalan materi yang disampaikan guru peneliti. Pada siklus III , untuk ranah kognitif siswa
mencapai 77,50 dengan kategori aktif. Nilai terendah 37,50 dan nilai tertinggi 100. Sedangkan
pada siklus IV , untuk ranah kognitif siswa mencapai 83,26 dengan kategori aktif. Nilai terendah
37,50 dan nilai tertinggi 100. Meningkatnya ranah kognitif siswa pada siklus III dan IV
dikarenakan guru dalam hal penyampaian materi pelajaran telah baik, siswa memiliki antusias
dalam belajar sehingga mereka tampak bersemangat dalam belajar.

Pada siklus I, untuk ranah psikomotor memiliki rata-rata sebesar 50,36, pada siklus II mempunyai
rata-rata sebesar 54,25, pada siklus III mempunyai rata-rata sebesar 66,94, dan pada siklus IV
mempunyai rata-rata sebesar 73,61. Meningkatnya rata-rata tersebut untuk setiap siklusnya
dikarenakan percobaan yang dilakukan merupakan percobaan yang sederhana dan secara tidak
sengaja sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Pada siklus I, untuk ranah afektif mempunyai rata-rata sebesar 67,21, pada siklus II mempunyai
rata-rata sebesar 68,29, pada siklus III mempunyai rata-rata sebesar 73,73, dan pada siklus IV
mempunyai rata-rata sebesar 74,10. Meningkatnya rata-rata tersebut untuk setiap siklusnya
dikarenakan siswa memiliki antusias serta motovasi yang tinggi selama mengikuti pembelajaran
dengan metode inkuiri, selain itu mereka sangat senang sekali dengan pembelajaran inkuiri
karena mereka dapat terlibat lebih aktif dalam pembelajaran, dan mereka dapat menemukan
sendiri konsep pengetahuan melalui pembuktian hipotesis atas permasalahan yang dihadapi.
Dengan meningkatnya ranah kognitif, psikomotor, dan afektif, maka hasil belajar siswa ikut
meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada pembelajaran inkuiri yang dilaksanakan di
SMP N 1 Kotaagung, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1) rata-rata
aktivitas siswa yang sesuai dengan aspek yang diamati selama pembelajaran
inkuiri pada siklus I sebesar 60,14. Pada siklus II mengalami penurunan menjadi
57,78. Sedangkan pada siklus III kembali meningkat sebesar 75,97, kemudian
pada siklus IV lebih meningkat lagi menjadi 80,23; 2) rata-rata hasil belajar siswa
terhadap pelajaran fisika setelah diterapkannya pembelajaran inkuiri pada siklus
I sebesar 68,01. Hasil belajar siswa pada siklus II menurun menjadi 62,31.
Sedangkan pada siklus III meningkat menjadi 75,00, dan pada siklus IV menjadi
lebih meningkat menjadi 80,41.

Saran
Berdasarkan hasil refleksi pada beberapa siklus pembelajaran inkuiri yang telah
dilaksanakan di SMP N 1 Kotaagung, disarankan: 1) penerapan pembelajaran
inkuiri hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
menyampaikan materi yang bersifat eksperimen dan konsep untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa; 2) hendaknya guru dapat meningkatkan
penyajian eksperimen dan demonstrasi sesering mungkin agar siswa dapat lebih
mudah menerima, memahami dan mengingat materi yang disampaikan;3)
hendaknya alat yang digunakan dalam melaksanakan eksperimen dan
demonstrasi merupakan alat-alat yang mudah dijumpai di sekitar lingkungan
siswa, sehingga siswa dapat mencoba sendiri di luar kelas;4) guru harus lebih
memperhatikan setiap anggota kelompok yang tidak hadir saat pembelajaran
berlangsung, kemudian memberikan Lembar Kerja Kelompok yang menjadi
tanggungjawab anggota kelompok yang tidak hadir kepada kelompoknya untuk
dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yrama Widya. Bandung.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Dep. Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Ibrahim, R dan Syaodih S, Nana. 1996. Perencanaan Pengajaran. Rineka Cipta.


Jakarta.

Kardi, 2003. Merancang Pembelajaran Menggunakan Model Inkuiri. Surabaya.

Roestiyah. 1991. Sterategi Belajar Mengajar. Bina Aksara. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Kencana Prenada. Jakarta.
Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
btu, 2009 Mei 30
Proporsi
Pada saat siswa mempelajari dan berlatih tentang rasio, atau perbandingan, mereka mulai
mempunyai pengalaman tentang berbagai perbandingan, termasuk perbandingan-
perbandingan yang mempunyai rasio sama. Misalnya, dalam kesebangunan geometri,
rasio sebarang dua sisi dari bangun yang lebih kecil sama dengan rasio sisi-sisi yang
bersesuaian dari bangun yang lebih besar.
Suatu Proporsi adalah pernyataan tentang kesamaan dua rasio. Dua notasi yang berbeda
yang biasa digunakan seperti berikut :
2 : 5 = 6 : 15 atau 2/5 = 6/15
dibaca 2 berbanding 5 sama dengan 6 berbanding 15, atau 2 per 5 sama dengan 6 per 15.
Ada perbedaan yang jelas antara suatu proporsi dan konsep pecahan senilai (sama,
ekuivalen). Dua pecahan yang senilai menyatakan bilangan, jumlah, atau kuantitas sama,
tetapi lambangnya berbeda, yaitu dua bilangan rasional yang sama dalam bentuk yang
berbeda. Proporsi terkait dengan fakta dari dua keadaan atau lebih, misalnya dalam satu
tas terdapat 2 pensil dan 5 pulpen, dan tas yang lain terdapat 6 pensil dan 15 pulpen.
Banyaknya pensil dan pulpen dalam kedua tas adalah jelas berbeda, tetapi perbandingan
banyaknya pensil dan pulpen dari tas pertama dan tas kedua adalah sama.
Jika dalam suatu proporsi diketahui tiga bilangan dan bilangan keempat dicari, maka
pekerjaan ini disebut penjelasan suatu proporsi. Penyelesaian proporsi dilakukan dengan
menggunakan sifat dua bilangan rasional yang sama, yaitu :
a/b = c/d jika dan hanya jika ad = bc.

Sumber :

Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Diposkan oleh m_win_afgani di 02:28 0 komentar


Label: pembelajaran
Rasio

Suatu rasio suatu pasangan terurut bilangan atau pengukuran yang digunakan untuk
menyatakan perbandingan bilangan atau pengukuran. Permasalahan sehari-hari yang
terkait dengan rasio bilangan atau pengukuran antara lain adalah panjang atau jarak
terhadap waktu, jumlah barang dan harga barang, panjang dengan panjang, luas dengan
luas, volume dengan volume, berat barang dengan harga barang, nilai uang dengan nilai
uang, umur orang dengan umur orang, dan temperatur (suhu) dengan temperatur.

Pada dasarnya rasio dan pecahan mempunyai makna yang sama sebagai perbandingan.
Pecahan dimaksudkan untuk membandingkan bagian terhadap keseluruhan. Pecahan 2/3
adalah perbandingan 2 bagian terhadap 3 bagian pembentuk keseluruhan, yang mana
bagian dan keseluruhan diukur menurut pertigaan. Rasio adalah suatu perbandingan
bagian terhadap keseluruhan, berarti semua pecahan adalah rasio, tetapi tidak semua rasio
adalah pecahan. Suatu keadaan yang mana mempunyai rasio 5 dengan 0 dapat terjadi
karena bagian pertama memperoleh 5 dan bagian yang kedua memperoleh 0, tetapi 5/0
bukan pecahan karena pembagian dengan nol tidak ada atau tidak didefinisikan.

Suatu pecahan selalu merupakan perbandingan bagian-bagian terhadap keseluruhan,


sedangkan rasio merupakan perbandingan suatu bagian dari keseluruhan terhadap bagian
yang lain. Misalnya terdapat 15 kelereng, 5 kelereng berwarna merah dan 10 kelereng
berwarna putih. Rasio atau pecahan dari kelereng merah terhadap keseluruhan adalah
lima dari 15, atau 1/3 dari kelereng adalah merah. Perbandingan banyaknya kelereng
merah terhadap putih bukan merupakan suatu pecahan, tetapi merupakan rasio suatu
bagian terhadap bagian yang lain. Banyaknya kelereng merah dan kelereng putih
mempunyai rasio terhadap 10, atau 1 terhadap 2.

Sumber :

Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Diposkan oleh m_win_afgani di 02:24 0 komentar


Label: pembelajaran

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual berangkat dari suatu keyakinan bahwa seseorang tertarik untuk
belajar apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Orang akan meilhat makna
dari apa yang dipelajarinya apabila ia dapat menghubungkan informasi yang diterima
dengan pengetahuan dan pengalamannya terdahulu. Sistem pembelajaran kontekstual
didasarkan pada anggapan bahwa makna memancar dari hubungan antara isi dan
konteksnya. Konteks memberi makna pada isi. Lebih luas konteks, dalam mana siswa
dapat membuat hubungan-hubungan, lebih banyak makna isi ditangkap oleh siswa.
Bagian terbesar tugas guru, dengan demikian, adalah menyediakan konteks. Apabila
siswa dapat semakin banyak menghubungkan pelajaran sekolah dengan konteks ini, maka
lebih banyak makna yang akan mereka peroleh dari pelajaran-pelajaran tersebut.
Menemukan makna dalam pengetahuan dan keterampilan membawa pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan tersebut. (Johnson dalam Hadi, 2005)

Ketika siswa menemukan makna dari pelajaran di sekolah, mereka akan memahami dan
mengingat apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual memungkinkan
siswa mampu menghubungkan pelajaran di sekolah dengan konteks nyata dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mengetahui makna apa yang dipelajari. Pembelajaran
kontekstual memperluas konteks pribadi mereka, sehingga dengan menyediakan
pengalaman-pengalaman baru bagi para siswa akan memacu otak mereka untuk membuat
hubungan-hubungan yang baru, dan sebagai konsekuensinya, para siswa dapat
menemukan makna yang baru. (Johnson dalam Hadi, 2005)

Pembelajaran kontekstual merupakan sistem yang holistik (menyeluruh). Ia terdiri dari


bagian-bagian yang saling berkaitan, yang apabila dipadukan akan menghasilkan efek
yang melebihi apa yang dapat dihasilkan oleh suatu bagian secara sendiri (tunggal). Jadi,
bagian-bagian yang terpisah dari CTL melibatkan proses yang berbeda, apabila
digunakan secara bersama-sama, memungkinkan siswa membuat hubungan untuk
menemukan makna. Setiap elemen yang berbeda dalam sistem CTL memberikan
kontribusi untuk membantu siswa memahami makna pelajaran atau tugas-tugas sekolah.
Digabungkan, elemen-elemen tersebut membentuk sesuatu yang memungkinkan siswa
melihat makna dari pelajaran sekolah, dan menyimpannya. (Johnson dalam Hadi, 2005)

Sumber :

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Tulip: Banjarmasin

Diposkan oleh m_win_afgani di 02:18 0 komentar


Label: pembelajaran

Kamis, 2009 Maret 05


Fungsi Evaluasi Pendidikan
Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima
macam fungsi, yaitu :

1. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh
peserta didiknya.

Di sini, evaluasi dikatakan berfungsi memeriksa (= mendiagnose), yaitu memeriksa pada


bagian-bagian manakah para peserta didik pada umumnya mengalami kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran, untuk selanjutnya dapat dicari dan ditemukan jalan
keluar atau cara-cara pemecahannya. Jadi, di sini evaluasi mempunyai fungsi diagnostik.
2. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing
peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.

Dalam hubungan ini, evaluasi sangat diperlukan untuk dapat menentukan secara pasti,
pada kelompok manakah kiranya seorang peserta didik seharusnya ditempatkan. Dengan
kata lain, evaluasi pendidikan berfungsi menempatkan peserta didik menurut
kelompoknya masing-masing, misalnya kelompok atas (= cerdas), kelompok tengah (=
rata-rata), dan kelompok bawah (= lemah). Jadi, di sini evaluasi memiliki fungsi
placement.

3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status
peserta didik.

Dalam hubungan ini, evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan, apakah seorang
peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus, dapat dinyatakan naik kelas ataukah
tinggal kelas, dapat diterima pada jurusan tertentu ataukah tidak, dapat diberikan bea
siswa, ataukah tidak dan sebagainya. Dengan demikian, evaluasi memiliki fungsi selektif.

4. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik
yang memang memerlukannya.

Berlandaskan pada hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk dapat memberikan


petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik, misalnya tentang bagaimana cara
belajar yang baik, cara mengatur waktu belajar, cara membaca dan mendalami buku
pelajaran dan sebagainya, sehingga kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam keadaan seperti
ini, evaluasi dikatakan memiliki fungsi bimbingan.

5. Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah
ditentukan telah dapat dicapai.

Di sini evaluasi dikatakan memiliki fungsi instruksional, yaitu melakukan perbandingan


antara Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang telah ditentukan untuk masing-masing
mata pelajaran dengan hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik bagi
masing-masing mata pelajaran tersebut, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Adapun secara administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki tiga macam
fungsi, yaitu :

1. Memberikan Laporan

Dalam melakukan evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai
kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan mengenai perkembangan dan
kemajuan belajar peserta didik itu pada umumnya tertuang dalam bentuk Buku Laporan
Kemajuan Belajar Siswa, yang lebih dikenal dengan istilan Rapor (untuk peserta didik
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah), atau Kartu Hasil Studi (KHS), bagi
peserta didik di lembaga pendidikan tinggi, yang selanjutnya disampaikan kepada orang
tua peserta didik tersebut pada setiap catur wulan atau akhir semester.

2. Memberikan Bahan-bahan Keterangan (Data)

Setiap keputusan pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat.
Dalam hubungan ini, nilai-nilai hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari kegiatan
evaluasi, adalah merupakan data yang sangat penting untuk keperluan pengambilan
keputusan pendidikan dan lembaga pendidikan : apakah seorang peserta didik dapat
dinyatakan tamat belajar, dapat dinyatakan naik kelas, tinggal kelas, lulus ataukah tidak
lulus, dan sebagainya.

3. Memberikan Gambaran

Gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tercermin
antara lain dari hasil-hasil belajar peserta didik setelah dilakukannya evaluasi hasil
belajar. Dari kegiatan evaluasi hasil belajar yang telah dilakukan untuk berbagai jenis
mata pelajaran misalnya, akan dapat tergambar bahwa dalam mata pelajaran tertentu
(misalnya Bahasa Arab, matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) pada umumnya
kemampuan peserta didik masih sangat memprihatinkan. Sebaliknya, untuk mata
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Ilmu Pengetahuan Sosial misalnya, hasil
belajar siswa pada umumnya sangat menggembirakan. Gambaran tentang kualitas hasil
belajar peserta didik juga diperoleh berdasar data yang berupa Nilai Ebtanas Murni
(NEM), Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan lain-lain.

Sumber :
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Diposkan oleh m_win_afgani di 23:31 0 komentar

Selasa, 2009 Februari 17


Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
Menyadari bahwa di internet dapat ditemukan berbagai informasi dan informasi itu dapat
diakses secara lebih mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet
menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan
pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di
internet.

Dengan mengambil contoh SMART School di Malaysia, setiap introduksi suatu teknologi
pendidikan tertentu yang baru seperti pemanfaatan internet, maka ada empat hal yang
perlu disiapkan, yaitu :

a. Melakukan penyesuaian kurikulum. Kurikulum sifatnya holistik di mana pengetahuan,


keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dengan kebutuhan di era informasi ini.
Kurikulumnya bersifat competency-based curriculum.

b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin dicapai
dengan bantuan komputer.

c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada (menggunakan


komputer, online assessment system), dan

d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, komputer, multimedia, studio, dan


lain-lain yang memadai. Materi pembelajaran yang disimpan di komputer dapat diakses
dengan mudah baik oleh guru maupun siswa

Pihak pengelola SMART School beranggapan bahwa penggunaan ICT khususnya internet
bisa mendorong murid menjadi lebih aktif belajar (active learners), dimungkinkan adanya
berbagai variasi yang dapat dilakukan dalam proses belajar dan mengajar, diperolehnya
keterampilan yang berganda dan dicapainya efisiensi. Harian Sunday Star (30 Juni 2002)
menyebut SMART School adalah contoh sekolah masa depan. Sekolah-sekolah
percontohan dengan menggunakan perangkat teknologi informasi ini menjadi model yang
dilaksanakan oleh berbagai negara. Di Singapura ada "Excellent School", di Thailand ada
"Progressive School", di Filipina disebut "Pilot School", dan sebagainya. Di Indonesia,
sekolah yang menggunakan teknologi informasi dalam proses belajar ini ternyata bisa
menarik banyak siswa. Para orang tua juga cenderung mengirim anaknya ke sekolah yang
demikian walaupun biayanya relatif lebih mahal dibandingkan sekolah lainnya yang tidak
menggunakan teknologi informasi tersebut.
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur,
memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan
terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999 ; Soekartawi, 2002 ; Mulvihil, 1997 ; Utarini,
1997), antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

* Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara
mudah melalui fasilitas internet secara reguler atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu
dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.

* Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur
dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh
bahan ajar dipelajari.

* Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau
diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

* Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.

*Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas.

* Berubahnya peran siswa dari biasanya pasif menjadi aktif.

* Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau
sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di
kapal, di luar negeri, dan sebagainya.

Walaupun demikan pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak
terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001 ; Beam, 1997), antara
lain dapat disebutkan sebagai berikut :

* Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar-siswa itu sendiri.
Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan
mengajar.

* Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya


mendorong tumbuhnya aspek bisnis / komersial.

* Berubahnya peran guru dari semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini
juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT.

* Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
* Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan
masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer)

* Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan soal-soal internet, dan

* Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Sumber :

Sokartawi. E-Learning untuk Pendidikan Khususnya Pendidikan Jarak-Jauh dan


Aplikasinya di Indonesia. dalam Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Eveline. 2007.
Mozaik Teknologi Pendidikan. Universitas Negeri Jakarta : Kencana.
Diposkan oleh m_win_afgani di 22:35 0 komentar
Label: media pembelajaran

Minggu, 2009 Februari 08


Kegunaan Media Komunikasi dalam Pembelajaran
Selain untuk menyajikan pesan, sebenarnya ada beberapa fungsi lain yang dapat
dilakukan oleh media. Namun jarang sekali ditemukan seluruh fungsi tersebut dipenuhi
oleh media komunikasi dalam suatu sistem pembelajaran. Sebaliknya suatu program
media tunggal sering kali dapat mencakup beberapa fungsi sekaligus secara simultan.
Fungsi-fungsi tersebut antara lain :

1. Memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar

Pada permulaan pembelajaran, siswa perlu diberi tahu tentang pengetahuan yang akan
diperolehnya atau keterampilan yang akan dipelajarinya. Kepada siswa harus
dipertunjukkan apa yang diharapkan darinya, apa yang harus dapat ia lakukan untuk
menunjukkan bahwa ia telah menguasai bahan pelajaran dan tingkat kemahiran yang
diharapkan. Untuk pembelajaran dalam kawasan perilaku psikomotor atau kognitif,
media visual khususnya yang menampilkan gerak dapat mempertunjukkan kinerja
(performance) yang harus dipelajari siswa. Dengan demikian dapat menjadi model
perilaku yang diharapkan dapat dipertunjuukannya pada akhir pembelajaran.

2. Memotivasi siswa

Salah satu peran umum dari media komunikasi adalah memotivasi siswa. Tanpa motivasi,
sangat mungkin pembelajaran tidak menghasilkan belajar. Usaha untuk memotivasi siswa
sering kali dilakukan dengan menggambarkan sejelas mungkin keadaan di masa depan, di
mana siswa perlu menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Jiak siswa
menjadi yakin tentang relevansi pembelajaran dengan kebutuhannya di masa depan, ia
akan termotivasi mengikuti pembelajaran. Media yang sesuai untuk menggambarkan
keadaan masa depan adalah media yang dapat menunjukkan (show) sesuatu atau
menceritakan (tell) hal tersebut. Bila teknik bermain peran digunakan (seperti lawak atau
drama), pengalaman yang dirasakan siswa akan lebih kuat. Film juga sering kali
diproduksi dan digunakan untuk tujuan motivasi dengan cara yang lebih alami.

3. Menyajikan informasi

Dalam sistem pembelajaran yang besar yang terdiri dari beberapa kelompok dengan
kurikulum yang sama, media seperti film dan televisi dapat digunakan untuk menyajikan
informasi. Guru kelas bebas dari tugas mempersiapkan dan menyajikan pelajaran, ia
dapat menggunakan energinya kepada fungsi-fungsi yang lain seperti merencanakan
kegiatan siswa, mendiagnosa masalah siswa, memberikan konseling secara individual.
Ada tiga jenis variasi penyajian informasi :
(a) penyajian dasar (basic), membawa siswa kepada pengenalan pertama terhadap materi
pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan diskusi, kegiatan siswa atau "review" oleh
guru kelas.
(b) penyajian pelengkap (supplementary), setelah penyajian dasar dilakukan oleh guru
kelas, media digunakan untuk membawa sumber-sumber tambahan ke dalam kelas,
melakukan apa yang tidak dapat dilakukan di kelas dengan cara apa pun.
(c) penyajian pengayaan (enrichment), merupakan informasi yang bukan merupakan
bagian dari tujuan pembelajaran, digunakan karena memiliki nilai motivasi dan dapat
mencapai perubahan sikap dalam diri siswa.

4. Merangsang diskusi

Kegunaan media untuk merangsang diskusi sering kali disebut sebagai papan loncat
(springboard), diambil dari bentuk penyajian yang relatif singkat kepada sekelompok
siswa dan dilanjutkan dengan diskusi. Format media biasanya menyajikan masalah atau
pertanyaan, sering kali melalui drama atau contoh pengalaman manusia yang spesifik.
Penyajian dibiarkan terbuka (open-ended), tidak ada penarikan kesimpulan atau saran
pemecahan masalah. Kesimpulan atau jawaban diharapkan muncul dari siswa sendiri
dalam interaksinya dengan pemimpin atau dengan sesamanya. Penyajian media
diharapkan dapat merangsang pemikiran, membuka masalah, menyajikan latar belakang
informasi dan memberikan fokus diskusi. Film atau video sering kali digunakan untuk
tujuan ini.

5. Mengarahkan kegiatan siswa

Pengarahan kegiatan merupakan penerapan dari metode pembelajaran yang disebut


kinerja (performance) atau metode penerapan (application). Penekanan dari metode ini
adalah pada kegiatan melakukan (doing). Media dapat digunakan secara singkat atau
sebentar-sebentar untuk mengajak siswa mulai dan berhenti. Dengan kata lain program
media digunakan untuk mengarahkan siswa melakukan kegiatan langkah demi langkah
(step-by-step). Penyajian bervariasi, mulai dari pembelajaran sederhana untuk kegiatan
siswa, seperti tugas pekerjaan rumah sampai pengarahan langkah demi langkah untuk
percobaan laboratorium yang kompleks. Permainan merupakan metode pembelajaran
yang sangat disukai khususnya bagi siswa sekolah menengah, memiliki nilai
motivasional yang tinggi, melibatkan siswa lebih baik daripada metode pembelajaran
yang lain.

6. Melaksanakan latihan dan ulangan

Dalam belajar keterampilan, apakah itu bersifat kognitif atau psikomotor. Pengulangan
respons-respons dianggap sangat penting untuk kemajuan kecepatan dan tingkat
kemahiran. Istilah "drill" digunakan untuk jenis respons yang lebih sederhana seperti
menerjemahkan kata-kata asing atau mengucapkan kata-kata asing. "Practice" biasanya
berhubungan dengan kegiatan yang lebih kompleks yang membutuhkan koordinasi dari
beberapa keterampikan dan biasanya merupakan penerapan pengetahuan, misalnya
latihan olahraga timi atau individual, memecahkan berbagai bentuk masalah. Penyajian
latihan adalah proses mekanis murni dan dapat dilakukan dengan sabar dan tak kenal
lelah oleh media komunikasi, khususnya oleh media yang dikelola oleh komputer.
Laboratorium bahasa juga salah satu contoh media yang digunakan untuk pengulangan
dan latihan.

7. Menguatkan belajar

Penguatan sering kali disamakan dengan motivasi, atau digolongkan dalam motivasi.
Penguatan adalah kepuasan yang dihasilkan dari belajar, di mana cenderung
meningkatkan kemungkinan siswa merespons dengan tingkah laku yang diharapkan,
setelah diberikan stimulus. Penguatan paling efektif diberikan beberapa setelah saat
setelah respons diberikan. Karena itu harus terintegrasi dengan fungsi media yang
membangkitkan respons siswa, seperti fungsi 3, 4, 5, 6, 8. Jenis penguatan yang umum
digunakan adalah pengetahuan tentang hasil (knowledge of results). Suatu program media
bertanya kepada siswa, kemudian siswa meyusun jawabannya atau memilih dari beberapa
kemungkinan jawaban. Setelah siswa menentukan jawaban, ia sangat termotivasi untuk
segera mengetahui jawaban yang benar. Jika jawaban benar dan ia tahu, ia dikuatkan,
bahkan jika jawabannya salah, evaluasi dari jawabannya, menunjukkan seberapa dekat
jawabannya mendekati kebenaran, juga dapat menguatkan. Media apa pun yang dapat
digunakan untuk menyajikan informasi juga mampu menyajikan pertanyaan dan
merangsang siswa untuk menjawab. Media apa pun yang mampu melakukan fungsi ini, ia
juga mampu memberikan jawaban benar terhadap responsnya (actions or manipulations),
sehingga memberikan latihan terhadap perilaku yang kompleks yang membutuhkan
lingkungan khusus. Contoh yang sering ditemui adalah simulator mobil yang digunakan
dalah latihan mengendara dan simulator pesawat.

8. Memberikan pengalaman simulasi

Simulator adalah alat untuk menciptakan lingkungan buatan yang secara realistis dapat
merangsang siswa dan bereaksi, seperti pelatihan pilot. Instruktur biasanya menjadi
bagian dari sistem, memberikan penilaian segera dan menyelipkan kerusakan pada sistem
untuk memberikan siswa latihan mengatasi masalah. Media komunikasi sering kali
memegang peranan penting dalam simulasi, sejak siswa harus mengkomunikasikan
informasi kepada mesin dan sebaliknya mesin meninformasikan pengguna tentang
pencapaiannya. Simulator tidak terbatas pada sistem yang konkret dan "self-contained",
tetapi dapat diaplikasikan pada sistem yang lebih abstrak seperti ekonomi nasional dari
negara kuno, anggaran belanja sistem sekolah atau fungsi bantuan kedutaan dalam negara
Afrika. Program komputer dapat memungkinkan simulasi sistem yang kompleks,
menerima masukan dari siswa, menghitung hasil dan menginformasikan kepada siswa
melalui media komunikasi tentang perubahan yang dilakukan dalam sistem. Jenis lain
dari simulasi adalah permainan, mensimulasikan sistem yang kompetitif dengan dua atau
lebih siswa atau kelompok belajar berinteraksi satu sama lain. Karena sangat mirip
dengan simulator yang dapat merefleksikan kenyataan, permainan dapat mengembangkan
respons yang siap ditransfer ke dunia yang sebenarnya. Bermain peran (role playing) juga
merupakan bagian dari teknik simulasi yang dapat digunakan untuk mengajarkan
keterampilan tentang hubungan antarmanusia. Media, biasanya film, video digunakan
untuk merekam suatu pertemuan antara siswa dan seseorang yang mensimulasikan
kehidupan nyata seseorang, siswa dilatih berinteraksi dengannya.

Sumber :
Sudirjo, Sudarsono dan Siregar, Eveline. Media Pembelajaran sebagai Pilihan dalam
Strategi Pembelajaran. dalam Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Eveline. 2007.
Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Diposkan oleh m_win_afgani di 00:05 0 komentar
Label: media pembelajaran

Jumat, 2009 Februari 06


AL-KHUYANDI : Teori Matematikanya "Mengilhami" Teorema Fermat
yang Mengguncang Dunia
Bulan juni 1993, media-media cetak dan elektronika sempat gonjang-ganjing. Dunia ilmu
pengetahuan gempar berat. Dan kegemparan itu berpangkal pada Prof. Dr. Andrew Wiles
seorang matematikawan muda (40 tahun) yang ahli teori bilangan dari Universitas
Priceton AS yang dinilai sukses besar dalam membuktikan dan memecahkan teka-teki
teori terakhir Fermat yang telah berusia 356 tahun - setelah menyuntuki selama kurang
lebih 5 tahun.

Dalam wujud kalimat, teorema atau dalim itu berbunyi : "jika x, y, dan z masing-masing
merupakan bilangan bulat positif, maka x berpangkat n ditambah y berpangkat n mustahil
akan menghasilkan z berpangkat n, keculai bila n berupa bilangan bulat dan maksimal
sama dengan dua". (yang dimaksud bilangan bulat positif adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan
seterusnya. Jadi bukan pecahan seperti 0,2 atau 0,3 atau 1/2, 1/4 dan semacamnya).

Sedang dalam bentuk persamaan dapat ditulis :


, untuk n > 2

Tapi, jika n = 2 maka akan sama persis dengan persamaan dari teorema Phytagoras yang
sudah jamak bagi siswa sekolah menengah atau santri madrasah.
"Teka-teki" teori Fermat baru muncul jika n > 2
misalkan n = 3 maka 4^3 + 3^3 tak sama dengan 5^3 sebab 64 + 27 = 91 sedangkan 5^3
itu sendiri adalah 125. Dengan kata lain 91 bukanlah 5^3.
Jadi teori tersebut sangatlah benar. Yang payah ialah membuktikan kebenarannya itu.
Cobalah umpamanya mencari bilangan z yang bulat untuk persamaan-persamaan dengan
n > 2 berikut :
2^3 + 3^3 = z^3, maka z = ?
1^4 + 2^4 = z^4, maka z = ?
puyeng, saking sulitnya !

Teka-teki besar yang berusia 3 abad lebih inilah yang kabarnya telah mampu dibuktikan
oleh Prof. Dr. Wiles pada tahun 1993 lalu, dan sebelumnya oleh pendekar matematika
negeri Nippon, Yutaka Taniyama pada 1954 - walau secara tidak langsung.

Lantas apa kaitannya dengan Al-Khuyandi yang hidup sekitar 700 tahun sebelum
lahirnya Pierre De Fermat, pencetus teori tersebut ?.

Ilmuwan legendaris Al-Biruni dalam "Tahdid Nihayat Al Amakin" dalam RIMA viii
(1962) mengakui dan menyanjung-nyanjung Khuyandi sebagai cendekiawan yang
"Awhad Zamanihi" (tiada tandingan dan tiada bandingan di masanya) terutama di bidang
konstruksi aneka rupa peralatan astrolabe dan peralatan astronomis lain. Sejumlah
manuskrip yang telah diabadikan dari risalahnya "Fi'amal al-Ala al-Amma"
mendeskripsikan suatu instrumen universal yang disebut "al-Ala al-Amma" atau "al-
Shamila". Ini biasanya digunakan sebagai pengganti asrolabe atau quadrant-alat
berbentuk seperempat lingkaran. Astronom dan matematikawan spesialis geometri ini
pintar pula merencang bangun sebuah sfera perlengkapan militer dan perlengkapan lain.
Untuk merekayasa semua instrumen tersebut tentunya Al-Khuyandi telah habis-habisan
berkubang dalam berbagai masalah teoritis bidang-bidang terkait, termasuklah
umpamanya yang menyangkut tata letak rancangan sebuah astrolabe.

Dari eksperimen-eksperimen itulah Khuyandi berhasil pula menemukan setidak-tidaknya


2 metode seperti yang digunakan Abu Nasr Mansur, untuk menentukan posisi dan
lingkaran-lingkaran dari azimut pada astolabe melalui titik potong atau persimpangan
antara khatulistiwa (equator) dan mukantarat (risala fi mujazat dawa'ir al-Sumut fi'l
Asturlab' dalam "rasa'il ila al-Biruni", Hyderabad 1948).

Karya terpenting Khuyandi dalam sfera instrumen-instrumen astronomis adalah sekstan


yang disebut "al-Suda al-Fakhri" (dipersembahkan khusus kepada Fakhr al-Dawla) yang
dirancang untuk menentukan kemiringan ekliptik. Peralatan tersebut dan bermacam
observasi yang dilakukan dengan memakai instrumen itu dilukiskannya dalam buku
"risala fi'il mayl wa 'ard al-balad" (editor L.Cheikho, dalam "Machriq", 1908).

Al-Biruni sendiri memberikan analisis terinci tentang ini dalam kitabnya "tahdid" yang
dianggap dilandaskan pada "makalah fi tashih al-mayl" karangan Khuyandi (mungkin
diidentikkan dengan "risala fi'l mayl" yang dikutip di atas).

Sekstan tersebut memiliki diameter 40 dhira' atau cubit (1 cubit kira-kira sama dengan
18-22 inchi), sedang sekstannya al-Biruni beridiameter 80 cubit. Dibuatnya di Tabruk
dekat Rayy serta diselaraskan dengan perencanaan untuk menentukan meridian (garis
bujur); dikelilingi dengan dinding-dinding dan bagian atasnya dilingkupi semacam atap
dan dibagian tertentu terdapat semacam kubah atau kolong dengan sebuah celah bergaris
tengah 3 shibr (= jengkal) berada persis di pusat sekstan. Alat ini dapat digunakan untuk
mengukur cahaya matahari, melalui proses pemantulan cahaya matahari yang kemudian
terlempar masuk ke dalam bolongan bulat pada sekstan tersebut. Dan untuk menentukan
pusatnya, Khuyandi menggunakan sebuah lingkaran yang berjari-jari sama dengan 2
diameter yang tegak lurus dan ditempatkan dilingkaran tersebug sehingga dapat diterpa
cahaya.

Intelektual yang gegap gempita dengan prestasi besar ini menekankan dan mengklaim
bahwa sekstan merupakan hasil temuannya dan dengan itu, katanya, "Aku dapat
membuat perhitungan-perhitungan hingga ke atom-atom terkecilnya". Instrumen serupa
tampaknya telah digunakan pula dalam observatori-observatori di Maragha (didirikan
sebelum tahun 660/1261 - 1262) dan di Samarkand (ditegakkan pada 823/1420).

Dengan "Suds al-Fakhri" ini, Khuyandi mengamati ketinggian meridian dititik balik
matahari (soltice) musim kemarau dan dititik balik matahari musim dingin tahun
384/994. Prosedurnya meliputi kegiatan observasi-observasi selama 2 hari berturut-turut
pada saat titik balik matahari dan dalam pemetaan, momentum yang tepat lewat matahari
masuk ke titik baliknya. Semua ini dapat dilaksanakan sekitar bulan juni, namun
observasi ulangan dengan prosedur sama, yang dilakukan di bulan desember mengalami
hambatan oleh awan sehingga ketepatan dan keseksamaan seluruh observasi turut
berpengaruh. Observasi-observasi tersebut dilakukan di bawah bimbingan dan
pengawasan sekelompok intelektual peneliti senior, termasuk dalam hal penggarapan
laporan-laporannya. Hasil nya adalah sigma = 23 derajat 32 menit 19 detik (sedang versi
al-Biruni dalam "al-Kanun Al Mas'udi", Hyderabad 1954, adalah sigma = 23 derajat 32
menit 21 detik, terpaut 2 detik). Hasil tersebut jika diperbandingkan dengan pengamatan
astronom-astronom india (24 derajat) dan Ptolemy (23 derajat 51 menit) akan semakin
mengokohkan justifikasi pada keyakinan Khuyandi dalam masalah reduksi progresif pada
kemiringan ekliptika. Al-Biruni sendiri percaya bahwa harga sigma itu konstan (dalam
"Tahdid" dan "Kanun") menegaskan bahwa Khuyandi mengatakan kepadanya bahwa
celah kolong yang dimasuki berkas cahaya matahari itu telah dipindahkan ke sebelah
bawah sekitar sejengkal sebelum dilaksanakan observasi-observasi mengenai titik balik
matahari musim dingin. Sehingga dengan demikian ia tidaklah tepat benar dengan pusat
sekstan. Fakta ini dapat menjelaskan tentang berkurangnya harga sigma pada penentuan-
penentuan lain yang dilakukan secara kasar di waktu-waktu yang sama.

Selain itu, Khuyandi melancarkan pula serentetan observasi ilmiah lain semisal
menentukan garis lintang kota Rayy pada 35 derajat 34 menit 39 detik, disamping
menegaskan bahwa ia juga telah mengobservasi planet-planet untuk (dipersembahkan
hasilnya kepada) Fakhr al-Dawla dengan menggunakan sfera-sfera untuk keperluan
kemiliteran dan peralatan astronomi lain.

Hasil akhir dari penelitian tersebut dikompilasi dalam sebuah buku bertajuk "al-Zij al-
Fakhri". Selain itu, sebuah salinan dari sebuah "Zij" berbahasa Persia, diabadikan dalam
Majlis Library di Teheran Iran, diduga didasarkan pada observasi-observasi ilmiah al-
Khuyandi. Periode yang tercantum pada tabel-tabel pergerakan-pergerakan rerata itu
adalah 600 tahun dari era Yazdagirdi, atau seputar 2 abad setelah kemangkatan al-
Khuyandi (lihat E.S. Kennedy, "A Surve 0f Islamic Astronomical Tables", sebuah survey
perihal tabel-tabel astronomi islam, 1956).

Nama resmi ilmuwan asal Khuyand Transoxania ini adalah Abu Mahmud Hamid bin al-
Khidr al-Khuyandi. ia hidup di masa pemerintahan Buwayhid Fakhr al-Dawla (366-
387/976 - 997) dan wafat ditahun 390/1000 dengan mewariskan sejumlah karya ilmiah
dibidang astronomi dan matematika, khususnya geometri.

Di antara begitu banyak karya matematikanya, yang pada umunya telah menguap entah
ke mana, sebagian masih bisa dijumpai di Kairo yaitu dalam wujud manuskrip dari
sebuah risala tentang geometri. Dan perhatian utamanya difokuskan khusus pada resolusi
atau penguraian persamaan-persamaan berpangkat 3 dengan metode-metode geometri.
Dari kekhusyuan mengkaji dan ketekunannya menelaah ia berhasil menciptakan satu
rumusan atau dalil atau teorema yang berbunyi bahwa "jumlah dua bilangan berpangkat 3
tak akan membuahkan bilangan berpangkat 3 lainnya" (The sum of two cubed numbers
cannot be another cube).

Kendati bunyi kalimat kedua teorema tersebut (versi Fermat dan versi Khuyandi) tampak
berbeda namun jika dicermati baik-baik, apalagi kalau disertai dengan elaborasi
intelektual yang memadai maka akan terasa adanya nuansa kemiripan. Atau mungkin,
dengan kalimat yang bijaksana dapat dikatakan bahwa teori Fermat tersebut bukanlah
gagasan murni Pierre De Fermat melainkan merupakan pengembangan berantai dari ide
atau teorem al-Khuyandi yang telah berumur kurang lebih 1000 tahun itu. Atau paling
tidak, Khuyandi memiliki saham utama bagi munculnya teka-teki teori Fermat. Perlu pula
diingatkan bahwa dalil tersebut ditulis Fermat hanya dalam bentuk catatan-catatan lepas
di tepi halaman bukunya. Lalu menyebutkan bahwa ia telah menemukan bukti-buktinya -
namun tidak dituliskannya, dengan alasan kekurangan tempat di halaman buku tersbut.

Di samping teori itu, Khuyandi pun terbilang penemu "Kaidah Sinus" yang diistilakannya
sebagai "Kaidah Astronomis".

Nasir al-Din al-Tusi dalam "kitan Shakl al-Katta", Istambul 1891 menegaskan bahwa
Abu'l Wafa' al-Buzajani, Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak dan al-Khuyandi merupakan 3
serangkai penulis yang memiliki peran dan jasa besar dalam penemuan "Kaidah Sinus",
(atau "Kaidah Astronomis" (Kanun al-Hay'a menurut istilah Khuyandi, lantaran kerapnya
digunakan dalam astronomi)). Meskipun demikian, P.Luckey dalam salah satu bukunya,
pada prinsipnya menolak pera al-Khuyandi dengan alasan bahwa ia adalah "intelektual
lapangan". Kendati karyanya merupakan karya-karya unggulan yang menghentak emosi
namun dia lebih sibuk bergerak di ladang astronomis praktis.

Sumber :
Arsyad, Natsir. 2000. Cendekiawan Muslim dari Khalili sampai Habibie. Jakarta :
RajaGrafindo Persada.
Diposkan oleh m_win_afgani di 22:45 0 komentar
Label: Agama Islam
Posting Lama
Langgan: Entri (Atom)

Sekarang, Jam ...

Anda pengunjung yang ke-

Free Counter
The following text will not be seen after you upload your website, please keep it in order
to retain your counter functionality
vegas blackjack

Arsip Blog
• ▼ 2009 (12)
o ▼ Mei (3)
 Proporsi
 Rasio
 Pembelajaran Kontekstual
o ► Maret (1)
 Fungsi Evaluasi Pendidikan
o ► Februari (8)
 Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
 Kegunaan Media Komunikasi dalam Pembelajaran
 AL-KHUYANDI : Teori Matematikanya "Mengilhami" Teo...
 Tahap-Tahap Memecahkan Persoalan Secara Numerik
 Aspek Inteligensi Seseorang
 Fungsi Penilaian
 Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
 Komponen Strategi Pembelajaran

• ► 2008 (49)
o ► Desember (2)
 Foto Penelitian Tesis di SMA N 1 Palembang
 Foto Sidang Tesis
o ► September (2)
 Motivasi dan Pengajaran
 Motivasi Siswa
o ► Agustus (1)
 Sumber-Sumber Masalah Penelitian Pendidikan
o ► Juni (12)
 TEORI URUTAN PADA GARIS
 POSTULAT SEJAJAR EUCLID
 Geometri Riemann
 Geometri Lobachevsky
 Teori Belajar Aliran Behavioristik
 Pelajaran dari ALam
 Lingkungan Komputer
 Emoticon and Abbreviations list
 Tata Aturan dalam Penulisan e-Mail
 Manfaat e-Education
 Pengaruh Negatif Teknologi Komputer
 Foto Seminar Nasional Pend.Matematika, 16 Januari ...
o ► Mei (4)
 Foto Seminar Proposal Tesis
 Tempat download mp3 gratis
 Download anything what you want !
 Persamaan Pada Bidang Koordinat
o ► April (13)
 Turunan
 Koordinat titik potong antara dua persamaan garis ...
 Persamaan garis lurus melalui dua titik
 Tujuh Langkah dalam Membuat Mind Map
 Tahukah anda bahwa...?
 Foto-foto Angkatan 2000 MIPA Matematika Universit...
 Troubleshooting Harddisk
 Karakteristik Hardisk
 Penilaian Menyeluruh dan Berkelanjutan
 Lembar Observasi Sikap Siswa
 Ilmu Metafisik
 Hadits : P e R n I k A h A n
 Cendekiawan Muslim : Abdul Rahman As-Sufi
o ► Maret (9)
 Kegunaan Media Komunikasi dalam Pembelajaran
 Orasi Terakhir Nabi Muhammad SAW
 Pidato Abu Bakar, Khalifah Pertama
 MEDIA SELECTION
o ► Februari (2)
o ► Januari (4)

• ► 2007 (1)
o ► September (1)
Talking, talking Only. OK
<a href="http://www4.shoutmix.com/?winz0010">View shoutbox</a>
Free chat widget @ ShoutMix

i am what i am

Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai