Anda di halaman 1dari 4

Konvensi Paris dan Konvensi Chicago Konvensi Paris 13 Oktober 1919 Pada tanggal 13 oktober 1919, di paris ditandatangani

konvensi internasional mengenai navigasi udara yang telah disiapkan oleh suatu komosi khusus yang dibentuk oleh dewan tertinggi Negara-negara sekutu. Konvensi paris tersebut merupakan upaya pertama pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Disamping itu Negara-negara pihak juga diizinkan membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral diantara mereka dengan syarat mematuhi prinsip-prinsip yang dimuat dalam konvensi. Terhadap Negara-negara bekas musuh, pasal 42 konvensi paris memberikan persyaratan bahwa Negara-negara tersebut hanya dapat menjadi Negara pihak setelah masuk menjadi anggota pada Liga Bangsa-Bangsa (LBB) atau paling tidak atas keputusan dari Negara-negara pihak pada konvensi. Pada tahun 1929, setelah direvesi dengan protocol 15 juni 1929 yang bertujuan untuk menerima keanggotaan jerman dalam LBB, konvensi paris 1919 betul-betul menjadi konvensi yang bersifat umum karena sejak mulai berlakunya protocol tersebut tahun 1933,53 negara telah menjadi pihak. Perubahan tersebut dilakukan oleh komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di paris tanggal 10-15 juni 1929. Rezim baru tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Negara-negara bukan pihak pada konvensi 1919 dapat diterima tanpa syarat apakah Negara-negara tersebut ikut serta atau tidak dalam perang dunia 1. Tiap-tiap Negara selanjutnya dapat membuat kesepakatan-kesepakatan khusus dengan Negara-negara yang bukan merupakan pihak pada konvensi dengan syarat bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hak-hak pihak-pihak lainnya dan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum konvensi. Protocol 1929 meletakkana prinsip kesama yang absolute bagi semua Negara dalam komisi internasional. Masing-masing Negara pihak tidak boleh lebih dari dua wakil dalam komisi dan hanya memiliki satu suara.

Konvensi Chicago 1944 Konferensi Chicago membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu: Konsep internasionalisasi yang disarankan australi dan selandia baru.

Konsep amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas atau free enterprise. Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan.

Setelah melalui pendebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima tiga insrtumen yaitu : Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional.

Konvensi Chicago 7 desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 april 1947. Uni soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi paris 1919, demikian juga konvensi inter amerika Havana 1928. Seperti konvensi paris 1919, konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000. Pasal 1 konvensi paris 1919 secara tegas menyatakan : Negara-negara pihak mengakui bahwa tiap-tiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara ang terdapat di atas wilayah. Konvensi Chicago 1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam konvensi paris 1919. Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah Negara juga terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan. Hal ini juga dinyatakan oleh pasal 2 konvensi jenewa mengenai laut wilayah dan oleh pasal 2 ayat 2 konvensi PBB tentang hukum laut 1982. Ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap navigasi udara, termasuk udara diatas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur pelayaran maritime. Terutama tidak ada normanorma hukum kebiasaan yang memperolehkan secara bebas lintas terbang diatas wilayah Negara,yang dapat disamakan dengan prinsip hak lintas damai di perairan nasional suatu Negara. Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas udara dan pengamatan atas pesawatpesawat udara merupakan aspek sangat penting dalam pengaturan-pengaturan hukum yang dibuat oleh Negara-negara. Demikianlah untuk memperkuat ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam konvensi, Negara-negara sering membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral atau regional di bidang kerja sama pengawasan ataupun keamanan.
http://rahmatwintoloaji.blogspot.com/2012/10/hukum-internasional-hukum-udara-dan.html

GSO Teori GSO (Geo Stationary Orbit). Teori ini dipakai oleh negara-negara kolong. Negara Kolong adalah negara2 yang wilayah dilintasi oleh pesawat udara sebelum zaman PD II, dimana negaranya dilalui garis khatulistiwa termasuk Indonesia untuk memperjuangkan klaim hak-hak berdaulat, mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam di ruang angkasa yang berbentuk cincin ketinggian berkisar 36.000 km dari permukaan bumi. Teori ini lahir dari kegigihan perjuangan negara-negara equator (khatulistiwa) untuk memperoleh preferential rights atas GSO. Ide ini diusulkan pada sidang ke22 sub komite hukum UNCOPOUS (United Nations Committee of Peacefull of Outer Space) untuk memperkuat argumentasi yuridis atas kekayaan alam ruang angkasa bagi negara-negara khatulistiwa.
http://rahmatwintoloaji.blogspot.com/2012/10/hukum-internasional-hukum-udara-dan.html

Cabotage Cabotage = sabotase Tidak boleh dilakukan oleh karena setiap Negara mempunyai kedaulatan yang complete dan eksklusif. Cabotage = menghubungkan 2 titik di satu Negara oleh penerbangan asing tanpa ijin Negara yang bersangkutan untuk komersial flight. Misal Singapore Airlines tujuan Surabaya melewati Bandung, di Bandung dia menaikkan dan menurunkan penumpang tanpa ijin dari Indonesia. Hal inilah yang disebut sabotase dan karenanya dilarang. Penerbangan domestic disabot oleh penerbangan asing. Ruang udara diatas teritorial suatu negara adalah eksklusif. Sabotase dilarang karena menimbulkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun keamanan. Hukum laut tidak mengenal sabotage, karena di laut terdapat laut bebas. Sovereignity = kedaulatan Negara = bicara mengenai control yurisdiksi politik. Sovereign right = tidak ada control tapi hak untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam-nya. Contoh : Indonesia punya sovereign right di ZEE tapi kita tidak boleh memiliki, oleh karena perairannya adalah perairan internasional. Tidak ada sovereign right untuk diatas ruang udara Negara manapun. Cabotage kaitannya bukan dengan service penumpang, tapi dengan hak melintas, oleh karenanya mengikat suatu Airlines. dari pdf

Kedaulatan ruang udara Batas wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum diatur dalam peraturan perundang-undangn yang ada, hanya menetapkan bahwa Indonesia mempunyai kedaulatan atas ruang udara nasional sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4 dan 5 UU No.5 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Kegiatan penerbangan merupakan salah satu wujud kegiatan dan atau usaha terhadap wilayah kedaulatan atas wilayah udara yang diberi wewenang dan tanggung jawab kepada pemerintah, bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan Negara atas wilayah udara RI, pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan Negara, penerbangan dan ekonomi social. Guna memberi keleluasan bagi pengguna udara yang ada di satu Negara, maka disepakati untuk dibuat jalur penerbangan / Main International Air Route yang dikendalikan oleh Air Trafic Service/ATS untuk memudahkan pengguna dan dibantu dengan pemasangan berbagai alat Bantu navigasi, di bawah pengendalian badan penerbangan Internasional (ICAO) dan peralatan ini harus selalu beroperasional dan dapat dipergunakan semua penggunaruang udara demi keselamatan penerbangan. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang di antara 2 samudera dan 2 benua ini dilewati 42 jalur penerbangan internasional terpadat di dunia yang selama ini diketahui seluruh perangkat pengendalian runag udara diatas wilayah kita dapat dikelola dengan baik dan aman, sehingga dapat di artikan bahwa kita dapaty memfasilitasi prasarana tersebut dengan baik dan benar. Dengan ditetapkannya batas ketinggian wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional 110 km dari permukaan laut sebagai patokan untuk keperluan praktis untuk dunia penerbangan dan dalam siding PBB dengan bahan bahasan mengenai ruang angkasan yang dikenal dengan UNCOPUOS. Meskipun sikap Negara-negara di dunia belum menetapkan batas kedaulatan Negara di ruang udara, bagi Indonesia, batasan tersebut sangat diperlukan dengan berbagai alas an, antara lain : pertama, perlu ketegasan wilayah udara nasional sebagai wilayah kedaulatan;
Kedua, untuk melindungi kepentingan nasional termasuk Negara sebagi Negara berkembang dimana SDA di atas wilayah Indonesia sangat strategis dan bernilai ekonomis. http://dhesykase.blogspot.com/2012/06/kedaulatan-di-ruang-udara.html

Anda mungkin juga menyukai