Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PIP Nama NIM Prodi Dosen : Muhammad Badaruddin : 11680047 : Pendidikan Biologi : Panji Hidayat, M.Pd.

1. Aliran Pendidikan itu ada 5. Jelaskan 5 aliran pendidikan tersebut ! Aliran-aliran klasik pendidikan yang meliputi aliran empirisme, nativisme, naturalism, konvergensi dan interaksionisme merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang anak seakanakan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan. Penjelasan mengenai aliran-aliran pendidikan tersebut adalah : Aliran empirisme Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) yang mengembangkan teori Tabula rasa anak lahir di dunia bagaikan meja lilin atau kertas putih yang bersih. Pengalaman empiric yang dipoerleh dari lingkungan yang berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut environtalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Aliran nativisme Aliran nativisme bertolak dari Leibnitrian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh
1

pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak, karena hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Schoompnheaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendpat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawah sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natives yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya, kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. Pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat diubah kekuatan dari luar. Aliran naturalism Pandangan yang ada persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalism yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik itu akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rosseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak didik dan diserahkan saja pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksankan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itutidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. J.J. Rausseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaanya, kemampuannya, dan kecenderungannya. Pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat berbuat-buat dan dapat membawa anak kembali kea lam untuk mempertahankan segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan

pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan. Aliran konvergensi William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa ldama proses perkembangan anak, baik faktor pembawan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lanir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk pengembangan itu. Sebagai contoh pada hakikatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawana untuk berbicara dan melalui situasi lingkungannya anak belajar berbicaradalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu anak manusia mulamula menggunakan bahasa lingkungannya. Aliran Interaksionisme Aliran Interaksionisme adalah suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap sebagai perkembangan lbih jauh konsepsi yang berpandangan dinamis dan menyatakan bahwa interaksi antara dasar (BAWWAN) dan lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, keluarga, ataupun masyarakat, dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain

dengan konsepsi konvergenssi yang berpandangan oleh dasar (bakat) dan lingkungan. Aliran Interaksionisme Dimulakan oleh Rene Descartes(1595- 1650). Ahli falsafah dan pakar matematik Perancis yg memperkatakan tentang manusia terdiri dari gabungan pemikiran dan badan atau jasad dan roh. Menentang pendapat dualisme yg menyatakan manusia terdiri dari jasad yang terpisah dari roh. Contoh aplikasi / penerapan dari aliran interaksionisme ini dalam kehidupan sehari-heri adalahmisalnya seorang anak yang ketika masih kecil tidak nakal tapi waktu remaja menjadi nakal(pengaruh interaksi dengan teman sebaya), dan waktu berkeluarga menjadi baik (pengaruhintraksi dengan keluarga dan istri) Para interaksionis menganggap bahwa roh adalah sesuatu yang immaterial dan menjembatanitubuh dan jiwa. Roh yang berpindah dan bereinkarnasi menjadi sebab bagi
3

ingatan dan perasaan.Tetapi di abad ke-17, diketahui bahwa ingatan, perasaan dan emosi berasal dari hubungan paralelotak. Interaksionis (seperti Descartes) menganggap bahwa pikiran dan otak sebagai kesatuanesensial. Maksudnya, ada kemungkinan menyatukan yang material (otak) dengan yangimmaterial (pikiran). Itulah mengapa kejadian mental dapat bersamaan dengan kejadian material, bahwa karena keduanya identik dan punya kesamaan 2. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Bermutu? Apakah pendidikan yang ada di Indonesia sudah bisa disebut sebagai pendidikan yang bermutu? Pendidikan bermutu adalah : Pendidikan yang mampu menghasilkan manusia yang cerdas,yang berkarakter,yang sehat jasmani dan rohani,beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila sistem pendidikan yang ada di suatu negara atau daerah telah bisa dikatakan sebagai pendidikan bermutu, maka kemajuan negara tersebut sudah bisa mendapatkan jaminan lebih, dari pada negara yang belum bisa mencapai tataran bermutu dalam aspek pendidikannya. Sedangkan menurut John Dewey, suatu pendidikan bisa dikatakan bermutu apabila pendidikan tersebut : Memberi kesempatan kepada murid untuk belajar secara perorangan Memberi kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman Memberi motivasi dan bukan perintah. Mengikut sertakan murid didalam setiap aspek kehidupan sekolah. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Menurut Kartadinata (2009), pendidikan di negara kita sekarang ini banyak yang menganggap sudah lebih maju dan bermutu, padahal dalam kenyataannya praktek pendidikan belum mampu menjadikan siswa yang utuh. Hal ini terjadi karena pembelajaran yang belangsung di sekolah selama ini masih berpusat pada guru dan cenderung memberikan materi sebagai hafalan. Hampir dapat dipastikan tidak terjadi pembelaharan yang bernuansa proses, karena bagi siswa pendidikan hanya sebatas menghafalkan materi dan kemudian menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru.

3. Penananman Karakter tidak adan lepas dari kecemasan dan optimisme. Apa maksdunya? Dan bagaimana cara menerapkan pendidikan karakter?

Kecemasan-kecemasan memudarnya karakter bangsa bukan sebuah persepsi yang dibuat-buat, akan tetapi didukung oleh sejumlah fakta empirik yang dapat diamati secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya fenomena-fenomena dalam dasawarsadasawarsa terakhir ini seperti terjadinya konflik berkepanjangan antar kelompok, etnik maupun agama, perkelahian-perkelahian massal antar pelajar dan mahasiswa, di berbagai tempat terjadi tindakan-tindakan kekerasan. Nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial semakin luntur dan menipis. Demikian pula semakin melemahnya rasa malu, memudarnya rasa tanggung jawab, semakin terkikisnya keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan dan semakin pudarnya ketaatan pada aturan dan hukum. Jadi, secara umum kecemasan-kecemasan yang dihadapi dalam penerapan suatau pendidikan karakter adalah : a. Kehilanhgan Integritas b. Kehilangan Daya Saing c. Kehilangan Sifat Keindonesiaan atau Nasionalisme d. Kehilangan Sifat Menolak pada Narkoba e. Kehilangan Kesadaran akan Hukum f. Kehilangan Sumber Daya Manusia berkualitas g. Kehilangan Kesempatan Mendapatkan Pendidikan yang Bermutu Sedangkan optimisme-optimisme yang masih ada pada penerapan pendidikan karakter di masa ini antara lain : a. Perjuangan merebut Kemerdekaan yang menunjukkan bahwa masih adanya pribadipribadi yang berkarakter baik. b. Sampai saat ini, masih ada orang-orang berkepribadian dan berkarakter baik. c. Masih banyak dijumpai orang baik. Merubah kembali karakter untuk kembali pada jati dirinya, yakni sesuai dengan nilainilai dan sistem budaya tentu juga bukan persoalan sederhana. Upaya-upaya ke arah ini memerlukan pembenahan dan penataan secara integratif dan holistik, dan sudah barang tentu akan menghadapi begitu banyak tantangan. Untuk menghadapi tantangan tersebut, diharuskan adanya kerjasama secara sinergis antara pranata-pranata pendidikan, utamanya pranata keluarga dan pranata sekolah serta peran lingkungan masyarakat.

Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter
5

pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Pendidikan keluarga memberikan ruang yang luas bagi kedua orang tua untuk menerapkan cara-cara atau pendekatan yang lebih tepat. Proses pendidikan karakter yang berlangsung secara alami dalam lingkungan keluarga, utamanya dilakukan melalui keteladanan orang tua dan proses-proses pembiasaan. Faktor utama yang harus dapat ditunjukkan oleh setiap orang tua adalah Keteladanan. Orang tua harus menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk menentukan cara memilih dan menentukan tindakan yang lebih baik, menjadi inspirasi tentang cara-cara menyelesaikan masalah, dan menjadi inspirasi pula dalam etika, sopan santun dan akhlak sehari-hari. Anak-anak adalah saksi yang selalu memperhatikan moralitas orang dewasa. Anak-anak melihat dan mencari isyarat bagaimana orang harus berperilaku, melakukan pilihan, menyapa orang dan memperlihatkan tindakan Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dititikberatkan penanaman kultur yang berlangsung secara terus menerus dalam segala sisi kesempatan. Penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan ditunjukkan dalam segala dimensi kesempatan, dan di segala dimensi ruang. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan sanksi kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk harus menjadi tindakan yang konsisten. 4. Thomas Lickona mengungkapkan bahwa kehancuran bangsa tidak akan pernah terjadi selama masih ada pengembangan karakter. Apa hakikat, fungsi dan urgensi pendidikan karakter? a. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Krakteter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
6

Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter adalah pembentukan pribadi yang utuh dan esensial dalam sikap serta perilaku peserta didik. Karakter menjadi identitas bagi individu dalam kapasitas subjek. Kematangan karakter merupakan manifestasi kualitas pribadi seseorang. b. Fungsi/Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. b. Urgensi Pendidikan Karakter Urgensi dari Pendidikan Karakter dapat diartikan sebagai pentingnya suatu pendidikan karakter. Pembangunan karakter perlu dilakukan oleh manusia. Senada dengan hal tersebut, Ellen G. White dalam Sarumpaet (2001: 12) mengemukakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter seseorang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (http://akhmadsudrajat.Wordpress .com//pendidikan-karakterdi-smp/), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
7

skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
5. Setiap pendidikan mempunyai problematika, begitupun pendidikan sains.

Apakah masalah dan langkah-langkah yang mentransformasikan pendidikan sains tersebut?

harus

ditempuh

untuk

Secara etimologi sains berasal dari bahasa latin, yaitu secientia yang artinya secara sederhana adalah pengetahuan (knowledge). Sains dalam bahasa jerman adalah wissenchaft yang artinya sistematis, pengetahuan yang terorganisasi. Dalam konsep sains terdapat tiga hal yang tidak terpisahkan, yaitu sikap, proses dan produk ilmiah. Produk ilmiah merupakan hasil dari ilmu pengetahuan sedangkan proses merupakan langkah-langkah sistematis yang ditempuh oleh seseorang dalam rangka memperoleh pengetahuan dan mencari jawaban atas segala yang terjadi di alam. Sedangkan sikap ilmiah adalah landasan sikap dalam melakukan proses ilmiah untuk mendapatkan produk ilmiah. Pendidikan Sains dapat diartikan sebagai ilmu (aspek teoretis) atau sebagai praktik pendidikan (aspek praksis). Sebagai ilmu, pendidikan sains adalah ilmu interdisiplin antara ilmu sains dan ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan Sains pada hakikatnya merupakan penerapan teori pendidikan dalam konteks ilmu sains untuk tujuan pendidikan dan pembelajaran (Konsorsium Ilmu Pendidikan, 1991). Saat ini di Indonesia masih menghadapi masalah-masalah dari dalam negeri yang bersifat makro, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan (1) mutu atau kualitas pendidikan, (2) pemerataan atau kuantitas pendidikan, (3) relevansi pendidikan, dan (4) efektivitas dan efisiensi pendidikan. Akhir-akhir ini timbul masalah baru yang juga merupakan masalah makro, yaitu masalah desentralisasi pendidikan dan pembinaan generasi muda. Untuk itu, diperlukan pembelajaran-pembelajaran yang efektif untuk memaksimalkan pendidikan sains, antara lain : a. Pembelajaran yang kreatif Tidak dapat dipungkiri, setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga peserta didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam
8

energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi peserta didik untuk mengikutinya. Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Berpikir kreatif merupakan komponen utama berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Untuk dapat menciptakan pembelajaran kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki pendidik maupun peserta didik, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. b. Pembelajaran yang menyenangkan Semua bidang studi, termasuk sains dapat dibuat menyenangkan, tergantung bagaimana niat dan kemauan pendidik untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh peserta didik saat ini yang terbebani oleh saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menyenangkan (Dedi Supriadi, 1999). Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat

menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor / urutan. Berdasarkan hal itu, apabila bisa menerapkan sistem pembelajaran yang disukai otak pada pengajaran sains maka, Pendidikan Sains akan bisa berjalan dengan maksimal.

6. Islam dan pendidikan tidak pernah saling independensi atau saling lepas. Apa hubungan antara islam dan pendidikan itu sendiri? Pendidikan adalah sebuah media bagi terjadinya transformasi nilai dan ilmu yang berfungsi sebagai pencetus corak kebudayaan dan peradaban manusia. Pendidikan bersinggungan dengan upaya pengembangan dan pembinaan seluruh potensi manusia (ruhaniah dan jasadiyah) tanpa terkecuali dan tanpa prioritas dari sejumlah potensi yang ada. Dengan pengembangan dan pembinaan seluruh potensi tersebut, pendidikan diharapkan dapat mengantarkan manusia pada suatu pencapaian tingkat kebudayaan yang yang menjunjung hakikat kemanusiaan manusia. Pendidikan berwawasan kemanusiaan memberikan pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subyek pendidikan, bukan sebagai obyek yang memilah-milah potensi (fitrah) manusia. Artinya, pendidikan adalah suatu upaya memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sebagai diri pribadi yang hidup bersama hamba Tuhan yang terikat oleh hukum normatif (syariat) dan sekaligus sebagai khalifah di bumi. Pada dasarnya, Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba (QS.As-Syams :8 ; QS. Adz Dzariyat:56). Oleh karena itu, pendidikan berarti suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa, berfikir dan berkarya, untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya.

Islam adalah panduan hidup manusia di dunia dan akhirat yang bukan sekedar agama seperti dipahami selama ini, tetapi meliputi seluruh aspek dam kebutuhan hidup manusia. Ilmu dalam Islam meliputi semua aspek ini yang bisa disusun secara hirarkis dari benda mati, tumbuhan, hewan, manusia hingga makhluk gaib dan puncak kegaiban. Susunan ilmu tentang banyak aspek ini bisa dikaji dari pemikiran Islam. Mengingat seluruh tradisi keagamaan dalam sejarah umat manusia mulai dari nabi Adam diklaim sebagai Islam dan seluruh alam natural dan humanitas sebagai ayat-ayat Tuhan, maka seluruh ilmu tentang hal ada, merupaka ilmu tentang ayat-ayat Tuhan dan Islam itu sendiri. Untuk itu diperlukan konseptualisasi ilmu dalam pendidikan, yang menawarkan adanya ilmu naqliyah yang melandasi semua ilmu aqliyah, sehingga diharapkan dapat mengintegrasikan antara akal dan wahyu, ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama dalam proses pendidikan. Sehingga, melalui upaya tersebut dapat merealisasikan proses memanusiakan manusia sebagai tujuan pendidikan, yaitu mengajarkan, mengasuh, melatih,
10

mengarahkan, membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhalifahan di muka bumi, sebagai makhluk yang berupaya mengiplementasikan nilai-nilai ilahiyah dengan memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera.

11

Anda mungkin juga menyukai