Anda di halaman 1dari 6

Judul Praktikum : Analgesik

Sasaran belajar 1. Mampu melakukan praktikum tersamar ganda atau double blind clinical trial. 2. Mampu melakukan observasi efek analgesik dari beberapa jenis analgesik. 3. Mampu melakukan observasi pada efek samping yang mungkin timbul pada masingmasing analgesik. 4. Mampu mencatat hasil praktikum dan membuat laporan yang baik

Dasar Teori Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Obat analgesik masuk ke dalam dua golongan besar: golongan analgesic-antipiretik dan analgesic-opioid. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Analgesic opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan efek farmakodinamik yang lain. Analgesic opioid ini mempunyai mekanisme kerja untuk menghilangkan nyeri dengan cara menduduki reseptor opioid. Pada praktikum ini digunakan 2 obat yang berasal dari kelompok opioid: Tramadol dan Kodein Tramadol adalah analgesik yang bertindak dengan mekanisme kerja didasarkan pada blokade penyerapan kembali serotonin. Tramadol juga berguna untuk menghambat fungsi transporter norepinefrin. Dosis yang dianjurkan adal 50-100mg per oral empat kali sehari. Efek samping yang umum mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala. Depresi pernapasan tampaknya kurang dibandingkan dengan dosis ekuianalgetik morfin, dan derajat konstipasinya kurang daripada dosis ekuivalen kodein. Toksisitas nya bisa menyebabkan kejang sehingga kontraindikasi dengan pasien yang memiliki riwayat epilepsi dan atau digunakan dengan obat lain yang berguna untuk menurunkan ambang kejang.1,2 Kodein merupakan analgesik opioid lemah yang digunakan pada nyeri ringan sedang. Untuk kodein ini baik diabsorpsi secara oral tetapi memiliki afinitas yang rendah terhadap reseptor opioid. Sekitar 10% obat mengalami demetilasi dalam hati menjadi morfin yang bertanggung jawab atas efek analgesik kodein. Efek sampingnya (kostipasi, mual, muntah, sedasi) membatasi dosis ke kadar yang menghasilkan analgesia yang jauh lebih ringan dibandingkan morfin. Kodein juga digunakan sebagai obat antitusif (obat batuk) dan antidiare.3

Analgesic-antipiretik adalah kelompok obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan juga menurunkan suhu tubuh yang tinggi, yang mempunyai mekanisme kerja menghambat produksi prostaglandin di tingkat siklooksigenase. Pada percobaan ini Paracetamol dan Ibuprofen merupakan contoh obat dari kelompok analgesic-antipiretik. Paracetamol adalah obat yang memiliki efek analgesik serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Efek Samping berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol. Gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 4 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang bersifat analgesik dengan efek antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400mg sehari. Absorpsinya berlangsung cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruhnya sekitar 2 jam. Ikatan proteinnya 90%. Ekskresinya juga berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresikan melalui urine sebagai metabolit atau konjugatnya. Efek Samping terhadap saluran cerna akan lebih ringan dari aspirin, indometasin, atau naproksen dan efek samping lain yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan ambliopia toksik pada mata yang reversibel. Obat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui.2-5

Alat dan bahan 1. Tensimeter, stetoskop, termometer kulit, termometer kimia, penggaris. 2. Baskom plastik berisi bongkahan es + air dengan suhu 3 derajat celcius. 3. Obat-obat analgesik: Paracetamol Kodein Ibuprofen Tramadol Plasebo yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar, dan warnanya. 600 mg 30 mg 600 mg 50 mg

Persiapan 1. Tiap kelompok mahasiswa menyediakan 2 orang percobaan (o.p.) yang siap dalam keadaan puasa 4 jam sebelum percobaan. Hal ini perlu dipahami oleh mahasiswa, agar absorbsi obat cepat dan sempurna, maka sebaiknya lambung dalam keadaan kosong. Untuk praktikum anagesik tidak ada kontra indikasi khusus, dimana mahasiswa tidak boleh menjadi orang percobaan, hanya hati-hati pada mahasiswa yang pernah punya riwayat ulkus peptikum atau gastritis kronis. 2. Instruktur telah mempersiapkan obat-obat diatas dengan kemasan (kapsul) yang sama bentuk, warna, dan besarnya, dan telah diberi kode tertentu, dicatat dan disimpan oleh salah satu instruktur. Karena percobaan ini adalah tersamar ganda, dimana para instruktur dan para orang percobaan tidak dapat memilih sendiri obat yang akan diminum/diberi, dengan tujuan untuk menghindari faktor subyektifitas yang akan mempengaruhi keabsahan hasil pengamatan. 3. Tiap kelompok telah menyiapkan alat-alat yang diperlukan diatas.

Tatalaksana 1. Mintalah orang percobaan yang telah dipilih oleh masing-masing kelompok untuk berbaring di meja praktikum. 2. Lakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, suhu kulit, dan diameter pupil mata, serta gejala subyektif; seperti pusing, demam, mual, dll). Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan termometer kulit yang diletakkan pada leher depan di bawah dagu (daerah flushing). Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang percobaan menatap lurus ke atas, pada saat berbaring.

Lakukan pengukuran diatas 2 kali, dan diambil rata-ratanya, dan catat sebagai parameter dasar. 3. Untuk membangkitkan rasa sakit: a. Untuk orang percobaan pertama, dalam keadaan duduk, celupkan tangan kanan sampai pergelangan tangan dan dalam keadaan jari-jari terkepal ke dalam baskom plastik berisi air es dengan suhu 2-3 derajat celcius. Catatlah waktu tangan dimasukkan sampai terasa sakit yang tidak dapat ditahan lagi. Lakukan dengan tangan kiri, dan ambilah rata-rata waktu antara tangan kanan dan kiri sebagai parameter dasar. b. Untuk orang percobaan lain, dalam keadaan berbaring pasanglah manset tensimeter pada lengan kanan atas, pompalah sampai 180 mmHg, lalu tutuplah kunci air raksanya. Mintalah orang percobaan melakukan gerakan membuka dan menutup jarijarinya (mengepal) tiap detik sampai rasa nyeri yang tak tertahankan lagi. Catat waktu mulai gerakan sampai rasa nyeri yang tak tertahankan. Lakukan pada lengan satu dan ambil rata-rata waktu ke dua lengan sebagai parameter dasar. 4. Mintalah obat pada instruktur, dan tiap orang percobaan minum obatnya setelah kawannya mencatat kode obat yang diminumnya. 5. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya tetap berada di sisinya dan mendiskusikan tentang obat analgesic. 6. Setelah 60 menit, lakukan kembali pengukuran parameter; tanda vital, suhu kulit, diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri. 7. Berdasarkan hasil observasi anda, diskusikan dan tentukan obat apa yang diminum teman anda tadi, dan cocokkan dengan instruktur yang memegang kode obat. Bila anda melakukan semua tatalaksana dengan baik maka tebakan obat yang diminum kawan anda sama dengan yang tertera di kodenya. 8. Tanyakan dan catatlah gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan misalnya: ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih ulu hati, berkeringat, mual, muntah, dll. Mintalah orang percobaan juga melaporkan gejala-gejala yang timbul selama 24 jam setelahnya : misalnya konstipasi dll. 9. Akhirnya diskusikan dalam kelompok apakah hasil observasi yang dilakukan sesuai dengan sifat-sifat analgesic yang diminum orang percobaan. Kalau tidak sesuai kenapa hal itu dapat terjadi? 10. Buatlah laporan mengenai praktikum ini sesuai dengan percobaan yang telah dikemukakan dalam buku ini.

Hasil Praktikum Nyeri dihasilkan dengan menggunakan es


Waktu pengambilan data Sebelum minum obat 60 menit kemudian Tekanan darah 120/80 mmHg mmHg Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu Kulit
o

Diameter Pupil

Waktu timbulnya rasa nyeri detik

x /menit

x/menit

cm

x/menit

x/menit

cm

detik

Kode obat ; Dugaan obat: Parasetamol Hasil obat sebenarnya: Plasebo

Nyeri dihasilkan dengan menggunakan manset


Waktu pengambilan data Sebelum minum obat 60 menit kemudian Tekanan darah 120/70 mmHg 120/70 mmHg Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu Kulit 36o C 35,9o C Diameter Pupil Waktu timbulnya rasa nyeri 112 detik

80x /menit

12x/menit

0,5 cm

72x/menit

14x/menit

0,5 cm

80 detik

Kode obat 55 ; Dugaan obat: Plasebo Hasil obat sebenarnya: Kodein

Analisis dan Pembahasan Pada percobaan yang dilakukan dengan es, terjadi kenaikan frekuensi denyut nadi, penurunan frekuensi napas dan diameter pupil, serta terjadi pemanjangan waktu yang ditimbulkan oleh rasa nyeri. Setelah minum obat, OP merasa mengantuk dan pusing, namun tidak merasa mual. Dugaan obat kami adalah Codein karena turunnya frekuensi pernapasan, diameter pupil yang mengecil, dan memanjangnya waktu terjadinya nyeri. Kami salah menebak obak, mengingat dengan kondisi OP berbaring tanpa melakukan pekerjaan selama 60 menit, mungkin saja dia menjadi mengantuk dengan sendirinya dan setelah berbaring 60 menit, tubuhnya menjadi lebih stabil, sehingga frekuensi pernapasannya pun turun. Diameter pupil yang mengecil juga tidak menonjol, hanya berbeda 0,1 cm dari sebelum minum obat. Perbedaan ini mungkin saja terjadi karena kesalahan paralaks membaca satuan pada

penggaris. Seharusnya Ibuprofen merupakan obat yang lebih tepat karena OP dapat menahan nyeri sedikit lebih lama tanpa disertai efek samping yang lain Pada percobaan kedua (yang dilakukan dengan manset), tidak terjadi perubahan tanda-tanda vital yang berarti. Waktu timbulnya rasa nyeri tidak bertambah, malah berkurang minum obat (dari 86 detik menjadi 80 detik). Dengan demikian dapat kami tebak bahwa obat yang diminum hanyalah placebo yang tidak memiliki efek analgesic.

Kesimpulan Efek samping yang ditimbulkan dari berbagai obat analgesic bermacam-macam. Obat analgesic dari kelompok opioid akan menyebabkan pupil mata peminum obat mengecil, depresi pernapasan, serta waktu timbulnya nyeri yang lebih lama dibandingkan obat analgesic-antipiretik. Obat analgesic-antipiretik hanya memberikan perpanjangan waktu timbul nyeri yang tidak terlalu lama, serta efek samping yang tidak sekuat golongan opiod.

Daftar Pustaka 1. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 10th ed. New York : McGrawHill; 2007.p 301-15. 2. Syarif A, Ascobat P, Estuningtyas A, Setiabudy R, Setiawati A, Sunaryo R, et al. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.210-28. 3. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2005.h.71. 4. Tjay T H, Rahardja K. Obat-obat penting. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo; 2007.h. 333. 5. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta : EGC; 2008.h.510-1.

Anda mungkin juga menyukai