Anda di halaman 1dari 35

61

BAB V
SEKURITI SISTEM TENAGA LISTRIK
5.1 PENDAHULUAN
Dalam operasi sistem tenaga listrik, selain upaya untuk meminimalisasi biaya operasi, faktor
penting lainnya adalah menjaga keamanan sistem (security system) dalam operasinya.
Keamanan sistem meliputi kegiatan yang direncanakan untuk mempertahankan operasi sistem
apabila terjadi kegagalan komponen sistem. Sebagai contoh, suatu unit pembangkit mungkin
harus keluar sistem (off-line) karena kegagalan peralatan pembantu. Dengan mempertahankan
sejumlah pembangkit cadangan berputar yang sesuai, unit-unit pembangkit yang tersisa pada
sistem dapat mengatasi kekurangan daya tanpa turunnya frekuensi yang terlalu rendah atau
tanpa perlu melakukan pemutusan beberapa beban (load shedding). Dalam pembangkitan dan
pengiriman tenaga listrik, apabila suatu saluran transmisi mengalami kerusakan karena terkena
badai sehingga menyebabkan saluran terputus, maka saluran transmisi yang tersisa akan
memikul beban yang lebih besar namun masih berada pada batasan yang diijinkan.
Sekuriti sistem diartikan sebagai kemampuan suatu sistem tenaga untuk menahan
gangguan tiba-tiba. Keandalan dan keamanan sistem tenaga listrik dapat dicapai dengan
melakukan operasi sistem yang toleran terhadap keluarnya salah satu elemen sistem (single
outage) ataupun keluarnya lebih dari satu elemen sistem (multiple outage). Artinya, dengan
keluarnya salah satu elemen sistem (atau lebih) seharusnya tidak menyebabkan keluarnya
elemen sistem secara bertingkat (cascading outage) yang mengakibatkan pemadaman
sebagian atau pemadaman total.
Sebagai contoh dari suatu urutan kejadian yang dapat menyebabkan pemadaman total
mungkin bermula dari suatu saluran tunggal yang terbuka akibat kegagalan isolasi, saluran
transmisi yang tersisa dalam sistem akan mengambil aliran yang mengalir pada saluran yang
terbuka. Apabila satu saluran yang tersisa pada saat ini terlalu kelebihan beban, saluran
tersebut dapat terputus yang diakibatkan oleh kerja relai sehingga menyebabkan saluran yang
tersisa juga mengalami beban lebih. Proses ini disebut dengan istilah gangguan yang
bertingkat (cascading outage). Suatu sistem tenaga listrik harus mampu untuk mengatasi
gangguan tersebut terutama menghindari kegagalan yang bertingkat.
62

Dalam sistem tenaga, pendekatan sekuriti dibagi atas dua bagian yaitu: (1) pendekatan
sekuriti statik, dan (2) pendekatan sekuriti dinamik. Kendala-kendala sekuriti statik merupakan
batasan-batasan operasi yang harus dipenuhi dalam pengoperasian sistem tenaga. Kendala-
kendala tersebut dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tegangan
Batasan operasi yang harus dipenuhi tegangan di setiap bus beban (PQ bus) adalah: v
i
m
<
v
I
< v
i
M
dengan v
i
m
dan v
i
M
masing-masing merupakan tegangan minimum dan tegangan
maksimum yang diperkenankan di bus-i.
b. Aliran daya di saluran
Batasan operasi yang harus dipenuhi oleh daya yang mengalir melalui saluran T adalah: -
T
L
< S
T
< T
L
dengan S
T
merupakan daya total yang mengalir di saluran T sedangkan T
L

merupakan batasan operasi termal dari saluran T.
c. Pembangkitan daya aktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya aktif adalah: p
k
m
< p
k
< p
k
M
dengan p
k
m
dan p
k
M

masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k.
d. Pembangkitan daya reaktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya reaktif adalah: Q
k
m
< Q
k
< Q
k
M
dengan Q
k
m
dan
Q
k
M
masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k.
Menurut Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2004:79) sistem dinyatakan berada
dalam keadaan operasi yang berhasil atau memuaskan bila :
1. Frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 0.2 Hz), kecuali penyimpangan dalam
waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi
gangguan frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz sampai 51.5 Hz.
2. Tegangan di Gardu Induk berada dalam batas yang ditetapkan dalam aturan
penyambungan yaitu : Tegangan 500 kV adalah 5% sedangkan Tegangan 150 kV, 70
kV, 20 kV adalah +5 % dan -10%. Batas-batas ini harus menjamin bahwa tegangan pada
semua pelanggan berada pada kisaran yang telah ditetapkan sepanjang pengatur tegangan
jaringan distribusi dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan baik. Operasi pada
batas-batas tegangan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya tegangan-
kolleps (voltage collapse) dan masalah stabilitas sistem.
63

3. Tingkat pembebanan saluaran transmisi dipertahankan pada batas-batas yang telah
ditetapkan dan tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan transmisi dan gardu
induk berada dalam batas rating normal untuk semua single contingency gangguan
peralatan.
4. Konfigurasi sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT (circuit breaker) jaringan
transmisi mampu memutus arus gangguan yang mungkin terjadi dan mengisolir peralatan
yang terganggu.
Pada suatu pusat pengatur operasi (operation control center), upaya untuk menjaga
keamanan sistem dilakukan dalam 3 tahap yaitu (1) Pemantauan sistem (system monitoring),
(2) Analisis kontingensi (contingency analysis), (3) Analisis Korektif (corrective action
analysis). Sehingga dalam operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi empat keadaan
yaitu :
1. Pengiriman yang optimal (Optimal dispatch) : Pada keadaan ini sistem tenaga listrik
bekerja pada keadaan optimal secara ekonomis tetapi sistem tidak terjamin dalam keadaan
aman.
2. Setelah kontingensi (Post contingency) yaitu kedaan dimana sistem tenaga listrik setelah
kontingensi terjadi.
3. Pengiriman yang terjamin (Secure dispatch) : Pada keadaan ini sistem tenaga listrik tidak
ada kontingensi yang menyebabkan kegagalan, dengan koreksi terhadap parameter
sehingga pengiriman tenaga cukup aman.
4. Keadaan terjamin setelah kontingensi (Secure post-contingency) yaitu Keadaan sistem
tenaga listrik setelah kontingensi terjadi dan sistem beroprasi dengan normal.
5.2 SISTEM MONITORING TENAGA LISTRIK
Sistem monitoring merupakan satu diantara tiga fungsi utama sistem keamanan yang
dilakukan di operasi control center. Sistem pemantauan (monitoring) menyediakan operator
sistem tenaga dengan informasi up-to-date terkait pada kondisi sistem tenaga. Sistem
monitoring berfungsi untuk memberikan informasi secara real time nilai daya yang
disalurkan, beban dan pembangkitan suatu sistem tenaga listrik yang kemudian akan
ditransmisikan ke control center. Sistem seperti pengukuran dan transmisi data, yang disebut
sistem telemetri (SCADA) , telah berevolusi untuk skema yang dapat memonitor tegangan,
arus, arus listrik, dan status pemutus sirkuit, dan switch di setiap Gardu dalam sistem jaringan
64

transmisi tenaga listrik. Selain itu, informasi penting lain seperti frekuensi, output generator
unit dan posisi tap transformator juga bisa telemeterikan.
Masalah pemantauan arus listrik dan tegangan pada sistem transmisi sangat penting dalam
menjaga keamanan sistem, Dengan hanya memeriksa setiap nilai yang diukur terhadap batas,
operator daya sistem dapat mengatakan di mana masalah-masalah yang ada dalam sistem
transmisi dan diharapkan mereka dapat mengambil tindakan perbaikan untuk menghilangkan
kelebihan beban line atau ambang batas tegangan.
5.2.1 Remote Terminal Unit (RTU)
Remote Terminal Unit adalah salah satu dari suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang
merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas.
Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pembangkit sebagai peralatan yang
diperlukan oleh control centre untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses untuk
melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering.
Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsi-fungsi dasar sebagai berikut:
1. Mengakuisisi data-data analog maupun sinyal-sinyal indikasi. Melakukan control
buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya.
2. Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus,
tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian.
3. Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian.
Karena merupakan komponen yang sangat penting dalam system pengendalian maka RTU
ini harus memiliki tingkat keandalan dan ketepatan (akurasi) yang tinggi, yang tidak boleh
terpengaruh oleh gangguan-gangguan, misalnya noise, guncangan tegangan catu, dan
sebagainya.
FUNGSI-FUNGSI RTU
Fungsi-fungsi remote terminal unit antara lain:
a. Sebagai perangkat pemproses sinyal, RTU dirancang untuk melakukan proses-proses
sebagai perangkat pemproses pengiriman data ke pusat pengendalian system seperti:
- Perubahan status peraltan gardu
- Perubahan besaran-besaran analog
- Perubahan besaran signal
65

- Pembacaan harga-harga pulsa akumulator
- Pembacaan besaran-besaran analog
b. Memproses data-data perintah yang datang dari satu, dua atau tiga control centre,
mengirim data-data jawaban/hasil pengukuran/pemantauan ke pusat pengendali yang
sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan konfigurasinya maka suatu RTU pada dasarnya dapat menangani atau
memproses fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Akuisisi data logic (pensinyalan jarak jauh)
b. Akuisisi data analog (pengukuran jarak jauh)
c. Restitusi data logic (pengendalian jarak jauh)
d. Akuisis sinyal jarak jauh
e. Pengaturan set point, tap charger (untuk setting transformator), pengaturan perputaran
generator dan sebagainya.

RANGKAIAN PROSES
Rangkaian proses terdiri dari instalasi/wiring, terminal, relay bantu dan transducer yang
berfungsi untuk mengirim indikasi, kontrol, alarm-alarm dan pengukuran dari suatu Gardu
induk/Pembangkit. Secanggih apapun sistem SCADA yang dipasang tidak akan ada artinya
jika terjadi salah penyambungan/merangkai proses ke sistem Gardu Induk/Pembangkit. Untuk
itu diperlukan pemahaman dalam memasang rangkaian proses ini. Secara umum rangkaian
proses terdiri dari :
Control Panel
Pada lemari control panel inilah instalasi dan terminasi sistem SCADA paling banyak
dipasang, karena pada dasarnya sistem SCADA itu memindahkan fungsi control panel ke
control center (pusat pengaturan) secara real time. Indikasi, remote control dan telemetering
dipasang pada lemari ini.
Relay Panel
Pada lemari relay ini dipasang peralatan-peralatan proteksi, kita memasang instalasi dan
terminasi untuk signal-signal alarm.

66

Transducer Board
Transducer merupakan suatu konverter yang berfungsi sebagai pengubah bentuk besaran
energi yang satu ke besaran energi lain. Dalam telemetering untuk sistem SCADA, transducer
digunakan untuk mengubah besaran listrik dari CT dan PT menjadi besaran miliampere. Fisik
transducer ini cukup besar maka untuk memudahkan instalasi dan pemeliharaan maka
ditempatkan pada satu lemari yaitu transducer board.
Komponen transducer yang dipakai di APD Makassar berasal dari vendor ENERDIS
dengan produknya yang bernama TRIAD. TRIAD yang digunakan, mempunyai 2 tipe, yaitu:
T32 (3 input, 2 output pengukuran) dan T33 (3 input, 3 output pengukuran). Masing masing
transducer disupply dengan tegangan 48 Vdc.
Supervisory I nterface Cubicle (SI C)
SIC ini merupakan terminal yang berfungsi sebagai pintu ( gate ) signal keluar dan masuk
antara rangkaian proses dengan remote terminal unit (RTU). Pada SIC ini dilakukan
pengelompokan sinyal-sinyal, penamaan bay-bay yang terdapat di suatu gardu
induk/pembangkit. Ke sisi luar dihubungkan dengan rangkaian terminasi relay bantu dan
transducer. Ke sisi dalam dilakukan pengalamatan/addressing ke card-card digital input
(DI), analog input (AI), digital output (DO) dan analog output (AO).
SIC ini pada umumnya menggunakan disconnected terminal ( terminal dimana kedua sisinya
dapat dipisahkan) sehingga memudahkan dalam pemeliharaan.
Misalnya :
- memeriksa abnormalitas telesignalling, remote control dan telemetering.
- melakukan simulasi telesignalling, remote control dan telemetering.
DATA PROSES YANG DI AKUISISI RTU
Telemetering ( Analog Input )
Telemetering adalah pengukuran besaran-besaran daya MW/MX/A/KV/HZ yang
dibutuhkan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai bahan pengaturan sistem
tenaga listrik. Untuk mengubah besaran-besaran daya yang bertegangan tinggi (CT/PT
sekunder) menjadi output berarus lemah maka digunakan transducer.
Standar input transducer : 1A/100V/ V3 dan 5A/100/V3.
Standar output transducer : +/- 5mA,010mA dan 420mA
67


Gambar 5.1 Transducer T33

Gambar 5.2 Transducer T32
Telesignalling (Digital Input)
Digital input adalah input/masukan sinyal yang berupa indikasi-indikasi dan alarm-alarm dari
suatu peralatan, yang diperlukan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai status
dan indikator dalam pengaturan sistem. Ada dua jenis telesignalling :


68

Telesignalling Single (TSS)
Terdiri dari alarm-alarm suatu proteksi dengan output ON atau OFF. Misalnya alarm
Over current, Distance, Ground fault, Breaker fault dll.

Gambar 5.3 Schematic Telesignaling Single (TSS)
Telesignalling Double (TSD)
Terdiri dari indikasi-indikasi posisi suatu peralatan dengan output masuk atau keluar
misalnya indikasi : Circuit Braker ( CB ), Pemisah rel ( PMS ), Pemisah line ( LI ),
Pemisah tanah ( ES ) dll.

Gambar 5.4 Schematic Telesignaling Double (TSD)

69

Pada telesignalling double (TSD) terdapat istilah valid dan invalid.. Validadalah posisi
(data) yang benar, close/open atau open/close.Invalid adalah posisi (data) yang salah,
close/close atau open/open.
Telecontrol ( Remote Control )
Telecontrol adalah keluaran sinyal digital/analog dari remote terminal unit (RTU) hasil
manipulasi perintah control center. Remote Control yang digunakan di APD makassar untuk
RTU S900 merupakan remote control Digital (Digital Output) menggunakan card DOU.
Remote control jenis ini merupakan perintah close dan open pada PMT, PMS dari control
center melalui RTU.

Gambar 5.5 Schematic Remote Control Digital

5.2.2 State Estimasi Sistem Tenaga Listrik
Sama seperti perangkatperangkat pengukuran lainnya, tranducertranducer pengukuran pada
sistem tenaga listrik adalah perangkat perangkat yang tidak terlepas dari error. Bila error
tersebut sedemikian kecil, bisa jadi tidak terdeteksi sehingga hasil interpretasi pembacaan
meter tidak akan memberikan nilai yang tepat. Dalam hal ini tranducer akan menjadi
perangkat yang menyumbangkan kesalahan dalam sistem pengukuran.
Kesalahan lain yang mungkin timbul adalah hilangnya data data pengukuran yang
disebabkan karena putusnya hubungan komunikasi antara control Centre dengan remote
70

terminal unit yang menyebabkan hanya sebagian dari jaringan yang dapat dipantau oleh
operator.
Untuk mengatasi masalah masalah di atas maka pada sistem pengendalian tenaga listrik
dikenal sistem estimasi. Teknik estimasi dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyaring
dan mendeteksi kesalahan kesalahan yang secara acak dapat terjadi pada sistem
pengukuran. Bahkan dalam keadaan kritis, estimasi harus dapat memperkirakan besaran
besaran pengukuran pada bagian bagian jaringan yang tidak dapat terpantau karena
gangguan pada jaringan sub jaringan telekomunikasi.
State estimasi sistem tenaga adalah sebuah algoritma untuk menentukan keadaan sistem
dari model satusistem jaringan listrik dan sistem pengukuran redundan. Model pengukuran
state estimasi nonlinier didefinisikan oleh
() (5.1)
z = m-dimensi pengukuran vektor;
x = n-dimensi (n <m) menyatakan vektor (besarnya tegangandan sudut fase);
h(x) = fungsi vektor nonlinear yang berkaitan dengan pengukuran untukmenyatakan (m-
vektor);
m-dimensi nol berarti kesalahan pengukuran fungsi vektor ;
m = jumlah pengukuran, n = jumlah state variable
Masalahnya adalah untuk menentukan x estimasi yang paling cocok dengan model
pengukuran. Statis state dari jaringan bus tenaga listrik N dinotasikan oleh x, vektor
berdimensi n =2N - 1, terdiri dari tegangan bus N dan N - 1 sudut tegangan bus.
Masalah state estimasi dapat dirumuskan sebagai sebuah minimalisasi persoalan fungsi
weighted least square (WLS)

()

( ())

( ()) (5.2)
atau dalam hal vektor residual

()

( ())

(5.3)
di mana r = z - h (x) adalah vektor sisa; fungsi nonlinier pengukuran didefinisikan
sebagai()

.
71

() (

()

()
)

(5.4)
dan R adalah matriks bobot yang diagonal elemen yang sering dipilih sebagai varians
kesalahan pengukuran, yaitu:

(5.5)

algoritma untuk masalah minimisasi tidak dibatasi adalah sebuah prosedur iteratif numerik di
mana fungsi objektif J (x) didekati biasanya dengan model kuadrat.
Solusi yang efisien masalah minimisasi unconstrained sangat bergantung metode. Metode
Newton memiliki peran sentral dalam pengembangan solusi numerik untuk yang tanpa
masalah minimisasi. Jenis metode Newton yang paling menarik di sini adalah Metode Gauss-
Newton. Ada dua cara untuk mendefinisikan hal itu. Dalam pendekatan pertama, kita linearize
vektor fungsi nonlinier h (x) dengan menggunakan ekspansi deret Taylor
(5.6)
di mana matriks Jacobian dari dimensi m n didefinisikan sebagai:


(5.7)
dan kemudian mendapatkan fungsi least square tujuan linierisasi

72


yang menghasilkan persamaan biasa dikenal,
(5.8)
Adapun cara kerja suatu estimator dapat diilustrasikan dalam perhitungan load flow
sederhana dengan memperhatikan komponen daya aktif yang mengalir pada jaringan. Seperti
pada sistem sederhana dengan konfigurasi pada gambar 5.6 dengan informasi pengukuran
daya aktif (MW) yang mengalir pada bus seperti pada gambar 5.7.

Gambar 5.6 Sistem tenaga Listrik sederhana
Untuk menentukan sudut phasa tegangan tegangan dari persamaan persamaan
aliran daya, kita hanya memerlukan pembacaan dua meter yaitu M
12
dan M
32
. Misalnya
dengan menganggap pembacaan kedua meter tersebut sempurna, maka daya yang mengalir
pada jaringan yang bersangkutan adalah :
M
13
= 5 MW = 0.05 pu
M
32
= 40 MW = 0.4 pu
Dari persamaan aliran daya pada jaringan 1, 3 dan jaringan 3, 2 yang dapat ditulis
sebagai berikut:
73



Gambar 5.7 Penempatan meter pengukuran
Dengan menganggap
3
= 0, maka dari persamaan f
13
untuk
1
dan persamaan f
32

untuk
2
, diperoleh :

1
= 0.02 rad

2
= - 0.10 rad
Jika masing masing meter memiliki kesalahan misalnya sebagai berikut:
M
12
= 62 MW = 0.62 pu
M
32
= 6 MW = 0.06 pu
M
13
= 37 MW = 0.37 pu
Dengan mengulangi perhitungan dari hasil pembacaan meter M
13
dan M
32
dengan tetap
menganggap
3
= 0, maka:

1
= M
13
x X
13
= 6 x 0.04 = 0.024 rad

2
= M
32
x X
32
= - 37 x 0.25 = -0.0925 rad
hasil perhitungan load flow memberikan hasil hasil seperti pada gambar 5.8.
74

Pada gambar terlihat bahwa aliran daya antara 1 3 dan 3 2 sesuai dengan
pembacaan meter M
13
dan M
32
, tapi aliran daya pada jaringan 1 2 tidak lagi sesuai dengan
pembacaan M
12
.
Jika menggunakan hasil pembacaan meter M
12
dan M
23
maka aliran daya pada jaringan
tersebut diperlihatkan pada gambar 5.8.

Gambar 5.8 Perhitungan aliran daya dengan menggunakan pembacaan M
13
dan M
32

Gambar 5.9 Perhitungan aliran daya dengan menggunakan hasil
pembacaan M
12
M
32

Contoh contoh di atas merupakan gambaran sederhana untuk menjelaskan static state
estimation yaitu cara untuk menentukan keadaan yang pasti dari sistem pengukuran yang
meragukan pada suatu sistem tenaga listrik.

75

1. Least Square Estimation
Perkiraan perkiraan statistik adalah suatu prosedur statistik untuk menentukan harga
harga atau parameterparameter yang belum diketahui dengan menggunakan sejumlah besaran
pengukuran. Mengingat sample yang ada merupakan besaran besaran yang tidak pasti, maka
nilai perkiraan yang diperoleh juga tidak pasti. Olehnya itu, dibutuhkan suatu cara yang dapat
digunakan untuk menentukan hargaharga pasti dari sejumlah parameterparameter yang
belum diketahui dengan menggunakan sejumlah datadata pengukuran.
Asumsiasumsi yang dikembangkan pada state estimation dapat dilakukan mengikuti
beberapa cara, tergantung dari kriteriakriteria statistik yang diinginkan. Ada tiga
kemungkinan yang akan ditemukan dalam state estimation adalah:
1. Kriteria peluang maksimum adalah kriteria yang digunakan untuk memperkirakan
harga state variable x
^
dari harga benar vector state variable x dengan
memaksimumkan fungsi probabilitas P(x
^
) = x.
2. Kriteria weighted least square. Kriteria ini digunakan dengan cara meminimumkan
pangkat dua selisih dari perkiraan pengukuran pengukuran z dari hasil perkiraan real
z.
3. Kriteria minimum variance, adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan kepastian
dengan cara meminimalkan jumlah pangkat dua dari komponenkomponen perkiraan
suatu vector state variable dengan harga benar dari state variable tersebut.
Dalam prosedur peluang maksimum, peluang yang akan diperoleh dari hasil pengukuran
tergantung dari besarnya kesalahan acak yang terdapat pada perangkat pengukuran
sebagaimana untuk menentukan parameterparameter yang belum diketahui. Akan terlihat
bahwa estimator peluang maksimum ternyata memerlukan probability density function (PDF)
error acak pengukuran. Metode estimasi lain juga dapat digunakan dengan estimator least
square yang tidak memerlukan PDF error pengukuran. Namun bila dianggap bahwa
probability density function error pengukuran mengikuti distribusi normal, maka sebenarnya
kedua cara tersebut akan memberikan formula estimasi yang sama. Hasilnya akan merupakan
least square atau lebih dikenal dengan metode estimasi dengan weighted least square
meskipun dikembangkan dengan menggunakan kriteria peluang paling besar.
76

Misalnya z
ukur
adalah nilai besaran pengukuran yang diterima dari perangkat pengukuran
dan z
benar
adalah harga sebenarnya dari besaran yang diukur. Dengan menganggap adalah
kesalahan pengukuran, maka:

(5.9)
Besar kesalahan acak merupakan model ketidak pastian untuk pengukuran di atas. Bila
kesalahan pengukuran tidak menyimpang, maka probability density function dapat dinyatakan
dengan:
()

) (5.10)
adalah standar deviasi dan
2
disebut variance dari jumlah acak. PDF () menggambarkan
perilaku seperti pada gambar 5.10.
Standar deviasi dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat model kesalahan acak
pengukuranpengukuran. Bila besar besar, pengukuran relative kurang teliti, sebaliknya bila
harga kecil, terlihat adanya pancaran kesalahan kecil dari perangkat pengukuran, dengan
demikian dapat kita lihat tidak ada suatu sistem pengukuran yang sempurna. Distrbusi normal
umumnya digunakan sebagai model kesalahan pengukuran karena distribusi ini member hasil
terhadap banyak factor yang terkontribusi terhadap semua kesalahan.

Gambar 5.10 Kurva distribusi normal
a. Konsep Peluang maksimum
Konsep estimasi dengan metode peluang maksimum digambarkan dengan
menggunakan rangkaian sederhana seperti gambar 6.Besar sumber tegangan x
benar

ingin dicari dengan menggunakan amperemeter yang mempunyai kesalahan standar
deviasi yang diketahui. Pembacaan meter adalah z
1
ukur
yang besarnya sama dengan
77

z
1
benar
yaitu besar arus sebenarnya yang mengalir pada rangkaian tersebut, dan 1 error
yang terdapat pada meter tersebut.

(5.11)
Karena harga rata rata
1
sama dengan nol, maka z
1
ukur
akan sama dengan z
1
benar
.
Dengan demikian probability density function untuk z
1
ukur
adalah:
(

(
(

(5.12)
Dimana
1
adalah standar deviasi untuk kesalahan acak
1
.
Dengan menganggap tahanan dalam meter r
1
diketahui maka persamaan (5.12) di atas
dapat ditulis:
(

(
(

(5.13)
(

) (

(5.14)
(



Gambar 5.11 Rangkaian DC sederhana
Prosedur peluang maksimum membutuhkan agar harga (

) dimaksimumkan
sebagai fungsi x.
(

) (

(5.15)
Transformasi yang sesuai dan dapat digunakan pada titik ini untuk memaksimumkan
peluang dapat dilakukan dengan logaritmanatural PDF (z
1
ukur
) yang sebenarnya berarti
juga memaksimumkan PDF(z
1
ukur
).
78

[(

)] atau

)
(

) [
(

]atau sama dengan


[
(

] (5.16)
Harga x yang memberikan harga minimum diperoleh dengan membuat turunan
pertama persamaan tersebut sama dengan nol,

[
(

]
(

atau (5.17)

(5.18)
Jadi diperoleh besar tegangan sumber sama dengan besar arus yang dikali dengan
tahanan. Namun dengan menambahkan sirkuit pengukuran yang kedua yang
mempunyai kualitas berbeda dengan meter pertama maka kondisi perhitungan akan
menjadi lain. Seperti Gambar 5.11.

Gambar 5.12 Rangkaian DC dengan dua pengukuran yang sangat berbeda

79

Pada rangkaian tersebut berlaku:

(5.19)


Dimana kesalahan kesalahan akan direpresentasikan oleh independent zero mean,
variable variable acak terdistribusi dengan probability density function sebagai
berikut:
(

(
(

) (5.20)
Atau dengan cara terdahulu kita dapat menyatakan sebagai berikut:
(

(
(

)
(

(
(

) (5.21)
Fungsi peluang seharusnya merupakan probabilitas dari perhitungan data data
pengukuran z
1
ukur
dan z
2
ukur
.Karena dianggap kesalahankesalahan acak
1
dan
2

adalah variablevariable acak yang bebas, maka perhitungan probabilitas z
1
ukur
dan
z
2
ukur
adalah perkalian probabilitas z
1
ukur
dikalikan z
2
ukur
.
Prob (z
1
ukur
dan z
2
ukur
) = prob(z
1
ukur
) . prob(z
2
ukur
).
= PDF (z
1
ukur
) PDF ( z
2
ukur
) dz
1
ukur
. dz
2
ukur

*

(
(

)+ (

) (5.22)
Untuk memaksimumkannya maka dilakukan dengan mengambil harga logaritma
natural fungsi tersebut, seperti terlihat pada persamaan berikut;
Maks Prob (z
1
ukur
dan z
2
ukur
)
80

[(

)
(

)
(

]
[
(

] (5.23)
Dengan menurunkan ruas kanan persamaan (5.23) pada harga ekstrim sama dengan
nol, maka diperoleh:

[
(

]

(


Akan menghasilkan:

(5.24)
Bila salah satu dari meter tersebut merupakan meter dengan kualitas super maka
variance meter tersebut akan jauh lebih kecil dari meter lainnya.
Dari persamaan (5.17) dan (5.23) dapat kita lihat bahwa perkiraan probabilitas
maksimum dari parameter-parameter yang tidak diketahui selalu dinyatakan sebagai
harga yang memberikan harga paling kecil dari jumlah pangkat dua dari beda hasil
pembacaan pengukuran dengan harga benar (dinyatakan sebagai parameter yang belum
diketahui) dibagi dengan variance dari kesalahan meter.
Dengan demikian bila kita memperkirakan satu harga x dengan menggunakan
sejumlah data data pengukuran N
m
, kita dapat menuliskan:
()
*

()+

(5.25)
Dimana:
81

= fungsi yang digunakan untuk menghitung besaran yang diperkirakan.

= Varian dari pengukuran ke i


()= selisih pengukuran (residual)

= Jumlah pengukuran

= Besaran pengukuran ke i
Persamaan (16) tersebut dapat dinyatakan dalam satuan per unit atau dalam satuan
biasa seperti MW, MVAR atau kV.
Untuk melakukan estimasi sejumlah besaran-besaran yang tidak diketahui N
s
dengan
menggunakan parameter-parameter pengukuran N
m
dapat dilakukan sebagai berikut:
(

)
[

)]

(5.26)
Perhitungan perkiraan estimasi ini disebut weighted least square estimator,sama
seperti estimator probabilitas maksimum dimana kesalahan pengukuran dimodelkan
sebagai parameter acak yang mengikuti hukum distribusi normal.
b. Formula Matriks
Bila fungsi

) merupakan fungsi linier maka persamaan (5.17) di atas


akan mempunyai solusi yang dapat didekati dengan cara sebagai berikut, misalnya

) ditulis dalam bentuk sebagai berikut:


()

(5.27)
Dalam bentuk vector dapa dituliskan :
() [

()

()

()
] []

(5.28)
Dimana :
[] = Matriks N
m
x N
s
yang mengandung koefisien fungsi fungsi linier

()
N
m
= Jumlah titik pengukuran
N
s
= Jumlah parameter yang akan ditentukan
Dengan menempatkan pengukuran dalam persamaan vector sebagai berikut:
82

(5.29)
Maka persamaan (26) dapat ditulis:
()

()

() (5.30)
[]
[


Disebut sebagai matriks co variance kesalahan-kesalahan pengukuran. Untuk
menentukan penampakan minimum persamaan (5.29) subtitusikan [H]x untuk f(x)
dengan menggunakan persamaan (5.27).
(5.31)
Dengan mengetahui banyaknya pengukuran adalah N
m
maka untuk menghitung x
est

terdapat tiga kondisi yang harus diselesaikan yaitu dalam hal jumlah pengukuran N
m

lebih banyak dari state variable N
x
, sama dengan state variable N
s
, dan keadaan
dimana jumlah pengukuran yang tersedia lebih sedikit dari jumlah state variable yang
ditentukan.
Kondisi dimana jumlah pengukuran lebih banyak dari jumlah variable state
(N
s
<N
m
).dengan membuat j(x)/dx = 0 untuk i=1,N
s
, berarti identik dengan gradient
j(x), ()sama dengan nol.
Gradient j(x) dapat ditulis
() []

[]

][]
Bila J(x) =0, maka untuk (N
s
<N
m
) state variable dapat dihitung dengan persamaan:
(5.32)
Dalam hal jumlah pengukuran sama dengan jumlah state variable yaitu dimana N
s
=
N
m
maka persamaan tersebut dapat dinyatakan dengan:

[]

(5.33)
Jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state variable.
83

Sedangkan untuk keadaan dimana jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state
variable atau (N
s
>N
m
) maka akan ada beberapa cara penyelesaian untuk mencari x
est

yang dapat memberikan harga j(x) sama dengan nol. Mengingat (N
s
>N
m
). maka teknik
penyelesaian yang biasa dilakukan tidak dengan memaksimumkan fungsi peluang,
tetapi pada prinsipnya adalah untuk mendapatkan harga x
est
yang memberikan harga
minimum jumlah pangkat dua dari harga yang dicari. Untuk semua i=1,2,,N
m
maka,

(5.34)
Dengan kondisi

[]
Bentuk yang sesuai untuk persamaan ini dapat ditempuh dengan persamaan lagrange
yang hasilnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
(5.35)
Dalam sistem tenaga di mana jumlah state variable jauh lebih banyak daripada jumlah
pengukuran N
s
>N
m
, estimator tidak lagi mampu melakukan perhitungan dengan benar,
untuk mengatasi hal tersebut biasanya dilakukan dengan teknik pseudo
measurement. Teknik tersebut ditempuh dengan menambah sejumlah manual data
data pengukuran pada bagian- bagian tertentu dari jaringan sehingga diperoleh jumlah
pengukuran yang cukup untuk menjalankan state estimator.
c. Identifikasi dari deteksi bad measurement dengan mengggunakan state estimation
Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasikan hasil hasil pengukuran
yang jelek pada suatu sistem pengendalian tenaga listrik merupakan hal yang sangat
berguna dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik. Sebagaimana telah diketahui
bahwa tranducer- tranducer merupakan perangkat yang bisa rusak atau tersambung
secara tidak benar sehingga hasil pengukuran yang dihasilkan menjadi kurang teliti
atau tidak berarti sama sekali.
Dasar untuk mendeteksi hasil-hasil pengukuran jelek adalah dengan mengamati
hasil state estimation terhadap j(x), yang akan konvergen menjadi sangat kecil bila
tidak terdapat pengukuran yang jelek pada sistem. Ini berarti bila j(x) kecil, maka
vector x yaitu tegangan-tegangan dan sudut fasanya akan menghasilkan aliran daya,
beban dan pembangkitan yang dekat dengan nilai nilai pengukuran.
Pada umumnya keadaan pengukuran yang jelek akan menyebabkan konvergensi
perhitungan J(x) lebih besar dari perhitungan dimana diharapkan x= x
est
.
84

Sebagaimana telah diketahui bahwa error dalam pengukuran merupakan bilangan-
bilangan yang real, jadi nilai-nilai j(x) sebenarnya adalah nila-nilai yang acak. Bila
dianggap bahwa semua error terdistribusi normal pad probability density function,
maka akan dapat diperlihatkan bahwa J(x) mempunya PDF yang dikenal sebagai chi-
squared distribution yang dapat ditulis X
L
(k).parameter k disebut sebagai tingkat
ketidak tergantungan (degree of freedom) dari chi-squared distribution yang dapat
didefenisikan sebagai berikut:
k = N
m
- N
s

dimana:
N
m
= jumlah pengukuran (pengukuran P+jQ dihitung sebagai dua pengukuran.
N
s
= jumlah state = (2n-1)
n = jumlah bus pada jaringan sistem tenaga
Bila x = x
est
, maka harga rata rata J(x) sama dengan k dan standar deviasi J(x) sama
dengan .
Bila terdapat satu atau lebih pengukuran yang jelek maka error akan lebih besar dari
lebar bidang error yang diperhitungkan yaitu sebesar . Dengan demikian secara
sederhana dapat diidentifikasikan adanya pengukuran yang jelek dengan cara men set
up suatu nilai t
j
yang memenuhi keadaan normal J(x). ini berarti bahwa untuk setiap
J(x)>t
j
terdapat adanya pengukuran yang jelek. Terdapat dua keadaan yang mungkin
memberikan salah tafsir yaitu bila t
j
diset pada harga yang kecil yang akan
menimbulkan alarm-alarm peringatan, pada hal semua pengukuran berjalan tanpa ada
kesalahan. Sebaliknya bila t
j
diset terlalu besar akan menghasilkan keadaan yang
seakan-akan semua berjalan sebagaimana mestinya, padahal sebenarnya banyak
kesalahan pengukuran terjadi.
Kejadian tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menuliskan persamaan berikut:
[] () (5.36)
Dengan k adalah tingkat ketidak tergantungan.
Persamaan ini menyatakan bahwa peluang pada J(x) yang lebih besar dari tj adalah
sama dengan akan menghasilkan PDF j(x) merupakan chi-squared dengan tingkat
ketidak tergantungan k.
85

Jenis pengetesan ini dikenal sebagai pengujian hypothesis dimana parameter tertentu
maka nilai t
j
dapat digunakan untuk pengetesan .dengan menggunkan t
j
, maka peluang
alarm palsu mungkin sebesar 1 % dari semua pengetesan.

5.3 ANALISIS KONTIGENSI SISTEM TENAGA LISTRIK (CONTI NGENCY
ANALYSI S)
Dalam analisis ini gangguan yang mungkin terjadi pada sistem dimodelkan, sehingga bisa
diambil tindakan yang diperlukan, jika benar-benar terjadi. Kontingensi adalah suatu kejadian
yang disebabkan oleh kegagalan atau pelepasan dari satu atau lebih generator dan/atau
transmisi (Ditjen LPE, 2004).
Teknik analisis kontingensi dari tahun ke tahun berkembang terus seiring dengan
perkembangan komputer. Walaupun ada metode aliran daya yang lebih baik seperti Gauss-
Seidel dan Newton- Rhapson yang bisa mempercepat proses komputasi, namun untuk
menganalisis sistem dengan mensimulasi satu persatu gangguan pada saluran dan pembangkit
, akan memakan waktu yang lama. Ada 2 metoda analisis kontingensi :
1. Analisis kontingensi deterministik..
Yaitu cara penganalisisan dengan membuat simulasi terlepasnya elemen dari sistem tenaga
misalnya satu saluran dilepas atau satu trafo dilepas atau satu unit pembangkit dilepas, serta
melihat pengaruh yang diakibatkannya. Beberapa metoda analisis kontingensi deterministik
yang dikenal saat ini yaitu:
1) Analisis kontingensi dengan menggunakan aliran daya arus searah (DC Power-
Flow Contingency Analysis) : Metoda ini paling sederhana tetapi hasil yang
diberikan kurang akurat. Dapat digunakan untuk menganalisis kontingensi tunggal
atau kontingensi multi. Pada metoda ini, resistansi saluran diabaikan sehingga daya
reaktifnya dapat diabaikan dan didapatkan model rangkaian linearnya (P-).
2) Analisis kontingensi dengan menggunakan matriks impedansi bus (Z BUS).
3) Analisis kontingensi dengan menggunakan metoda aliran daya Fast Decoupled dan
Newton-Rhapson.



86

2. Analisis kontingensi non-deterministik.
Penganalisisan didasarkan pada tingkat keandalan sistem yang didefinisikan pada 2 indeks
keandalan yaitu LOLP (Loss-Off-Load-Probability) dan EDNS (Expected Values Of
Demand Not Served). Keandalan sistem yang dimaksud tergantung kepada :
- Ketidakpastian perkiraan beban.
- Tingkat kepercayaan komponen/unit sistem tenaga.
- Jadwal pemeliharaan komponen/unit sistem tenaga.
- Kendala-kendala bagian yang terinterkoneksi.
Dengan kedua metoda di atas (LOLP dan EDNS), maka perencana sistem mampu
menentukan kapasitas elemen sistem tenaga yang akan dievaluasi dengan menggunakan fungsi
probabilitas kerapatan. Dengan teknik penganalisisan secara probabilistik ini dapat ditentukan
bagian saluran yang mana yang dibebani lebih atau bus mana yang bertegangan abnormal
tanpa mengevaluasi keseluruhan sistem. Dengan demikian diharapkan waktu komputasi lebih
cepat dan pengevaluasian dapat dititikberatkan pada daerah dimana sering terjadi gangguan
(outage).
5.3.1 Analisis Kontingensi dengan Metode Aliran Daya Newton-Raphson
Pendekatan tradisional untuk analisis kontingensi keadaan mantap dilakukan dengan
menguji semua kontingensi secara berurutan. Pada sistem tenaga listrik yang besar pengujian
kontingensi secara lengkap dengan mengikutsertakan semua kemungkinan kontingensi adalah
tidak efisien karena memerlukan waktu proses yang lama. Di sisi lain, pengujian kontingensi
yang dipilih berdasarkan pengalaman dan perasaan (intuisi) dari perencana tidaklah memadai
karena kemungkinan akan mengabaikan kasus-kasus kontingensi yang kritis. Dengan
demikian diperlukan suatu daftar kontingensi yang dipilih dan melakukan analisis kontingensi
hanya untuk kasus-kasus kontingensi yang dipilih tersebut.
Suatu sistem tenaga listrik mungkin mengalami kondisi kontingensi, antara lain: (1)
lepasnya unit pembangkit dan/atau saluran transmisi akibat adanya gangguan, dan (2) adanya
penambahan atau pengurangan yang tiba-tiba dari kebutuhan beban pada sistem tenaga listrik.
Meskipun banyak kontingensi lain yang dapat terjadi, namun hanya kontingensi-kontingensi
yang mempunyai probabilitas yang tinggi (credible) yang akan dipertimbangkan.
87

Kriteria yang digunakan untuk menentukan keandalan sistem, salah satunya dengan
menggunakan kriteria keandalan keamanan N-1 (Pottonen, 2005, Kundur, 2003, Marsudi,
1990). Kontingensi N-1 adalah kontingensi yang dihasilkan dari terlepasnya satu komponen
sistem yaitu satu saluran transmisi atau satu generator. Kontingensi N-k adalah kontingensi
yang dihasilkan dari terlepasnya sejumlah k komponen sistem.
Metode ini menggambarkan tingkat keandalan sistem dengan memperhitungkan
kemungkinan gangguan unit pembangkit dan juga gangguan peralatan transmisi. Dengan
kriteria indeks keandalan keamanan N-1 apabila dalam sistem terdapat N buah elemen baik
unit pembangkit maupun peralatan transmisi, sistem tidak akan kehilangan beban (tidak terjadi
pemadaman) apabila sebuah elemen sistem mengalami gangguan.
Dalam analisis kontigensi dilakukan studi aliran daya. Dalam penyelesaian masalah
aliran daya, sistem tenaga diasumsikan beroperasi pada keadaan seimbang dan digunakan
model satu fase. Untuk menghitung aliran daya pada jaringan sederhana dengan bentuk radial
dapat dilakukan secara analitik, tetapi untuk jaringan yang lebih rumit diselesaikan secara
iterasi. Ada empat kuantitas yang berhubungan dengan setiap bus, yaitu magnitude tegangan
|V|, sudut fase tegangan u, daya riil P, dan daya reaktif Q. Bus-bus sistem secara umum
dikelompokkan ke dalam tiga tipe , sebagai berikut :
Bus tadah (slack bus). Dikenal juga sebagai bus ayun (swing bus), yang diambil sebagai bus
referensi dimana besar dan sudut fase tegangannya ditetapkan, sedang injeksi daya aktif dan
reaktif dihitung. Bus ini akan memenuhi kebutuhan selisih daya antara beban terjadwal dan
daya yang dibangkitkan yang disebabkan oleh rugi-rugi jaringan.
Bus-PV atau lazim disebut bus pembangkit. Disini injeksi daya aktif P dan besar tegangan |V|
ditentukan sedang sudut tegangan u dan injeksi daya reaktif Q dihitung.
Bus-PQ atau lazim disebut bus beban. Disini baik injeksi daya aktif P maupun daya reaktif Q
dua-duanya ditentukan sedang besar dan sudut tegangan dihitung.
Konsep bus tadah atau simpul tadah yang membiarkan injeksi daya aktif tidak ditentukan
diperlukan karena ke bus inilah nantinya semua rugi daya aktif yang terjadi pada jaringan
ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung, disamping injeksi daya aktif yang ada di bus ini
sendiri. Dengan tujuan hampir sama konsep bus tadah, bus pembangkit (PV) yang
membiarkan injeksi daya reaktif tidak ditentukan diperlukan karena ke bus inilah nantinya
88

rugi-rugi daya reaktif yang terjadi pada jaringan ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung,
disamping injeksi daya reaktif yang ada di bus-bus ini sendiri.
. Secara umum persamaan arus yang memasuki suatu bus i pada sistem tenaga adalah
sebagai berikut :

=
=
n
j
j ij i
V Y I
1
(5.37)
dimana Y
ij
adalah admitansi bus antara bus i dan j, dan pada persamaan di atas j termasuk bus
i. Dalam bentuk polar, dapat ditulis menjadi

=
+ Z =
n
j
j ij j ij i
V Y I
1
u o (5.38)
Daya kompleks pada bus i adalah

i i i i
I V jQ P
*
= (5.39)
Dengan memasukkan (38) ke dalam (39), diperoleh

=
+ Z Z =
n
j
j ij j ij i i i i
V Y V jQ P
1
. u o u (5.40)
Kemudian dipisahkan bagian-bagian riil dan imajiner,
) cos(
1
j i ij
n
j
ij j i i
Y V V P u u o + =

=
(5.41)
) sin(
1
j i ij
n
j
ij j i i
Y V V Q u u o + =

=
(5.42)
Persamaan (5.41) dan (5.42) merupakan satu set persamaan aljabar nonlinear yang
berhubungan dengan variabel-variabel bebas, magnitude tegangan dalam per unit (pu), sudut
fase dalam radian. Terdapat dua persamaan untuk setiap bus beban, diberikan oleh (5.40) dan
(5.41), dan satu persamaan untuk setiap bus pembangkit, diberikan oleh (5.41). Pengembangan
(5.41) dan (5.42) ke dalam deret Taylor dan mengabaikan semua suku-suku yang berorde
tinggi, menghasilkan satu set persamaan-persamaan linear berikut :
89


(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(

c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
c
=
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(

A
A
A
A
) ( ) (
2
) ( ) (
2
) (
2
) (
2
2
) (
2
) (
2
2
) ( ) (
2
) (
2
) (
2
) (
2
) (
2
2
) (
2
) (
2
2
) (
) (
2
) (
) (
2
k
n
n
k
n
k
n
n
k
n
k
n
k k
n
k
k
n
n
k
n
k
n
n
k
n
k
n
k k
n
k
k
n
k
k
n
k
V
Q
V
Q Q Q
V
Q
V
Q Q Q
V
P
V
P P P
V
P
V
P P P
Q
Q
P
P





u u
u u
u u
u u

(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(

A
A
A
A
) (
) (
2
) (
) (
2
k
n
k
k
n
k
V
V

u
u
(5.43)

Langkah-langkah solusi aliran daya dengan metode Newton-Raphson adalah sebagai
berikut :
1. Untuk bus PQ, dimana
sch
i
P dan
sch
i
Q ditentukan, nilai awal magnitude dan sudut fase
tegangan diset sama dengan nilai bus tadah, atau 1,0 dan 0,0, yaitu 0 , 1
) 0 (
=
i
V dan
0 , 0
) 0 (
=
i
u . Untuk bus PV, dimana
i
V dan
sch
i
P ditentukan, sudut fasenya diset sama
dengan sudut fase tegangan bus tadah, atau 0, yaitu 0
) 0 (
=
i
u .
2. Untuk bus PQ,
) (k
i
P dan
) (k
i
Q dihitung dengan persamaan (41) dan (42),
3. Untuk bus PV,

) (k
i
P dan

) (k
i
P A berturut-turut dihitung dengan persamaan (41)
4. Menyelesaikan persamaan linear simultan (42) secara langsung dengan cara faktorisasi
triangular dan eliminasi Gauss.
Proses berulang sampai selisih daya
) (k
i
P A dan
) (k
i
Q A lebih kecil dari tingkat akurasiya.
Analisis kontingensi dengan metode aliran daya digunakan untuk mengetahui pengaruh
gangguan yang terjadi pda sistem tenaga listrik baik gangguan yang terjadi merupakan
gangguan tunggal (single contingencies) atau gangguan jamak (multiple contingencies) pada
saluran transmisi terhadap besarnya tegangan pada bus dan sudut fasa tegangan, serta
perubahan aliran daya pada sistem tenaga listrik dengan perhitungan dan kecepatan komputasi
yang baik.


90

5.3.2 Analisis Kontingensi Tunggal
Analisis kontingensi tunggal adalah analisis kontingensi setelah terputusnya aliran listrik
(outage) pada salah satu bagian sistem, artinya tidak terjadi dua pemutusan secara bersamaan.
Pemutusan dapat terjadi karena salah satu saluran atau transformator lepas dari sistem,
generator lepas, atau terjadi pergeseran pembangkitan, baik karena direncanakan untuk
pemeliharaan rutin, maupun terpaksa karena kondisi cuaca, atau karena gangguan.
a. Pergeseran Arus-Injeksi
Misalkan suatu sistem tenaga listrik, jika pada bus m diberikan tambahan arus injeksi
sebesar AI
m
, akan terjadi perubahan tegangan pada setiap bus dan perubahan arus yang
mengalir pada setiap saluran. Perubahan tegangan pada sistem karena tambahan arus injeksi
tadi dinyatakan dengan,
m
bus
m bus
n n
j j
i i
n
j
i
I
Z
m
I Z
V V
V V
V V
V V
V
V
V
V
A
(

=
(
(
(
(
(
(

A =
(
(
(
(
(
(
(
(

=
(
(
(
(
(
(
(
(

A
A
A
A
Kolom
0
0
'
'
'
1
'
1 1

(5.44)
dengan Z
bus
adalah matriks impedansi bus sistem awal, sebelum enambahan arus
injeksi. Perubahan tegangan pada bus i dan j dapat ditulis,
m im i
I Z V A = A

m jm j
I Z V A = A
(5.45)
dengan Z
im
dan Z
jm
adalah komponen-komponen dari Z
bus
. Jika saluran yang
menghubungkan bus i dan bus j mempunyai impedansi primitif z
c
, maka perubahan arus yang
mengalir dari bus i ke bus j adalah
m
c
jm im
c
j i
ij
I
z
Z Z
z
V V
I A

=
A A
= A (5.46)
dari persamaan ini kita mendefinisikan istilah faktor distribusi arus-injeksi atau
current-injection distribution factor, K
ij,m
yang dirumuskan dengan,
c
jm im
m
ij
m ij
z
Z Z
I
I
K

=
A
A
=
,
(5.47)
91

yaitu perbandingan antara perubahan arus di satu saluran, saluran ij, terhadap
perubahan arus-injeksi pada satu bus, bus m. Maka perubahan arus pada saluran ij karena
perubahan arus-injeksi pada bus m adalah
m ij ij
I K I A = A (5.48)
Hubungan ini menunjukkan bahwa beban lebih pada saluran dapat dihilangkan
dengan menurunkan arus-injeksi pada suatu bus dan menaikkan arus-injeksi pada bus lain,
atau dengan kata lain menurunkan pembangkitan daya suatu unit pembangkit dan menaikkan
daya yang dibangkitkan pada unit yang lain.
Apabila arus-injeksi pada bus p diubah sebesar AI
p
sedangkan pada bus q arus injeksi
diubah sebesar AI
q
, maka dengan prinsip superposisi, perubahan arus pada saluran ij dapat
dihitung dengan,
q q ij p p ij ij
I K I K I A + A = A
, ,
(5.49)
( ) ( )
c
q jq iq p jp ip
ij
z
I Z Z I Z Z
I
A + A
= A (5.50)
Karena penggunaan seperti di atas, Faktor Distribusi Arus-Injeksi disebut sebagai
faktor distribusi pergeseran arus (current-shift distribution factor). Pada model aliran daya
DC pergeseran arus dari bus yang satu ke bus yang lain ekivalen dengan pergeseran
pembangkitan daya aktif dari bus yang satu ke bus yang lain. Oleh karena itu Faktor Distribusi
Pergeseran Arus sering disebut Faktor Distribusi Pergeseran Pembangkitan (generation-shift
distribution factor).
b. Saluran Lepas dari Sistem
Mengeluarkan satu saluran dari operasi sistem tenaga dapat disimulasikan dalam
model sistem dengan penambahan suatu impedansi negatif yang besarnya sama dengan
impedansi saluran itu di antara kedua bus di ujung saluran tersebut. Dengan menggunakan
konsep kompensasi arus, Z
bus
sistem tidak perlu dimodifikasi, penurunan persamaan perubahan
tegangan tiap bus dan perubahan arus pada tiap saluran cukup dengan menggunakan Z
bus
sistem awal sebelum saluran lepas.
Misalkan suatu saluran antara bus m dan bus n dengan impedansi seri z
a
yang
terlepas dari sistem dapat disimulasikan dengan menambah impedansi -z
a
antara kedua bus
92

dalam rangkaian ekivalen sistem pre-outage, yaitu sebelum saluran mn lepas, seperti pada
Gambar 1. Saluran mn lepas disimulasikan dengan menghubungkan impedansi -z
a
dengan
memasukkan saklar S sehingga mengalir arus I
a
. Dengan Z
mn
= Z
nm
, dari Gambar 1 terlihat
bahwa,
a mn th
n m
a mn nn mm
n m
a
z Z
V V
z Z Z Z
V V
I

=
+

=
,
) 2 (
(5.51)
dengan V
m
dan V
n
adalah tegangan pre-outage bus m dan bus n dan Z
th,mn
= (Z
mm
+ Z
nn

- 2 Z
mn
) adalah impedansi Thevenin antara bus m dan bus n. Efek arus I
a
terhadap tegangan
pre-outage bus m dan bus n sama dengan memberikan arus injeksi AI
m
= -I
a
ke dalam bus m
dan AI
n
= I
a
ke dalam bus n. Perubahan arus pada sembarang arus ij dengan impedansi z
c

adalah,
( ) ( ) | |
a
c
jm jn im in
n n ij m m ij ij
I
z
Z Z Z Z
I K I K I

= A + A = A
, ,
(5.52)

Gambar 5.13 Rangkaian ekivalen Thevenin pre-outage untuk simulasi lepasnya
saluran mn.
Substitusi untuk I
a
dari persamaan (5.51) ke dalam persamaan (5.52) diperoleh,
( ) ( ) | |
( )
a mn th
n m
c
jm jn im in
ij
z Z
V V
z
Z Z Z Z
I


= A
,
(5.53)
Sebelum saluran mn lepas, arus yang mengalir pada saluran tersebut,
a
n m
mn
z
V V
I

= (5.54)
Dengan menggabungkan persamaan (5.53) dan (5.54) kita peroleh perubahan arus pada
saluran ij yang disebabkan oleh lepasnya saluran mn dari sistem yaitu,
93

( ) ( )
mn
a mn th
jm jn im in
c
a
ij
I
z Z
Z Z Z Z
z
z
I
(
(


= A
,
(5.55)
atau
( ) ( )
mn ij
a mn th
jn jm in im
c
a
mn
ij
L
z Z
Z Z Z Z
z
z
I
I
,
,
=
(
(


=
A
(5.56)
L
ij,mn
disebut Faktor Distribusi Saluran-Keluar (line-outage distribution factor) yang
menyatakan besar perubahan arus pada saluran ij dengan impedansi seri z
c
karena keluarnya
saluran mn dari sistem yang mempunyai impedansi seri z
a
.
Arus yang mengalir pada saluran ij setelah saluran mn keluar diberikan oleh
persamaan,
mn mn ij ij ij ij ij
I L I I I I
,
'
+ = A + = (5.57)
I
mn
adalah arus saluran mn sebelum lepas dari sistem, dapat diperoleh dari hasil analisis
aliran daya. Dengan demikian dengan persamaan (5.50) dapat diketahui apakah tiap saluran
mengalami pembebanan lebih (overload) atau tidak setelah satu saluran lepas dari sistem.
5.3.2 Analisis Multi Kontingensi
Bila terjadi dua kontingensi tunggal berturut-turut atau simultan, perhitungan perubahan arus
yang mengalir melalui setiap saluran dapat dilakukan dengan mengkombinasikan faktor-faktor
distribusi dari kontingensi tunggal yang sudah dihitung lebih dahulu pada studi kontingensi
tunggal.
a. Satu Saluran Lepas dan Pergeseran Arus-Injeksi
Bila saluran mn keluar dari sistem diikuti dengan pengurangan arus-injeksi ke bus p
serta penambahan arus injeksi ke bus q, maka perubahan arus pada sembarang saluran ij dapat
diturunkan dengan prinsip superposisi menggunakan faktor-faktor distribusi dari kontingensi
tunggal dan hasilnya diberikan oleh persamaan,
( )
q
K
q mn mn ij q ij p
K
p mn mn ij p ij ij
I K L K I K L K I
q ij q ij
A + + A + = A

'
,
'
,
, , , , , ,
(5.58)
dengan
'
, p ij
K adalah faktor distribusi pergeseran pembangkitan yang baru, yang
menyatakan perubahan arus pada saluran ij karena penambahan atau pengurangan arus injeksi
94

di bus p sebesar AI
p
yang sebelumnya didahului oleh lepasnya saluran mn. Hal yang sama
dapat dinyatakan untuk
'
,q ij
K .
b. Dua saluran Lepas
Misalkan saluran pq lepas dari sistem pada saat saluran mn telah lepas sebelumnya dari
sistem karena pemeliharaan, maka perubahan arus pada sembarang saluran ij adalah,

(

(
(

|
|
.
|

\
|

+
|
|
.
|

\
|

+
= A
pq
mn
mn pq pq mn
pq mn mn ij pq ij
pq mn mn pq
mn pq pq ij mn ij
ij
I
I
L L
L L L
L L
L L L
I
, ,
, , ,
, ,
, , ,
1 1
(5.59)
dengan :
'
,
, ,
, , ,
1
mn ij
pq mn mn pq
mn pq pq ij mn ij
L
L L
L L L
=

+
(5.60)

'
,
, ,
, , ,
1
pq ij
mn pq pq mn
pq mn mn ij pq ij
L
L L
L L L
=

+
(5.61)
'
,mn ij
L = adalah Faktor Distribusi Saluran Lepas efektif yang menyatakan perubahan
arus dalam kondisi statis (steady state) saluran ij akibat lepasnya saluran mn ketika saluran pq
telah lepas lebih dulu dari sistem. Pernyataan yang sama juga untuk
'
, pq ij
L .
Untuk melakukan analisis kontingensi, sebelumnya diperlukan data-data awal dari
hasil studi aliran daya. Analisis kontingensi sangat berguna dalam perencanaan dan operasi
sistem tenaga listrik. Dengan hasil-hasil yang diperoleh dari studi analisis kontingensi
disamping data-data dari studi-studi lainnya, seorang perencana dapat menentukan kapasitas
peralatan yang akan dipasang pada bagian-bagian tertentu dari sistem. Dan seorang operator
dapat mengambil tindakan cepat jika terjadi gangguan, misalnya lepasnya saluran atau
lepasnya generator di salah satu bus, seorang operator dapat dengan cepat melakukan
pergeseran pembangkitan ke bus lain atau melepas sebagian beban untuk menghindari
terjadinya beban lebih (overload) pada saluran tertentu, sehingga gangguan yang lebih besar,
seperti lepasnya saluran secara berentetan dapat dihindari.



95

5.4 ANALISIS KOREKTIF SISTEM TENAGA LISTRIK (CORRECTI VE ACTI ON
ANALYSI S).
Salah satu bentuk analisis ini dikenal dengan istilah OPF (Optimal Power Flows). Analisis
aliran daya optimal (OPF) adalah perhitungan untuk meminimalkan suatu fungsi tujuan yaitu
biaya pembangkitan suatu pembangkit tenaga listrik atau rugi-rugi pada saluran transmisi
dengan mengatur pembangkitan daya aktif dan daya reaktif setiap pembangkit yang
terinterkoneksi dengan memperhatikan batas-batas tertentu. Batas yang umum dinyatakan
dalam perhitungan analisis aliran daya optimal adalah berupa batas minimum dan maksimum
untuk pembangkitan daya aktif pada pembangkit.
Salah satu tujuan analisis aliran daya optimal yaitu
(1). Untuk mengatahui bagaimana kemampuan sistem sehubungan dengan berbagai
kontingensi kredibel dan
(2). Berapa banyak biaya untuk memenuhi kendala operasi pada saat kontigensi dan pra-
kontigensi.
Selain itu. metode OPF akan menentukan kondisi operasi optimal dari jaringan listrik
yang mengalami hambatan secara fisik dan operasional. Faktor mana yang akan dicari titik
optimalnya, akan dirumuskan dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma optimasi yang
sesuai, seperti metode Newton. Batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam metode OPF
ini yaitu seperti pengaturan pembangkit listrik, ketersediaan sistem transmisi, batas desain
peralatan listrik, dan strategi operasi.
Masalah semacam ini jika diimplementasi dalam bentuk persamaan matematika
merupakan sebuah persamaan statis nonlinier, dengan fungsi objektif direpresentasikan
sebagai persamaan nonlinier. Tujuan utama dari metode OPF adalah untuk menentukan
pengaturan variabel kontrol dan sistem persamaan yang mengoptimalkan nilai fungsi objektif.
Pemilihan fungsi ini harus didasarkan pada analisis yang cermat dari sistem daya listrik dan
secara ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai