Anda di halaman 1dari 2

Kau berlari menaiki anak tangga satu persatu dengan terburu-buru.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 lebih 15 menit, artinya sudah terlambat seperempat jam untuk mengikuti praktikum bedah hari ini. Kau mulai berdoa, komat kamit dalam hati semoga Bu Nita tidak mengusirmu, meminta kau menutup pintu dari luar. Sesampainya kau di anak tangga teratas di lantai 2, suasana yang kau dapati justru hanya sepi. Tak satu pun orang lalu lalang seperti biasanya. Hanya ada seorang perempuan yang tengah duduk di sudut kursi persis di samping pintu laboratorium zoologi. Rambutnya hitam tergerai sebahu, kulitnya putih kontras dengan baju merah ala cina yang digunakannya. Sepertinya mahasiswi yang mungkin juga sepertimu, sedang menunggu atau akan melaksanakan praktikum juga. Tapi, rasanya kau tidak pernah mengenal wajahnya, khas oriental. Bisa jadi maba, pikirmu. Karena sudah tiga angkatan yang ada dibawahmu, terlalu banyak orang baru disini jika harus diingat wajahnya satu persatu. Kau berlalu dihadapannya, mengangguk dengan senyum simpulmu yang kaku. Kau berjalan memeriksa setiap laboraturium yang ada di lantai dua itu. Barangkali teman-teman pindah ruangan, batinmu. Tapi sia-sia, tidak ada jarkom pemberitahuan yang masuk diponselmu. Tidak ada kabar tentang pembedahan tikus putih hari ini. Perempuan itu masih di tempatnya sejak tadi, matanya mengekormu tanpa kau sadari. Bahkan hanya ada kau dan dia di lantai 2 ini. Entah kenapa laboratorium hari itu begitu sepi dan suasananya mencekap. Mengintimidasimu yang telah panic sejak awal. Kau mengambil keputusan untuk bertanya, sebelum terlalu lama mencari. Permisi mbak mau tanya, 20 menit yang lalu lihat ada yang praktikum di lab ini gak? Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala kaku. Kau sempat menangkap sorot matanya yang tajam. Oh, yaudah kalo gitu mbak. Makasih ya. Kau berlalu menuruni anak tangga tergesagesa, wajah perempuan itu begitu dingin. Sepertinya dia merasa terganggu. Kau sibuk memenceti tombol ponselmu untuk menghubungi Anna, Umay dan Tira. Tapi tak satu pun panggilan itu tersambung. Tut.. tut.. tut Berkali-kali kau tekan dial, tapi pagi hari itu seolah semua orang sedang sibuk dengan dunianya masing-masing. Tidak ada kejelasan sama sekali tentang kegiatan pagi ini. Kau memilih untuk pulang. Sesampainya di rumah, beruntun pesan masuk membrondong ponselmu.

Ah, operator sensi banget sih, dari tadi sinyalnya diumpetin kemana aja. Ujarmu setelah membaca pesan dari Anna yang menanyakan keberadaanmu. Terlanjur kesal, kau abaikan pesan singkat itu. Tetap tak ada jawaban, apa kabar praktikum terakhirmu.

Keesokan harinya, kau pacu kuda besimu dengan kecepatan sedang, menikmati suasana jalanan yang sedikit lenggang. Pukul 7 kelas akan dimulai. Beruntung, pagi ini setibanya di kampus kau mendapat tempat parkir terbaik, 50 meter menuju gerbang. Lala! Teriak Anna dari kejauhan, setengah berlari menghampirimu. Apa? Kau balas teriak. Kemaren kemana? Kok gak masuk? Ujar Anna dengan nafas tersengal-sengal. Aku dateng ke lab kok. Tapi gak ada orang, terus aku telepon kamu, tapi gak diangkat. Jawabmu dengan bibir manyun. Datang jam berapa neng? Kita mulai bedah jam 8 pagi sampai jam 9. Balas Anna tak terima disudutkan. Yee, mana aku tau. Janjiannya kan jam 9. Aku datang jam 9.15, lagian gak ada jarkom masuk. Ngelindur nih anak. Jarkom disebar dari malam sebelumnya. Lain kali teliti donk. Tak sempat lagi membalas Anna, kau sibuk membalas senyum perempuan yang kemarin bertemu di depan laboratorium. Wajar perempuan itu kali ini agak sendu. Kau memperhatikan setiap detai darinya. Tapi tak mampu bersuara. Eh, malah bengong pagi-pagi. Tegur Anna. Kalian bergegas menuju kelas pagi itu. Namun pikiranmu telah berpindah pada wanita dengan muka sendu. Rasanya, kemarin pun wajahnya masih saja sendu, ujarmu dalam hati.

Anda mungkin juga menyukai