Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang Perkembangan peradaban masyarakat yang mengeksploitasi sumber daya alam

secara berlebihan dan disertai dengan perusakan lingkungan yang serius bukanlah sebuah fenomenabaru. Untuk mengatasirisiko tersebut, masyarakat harusmulai mempersiapkantransisi dari pembangunanyang didasarkanpada sumber daya alam non-terbarukan, menuju sumber daya alam yangterbarukanagar tidak lagi bergantung pada sumber fosil. Biomassa merupakan solusi yang paling tepat untuk produksi energi yang berkelanjutan (Villaverdeet al.,2010). Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau limbah setelah diambil produk primernya. Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain

merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, biomassa juga diekspor dan menjadi penghasil tambahan devisa negara (saadah, 2010). Pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan baku kimia atau energi menjadi sangat menarik untuk dikembangkan dalam sistem industri. Dengan demikian, konsep pemanfaatan biomassa akan menjadi lebih berdaya guna jika dalam metode pengolahannya juga mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Biomassa umumnya dapat dibudidayakan menjadi suatu sumber daya yang

terbarukan. Sehingga dapat menjadi solusi terhadap sumber daya alam yang terus berkurang. Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa yang dianggap mampu memberikan hasil maksimal serta mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan baku yang berharga murah dan pemakaian proses ramah lingkungan tentu akan mendorong terbentuknya suatu sistem industri yang lebih handal (Jenny, 1994). 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari percobaan fraksionasi biomassa adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Apakah variabel waktu mempengaruhi produk fraksionasi Bagaimana perhitungan neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa Bagaimana perhitungan yield pada sistem fraksionasi biomassa Menghitung persentase recovery komponen koponen utama biomassa

1.3

Tujuan Adapun tujuan dari percobaan fraksionasi biomassa adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh variabel waktu terhadap produk fraksionasi biomassa 2. 3. 4. Untuk menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa Untuk menghitung yield pada sistem fraksionasi biomassa Untuk menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa

1.4

Tinjauan pustaka

1.4.1 Biomassa Biomassa adalah massa atau bahan yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Biomassa tersedia dan tersebar luas di alam, mulai dari kayu-kayuan, rumput-rumputan sampai limbah pertanian. Biomassa atau juga di kenal dengan lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif dan abu. Kadang-kadang disebutkan holoselulosa, istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang dikandung di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa. Biomassa sebagai energi sekarang diperlukan untuk menggantikan sumber energi tidak terbarukan dunia yang jumlahnya sangat terbatas dan untuk mengurangi emisi gas-gas yang menyebabkan global warming. Bahan bakar cair seperti bioetanol `mempunyai emisi lebih rendah, biodegradable dan dianggap ramah terhadap lingkungan. Bioetanol dihasilkan dengan bantuan mikroorganisme dengan mengubah karbohidrat yang dapat difermentasi seperti gula tebu, sereal, sekam padi, daun jagung, batang sorghum, tongkol jagung atau limbah industri makanan, karena jenis limbah-limbah ini banyak dijumpai di Indonesia. Pada proses konvensional untuk menghasilkan bioetanol biasanya menggunakan komponenkomponen biomassa gula dan pati.

1.4.2 Komponen Utama Biomassa a. Selulosa Selulosa adalah polimer glukosa yang tidak bercabang. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 27000 unit glukan. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim, selanjutnya difermentasi menjadi etanol (Isroi, 2008).

Selulosa dapat larut dalam asam pekat (seperti asam sulfat 72%) yang mengakibatkan terjadinya pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis selulosa ini dapat terhalang oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar selulosa. Namun laju hidrolisis selulosa akan meningkat seiring kenaikan temperatur dan tekanan (Fengel dan Wegener, 1985). Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena tidak banyak pelarut untuk selulosa, selulosa sangat cenderung terombak selama proses dan cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Selulosa dibangun oleh rangkaian glukosa yang tersambung melalui - - 1,4

Gambar 1.1 Struktur Selulosa (Waikato University , 2008)

b.

Hemiselulosa Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang terbentuk

jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida.

hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel dan mempunyai derajat polimerisari 50-200 unit Hemiselulosa relatif sangat mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen monomer-monomernya, yang terdiri dari D-Glukosa, D-manosa, D-galaktos, D-xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil Lramnosa. Hemiselulosa banyak terdapat dalam kayu keras dan kayu lunak. Hemiselulosa dalam kayu keras adalah Gelaktoglukomanan, Arabinoglukuronoxilan,

Arabinogalaktan, sedangkan hemiselulosa pada kayu keras adalah Glukonoxilan, Glukomanan (wikipedia1, 2009). Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6 (Isroi, 2008).

Gambar 1.2 Stuktur Hemiselulosa (Isroi, 2008) c. Lignin Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi (Isroi, 2008).

Gambar 1.3 Struktur Lignin.

1.4.3 Fraksionasi Biomassa Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih murah dan relatif ramah lingkungan, pelarutnya bisa di recovery serta cocok untuk proses skala menengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga dikenal dengan proses organosolv. Pelarut organik yang digunakan seperti alkohol, asam organik, ester, fenol, dan keton. Proses organosolv juga telah menjadi salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp yang lebih ramah lingkungan dan dikenal dengan organosolv pulping. Pada proses fraksionassi biomassa dengan pelarut organik, proses delignifikasi dan proses hidrolisis polisakarida ( terutama pada hemiselulosa) bisa terjadi secara serempak dalam suatu tahapan proses. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai media fraksionasi biomassa adalah asam asetat dan asam format. Kelebihan asam asetat dan asam format adalah: 1. Proses fraksionassi bisa dilakukan pada tekanan atmosfer 2. Dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis 3. Sesuai untuk berbagai sumber biomassa 4. Memiliki selektifitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan

mempertahankan selulosa terdegradasi. 5. Produk yang dihasilkan relatif ramah lingkungan.

1.4.4 Delignifikasi Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses ini terjadi karena putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Delignifikasi dapat terjadi dengan merombak dan melarutkan lignin yang terkandung dalam kulit buah. Ikatan lignin-selulosa dapat diputus oleh ligninase seperti lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan laccase. Enzim LiP dan MnP dihasilkan oleh beberapa organisme termasuk diantaranya oleh P.chrysosporium (Isroi, 2010). Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga terjadi secara bersamaan dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap polisakarida diharapkan hanya terjadi pada hemiselulosa, sehingga menghasilkan produk padatan yang kaya selulosa. Produk hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam cairan pemasak dan dapat direcovery setelah dipisahkan dari larutan organik dan lignin yang berhasil disisihkan dari biomassa.

1.4.5 Organosolv Pulping a. Proses Organosolv Pembuatan biomassa secara efisien dapat dilakukan dengan menerapkan konsep biomass refining yaitu pemrosesan dengan menggunakan pelarut organik ( organosolve process ). Prinsipnya adalah melakukan fraksionasi biomassa menjadi komponen-komponen utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya, serta dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang dapat dipasarkan. Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik yang telah menjadi suatu metode alternatif bagi proses-proses konvensional dalam pembuatan pulp, yang lebih dikenal dengan organosolve pulping. (Masrianto, 2012) Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat teratasi, karena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu: 1. 2. Yield pulp yang dihasilkan tinggi Daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah

3. 4.

Tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan Dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi

5. 6.

Dapat mengurangi biaya produksi secara ekonomis Dapat dioperasikan pada kapasitas kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari. Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak

dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol). b. Proses Acetosolv Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses acetosolv. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan dari proses acetosolv adalah bahan

pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu, proses ini dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan organik.(Isroi, 2008). Proses alcell telah kembangkan pada industri di beberapa negara misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, menghasilkan yield yang tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik. (Isroi, 2008)

c.

Proses Formacell Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam formiat

menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa. Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin -o-4 obligasi, sementara hemiselulosa

terdegradasi menjadi mono- dan oligosakarida, meninggalkan padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam formiat dapat direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali. Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 60-90%, dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam formiat kurang reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan pada temperatur 107110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga proses delignifikasi berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap polisakarida juga terjadi terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa. Asam formiat sebagai pelarut memiiki memiliki beberapa kelebihan, antara lain: a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang relatif rendah b. Cocok untuk banyak sumber biomassa c. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan mempertahankan selulosa

BAB II METODE PERCOBAAN

2.1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 2.2

Alat dan Bahan Erlenmeyer 1000 ml Kondensor refluks Pemanas Corong Kuvet Alat sentrifugasi Kertas saring Pipet tetes Statif Rangkaian Alat

Kondensor spiral selang

Erlenmeyer 1000 ml

statip

Bak air pendingin

Pemanas

Gambar 2.1 Rangkaian alat fraksionasi biomass

2.3

Bahan 1. 2. 3. 4. Batang jagung Asam formiat Katalis HCl Aquades

2.4

Variabel Percobaan Pada percobaan ini dilakukan dua variabel pada setiap percobaan, yaitu: 1. Pemrosesan Bahan Baku a. Dengan waktu pemasakann selama satu jam b. Dengan waktu pemasakan selama 3 jam 2. Recovery Lignin a. b. Perbandingan antara black liquor dan aquades yaitu 1:8 Perbandingan antara black liquor dan aquades yaittu 1:16

2.5

Prosedur kerja

2.5.1 Pembuatan Larutan HCl 4% Larutan HCl yang digunakan sebagai katalis pada fraksionasi biomassa ini yaitu larutan HCl 4 %. Sedangkan larutan HCl yang tersedia adalah dengan kadar 32%, jadi dilakukan pengenceran dengan perhitungan sebagai berikut:

2.5.2 Pemrosesan Bahan Baku Proses fraksionasi biomassa ini dilakukan dengan dua variabel waktu yaitu 1 jam proses pemanasan untuk run pertama dan 3 jam proses pemanasan untuk run kedua.

Pada pemrosesan bahan baku run pertama, hal pertama yang dilakukan adalah pengeringan biomassa berupa batang jagung ke dalam oven sampai berat biomassa konstan untuk mengetahui kadar air dari batang jagung tersebut. Kemudian sampel batang jagung dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan pelarut organik asam formiat. Selanjutnya kondensor refluks dipasang sebagai penutup erlenmeyer dan sebelum kondensor dipasang terlebih dahulu dioleskan vaselin agar memudahkan pada saat bongkar pasang kondensor untuk mengambil black liquor dan pulp hasil dari pemasakan. Kemudian pemanas dioperasikan pada suhu 1200C

selama 1 jam. Pada saat cairan mulai mendidih, HCl dimasukkan ke dalam Erlenmeyer melalui bagian atas kondensor. Setelah 1 jam proses pemanasan berlangsung, pemanas dimatikan dan reaktor (dalam hal ini erlenmeyer) didinginkan. Setelah dingin, kondensor dilepas dari Erlenmeyer. Kemudian padatan dan cairan dipisahkan dengan menggunakan saringan dan volume filtrat dicatat, karena filtrat ini digunakan sebagai recovery lignin. Padatan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan asam formiat dan filtratnya ditampung. Padatan dicuci kembali dengan aquades sampai filtrat terlihat jernih dan air bekas cucian dapat dibuang. Setelah selesai dilakukan pencucian, padatan di blender terlebih dahulu lalu dikeringkan di udara terbuka selama 24 jam. Setelah dikeringkan di udara terbuka, pulp tersebut di oven untuk dihitung kadar airnya dan padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp. Untuk pemanasan run kedua, dilakukan langkah yang sama seperti sebelumnya hanya pada saat pemanasan dilakukan selama 3 jam. Untuk perhitungan perolehan pulp (selulosa) dapat dihitung dengan persamaan berikut: Perolehan pulp = x 100%

2.5.3 Recovery lignin Filtrat yang di hasilkan pada kedua (run pertama dan kedua) pemrosesan bahan baku diukur sebanyak 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet di tambah 4 ml aquades (untuk perbandingan 1:8) dan 0,5 ml filtrat dalam 8 ml aquades (untuk perbandingan 1:16). Kemudian campuran disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Setelah disentrifugasi, endapan dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Sebelum disaring terlebih dahulu menimbang kertas saring yang akan digunakan. Setelah disaring, kertas saring dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan dan diperoleh berat lignin yang di recovery dari sampel filtrate, dengan rumus

Perolehan lignin =

x 100%

2.6

Blok Diagram Percobaan

25 gr batang jagung Proses pemasakan Penyaringan dan pencucian air Blender Pengeringan Selulosa katalis Black liquor Recovery Lignin Lignin

Gambar 2.2 Diagram alir Fraksionasi Biomassa

2.7 Neraca Massa

HCl 0,04%w HCl = 0,176gram H2O = 3,6 gram Batang Jagung Asam Formiat 90%w

REAKTOR
Berat Batang Jagung = 25 gram Berat Kering Batang Jagung = 22 gram Berat air dalam Batang Jagung = 3 gram Asam Formiat = 324,59 gram H2O = 6,62 gram

SEPARATOR

SENTRIFUGE

Padatan Kering Run I = 7,210 gram Run II = 7,108 gram

Run I : Black Liqour = 340 ml Run II : Black Liquor = 350 ml

Cairan sisa

gram Gambar 2.3 Neraca massa untuk fraksionasi biomassa

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Kadar air dalam bahan baku Biomassa yang digunakan pada percobaan fraksionasi biomassa adalah batang

jagung. Batang jagung yang akan digunakan dipotong-potong terlebih dahulu untuk memudahkan pemanasan di dalam erlenmeyer. Sebelum melakukan pemrosesan bahan baku, kadar air pada batang jagung ditentukan terlebih dahulu dengan memanaskan 2,999 gram batang jagung (sebagai sampel) di dalam oven setiap 10 menit sampai diperoleh berat batang jagung konstan. Dari Tabel 1 pada lampiran, dapat diketahui bahwa dibutuhkan waktu 70 menit untuk mendapatkan berat batang jagung yang konstan. Didapatkan berat kering batang jagung adalah 22 gram dan kadar air dalam batang jagung adalah 12 %.

3.2

Perolehan Pulp

Perolehan pulp kering


7.25 7.2 7.15 7.1 7.05 1

1 jam 3 jam

Gambar 3.2.1 Perolehan pulp dengan asam formiat terhadap variabel waktu

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat perolehan pulp dengan menggunakan pelarut asam formiat untuk run pertama sebesar 32,77% dan untuk run kedua sebesar

32,30%. Perolehan pulp menggunakan pelarut asam formiat dengan waktu 1 jam lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan pulp dengan waktu 3 jam. Perbedaan waktu proses merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan perolehan pulp. Hal ini sesuai dengan teori karena semakin lama waktu pemasakan maka semakin sedikit selulosa yang dihasilkan.

3.3

Recovery Lignin
Perolehan lignin
0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0 0.004 0.003 1:8 1:16 0.006 0.005

run 1

run 2

Gambar 3.3.1 Perolehan lignin dengan variabel waktu

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan lignin untuk pemanasan dengan waktu 1 jam, volume black liquor yang diperoleh adalah 340 ml. Perbandingan volum black liquor : aquades di dalam kuvet adalah 1:8 dan 1:16. Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan perolehan lignin sebesar 51,5 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 39,7 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Sedangkan untuk pemanasan dengan waktuu 3 jam, volume black liquor yang diperoleh adalah 350 ml. Perbandingan volum black liquor : aquades di dalam kuvet adalah 1:8 dan 1:16. Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan perolehan

lignin sebesar 79 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 66 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Perolehan lignin dengan waktu pemanasan 1 jam lebih rendah dibandingkan dengan waktu pemanasan selama 3 jam. Hal ini sesuai dengan teori karena semakin lama waktu proses pemasakan maka semakin besar pula black liquor yang dihasilkan. Sedangkan pengaruh perbandingan black liquor dan aquades terhadap perolehan lignin yaitu semakin banyak aquades yang ditambahkan saat proses sentrifugasi maka semakin sedikit lignin yang didapatkan.

BAB IV KESIMPULAN

1. 2.

Kadar air yang diperoleh dalam batang jagung adalah 12%. Perolehan pulp dengan waktu pemanasan 1 jam didapatkan 32,77% dan dengan waktu pemanasan 3 jam didapatkan perolehan pulp sebesar 32,30%.

3.

Perolehan lignin dengan waktu pemasakan 1 jam adalah sebesar 51,5% pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 39,7% pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16.

4.

Perolehan pulp dengan waktu pemasakan 3 jam didapatkan perolehan lignin sebesar 79 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 66 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16.

DAFTAR PUSTAKA Isroi. 2008. Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol. http:// karyailmiah.um.acc.id/index.php/kimia/kimia/artikel/viewfile/3444/1232. [viewed : 17 Oktober 2012] Jenny. 1994. Frakisonasi Serat Kertas Bekas. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Masrianto. 2012.Prarancangan Pabrik Pulp dari Corn Stover (Jerami Jagung) dengan Proses Organosolv. http://masriantoch4n1490.wordpress.com/2012/04/04/prarancangan-pabrikpulp-dari-corn-stover-jerami-jagung-dengan-proses-organosolv/ [ viewed : 18 Oktober 2012] Saadah. 2010.Produksi Enzim Selulosa oleh Aspergillus 18 niger. Oktober

http://eprints.undip.ac.id/13064/1/BAB_I_-_V.pdf.[viewed: 2012]

Siam, L.K. 2009. Pemanfaatan Limbah Pod Kakao untuk Menghasilkan Etanol sebagai Sumber Energi Terbarukan http:// karya-ilmiah.um.ac.id/ index.php/ kimia/ article/ viewFile/ 3444/ 1389.[ viewed: 18 Oktober 2012] Villaverde, J.J., P.Ligero, A.Vega, 2010, Formit and acetic acid as agents for a cleaner fractionation of miscanthus, Journal of Cleaner Production, 18:395401

LAMPIRAN A DATA PERHITUNGAN

A.1 Data Perhitungan Bahan Baku Data fisis : Asam formiat (CH2O2) : Mr asam formiat = 46,03 g/mol Titik didih asam formiat = 100,8 0C asam formiat = 1,22 g/ml Asam klorida (HCl) : Mr asam klorida = 36,46 g/mol Titik didih asam klorida = 48 0C larutan 38 % asam klorida = 1,18 g/cm3

a) Pelarut Asam Formiat 1. Data bahan baku Berat batang jagung kering = 22 gram Asam Formiat HCl Biomassa : pelarut = 90% x berat liquid = 1% x berat liquid = 1 : 20

Komposisi larutan pemasak asam formiat = 90% HCl = 1%

2.

Perhitungan kadar air dalam bahan baku Berat awal batang jagung Berat cawan = 2,999 gram = 78,522 gram

Tabel. 1 Hasil Perhitungan Kadar Air Dalam Bahan Baku Waktu Pengeringan dalam Oven 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 70 menit Berat Sampel + Cawan Sebelum Dioven (gram) 81,443 81,272 81,255 81,235 81,215 81,161 81,161 Berat Kering Batang Jagung (gram) 2,921 2,75 2,733 2,713 2,693 2,639 2,639

Kadar air dalam batang jagung = = = 12 % Berat air dalam batang jagung = = 3 gram Berat kering batang jagung = 25 3 = 22 gram

3.

Volum Pelarut yang digunakan Biomassa : pelarut Berat Pelarut = 1 : 20 = 20 x 22 gram = 440 gram

Berat air di biomassa

= 12% x berat biomassa = 0,12 x 25 gr = 3 gr


massa gr

Volume air di biomassa

= =

1 gr cm3

= 3 ml

Berat Asam Formiat

= 90 % x Liquid = 100 x 440 gr = 396 gr


massa sam setat 98 gr 1 22 gr cm3
90

Volume Asam Formiat 98% = =

= 324,59 ml
324 59

Volume air di asam formiat =

x 0,02

= 6,62 ml Berat air di asam formiat =


6 62 ml

= 6,62 ml

Berat Katalis (HCl)

= 0,04% x Berat Liquid =


0 04 100

x 440 gram

= 0,176 gram

Volume HCl 4%

= =

massa gr

l4

1 18 gr cm3

= 0,15 ml
0 15

Volume air di katalis

x 0,96

= 3,6 ml
3 6 ml

Berat air dalam katalis

= 3,6 gram
Berat Air total = 440- (396 + 0,176) = 44,176 gram Volume air total =
44 176ml

= 44,176 ml

Berat air dalam bahan

= air di biomassa+ air dalam asetat+air di HCl = 3 + 6,62 +3,6 = 13,22 gram

Berat air yang harus ditambahkan = 44,176 13,22 = 30,956 gram

Volume air yang harus ditambahkan

1 gram ml

= 30,956 ml

A.2 Perhitungan Hasil a. Perolehan pulp Waktu (menit) 10 20 30 40 50 Berat pulp kering Run I 7,612 7,520 7,432 7,210 7,210 Run II 7,525 7,380 7,284 7,108 7,108

Perolehan pulp dengan menggunakan pelarut asam formiat Run I

Run II

b.

Recovery Lignin Berat lignin + kertas saring (gram) Waktu (menit) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Berat kertas saring 0,952 0,947 0.968 1,02 1:8 1,025 1,018 1,015 1,012 1,011 1,009 1,002 0,978 0,956 0,956 Run I 1:16 1,024 1,020 1,017 1,009 1,007 0,959 0,950 0,950 1:8 1,060 1,052 1,047 1,038 1,028 1,019 1,006 1,001 0,973 0,973 Run II 1:16 1,109 1,106 1,099 1,092 1,091 1,087 1,077 1,038 1,025 1,025

Run I Perolehan lignin dengan waktu pemanasan 1 jam Volume black liqour = 340 ml Perbandingan black liqour dengan aquades = 1 : 8

x 100% = 51,5%

Perbandingan black liqour dengan aquades = 1 : 16

x 100% = 39,7% Run I Perolehan lignin dengan waktu pemanasan 3 jam Volume black liqour = 350 ml Perbandingan black liqour dengan aquades = 1 : 8

x 100% = 79% Perbandingan black liqour dengan aquades = 1 : 16

x 100% = 66%

LAMPIRAN B DOKUMENTASI

Tongkol jagung yang sudah dikeringkan

Bahan Baku dalam erlenmeyer

Proses pemasakan tongkol jagung dengan pelarut asam formiat

Proses pendinginan

Penyaringan

Black Liquor yang dihasilkan

Proses sentrifugasi

Pulp kering pada run I

Pulp kering pada run II

Anda mungkin juga menyukai