Anda di halaman 1dari 3

Kamis, 31 Oktober 2013

Kesejahteraan

Rumah dan Mobil Harus Dijual untuk Berobat...


Oleh: Madina Nusrat Rumah satu-satunya telah dijual Akhdiat Suryawan (48) untuk membiayai pengobatan anaknya, Faizal Darmawan (14), yang menderita tumor otak. Penghasilan Akhdiat sebagai guru olahraga di SD Negeri 02 Pondok Kopi, Jakarta Timur, tetap tak cukup membiayai pengobatan anaknya yang begitu besar. Inilah ironi yang dihadapi Akhdiat. Sebagai guru, dia memiliki penghasilan yang memadai, hampir Rp 8 juta per bulan. Namun, dia tetap tak berdaya saat dihadapkan pada biaya pengobatan anaknya yang sangat besar. Biaya yang harus disediakan untuk biaya berobat mencapai Rp 120 juta. Sebagai pegawai negeri sipil, Akhdiat memang memperoleh Asuransi Kesehatan (Askes) dan Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK). Namun, besaran biaya pengobatan yang ditanggung kedua jenis jaminan kesehatan itu pun ada batasnya. Dari total biaya pengobatan untuk Faizal lebih dari Rp 120 juta, hanya sekitar Rp 70 juta yang ditanggung dua jaminan kesehatan itu. Sisanya ditanggung sendiri oleh Akhdiat. Ayah lima anak ini pernah mencoba mencari keringanan biaya pengobatan melalui Kartu Jakarta Sehat (KJS), tetapi ditolak saat mengurus KJS di tingkat kecamatan karena penghasilannya sebagai guru dianggap cukup memadai. Sekarang, Akhdiat harus segera menyiapkan dana lagi tak kurang dari Rp 120 juta untuk terapi lanjutan bagi anaknya. Namun, dia mengaku sudah tak punya dana lagi karena tabungannya terkuras untuk biaya operasi dan terapi Faizal pada Agustus lalu.

Simpanan kami tinggal Rp 20 juta dan itu pun masih menunggu pelunasan dari orang yang membeli rumah kami. Kami, sih, berharap orang itu bisa segera melunasinya supaya kami bisa segera membeli obat bagi anak kami, kata Akhdiat, Rabu (30/10). Akhdiat mengatakan, rumah satu-satunya itu dijual seharga Rp 50 juta. Rumah itu berada di kawasan Pondok Gede, Bekasi. Semestinya, kata Akhdiat, rumah itu bisa laku dijual hampir Rp 100 juta. Namun, karena dia tak ingin pengobatan untuk anaknya terputus, Pak Guru dan istrinya, Ida Dartimah (40), memutuskan menjual rumahnya dengan harga murah asal cepat laku. Itu pun baru dibayar separuh oleh pembelinya karena kami butuh dana besar segera, ujarnya. Kabar mengagetkan itu kira-kira diterima Akhdiat pada Maret lalu. Saat itu Akhdiat memperoleh hasil diagnosis dari dokter bahwa anaknya, Faizal, menderita tumor otak jenis astrocytoma. Tumor itu tumbuh akibat munculnya gumpalan darah di bagian kepala. Trauma kepala Faizal mengaku pernah mengalami trauma pada kepalanya sekitar tahun 2011. Saat itu dia sedang naik angkutan umum dan kepalanya terkena lemparan batu yang datangnya dari sekelompok remaja yang nongkrong di pinggir jalan. Saat itu memang terasa pusing, tetapi berangsur hilang, katanya. Baru pada Mei lalu, kata Faizal, kepalanya kembali terasa nyeri dan dia menderita muntahmuntah. Oleh dokter di klinik, ia dianggap terkena serangan tifus. Kondisinya pun berangsur pulih setelah diberi obat sehingga Faizal bisa menjalani ujian nasional SMP dan memperoleh nilai 33,5, yang berarti rata-rata 8 untuk keempat mata pelajaran yang diujikan. Namun, pada Maret, kesehatan Faizal kembali turun hingga tidak sadarkan diri. Setelah diperiksa di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, ditemukan indikasi tumor pada otak. Faizal dirujuk ke Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat, dan di dirawat beberapa minggu. Akhdiat mengatakan, biaya perawatan Faizal di Rumah Sakit Dharmais sepenuhnya ditanggung Askes. Namun, lonjakan biaya pengobatan kemudian muncul saat Faizal mulai menjalani operasi dan terapi pengobatan pada Agustus. Menjelang operasi, Faizal harus menjalani pemeriksaan kepala dengan MRI sebesar Rp 21 juta yang ditanggung Askes. Kemudian, operasi sebesar Rp 30 juta yang ditanggung JPK Askes. Kuota JPK Askes yang diperoleh Akhdiat hanya Rp 50 juta untuk setiap anggota keluarga yang ditanggung. Kuota JPK bagi Faizal setelah menjalani operasi pun tinggal Rp 20 juta. Padahal, setelah operasi, Faizal masih harus menjalani terapi sinar dan obat yang memakan biaya hampir Rp 80 juta. Selama terapi pascaoperasi, untuk obatnya saja menghabiskan dana Rp 70 juta untuk 46 tablet Temodal. Untuk obat, akhirnya han ya Rp 20 juta yang ditanggung JPK, sisanya kami tanggung sendiri, katanya.

Jual rumah Praktis, sejak kuota JPK untuk Faizal habis, pembelian obat sebesar Rp 50 juta lagi harus ditanggung Akhdiat. Sebagian bisa ditutupi dari hasil penjualan rumah. Namun, pembeli rumah baru melunasi Rp 30 juta sehingga Akhdiat harus mencari tambahan Rp 20 juta lagi dengan mengutang kepada kerabat dan beberapa orangtua murid. Pengobatan Faizal belum berhenti di situ. Menurut ibunya, Ida Dartimah, Faizal masih harus menjalani terapi lanjutan pada 6 November. Karena kuota JPK untuk Faizal sudah habis, kata Ida, dokter di Rumah Sakit Dharmais telah mengingatkan agar segera disiapkan dana pengobatan sebesar Rp 130 juta. Ida mengatakan, entah bagaimana caranya, dia akan sekuat tenaga memenuhi semua biaya pengobatan lanjutan untuk anak ketiganya itu. Kemungkinan besar dia akan menjual mobilnya yang diperkirakan laku dijual Rp 50 juta, ditambah pelunasan dari penjualan rumah Rp 20 juta. Tetapi, jual mobil juga butuh waktu. Mudah -mudahan bisa segera laku. Untuk menutupi kekurangan, Rp 60 juta lagi, nanti akan kami pikir lagi, ujarnya. Akhdiat mengatakan, sejak satu-satunya rumah miliknya dijual, dia tak lagi memiliki rumah. Namun, beruntung pengelola SD Negeri 02 Pondok Kopi memberikan kesempatan bagi keluarganya menempati rumah dinas guru. Hanya yang dikhawatirkan Akhdiat, sejak menjalani operasi, mata kiri Faizal mengalami kebutaan. Penglihatan mata kanan Faizal juga berangsur turun sehingga saat ini penglihatannya kabur. Kami sudah diberi tahu dokter bakal ada efek setelah operasi, salah satunya lumpuh. Rupanya sekarang efeknya baru muncul, penglihatan Faizal jadi berkurang, katanya. Sejak kesehatannya menurun, Faizal sepenuhnya terbaring di rumah. Dia tak mampu berjalan jauh karena akan mudah pusing dan penglihatannya berangsur menurun. Akibatnya, dia tak melanjutkan sekolah. Penginnya, sih, sekolah, tetapi seperti ini mana bisa, ujar Faizal yang pernah masuk dalam tim sepak bola U-12.

Sumber berita : http://print.kompas.com/2013/10/31/Rumah-dan-Mobil-Harus-Dijual-untuk-Berobat

Anda mungkin juga menyukai