Tahun 1980
Tahun 1980
dengan adanya kebijakan pada tingkak lokal yaitu adanya lab dan pengembangan membuat profit menjadi sangat terbatas. 2. karena terlalu besarnya autonomy yang diberikan pada cabang lokal seringkali mereka menolak sesuatu perubahan yang akan mengurangi profit mereka
Japan Tahun 1986 Birth of global management Di US, 7 Divisi di pecah menjadi 26 bagian berdasarkan kategori produk (hal. 481) 1989 Divisi International di pecah menjadi 4 regional entities yaitu: north America, Europe, latin America dan Asia 1996 John Pepper diangkat menjadi chief operation officer 1999 John Pepper dipilih menjadi CEO Perubahan I. Changing the Culture (hal. 485) Perubahan II. Changing the process (hal. 487) Perubahan III. Changing the Structure (hal. 487)
P&G masuk Jepang Dampak adanya P&G Japan kurang dirasakan P&G jepang membukukan total kerugian sekitar 200jt; penjualan turung dari 44B >> 26B 3 Alasan Utama kegagalan di Jepang P&G did not take the time to determine the local needs based on the culture and common practices amongst the Japanese people (customer Research) Stagnation in innovation The Japanese distribution system is complex and difficult to assimilate to Penurunan performa yang kemudian pada puncaknya terjadi Japan bubble economy1 pd tahun 1991
bubble economy adalah "perdagangan dalam volume besar dengan harga yang sangat berbeda [1][2] dengan nilai intrinsiknya". (Dalam kata lain: memperdagangkan produk atau aset dengan harga yang lebih tinggi daripada nilai fundamentalnya.)
1991 1992
Mengakuisisi MAX Factor Terdapat keputusan strategic dari P&G Global untuk menjual (Max Factor Blue) dengan cara memilih sendiri (self-select) yang ternyata kurang berhasil - kebiasaan masyarakat jepang? Japanese beauty care business merugi sebesar $50M. oleh karena itu Lafley melakukan beberapa keputusan yaitu: 1. Mengurangi biaya gudang (Inventory Cost) 2. Mengurangi Jumlah Outlet (efficiency: Operational Cost) 3. mengurangi Sales dan Marketing Staff
Learning Point