Anda di halaman 1dari 10

GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK: MEKANISME PENYAKIT SERTA MANAJEMEN GAGAL JANTUNG SISTOLIK DAN

DIASTOLIK

Pada tahun 2002, National Kidney Foundation mensponsori Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) untuk menerbitkan pedoman klinis berbasis bukti mengenai evaluasi dan intervensi pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)1. Landasan kelompok kerja ini adalah penetapan 5 stadium penyakit ginjal (tabel 1). Dibanding hanya menggunakan kadar serum kreatinin saja, sistem klasifikasi berfokus pada laju filtrasi glomerulus (LFG). Dengan LFG bisa diketahui hubungan tingkat keparahan penurunan fungsi ginjal dan prevalensi komorbiditas berkaitan dengan penyakit ginjal. Lebih lanjut lagi, untuk menambah pemahanan dan komunikasi PGK, istilah lama yang membingungkan dan menyebabkan salah paham dihapuskan (predialisis, penyakit ginjal progresif, insufisiensi ginjal progresif).

Penyakit Ginjal Kronis dan Perspektif Layanan Kesehatan Penyakit ginjal memerlukan perhatian yang besar dan berkembang pada layanan kesehatan. Beban financial dari perawatan pasien yang menderita PGK jauh di atas pasien kanker prostat dan kolorektal dan untuk kanker payudara pada pasien wanita kulit hitam2; biaya perawatan pasien yang menerima dialisis lebih dari 50.000 dolar AS per tahun3,4. Tahun 2001, insiden populasi pasien yang menderita penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease- ESRD) yang menerima dialisis lebih dari 90,000 pasien per populasi Amerika Serikat per tahun dengan total prevalensi lebih dari 290,000 pasien per populasi di Amerika Serikat5. Sampai tahun 2030, jumlah pasien ESRD dapat mencapai 2.24 juta5. Walaupun hipertensi, diabetes dan penyakit jantung berhubungan dengan prevalensi tinggi PGK6-8, prevalensi PGK sebenarnya sulit untuk ditentukan, karena perkiraannya ditentukan berdasarkan definisi dan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit6,9,10. Perkiraan PGK yang diketahui adalah berdasarkan usia, karena pada populasi di Framingham ditemukan prevalensi PGK sebesar 8% pada usia lanjut / tua7; presentase ini mungkin ditentukan oleh pengukuran tunggal serum kreatinin10. Walaupun begitu, studi berbasis populasi seperti survey cross-sectional yang dilakukan Third National Heal and Nutrition Survey menunjukkan bahwa 3% orang usia lebih dari 17 tahun memiliki kadar serum kreatinin diatas persentil ke-99 untuk

wanita dan pria usia 20-39 tahun tanpa riwayat diabetes atau hipertensi8. Lebih lagi, diperkirakan 8 juta orang di Amerika Serikat memiliki penyakit ginjal stadium III atau lebih11.

Penyakit Ginjal Kronik dan Perspektif Pasien Morbiditas dan mortalitas populasi penerima dialisis belum dapat diterima walaupun telah ada banyak kemajuan teknis layanan dialisis. Analisis terkini dari Amerika Serikat menyatakan bahwa angka kejadian ESRD melebihi angka kejadian kanker prostat pada pria dan hampir seluruh kanker payudara pada wanita kulit hitam2. Kontributor terbesar angka mortalitas ini adalah penyakit jantung12 seperti yang dilaporkan oleh studi kohort terhadap pasien yang mendapat dialisis kronik pada tahun 196013. Lebih lanjut lagi, walaupun mortalitas di usia lanjut dari pasien yang menderita penyakit ginjal lebih besar dibanding populasi normal, mortalitas kardiovaskular pada pasien usia 25-34 tahun ternyata lebih tinggi dibanding individu normal dengan usia yang sama14.

LFG: Laju Filtrasi Glomerulus.

Patofisiologi Kardiomiopati dan Penyakit Jantung Iskemik Walaupun penyakit kardiovaskular dapat digolongkan dalam dua penyakit, kardiomiopati dan penyakit jantung iskemik, keberadaan gangguan ini bervariasi dari satu pasien dengan lainnya, dan seringkali overlap (Gambar 1)15. Gejala iskemik dihasilkan dari penyakit arteri koroner atau penyakit iskemik non-aterosklerotik, dengan penyakit arteri sklerotik sebagai predisposisi disfungsi diastolik dan kegagalan sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricular Hypertrophy LVH), biasanya juga dijumpai pada kardiomiopati dilatasi tetapi juga menyebabkan disfungsi diastolik pada pasien dengan atau tanpa fungsi sistolik normal. Studi

longitudinal terkini pada penerima transplantasi ginjal, yakni pasien penyakit ginjal kronik (PGK), angka kejadian penyakit jantung iskemik sama seperti yang ditunjukkan studi di Framingham, dimana angka kejadian gagal jantung lebih tinggi. Penemuan ini menunjukkan bahwa PGK bukan hanya predisposisi bagi aterosklerotik tetapi juga sebagai predisposisi kardiomiopati16.

Kardiomiopati Gejala utama kardiomiopati pada pasien PGK, seperti pada populasi umum adalah edema paru, tetapi kardiomiopati juga dapat bermanifestasi sebagai intoleransi kerja berat atau, pada dialisis, bermanifestasi sebagai hipotensi intradialisis. Manifestasi klinis dari gagal pompa juga menyebabkan disfungsi sistolik, disfungsi diastolik atau kombinasi keduanya. Ekokardiografi17 dapat menggambarkan kardiomiopati sebagai berikut: 1. LVH dengan disfungsi diastolik: LVH konsentris dengan volume ruang normal dan pengisian yang abnormal, akibat tekanan ventrikel kiri yang berlebihan, seperti akibat hipertensi, arteriosklerosis dan stenosis aorta. 2. Kardiomiopati dilatasi dan gagal sistolik: dilatasi eksentrik ventrikel kiri dengan abnormalitas gerak dinding akibat volume ventrikel kiri yang berlebih. Hal ini terjadi pada pasien PGK yang kelebihan garam, cairan, anemia atau fistula arteriovenosus. Untuk itu, hemodialisa dan beban hemodinamik adalah model klasik kardiomiopati overload, dimana merupakan stadium akhir dari disfungsi sistolik. Karena perkembangan ventrikel kiri dimulai sebelum inisiasi dialisis, prevalensinya berkebalikan dengan penurunan fungsi ginjal; anemia,hipertensi dan diabetes mellitus adalah faktor risiko untuk perkembangan ventrikel kiri yang progresif18,19. Pada penerima transplantasi ginjal, ada bukti bahwa terdapat disfungsi sistolik, dilatasi ventrikel kiri dan hipertrofi konsentris selama dialisis menjadi membaik setelah transplantasi, dengan perbaikan keadaan uremia. Pada penerima transplantasi ginjal, hipertensi adalah faktor risiko untuk perkembangan ventrikel kiri, gagal jantung de novo dan penyakit jantung iskemik de novo16,20. Anemia dan hipoalbuminemia adalah predisposisi kegagalan jantung de novo16.

Penyakit Jantung Iskemik

Iskemik muncul saat infark miokard atau angina akibat penurunan perfusi miokardium walaupun gejala penyakit jantung iskemik berperan dalam penyakit arteri koroner, hampir pada populasi penerima hemodialisa, gejala yang disebabkan dari penyakit non-aterosklerosis, karena penyakit pembuluh darah kecil dan hipertrofi ventrikel kiri21. Penyakit jantung iskemik bukan merupakan faktor risiko independen dari mortalitas gagal jantung kongestif (GJK)22. Untuk itu, penyebab yang mendasari kardiomiopati menjadi predisposisi kegagalan jantung pasien yang secara prognostic lebih penting dibanding gangguan perfusi koroner, khususnya pada pasien non-diabetik23.

Penyakit Pembuluh Darah Arteri Arteriosklerosis mengubah struktur arteri melalui mekanisme di luar aterogenesis. Beban hemodinamik berlebih dan hipertensi, umum pada pasien PGK, menyebabkan remodeling intramural vaskuler dengan hipertrofi dan fibrosis substansia media dan subintimal. Sebagai hasilnya, pembuluh darah semakin menjadi kaku dan berkembang diametenya. Bila hal ini berlangsung lama dan tetap, arteriosklerosis dapat berefek pada struktur dan fungsi ventrikel kiri dengan meningkatkan kerja jantung sehingga pasien bisa mengalami iskemia sub-endokardial24. Epidemiologi Prevalensi kardiomiopati tinggi pada pasien dialisis, seperti pada penyakit jantung iskemik dan gagal jantung. Faktanya, data ekokardiografi Kanada menunjukkan bahwa hanya 16% pasien baru dialisis memiliki jantung yang normal, dengan ditemukan hipertrofi ventrikel kiri pada 75% pasien, LVH konsentris pada 41% dan gagal sistolik pada 16%17,25. Secara klinis, ditemukan

penyakit jantung iskemik sebesar 38% dan gagal jantung 35% pada dialisis pertama26. Prevalensi penyakit kardiovaskuler yang tinggi pada pasien yang mulai dialisis menunjukkan bahwa fase predialisis PGK adalah status risiko tinggi jantung. Awalnya, telah ada bukti penyakit LVH pada 40% pasien yang menderita PGK sedang27, dan angka GJK 7 kali lebih besar pada pasien PGK dibanding yang bukan menderita PGK5.

Faktor Risiko Karena penyakit kardiovaskuler sudah ada saat onset ESRD28,29, adalah penting untuk memahami hubungan penyakit kardiovaskuler dan PGK awal dan untuk mengenali pentingnya intervensi dini. Walaupun adanya data terbatas mengenai riwayat PGK pada populasi yang tidak terseleksi, kebanyakan pasien ESRD berkembang menjadi penyakit kronik yang progresif (di Amerika Utara, kebanyakan oleh diabetes dan hipertensi5). Kebanyakan pasien yang menderita PGK tidak berkembang menjadi ESRD, namun, entah karena PGK tidak progresif atau karena terlebih dulu penyakit kardiovaskular berperan dalam mortalitas pasien7. Pada tahun 1997, National Kidney Foundation mengadalan pemeriksaan epidemic penyakit kardiovaskuler pada penyakit ginjal kronik32, berfokus pada pencegah penyakit untuk menurunkan angka kematian. Lebih lagi, strategi yang dibuat dapat diaplikasikan pada pasien yang menderita PGK. Untungnya, intervensi yang memperlambat progresifitas PGK adalah sama dengan pengukuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Untuk itu intervensi faktor risiko jantung pada awal fase PGK harus dapat mengurangi angka kematian jantung dan memperlambat progresifitas penyakit ginjal. Sekarang tidak diketahui berapa banyak peningkatan prevalensi ESRD yang disebabkan oleh peningkatan prevalensi PGK dibanding usaha pengurangan angka mortalitas dari perbaikan manajemen penyakit kardiovaskuler34. Seiring dengan perkembangan PGK, faktor risiko diperankan oleh faktor risiko tradisional dari gambaran kondisi uremia kronik. Pengenalan faktor risiko tradisional pada populasi umum, termasuk diabetes, hipertensi, riwayat merokok, riwayat keluarga yang menderita penyakit koroner, jenis kelamin pria, usia tua, rendah kolesterol high-density lipoprotein (HDL), kurang aktivitas fisik, menopause, dan stress psikologik (Tabel 2). CKD menambahkan risiko jantung melalui peningkatan prevalensi penyakit yang sudah ada seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes dan dislipidemia. Risiko jantung berlebih juga disebabkan oleh hemodinamik dan gangguan metabolik terkait PGK, termasuk beban hemodinamik berlebih, anemia, malnutrisi,

hipoalbuminemia, inflamasi, dislipidemia, faktor protrombin, hiperhomosisteinemia, abnomalitas ion divalent, kalsifikasi vaskuler, dan hiperparatiroid serta faktor risiko lain seperti stress oksidatif22,35. Akibat perkembangan PGK, prevalensi dan beberapa faktor risiko lain berubah36,37. Walaupun bukti epidemiologic mengindikasikan PGK adalah marker risiko tinggi kardiovaskular, tidak diketahui apakah PGK berperan dalam risiko mortalitas kardiovaskular38,39. Belum jelas seberapa besar hubungan antara penyakit ginjal dan pembuluh darah, apakah: (1) penyakit vaskuler menyebabkan penyakit ginjal , (2) penyakit ginjal menyebabkan penyakit vaskular, atau (3) penyebab dasar kedua penyakit saling mendorong progresifitas kedua penyakit. Tampaknya tiap mekanisme tersebut berperan. Faktor risiko tradisional Umur Jenis Kelamin Ras Riwayat merokok Riwayat keluarga Kurang aktivitas fisik Indeks massa tubuh Menopause Stress psikologik Fibrinogen Peningkatan prevalensi penyakit yg sudah ada Diabetes Hipertensi Dislipidemia Aterosklerosis Proteinuria Hipertrofi ventrikel kiri Beban hemodinamik berlebih Anemia Abnormalitas elektrolit Hiperparatiroid Abnormalitas kalsium/fosfat Kalsifikasi pembuluh darah Malnutrisi Hipoalbuminemi Inflamasi C-reaktif protein Faktor protrombin Hiperhomosisteinemia Peningkatan stress oksidatif Aktivasi endotel Faktor protrombin Sitokin Hasil akir glikasi tingkat lanjut Modalitas dialisis Penolakan akut setelah transplantasi Imunosupresif transplantasi Terkait kondisi uremia

Manajemen Hipertensi Hipertensi umum terjadi pada PGK, mempengaruhi dari jumlah pasien, dan prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan penurunan LFG. Terapi mengurangi angka kematian akibat komplikasi kardiovaskular40-43, mencapai target tekanan darah kurang dari 130/80 mmHg pada pasien PGK dan penyakit ginjal yang tidak progresif30,40,44-48. Pasien yang memiliki proteinuria lebih dari 1g/24 jam menguntungkan bahkan dengan tekanan darah yang lebih rendah (<125/75 mmHg)30. Tiga atau 4 pengobatan yang berbeda seringkali dibutuhkan untuk mencapai target tersebut.

PINTAS SISTEM RENIN-ANGIOTENSIN Inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE) dapat memperbaiki gejala, morbiditas dan angka harapan hidup pasien non-uremik yang memiliki gagal jantung49 dan pasien yang menderita PGK50. Inhibitor ACE bermanfaat bagi disfungsi sistolik dan diastolik51,52. Lebih lanjut lagi, penggunaan inhibitor ACE mengurangi progresifitas PGK, mengurangi proteinuria dan meregresi LVH53-55. Inhibitor ACE seharusnya juga digunakan untuk mencegah GJK pada pasien asimptomatik yang fraksi ejeksinya kurang dari 35%56 dan pasien post miokard infark yang memiliki fraksi ejeksi kurang dari sama dengan 40%57. Angiotensin reseptor bloker juga mengurangi ESRD58,59 dan bermanfaat bagi pasien disfungsi diastolik51,60. Inhibitor ACE dan angiotensin reseptor bloker adalah kontraindikasi bagi pasien yang memiliki sakit renovaskuler dan kurang volume darah, serta hiperkalemia stadium akhir PGK dapat memutus rantai masalah sistem renin-angiotensin.

Beta-bloker Beta bloker mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien yang menderita gagal jantung61.62 serta setelah infark miokard dan tampaknya sama bermanfaatnya bagi pasien PGK64. Pasien dengan PGK, khususnya saat stadium lanjut, sering mengalami kondisi (disfungsi sinus-nodus, hipotensi dan abnormalitas konduksi jantung) yang merupakan kontraindikasi penggunaan beta-bloker.

Diuretik Disamping penggunaannya sebagai antihipertensi, diuretic dapat menjadi dasar terapi akut dan kronik pada pasien yang menderita gagal jantung, termasuk yang juga menderita PGK. Efek loop diuretik melemah seiring dengan penurunan LFG, tetapi efeknya tidak berkurang separah yang dialami tiazid. Efek sinergis dari loop diuretic dan tiazid pada ekskresi garam dan cairan dan tekanan darah berlangsung lama, bahkan pada pasien PGK stadium lanjut. Pemberian loop diuretic intravena seperti furosemid memiliki manfaat jangka pendek untuk menerapi gagal jantung simptomatik bahkan dalam filtrasi glomerular yang minimal karena efek vasodilatasinya. Efek antagonis aldosteron tidak dapat diduga pada pasien yang menderita PGK. Mereka adalah diuretik potensi lemah, manun bermanfaat pada penyakit jantung atau dapat menurunkan proteinuria pada pasien PGK65,66.

Digoksin Digoksin memperbaiki gejala pasien non-PGK yang memiliki gagal jantung dan kekacauan dapat terjadi bila penggunaannya dihentikan51,67. Ada teori yang mengatakan bahwa digoksin dapat memperburuk disfungsi diastolik, karena peningkatan kontraktilitas yang diinduksi digoksin dapat memperburuk fungsi diastolik dengan mengganggu relaksasi miokardium51. Walaupun begitu, bukti menunjukkan bahwa pasien dengan gagal jantung dan fraksi ejeksi yang stabil, ketika diberi digoksin, gejala membaik dan lebih cepat pulang dari rumah sakit67. Untuk itu, digoksin direkomendasikan penggunaannya pada pasien PGK dan gagal jantung dan yang memiliki disfungsi sistolik dengan atau tanpa atrial fibrilasi. Penggunaanya harus dengan pengawasan bagai pasien disfungsi diastolik dan atrial fibrilasi serta apabila ada atrial fibrilasi dengan respon ventrikular yang cepat.

Manajemen Diabetes Diabetes pada pasien yang menderita PGK sedang- berat adalah faktor risiko perburukan fungsi kardiovaskuler68. Lebih lagi, pada penerima transplantasi ginjal, diabetes adalah faktor risiko untuk penyakit jantung iskemik16,69,70 dan gagal jantung16. Kontrol diabetes memiliki efek yang bermanfaat bagi mikroangiopati awal71,72. Metformin menunjukkan manfaat pada makroangiopati pada pasien obese diabetes tipe 273 tetapi merupakan kontrainidikasi bagi PGK stadium lanjut.

Merokok Status perokok berhubungan dengan penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer dan mortalitas tetapi hanya menerima sedikit perhatian dari populasi PGK74. Kurang lebih 25% pasien dengan PGK dan lebih dari 50% pasien dialisis dan transplant memiliki riwayat merokok74. Tahun 2003, 14% pasien dialisis di Amerika Serikat meneruskan untuk merokok74. Merokok adalah faktor risiko yang dapat diubah. Penghentian rokok akan mengurangi komplikasi pada kardiovaskular75, dapat memperlambat profgresifitas PGK76-78, dan memperbaiki kualitas hidup79 tetapi memerlukan intevensi ketat untuk efek maksimal80.

Terapi Statin Terapi statin pada pasien PGK tampaknya bermanfaat baik bagi pasien dengan penyakit kardiovaskular dan yang tidak memiliki PGK81-83. Peran terapi statin, selain untuk menurunkan kadar lemak dalam darah, juga untuk stabiliasi endotel dan bersifat antitrombogenik serta mekanisme anti-inflamasi. Pasien dengan PGK, khususnya yang menerima dialisis, memiliki peningkatan marker inflamasi seperti C-reaktif protein. Kondisi inflamasi ini dikatakan dapat meningkatkan risiko kardiovaskuler pada stress oksidatif dan aterosklerosis83. Walaupun statin dapat mengurangi kadar C-reaktif protein pada pasien dengan fungsi normal finjal, tidak diketaui apakah pengurangan ini bermanfaat bagi pengurangan kadar lipid.

Eritropoietin Ada kesadaran yang meningkat akan peran anemia dalam investigasi dan manajemen gagal jantung kongestif84. Kombinasi PGK dan anemia berhubungan secara independen pada peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan stroke pada pasien usia baya85,86 dan pasien yang menderita PGK stadium III atau lebih anemia berhubungan dengan perkembangan ventrikel kiri87. Pada penerima transplantasi ginjal, anemia adalah faktor risiko independen untuk perkembangan diagnosis hipertrofi ventrikel kiri16 dan gagal jantung simptomatik20. Pedoman PGK terkini merekomendasikan penanganan anemia untuk mencapai kadar hemoglobin 110-120 g/L untuk memperbaiki kualitas hidup, mengurangi lamanya perawatan di rumah sakit dan memperbaiki LVH88-93. Belum ada percobaan acak terkontrol yang menunjukkan normalisasi anemia dengan eritropoietin dapat memperbaiki penyakit jantung94-98.

Rujukan Nefrologi Rujukan yang terlambat kepada bagian nefrologi sebelum dialisis telah merupakan masalah selama bertahun-tahun. Hal ini berhubungan dengan peningkatan biasa dan morbiditas98-101. Rekomendasi yang diterbitkan menegaskan waktu rujukan yang tepat dari para tim ahli nefrologi102. Rekomendasi minimal untuk rujukan pada LFG lebih dari 60mL/menit bila pemberi layanan medis primer tidak dapat mengidentifikasi penyebab penyakit ginjal atau memerlukan bantuan perawatan penyakit. Semua pasien dialisis dengan kadar LFG < 30 mL/menit seharusnya diperiksa ahli nefrologi untuk mendapat terapi pengganti ginjal yang adekuat102,103.

Dialisis Ultrafiltrasi cairan ekstraseluler oleh dialisis adalah terapi ideal bagi pasien PGK stadium V dan pasien GJK akut simptomatik. Pasien yang menerima dialisis kronik, tujuannya adalah untuk menggunakan pengurang volume cairan baik untuk mengontrol status volume dan tekanan darah. Sayangnya, teapi ini dapat menyebabkan hipotensi akibat dialisis yang menyulitkan penggunaan antihipertensi oral (beta bloker untuk angina). Hemodialisis biasanya memerlukan antikoagulan intradialisis, yang mana dapat menaikkan risiko perdarahan dari obat jantung lain, seperti asam asetil salisilat.

KESIMPULAN Penyakit jantung merupakan beban berat bagi populasi penderita penyakit ginjal kronik. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat, kardiomiopati dilatasi dan penyakit arteri koroner seringkali terjadi dan sebagai manifestasi dari gagal jantung kongestif, yang mana lebih penting penanganan prognosisnya dibanding simptomnya. Beragam faktor risiko penyakit

kardiovaskuler termasuk faktor risiko tradisional dan yang lain pada populasi penderita PGK. Lebih lanjut, beberapa aspek yang berbeda pada pasien PGK memerlukan keputusan pemberian penanganan yang tepat. Namun, intervensi seperti kontrol hipertensi, agen-agen farmakologik yang sesuai, modifikasi gaya hidup, manajemen anemia dan rujukan ke ahli nefrologi lebih awal sangat direkomendasikan, saat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai