Anda di halaman 1dari 10

Patofis pemiula

Patofisiologi Infeksi kulit

Infeksi bakteri

Infeksi virus

Infeksi jamur

Furunkel

Impetigo

Folikuliti s Lesi

Herpes zoster

Kutil

Herpes simplek s Nyeri, inflamasi, kemerahan

Kurangnya personal Hygiene Kurang pengetahuan Infeksi tinea

jerawat kecil, merah, menonjol dan sakit

Macula kecil, merah

Nodul Infeksi herpes zoster

Vesikel yang diskrit Terbentuk tengah bisul krusta

Papula atau pustul

Reaksi inflamasi

bula

Bercak bundar warna merah

Pustul Vesikel merah, membengkak Keropeng (scab)

Gatal, nekrosis

Kerusakan intergritas kulit

Nyeri akut

Gangguan citra tubuh

PARASIT
Golongan piokokkus,

PIODERMA

BAKTERI

Streptococcus/staphilo
Golongan BTA

TBC KUTIS KUSTA

Treponema pertenue

FRAMBUSIA Kondiloma akuminata

VIRUS

HPV

veruka Herpes zoster Herpes simpleks

herpes pox

variola Molluskum kontagiosum JAMUR

varicella

Dermatofitosis: buhanan tinea Mikosis superf Non dermatofitosis: P versicolor, tinea nigra, piedra

Kandida Mikosis profunda

Skabies Cutaneus larva migrans pedikulosis

PARASIT HEWANI

Adalah

Folikulitis Radang folikel rambut

Tanda radang (nyeri, dst) UKK Predileksi Adalah

+ Papul, pustul, eritem, di tengah ada rambut Tungkai bawah, kulit kepala Folikulitis Radang folikel rambut

Furunkel + jaringan sekitar +

Karbunkel berkumpul menyatu

Tanda radang (nyeri, dst) UKK Predileksi

+ Papul, pustul, eritem, di tengah ada rambut Tungkai bawah, kulit kepala

Nodus eritem kerucut, pustul di tengah abses pecah menjadi fistel Aksilla, bokong Furunkel Karbunkel + berkumpul menyatu jaringan sekitar + + Nodus eritem kerucut, pustul di tengah abses pecah menjadi fistel Aksilla, bokong

Adalah

Folikulitis Radang folikel rambut

Furunkel + jaringan sekitar

Tanda radang (nyeri, dst) UKK Predileksi

+ Papul, pustul, eritem, di tengah ada rambut Tungkai bawah, kulit kepala

Karbunkel berkumpul menyatu +

Nodus eritem kerucut, pustul di tengah abses pecah menjadi fistel Aksilla, bokong

1.

Apa definisi dan etiologi epistaksis? Definisi Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bachs. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu
kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Etiologi

Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak- anak dan biasanya dapat berhenti sendiri.2 Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang rawan dibawahnya. Daerah ini terbuka terhadap efek pengeringan udara inspirasi dan trauma. Akibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi patologik lainnya dan selanjutnya akan menimbulkan perdarahan . a. Epistaksis posterior Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Thornton (2005) melaporkan 81% epistaksis posterior berasal dari dinding nasal lateral.

a) Sebab lokal : Trauma (mengorek hidung, benturan ringan, bersin, mengeluarkan ingus terlalu keras, kena pukul, jatuh, trauma pembedahan) Kelainan pembuluh darah (local) (sering congenital, pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit. Tumor (hemangioma, karsinoma, angiofibroma) Infeksi local Benda asing b) Sebab sistemik : Penyakit kardiovaskular (hipertensi, kelainan pembuluh darah seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis) Kelainan darah (hemophilia, leukemia, trombositopenia, anemia, disfungsi trombosit) Kelainan congenital (teleangiektasis hemoragik herediter) Infeksi sistemik (DHF, demam tifoid, influenza, morbili) Gangguan hormonal (hamil, menopause) obat-obatan (misal : aspirin, antikoagulan, NSAID)

2.

Patofisiologi Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma. Penatalaksanaan Tatalaksana epistaksis pada prinsipnya mencakup 3 hal yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, dan mencegah berulangnya epistaksis. Manajemen pertama termasuk menekan cuping hidung. Penekanan langsung sebaiknya dilakukan terus-menerus paling sedikit 5 menit. Memiringkan kepala lebih ke depan untuk menghindari terkumpulnya darah pada faring posterior, sehingga dapat menghindari nausea dan obstruksi jalan napas. Kestabilan hemodinamik dan kelancaran jalan napas harus diperhatikan, jika

3.

Klasifikasi epistaksis dan penatalaksanaanya Klasifikasi Berdasarkan sumber perdarahannya epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. a. Epistaksis anterior

perlu dapat dilakukan resusitasi cairan jika terjadi hipovolemia. Pada penanganan epistaksis, yang terutama diperhatikan adalah perkiraan jumlah dan kecepatan perdarahan. Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan tekanan darah harus cepat dilakukan. Pada pasien dalam keadaan syok, kondisi ini harus segera diatasi. Jika ada kecurigaan defisiensi faktor koagulasi harus dilakukan pemeriksaan hitung trombosit, masa protrombin (PTT / Partial Tromboplastin Time) dan masa tromboplastin (APTT/Activated Partial Tromboplastin

Time), sedangkan prosedur diagnosis selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Bila terjadi kehilangan darah yang banyak dan cepat, harus difikirkan pemberian transfusi sel-sel darah merah (packed red cell) disamping penggantian cairan. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan suction untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kasa yang dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan-tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapat ditentukan letak sumber perdarahan apakah di bagian anterior atau di posterior. a. Epistaksis anterior Epistaksis anterior terutama berasal dari pleksus kiesselbach di septum bagian anterior atau dari arteri etmoidalis anterior. Gejala kliniknya jelas berupa perdarahan dari lubang hidung, biasanya ringan, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit. Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdaharan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Setelah itu area tersebut diberi antibiotik. Bila dengan cara kaustik perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan dengan disusun teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan, dipertahankan selama 2 x 24 jam, setelah itu harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari pemasangan tampon dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. b. Epistaksis posterior Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan. Tatalaksana epistaksis posterior dilakukan dengan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Belloq. Sebagai pengganti tampon Belloq, dapat digunakan kateter Folley nomor 12F atau 14F. Bila tampon posterior dan anterior gagal mengendalikan epistaksis, maka perlu dilakukan ligasi arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain arteri karotis eksterna, arteri maksilari interna dengan cabang terminusnya, arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior dan anterior.

Epinefrin yang berefek vasokonstriksi, digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan. Cara pemakaiannya dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan larutan 1:1000 ke dalam kavum nasi selama 5-10 menit Sistemik Asam tranexamat (Kalnex), sebagai anti plasmin bekerja menghambat aktivitas dari activator plasminogen dan plasmin. Sebagai hemostatik bekerja mencegah degradasi fibrin, meningkatkan agregasi platelet, memperbaiki kerapuhan vaskuler dan

meningkatkan aktivitas faktor koagulasi. Bila diberika IV dianjurkan untuk menyuntikkan perlahan-lahan (10 ml/1-2 menit). Karbazokrom Na Sulfonat (ADONA). Mekanisme kerja dengan menghambat peningkatan permeabilitas kapiler, meningkatkan resistensi kapiler. Diindikasikan untuk perdarahan disebabkan menurunnya resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler.

4.

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabakan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dpat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infuse atau transfuse darah harus dilakukan secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotik. Pemasangan tampon anterior dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon yang baru. Akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius dapat terjadi hemotimpanum. Akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus nasolakrimalis dapat terjadi airmata berdarah (bloody tears). Pemasangan tampon posterior (tampon Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Jika dipasang kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum. Selama tampon terpasang awasi atau monitor tanda-tanda vital seperti suhu, nadi, tekanan darah dan respirasi. Hati-hati dengan peningkatan suhu yang tinggi selama tampon terpasang karena bisa menyebabkan sepsis oleh karena itu saat memasang tampon perlu diberikan antibiotik. Pada pemasangan tampon posterior apabila tekanan dalam kavum nasi terlalu besar maka akan dapat menyebabkan oklusi pada tuba yang dapat meningkatkan inflamasi. Oleh karena itu

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mencari penyebab epistaksis seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hemoglobin Hematokrit Angka trombosit Faktor pembekuan (faktor VIII, IX dll) Bleeding Time Cloting Time PTT (Partial Tromboplastin Time) Masa tromboplastin (APTT/Activated Partial Tromboplastin Time)

Pengobatan yang diberikan pada penderita epistaksis antara lain : Local

selama pemasangan tampon perlu diberikan antiinflamasi serta pemasangan tampon jangan terlalu menekan.

Anda mungkin juga menyukai