Anda di halaman 1dari 9

Bagian Ilmu Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

REFERAT

AMBROXOL

Oleh: IBNU LUDI NUGROHO 0910015050

Pembimbing dr. Sjarif Ismail, M. Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2013

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 Penggolongan Obat dan Nama Lain............................................................................ 2 Indikasi ........................................................................................................................ 2 Farmakodinamik.......................................................................................................... 3 Farmakokinetik............................................................................................................ 3 Frekuensi Pemberian .................................................................................................. 4 Dosis ............................................................................................................................ 4 Interaksi Obat .............................................................................................................. 4 Kontraindikasi ............................................................................................................. 4 Toksisitas..................................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 7

BAB 1 PENDAHULUAN

Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Saluran napas yang dimaksud dimulai dari tenggorokan, trakea, bronkus, bronkioli sampai ke jaringan paru (Guyton, 2008). Batuk sendiri bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi, bahkan keganasan (Kumar, Cotran, & Robin, 2007). Gejala batuk ini merupakan salah satu keluhan yang sangat sering membuat pasien datang ke praktik dokter (Haque & Chung, 2005) Obat batuk terdapat banyak jenisnya, yaitu antitusif sebagai obat yang menekan reflex batuk, ekspektoran untuk merangsang dahak dikeluarkan dari saluran pernafasan, dan mukolitik untuk mengencerkan dahak. Antitusif akan diberikan kepada penderita batuk yang tidak berdahak, sedangkan ekspektoran dan mukolitik akan diberikan kepada penderita batuk yang berdahak. Ambroxol adalah salah satu dari obat-obatan mukolitik yang sering digunakan untuk mengencerkan sekret saluran napas dengan cara menurunkan viskositas mukopolisakarida. Selain khasiatnya yang bersifat mukolitik di saluran pernapasan, ambroxol sedang diteliti tentang kemungkinan manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang produksi surfaktan pada anak lahir prematur dengan sindrom pernapasan (Gunawan, Setiabudy, & Nafrialdi, 2008).

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1

Penggolongan Obat dan Nama Lain (Beeh et al.,2008) Ambroxol adalah derivat dari benzylamide dan merupakan metabolit dari bromhexine.

Dia berbeda dari bromhexine karena tidak mempunyai gugus metal dan adanya gugus hidroksil pada posisi para-trans dari cincin sikloheksil. Zat aktif ambroxol bertindak langsung sebagai bronko-sekretolitik atau agen mukolitik dengan ekspektoran yang kuat. Oleh karena itu ambroxol dikenal sebagai obat mukolitik.. 2.1.1 Morfologi (Europian Pharmacopoeia, 2011) Nama Kimia Nama Lain : Trans-4-[2-Amino-3,5-dibromobenzyl)amino]cyclohexanol : Hustless, ambroxol lozenge, ambroxol hcl, altretamine, mucoangin, mucolear Sifat Fisikokimia : Berbentuk serbuk kristal yang berwarna putih atau kekuningan, dan tidak mudah larut di air, dapat larut di methanol, tidak dapat larut di methylene chloride. Berat Molekul = 378.1028. Titik didih = 468.647C pada 760 mmHG Rumus Kimia : C13H18BR2N2O

Gambar 2.1 Struktur Kimia Ambroxol 2.2 Indikasi (MIMS, 2011) (Beeh et al., 2008) Ambroxol umumnya digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran pernapasan akut atau kronis yang berhubungan dengan peningkatan produksi lendir, seperti bronkitis kronis, bronkitis asmatikus, bronkiektasis, dan asma bronkial. Selanjutnya, ambroxol telah digunakan untuk profilaksis atau pengobatan sindrom gangguan pernapasan, dysplasia bronkopulmonalis, proteinosis alveolar dan komplikasi paru pasca operasi major. Baru-baru
2

ini, sebuah bentuk topikal dari ambroxol (ambroxol lozenges) telah disetujui untuk pengobatan sakit tenggorokan dan faringitis akut terkait dengan infeksi orofaringeal. 2.3 Farmakodinamik (Kimbria, 2009) (Beeh et al.,2008) Mekanisme kerja obat ambroxol adalah dengan menstimulasi sel serous dari tonsil pada mukous membran saluran bronchus, sehingga meningkatkan sekresi mukous

didalamnya dan merubah kekentalan komponen serous dan mukous dari sputum menjadi lebih encer dengan menurunkan viskositasnya. Hal ini menginduksi aktivasi sistem surfaktan dengan bertindak langsung pada pneumocyte tipe II dari alveolus dan sel clara di bagian saluran udara kecil serta menstimulasi motilitas siliari. Dari hasil aksi tersebut meningkatkan aliran mukous dan transport oleh mucous siliari clearance. Peningkatan sekresi cairan dan mukous siliari clearance inilah yang menyebabkan pengeluaran dahak dan memudahkannya keluar bersamaan batuk. Efek ini telah dibuktikan dalam kultur sel dan in vivo pada berbagai spesies. Berdasarkan penelitian secara in vitro dan in vivo, efek farmakologi dari ambroxol yang lainnya adalah netralisasi oksidatif dan nitrosative stress, penekanan replikasi virus pernapasan, pengurangan sitokin proinflamasi, kemotaksis, dan peroksidasi lipid jaringan, serta efek anestesi lokal. 2.4.1 Farmakokinetik (Ramana, Kartik, & Sravanthi, 2012) Absorpsi :Diabsorpsi dengan baik dan cepat setelah pemberian oral (70-80%). Puncak konsentrasi dalam plasma dicapai dalam waktu 0.5 sampai 3 jam Distribusi :Dalam dosis terapi, sekitar 90% dari ambroxol yang berikatan dengan protein plasma di dalam darah. Distribusi setelah per oral, IM dan IV dari darah ke organ berlangsung cepat dengan konsentrasi maksimal dalam paru-paru. T1/2 = 3 jam. Metabolisme :Sekitar 30% setelah pemberian oral dieliminasi melalui first pass effect. Penelitian pada mikrosom hati manusia menunjukkan enzim CYP3A4 berperanan penting terhadap metabolisme ambroxol di hati. Ambroxol pertama kali dimetabolisme di hati melalui proses glukuronidasi dan beberapa sisanya (sekitar 10% dari dosis) dimetabolisme menjadi metabolit kecil yakni asam dibromanthranilik. Ekskresi :Jumlah ekresi ginjal adalah sekitar 90%.

2.5 2.6

Frekuensi Pemberian (Irish Medicines Board, 2013) Anak umur 2-5 tahun : 3x sehari (setiap 8 jam) (setara dengan 22.5 mg ambroxol HCl per hari). Anak umur 6-12 tahun : 2-3x sehari (setiap 12 atau 8 jam) (setara dengan 30-45 mg ambroxol HCl per hari). Dewasa maupun anak >12 tahun : 3x sehari selama 2-3 hari, kemudian 2x sehari. Dosis (Irish Medicines Board, 2013) (Kimbria, 2009) (Hesham et al., 2006) Dosis sedian tablet / cairan untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun : Dewasa: 30-120 mg/hari dibagi dalam tiga dosis. . Efek teraupetik dapat ditingkatkan dengan pemberian dosis 60 mg 2 kali sehari. Regimen 60 mg 2 kali sehari juga sangat cocok untuk terapi gangguan saluran pernapasan akut dan terapi inisial untuk kondisi kronis yang lebih dari 14 hari. Dosis dapat dikurangi menjadi 2 kali sehari, untuk pengobatan yang lama. Dosis sediaan cair untuk anak Dosis untuk anak dihitung = 1,2 1,6 mg/kgBB/hari Anak-anak 5-12 tahun: sehari 3 kali 15 mg. Anak-anak 2 - 5 tahun: sehari 3 kali 7,5 mg. Anak-anak dibawah 2 tahun : sehari 2 kali 7,5 mg. Dosis tersebut atas dosis untuk terapi inisial, bisa dikurangi setengahnya setelah 14 hari.Pada indikasi gangguan saluran pernapasan akut, terapi bisa dikaji ulang jika gejala tidak mengalami perbaikan atau malah memperparah penyakit selama pemberian pengobatan Pada neonatus dapat diberikan infus 20 mg/kg/hari. Ambroxol dapat ditoleransi baik pada batas pemberian 25 mg/kg/hari. Interaksi Obat (Olainfarm, 2011) Penggunaan simultan ambroxol dan antibiotik (amoksisilin, sefuroksim, eritromisin,

2.7

doksisiklin) menghasilkan peningkatan konsentrasi antibiotic di jaringan paru. Penggunaan secara serentak dengan agen atitusif, misalnya kodein harus dihindari, karena mereka dapat menghambat reflek batuk. 2.8 Kontraindikasi (Olainfarm, 2011) Tidak boleh diberikan kepada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap ambroxol HCl atau sodium starch glycolate, selulosa, microcrystalline, magnesium stearate, silica, colloidal anhydrous.
4

2.9

Ulkus gaster dan atau duodenum Tidak dianjurkan untuk digunakan selama hamil dan menyusui Toksisitas (Olainfarm, 2011) (Stetinova, Herout, & Kvetina, 2004) Toksisitas Pada Manusia Data praklinis berdasarkan studi konvensional safety pharmacology, toksisitas dosis

berulang, genotoxicity dan potensi karsinogenik tidak menunjukkan resiko tertentu bagi manusia. Toksisitas Pada Hewan Hidroklorida Ambroxol memiliki indeks rendah untuk toksisitas akut . Dalam studi pengulangan dosis, dosis oral 150 mg / kg / hari (tikus , 4 minggu) , 50 mg / kg / hari (tikus , 52 dan 78 minggu) , 40 mg / kg / hari (kelinci , 26 minggu ) dan 10 mg / kg / hari (anjing , 52 minggu) tidak ada organ sasaran toksikologi terdeteksi. Empat minggu penelitian toksisitas intravena dengan hidroklorida ambroxol pada tikus (4 , 16 dan 64 mg / kg / hari) dan pada anjing (45 , 90 dan 120 mg / kg / hari (infus 3 jam / hari)) tidak menunjukkan toksisitas yang parah pada lokal dan sistemik termasuk histopatologi . Semua efek samping adalah reversibel. Hidroklorida Ambroxol bukanlah embriotoksik atau teratogenik ketika diuji pada dosis oral hingga 3000 mg / kg / hari pada tikus dan sampai 200 mg / kg / hari pada kelinci. Kesuburan tikus jantan dan betina tidak terpengaruh sampai 500 mg / kg / hari. Pada 500 mg / kg / hari , hidroklorida ambroxol sedikit beracun untuk induk dan anak anjing. Toksisitas Teratogenik Ambroxol HCl dapat melintasi sawar plasenta. Penelitian pada hewan tidak menunjukkan efek berbahaya langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan kehamilan, perkembangan embrional/janin, partus ataupun perkembangan anak setelah kelahiran. Berdasarkan pengalaman klinis secara luas, ambroxol HCl yang diberikan setelah minggu ke28 kehamilan telah menunjukkan bahwa tidak ada bukti efek berbahaya pada janin. Meskipun demikian, penggunaannya selama kehamilan harus diamati. Terutama selama trimester I, penggunaannya tidak dianjurkan. Ambroxol HCl juga dapat dieksresikan melalui ASI. Walaupun efek yang kurang baik yang tidak diharapkan belum terbuktikan, obat ini tidak dianjurkan untuk digunakan pada ibu menyusui. Toksisitas Mutagenik Studi Genotoksisitas dalam tabung (Ames dan uji penyimpangan kromosom) dan in vivo (tes mikronukleus tikus) tidak ditemukan adanya potensi mutagenik hidroklorida
5

ambroxol . Hidroklorida Ambroxol tidak menunjukkan potensi tumorigenic dalam studi carcinogenicity pada mencit (50 , 200 dan 800 mg / kg / hari) dan tikus (65 , 250 dan 1000 mg / kg / hari) ketika diobati dengan campuran makanan untuk 105 dan 116 minggu, masingmasing Adverse Reaction Organ Gastrointestinal Frekuensi Sering Tidak sering Efek Nausea Muntah, diare, dyspepsia,

dan nyeri abdomen Sistem Imun Jarang Sangat Jarang Ruam, urtikaria Reaksi kulit secara

menyeluruh seperti StevensJohnson Syndrome dan

nekrolisis epidermal. Tidak diketahui Reaksi anafilaktik termasuk syok angioedema, anafilaktik, gatal dan

hipersensifitas lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Beeh, K. M., Beier, J., Esperester, A., & Paul, L. D. (2008). ANTIINFLAMMATORY PROPERTIES OF AMBROXOL. Europian Journal of Medical Research , 557. Europian Pharmacopoeia. (2011, January). Monograph. Europian Pharmacopoeia 7.0 , p. 1365. Gunawan, S. G., Setiabudy, R., & Nafrialdi. (2008). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Guyton, A. C. (2008). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC. Haque, R. A., & Chung, K. F. (2005). Cough: Meeting The Needs of A Growing Field. Cough Journal . Hesham, F. E., Muhammed, I. E., Sunia, M. E., & Muna, A. E. (2006). Evaluation of the Role of Postnatal Ambroxol in the Prevention and Treatment of Respiratory Distress Syndrome in Preterm Neonates. NCBI , 41-46. Irish Medicines Board. (2013, May 27). Summary of Products Characteristics. Retrieved Oktober 9, 2013, from http://www.imb.ie/images/uploaded/swedocuments/LicenseSPC_PA0749-158001_27052013142611.pdf Kimbria, G. (2009). Stability study of ambroxol hydrochlorid sustained release pellets coated with acrylic polymer. Journal of Pharma and Science , 36-43. Kumar, V., Cotran, R. S., & Robin, S. L. (2007). Buku ajar patologi. Jakarta: Rhineka Cipta. MIMS. (2011). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer. Olainfarm. (2011, Juny 13). Olainfarm. Retrieved Oktober 9, 2013, from Olainfarm: http://olainfarm.lv/wp-content/uploads/2013/02/AMBROKSOL_Summary-ofProduct-Characteristics.pdf Poornima, N. B., Anup, K. R., Ramya, B. R., Ambujakshi, B. R., Subhasish, M., & Haque, R. (2013). FORMULATION AND IN VITRO EVALUATION OF SUSTAINED RELEASE TABLETS OF AMBROXOL HYDROCHLORIDE. INTERNATIONAL JOURNAL OF PHARMACY AND ENGINEERING , 41-54. Ramana, G., Kartik, R. D., & Sravanthi, O. (2012). Design and Evaluation of Natural Gum Based Oral Controlled Release Matrix. Scholars Research Library , 1105-1114. Stetinova, V., Herout, V., & Kvetina, J. (2004). In vitro and in vivo antioxidant activity of ambroxol. springer , 152-158.

Anda mungkin juga menyukai