Anda di halaman 1dari 40

Bab I Status Pasien

I. IDENTITAS PASIEN Nama Tanggal lahir Jenis Kelamin Usia Alamat Agama Suku bangsa Pekerjaan Tanggal masuk No. CM : Tn. Z : 8 Juni 1974 : Laki-laki : 38 tahun : Jln. Enim no 124/D Jakarta Utara : Islam : Jawa : TNI AD : 06 November 2012 : 40-17-05

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 09 November 2012) 2.1. Keluhan Utama Demam sejak 3 hari SMRS. Keluhan tambahan : mual dan muntah.

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan sepanjang hari dan dirasakan dingin sampai mengigil terutama malam hari. Kemudian ketika panas turun ke suhu badan normal, pasien merasa berkeringat setelah
menggigil dan panas hilang. Panas dirasakan membaik hanya bila minum obat penurun

panas dan kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, bersifat hilang timbul dan nyeri di belakang mata sejak 5 hari SMRS Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya mual (+), muntah (+) 1 kali berisi cairan, dan nyeri ulu hati (+) sejak 3 hari SMRS. Keluhan lainnya adalah batuk kering sejak 5 hari SMRS. Nafsu makan pasien menurun. Pasien tidak ada keluhan perdarahan seperti mimisan, buang air besar hitam, gusi berdarah.

Sebelumnya pasien pergi dinas mendapat tugas di Papua selama 7 bulan. Sewaktu menetap disana, pasien pernah terkena malaria pada waktu 3 bulan yang lalu dan telah menjalani pengobatan selama 5 hari. Saat ini pasien merasa keluhan yang sama dan dirasakan demam menggigil. Setelah pulang dari Papua, pasien mulai merasakan gejala demam tersebut. Pasien tidak pernah mendapat tranfusi darah. Saat ini pasien mengeluh demam (+), sesak (-), batuk (+), pusing (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+). BAK tak ada keluhan. BAB mencret 2 kali/hari dan konsistensi cair.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama 3 bulan yang lalu dan sudah menjalani pengobatan selama 5 hari di Puskesmas dan didiagnosis malaria (+). o Riwayat hipertensi o Riwayat diabetes melitus o Riwayat penyakit jantung o Riwayat penyakit ginjal o Riwayat alergi o Riwayat asma : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga o Riwayat hipertensi o Riwayat diabetes melitus o Riwayat penyakit jantung o Riwayat penyakit ginjal o Riwayat alergi o Riwayat asma : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

2.5. Riwayat Kebiasaan o Riwayat merokok o Riwayat alkohol o Riwayat minum kopi : 3 bungkus / hari : tidak ada : 1 cangkir / hari

2.6. Riwayat Sosio Ekonomi


2

o Cukup

2.7 Riwayat Pernikahan o Sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Keadaan umum Kesadaran Status gizi BB TB IMT : 65 kg : 170 cm : 22,49 kg/m2 : tampak sakit sedang : compos mentis :

Tanda-tanda Vital Tekanan darah : 120/70 mmHg (tensi pada tangan kanan, posisi pasien tiduran) Nadi Pernapasan Suhu : 92 x/menit, reguler, : 20 x/menit, reguler : 39 oC

Aspek kejiwaan Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir : wajar : biasa : wajar

Status Regional-sistemik Kulit : warna sawo matang, turgor cukup, ikterik (-). Kepala : normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok, tidak terdapat benjolan, fraktur. Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor, diameter 3mm, terletak di tengah, reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, gerak bola mata bebas ke segala arah Telinga : normotia, simetris, serumen (+/+), liang lapang, membran timpani intak. Hidung : septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-), konka hiperemi (-)
3

Mulut : mukosa bibir kering, oral hygiene cukup, tidak sianosis (-), lidah tremor (-), kotor (-), gusi tidak berdarah, uvula di tengah. Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil (T1-T1 tenang).

Pemeriksaan Leher Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening leher tidak membesar, JVP 5-2 cm H2O

Pemeriksaan Toraks Pulmo Inspeksi : simetris pada keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis(-) Palpasi : fremitus taktil simetris pada kedua hemithorax. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : suara nafas vesikular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-

Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea mid clavicula sinistra Perkusi : batas kanan : ICS IV linea sternalis dekstra; batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra; pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Pemeriksaan abdomen Inspeksi : datar, tidak tampak massa, sikatriks (-), venektasi (-), spider nevi (-). Auskultasi : bising usus (+) normal, bising usus 6x/menit. Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium dan hipochondrial kanan (+), hepar teraba 2-3 cm dari bawah arkus costa, lien tidak teraba adanya pembesaran Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen secara sistematis.

Pemeriksaan Ekstremitas Akral hangat (-), udem (-), sianosis (-), CRT <2 detik.

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
4

Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hematologi Rutin Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Kimia Klinik Bilirubin Total SGOT (AST) SGPT (ALT) Protein Total Albumin Globulin Kolesterol Total Trigliserida Ureum Kreatinin Asam Urat Glukosa Darah (Puasa) Glukosa Darah (2 jam PP) Glukosa Darah (Sewaktu) Natrium Kalium 36 0,9 187 37 1,0 4,1 84 105 113 137 3,7 141 3,1 0,89 19 37 6,2 3,3 2,90 112 6/11/12 11:08:13 13.0 37 4,6 7700 31000 90 31 34 6/11/12 17:14:55 12.4 37 4,1 6700 28000 90 30 34 7/11/12 06:07:16 11.9 35 3,9 6600 42000 89 30 34 Hasil 7/11/12 09:49:45 11.7 35 3,8 6650 38000 91 31 34 7/11/12 16:47:28 11.7 34 3,9 6800 38000 88 30 34 8/11/12 06:04:15 11.0 32 3,6 7100 45000 88 30 34 9/11/12 05:45:18 10.6 31 3,5 6300 60000 88 30 34

Nilai rujukan

13-18g/dl 40-52% 4,3-6,0 juta/ul 4800-10800/ul 150rb-400rb/ul 80-96 fl 27-32 pg 32-36 g/dl

<1,5 mg/dL <35 U/L <40 U/L 5 8,5 g/dL 3,5 5 g/dL 2,53,5 g/dL <200 mg/dL

<160 mg/dL 20-50 mg/dL 0,5-1,5 mg/dL 3,5-7,4 mg/dL 70-100 mg/dL <140 mg/dL

135-145mEq/l 3,5-5,3mEq/l

Klorida

100

103

97-107mEg/l

Urinalisis pH Berat Jenis Protein Glukosa Bilirubin Nitrit Keton Urobilinogen Eritrosit Leukosit Torak Kristal Epitel Lain - lain 8,0 1,015 -/Negatif -/Negatif -/Negatif -/Negatif -/Negatif Positif 1 0-1-0 2-1-2 -/Negatif -/Negatif +/Positif 1 -/Negatif 4,6 8,0 1,010 1,030 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif NegatifPositif 1 <2/LPB <5/LPB Negatif/LPK Negatif Positif Negatif

Jenis Pemeriksaan Hematologi Malaria P. Falciparum Tropozoit Schizon Gametosit Negatif Negatif Negatif Positif 120/200LK 4/200LK 10/200LK Negatif 7/11/12 09:49:45

Hasil 8/11/12 09:25:34 Nilai Rujukan

Negatif Negatif Negatif Positif 67/200LK Negatif 16/200LK Negatif


6

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

P.Vivax Tropozoit Schizon Gametosit

P. Malariae

Tropozoit Schizon Gametosit

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

P. Ovale Tropozoit Schizon Gametosit

Imunoserologi Anti Dengue IgG/IgM Anti Dengue IgM Anti Dengue IgG

Hasil 6/11/12 negatif negatif

Nilai Rujukan

negatif negatif

V.

RESUME Pasien Tn. Z berusia 38 tahun datang dengan keluhan demam menggigil sejak 3 hari SRMS. Pasien merasakan berkeringat sekali setelah menggigil. Pasien juga mengeluh adanya demam, pusing, sakit kepala, nyeri belakang mata. Nafsu makannya menurun, lemas (+), mual (+), muntah (+) 1 kali berisi cairan, nyeri ulu hati (+) sejak 3 hari SMRS. Keluhan perdarahan seperti mimisan, buang air besar hitam, gusi berdarah (-). Pasien memiliki riwayat dinas di papua 1 bulan lalu. BAK tak ada keluhan. BAB mencret 2 kali/hari dan konsistensi cair. Pada pemeriksaan fisik pasien compos mentis, tampak sakit sedang. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 120/70 mmHg, RR : 20 x/menit, nadi : 92 x/menit, suhu : 39 oC. Konjungtiva pucat (+). Hepar teraba 2-3 cm dari bawah arcus costa, lien tidak teraba adanya pembesaran, nyeri tekan (+) epigastrium dan hipochondrial kanan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin : 12.4, hematokrit : 37 %, eritrosit : 4,1 dan trombosit : 28000.

VI.

DAFTAR MASALAH 1. Malaria Vivax dd/ dengue fever


7

2. Anemia 3. Hipokalemia 4. Hipoalbuminemia

VII. PENGKAJIAN MASALAH 1. Malaria Vivax Anamnesis Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan sepanjang hari dan dirasakan sampai mengigil terutama malam hari. Pasien merasakan berkeringat sekali setelah menggigil. 7 bulan yang lalu pasien pergi dinas di Papua. Setelah pulang dari papua, pasien baru mulai merasakan gejala demam menggigiltersebut. Pemeriksaan fisik Tekanan darah Nadi Frekuensi napas Suhu Mata : 120/70 mmHg : 92 x / menit : 20 x/menit : 39oC : Konjungtiva pucat (+/+)

Hepar teraba 2-3 cm dari BAC, lien tidak teraba adanya pembesaran Nyeri tekan (+) epigastrium dan hipochondrial kanan.

Pemeriksaan laboratorium Hematologi : - Hb : 12,4 - Ht : 37% - Eritrosit : 4,1 - Trombosit : 28000 Pada pemeriksaan sediaan darah hapus menunjukkan hasil positif jenis malaria vivax. Asessment : Malaria Vivax Penatalaksanaan : Rencana diagnostik: Cek DPL/24 jam Differential count

Urine lengkap Ureum/ creatinin Tes fungsi hati : SGOT/SGPT Elektrolit Cek apusan darah tebal dan tipis

Rencana terapi: IVFD NaCl 0,9% 500 ml/6 jam Diet lunak 1700 kcal/hari Minum ad libitum Omeprazole 1 x 1 amp Paracetamol 3 x 500 mg Primakuin 1 x 15 mg

Dengue Fever Anamnesis Pasien mengalami demam (+), sakit kepala

Pemeriksaan laboratorium Leukopenia, trombositopenia, hematokrit menurun IgG dan IgM dengue (-) 2. Anemia Anamnesis Pasien mengeluh lemas (+), nafsu makan menurun (+) Pemeriksaan fisik Mata : konjungtiva pucat +/+ pada kedua mata dan telapak tangan pucat

Pemeriksaan laboratorium Hematologi : - Hemoglobin : 10.6 - Hematokrit : 31 - Eritrosit : 3,5 Asessment : Anemia Penatalaksanaan :
9

Rencana diagnostic : Cek DPL/24 jam

3. Hipokalemia Anamnesis : muntah (+), BAB mencret, konsistensi cair Pemeriksaan laboratorium : Kalium : 3,1 Asessment : Hipokalemia ec gastrointestinal loss Penatalaksanaan : Rencana Terapi : IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam

4. Hipoalbuminemia Anamnesis : (-) Pemeriksaan laboratorium : Albumin : 3,3 Asessment : Hipoalbuminemia Penatalaksanaan :

FOLLOW UP Tanggal 7 November 2012 S : Demam (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) O : Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : tampak sakita sedang Kesadaran : compos mentis Tanda vital : TD : 110/70 mm Hg RR : 20 x/menit Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Hemoglobin Hematokrit 7/11/12 pk 09:49:45 11.7 35
10

Nadi : 96 x/menit Suhu : 380C

Nilai rujukan 13-18g/dl 40-52%

Eritrosit Leukosit Trombosit

3,8 6650 38000

4,3-6,0 juta/ul 4800-10800/ul 150rb-400rb/ul

P.Vivax Tropozoit Schizon Gametosit

Positif 120/200LK 4/200LK 10/200LK 6/11/12 negatif negatif

Negatif Negatif Negatif Negatif

Anti Dengue IgG/IgM Anti Dengue IgM Anti Dengue IgG

negatif negatif

A : Malaria Vivax P : Rencana diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam Pemeriksaan urinalisis Rencana Terapi : Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala) Coartem 3 x 4 tablet (H 1) 2 x 4 tablet (H 2) Doksisiklin 2 x 100 mg Ordansentron 3 x 4 mg

Tanggal 8 November 2012 S : Demam (+) menurun, sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) O : Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : tampak sakita sedang Kesadaran : compos mentis Tanda vital : TD : 110/70 mm Hg RR : 20 x/menit Nadi : 88 x/menit Suhu : 36,90C
11

Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit 8/11/12 pk 06:04:15 11.0 32 3,6 7100 45000 Nilai rujukan 13-18g/dl 40-52% 4,3-6,0 juta/ul 4800-10800/ul 150rb-400rb/ul

P.Vivax Tropozoit Schizon Gametosit

Positif 67/200LK Negatif 16/200LK

Negatif Negatif Negatif Negatif

A : Malaria Vivax P : Rencana diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam Pemeriksaan urinalisis Rencana Terapi : Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala) Coartem 3 x 4 tablet (H 1) 2 x 4 tablet (H 2) 2 x 4 tablet (H 3) Doksisiklin 2 x 100 mg Ordansentron 3 x 4 mg

Tanggal 9 November 2012 S : Demam (-), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) O : Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : tampak sakita sedang Kesadaran : compos mentis
12

Tanda vital : TD : 110/80 mm Hg RR : 20 x/menit Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit

Nadi : 80 x/menit Suhu : 360C

9/11/12 pk 05:45:18 10.6 31 3,5 6300 60000

Nilai rujukan 13-18g/dl 40-52% 4,3-6,0 juta/ul 4800-10800/ul 150rb-400rb/ul

A : Malaria Vivax P : Rencana diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam Pemeriksaan urinalisis Rencana Terapi : Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala) Omeprazole 2 x 20 mg Arterakin 1 x 4 tablet Primaquin 15 mg 1x 1 tablet selama 3 hari

VIII. PROGNOSIS : Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam

13

Bab II TINJAUAN PUSTAKA MALARIA VIVAX

I.

DEFINISI Adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

II.

ETIOLOGI Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata). Parasit Malaria yang terdapat di Indonesia Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria). Plasmodium malariae pemah juga
14

dijumpai pada kasus kami tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pariah dilaporkan dijumpai di Man Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Man Jaya).

III. EPIDEMIOLOGI Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena memengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan KLB. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 70% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota. yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/Kota merupakan wilayah endemik malaria. Jumlah kabupaten/ kota endemic tahun 2004 sebanyak 424 dari 579 kabupaten/ kota, dengan perkiraan persentase penduduk yang berisiko penularan sebesar 42.42%.

Penduduk (i) Total penduduk (semua umur)

Jumlah Perkiraan 226.063.000

Tahun 2005

Sumber Data UN Population Division

(ii) Perkiraan menurut kelompok penduduk Penduduk dengan resiko 107.000.000 2005 Depkes

malaria (semua umur) Wanita hamil dengan resiko malaria Balita dengan resiko malaria Perkiraan jumlah episode 14.980.000 15.000.000 2005 2005 Depkes Depkes,WHO 3.210.000 2005 Depkes

malaria per tahun Jumlah episode malaria yang dilaporkan per tahun Kematian malaria per tahun (semua umur) Mortalitas balita (per 1000) Jumlah kelambu di seluruh negeri Proporsi kelambu UN = United Nation; WHO= World Health Org; DHS (Sumber : R7-GFATM, 2007) balita terlindung 17 % 2005 Depkes 38 3.100.000 2004 2007 DHS Depkes, UNICEF 40.000 2003 Depkes 2.200.000 2006 Depkes

Malaria di Jawa-Bali

15

Seluruh malaria klinis pada tahun 2004 di Jawa-Bali dilakukan pemeriksaan sediaan darah, sedangkan di luar Jawa-Bali baru mencapai 26.35%. Dijawa Bali semua penderita klinis malaria sudah dilakukan konfirmasi dengan laboratorium, baik secara mikroskopis atau dengan pemeriksaan rapid diagnostic test. Upaya penemuan penderita juga dilakukan, baik secara pasif di fasilitas kesehatan yang ada maupun secara aktif dengan pencarian penderita oleh juru malaria desa di desa-desa yang endemis malaria. Di Jawa Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) yaitu 0,95 pada tahun 2005, meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16 pada tahun 2008. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosa. Hal ini tampak dari serina terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria. Malaria diluar Jawa dan Bali Diluar Jawa dan Bali, penderita klinis malaria yang datang ke fasilitas kesehatan hanya 20-50% yang dilakukan pemeriksaan laboratorium. Angka Klinis Malaria per 1000 penduduk yang dikenal dengan Annual Malaria Incidence (AMI) selama tahun 2006 sebesar 23.98% atau secara umum menunjukkan kecenderungan yang menurun selama 2000-2006, namun meningkat jika dibandingkan 2002-2004 dan menurun lagi jika dibandingkan tahun 2005. Jumlah penderita positif malaria di luar Jawa Bali diukur dengan Annual Malaria. Incidence menurun dari 24,75 pada tahun 2005 menjadi 23.98 pada tahun 2006 menjadi 19,67 pada tahun 2007 dan 17,7 pada tahun 2008. Angka kematian karena malaria berhasil ditekan dan 0,92 % pada tahun 2005 menjadi 0,42 % pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,2 % pada tahun 2007 Sedangkan tahun 2008 kasus kematian yang dilaporkan 19 orang. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan un!uk mernutus mata rantai penularan malaria. Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali adanya kasus resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu kasus resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas. Sejak tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi parasit P.falciparum terhadap klorokuin dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.
16

Penelitian - penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes dan Lembaga penelitian lainnya telah ditemukan adanya resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah di Indonesia (Bangka, Papua). Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria. Oleh sebab itu, upaya untuk menanggulangi resistensi beberapa obat anti malaria (multiple drugs resistance), pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP terhadap Plasmodium yaitu kombinasi artemisinin (artemisinin combination therapy) yang biasa disebut dengan ACT. Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria : 1. Artesunate Amodiaquin 2. Dihydroartemisinin - Piperaquin (pada saat ini khusus digunakan di Papua dan wilayah khusus lainnya) Kombinasi Dihydroartemisinin - Piperaquin pada saat ini telah dilakukan penelitian di Timika (Papua). Dengan efikasi lebih dari 95 % dan efek samping yang lebih rendah/sedikit dibanding Artesunat - Amodiaquin. Selanjutnya obat tersebut diharapkan dapat digunakan di seluruh Indonesia terutama jika terjadi efek samping terhadap obat Artesunate - Amodaquin. Dengan adanya perubahan tersebut, maka dianggap perlu dibuat pedoman baru penatalaksanaan kasus malaria dengan menggunakan terapi kombinasi artemisinin tersebut.

IV. SIKLUS HIDUP MALARIA

17

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Frames/MR/Malaria/body_Malaria_page1.htm#LifeCy cle Siklus hidup Plasmodium malaria: 1. 2. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk. Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia

a. daur dalam darah (skozogoni eritrosit) b. daur dalam sel parenkim hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit)

Dalam tubuh nyamuk: Berkembang secara seksual (sporogoni). Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di ludah nyamuk jenis anopheles Dalam lambung nyamuk makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikro-gamet yang akan membentuk zygote, disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Sporozoit dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ektrinsik. Cara infeksi dapat melalui gigitan nyamuk atau melalui transfusi darah.

Dalam tubuh manusia: Parasit berkembang secara asexual (schizogoni). Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di hati manusia. Sporozoit yang dimasukan kedalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk kedalam peredaran darah dan setelah jam bersarang dihati dan membentuk siklus pre18

eritrosit : trofozoitSchizontmerozoit. Siklus ini berlangsung beberapa hari dan tidak menimbulkan gejala. Merozoit sebagian masuk kembali kedalam hati meneruskan siklus ekso-eritrosit, sebagian masuk kedalam aliran darah (eritrosit) untuk memulai siklus eritrosit : merozoittrofozoit muda (bentuk cincin)trofozoit tuaschizontschizont pecahmerozoit memasuki eritrosit baru. Sebagian merozoit memulai dengan gametogoni membentuk mikro dan

makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.

Plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falciparum, P vivax , P.ovale dan P. malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. 1. Parasit berkembang biak secara aseksual dalam tubuh manusia. Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia. sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama lebih kurang 1/2 jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam set hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.00030.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut.siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu Pada P vivax dan P ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam set hati selama berbutan-butan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi set darah merah. Di dalam set darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi set darah merah tainnya.

19

Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi set darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Waktu antar masuknya sporozoit sampai timbulnya gejala disebut masa tunas intrinsik yang lamanya antara 8-29 hari; tergantung dari daya tahan tubuh dan spesies plasmodium (pada plasmodium falciparum sangat pendek). 2. Parasit berkembang biak secara seksual dalam tubuh nyamuk. Dalam lambung nyamuk, makrogametosit dan mikrogametosit berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet, yang akan membentuk zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak. Sporozoit ini dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung gematosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya disebut masa tunas ekstrinsik. Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, garnet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus din-ding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik Manusia merupakan hospes perantara sedangkan nyamuk adalah hospes definitif untuk infeksi plasmodium ini. Siklus kehidupan aseksual (skizogoni) ditemukan pada manusia, sedangkan siklus kehidupan parasit yang seksual (sporogoni) ditemukan pada nyamuk. Dalam siklus aseksual 1 eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6-32 merozit pada setiap kejadian sporulasi. Infeksi oleh plasmodium malaria merupakan infeksi yang paling ringan, hanya eritrosit matang yang diserang, siklus aseksual berlangsung 72 jam, jadi setelah 72 jam timbul generasi baru (merozoit) yang akan menyerang eritrosit yang lain. Jumlah merozoit pun hanya 6-12 saja dari hasil sporulasi dalam 1 eritrosit. Hanya terjadi 12% saja eritrosit yang terinfeksi (parasitemia). Infeksi, oleh plasmodium falciparum
20

merupakan yang terberat, karena parasit ini menyerang baik retikulosit maupun eritrosit matang, skizogoni berlangsung cepat dalam 36-48 jam. Dari 1 eritrosit dihasilkan banyak merozoit (20-30 merozoit). Selain itu juga terjadi perubahan fisik pada eritrosit yang tidak dijumpai pada infeksi plasmodium lainnya yaitu eritrosit yang terinfeksi lebih mudah saling melekat pada endotel kapiler, membentuk trombus (aglutinasi) eritrosit yang terinfeksi jadi lebih tipis, lebih besar diameternya dan mudah pecah di dalam sistem retikuloendotelial. Pada setiap adanya destruksi eritrosit timbul demam yang paroxismal periodik mungkin timbul karena reaksi alergi terhadap zat pirogen yang memang bebas pada waktu sporulasi perjalanan khas demam malaria. Ketiga stadium pada gambar tersebut berlangsung 3-4 jam, kadang-kadang 6-12 jam, lalu disusul periode tidak demam (apireksia). Juga terjadi vasokonstriksi disusul vasodilatasi yang seirama dengan rasa menggigil dan demam. Pada infeksi oleh plasmodium falciparum, vasodilatasi ini dapat disertai dengan hipotensi. Banyaknya eritrosit yang pecah menimbulkan anemia. Pigmen malaria (hemozoria) akan diambil oleh leukosit sigmen dan monosit lalu dideposit ke dalam trabekula dan pulpa merah limpa dan sistem retikulendotelial lainnya (hati dan otak). Limpa akan membesar karena kongesti dan hiperplase sistem retikuloendotelial. Pada infeksi plasmodium falciparum, terdapat gangguan sirkulasi yang berat dan anemia berat. Gejala-gejalanya disebut komplikasi pernisiosa, yaitu hiperpirexia malaria serebral, ikterus/hepatitis, black water fever (demam kencing hitam) dan anekrosis tubuliakur. Apabila seseorang telah terinfeksi Plasmodium gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.Gejala awalnya seringkali berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil, bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (malaise). Kadang gejalanya diawalidengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini berlangsung selama 2-3 hari dan sering diduga sebagai gejala flu. Pola penyakitnya pada keempat jenis malaria ini berbeda. (Riyanto, PN.2000). Pada malaria falciparum bisa terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu komplikasi yang disebut malaria serebral. Gejalanya adalah demam minimal 40oC, sakit kepala hebat, mengantuk, delirium (mengigau). Malaria serebral bisa berakibat fatal. Paling sering terjadi pada bayi, wanita hamil dan pelancong yang baru datang dari daerah malaria. Pada malaria vivax, mengigau bisa terjadi jika demamnya tinggi, sedangkan gejala otak lainnya tidak ada. Pada semua jenis malaria, jumlah sel darah putih total biasanya
21

normal tetapi jumlah limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak diobati, biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa. Kadar gula darah bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin. Jika sejumlah kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malariabersifat menetap. Gejalanya adalah apati, sakit kepala yang timbul secara periodik, merasa tidak enak badan, nafsu makan berkurang, lelah disertai serangan menggigil dan demam. Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dari serangan pertama. Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi. Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah. Sel yang pecah melepaskan pigmen merah (hemoglobin) ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air kemih dan merubah warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu terjadi pada penderita malaria falciparum menahun, terutama yang mendapatkan pengobatan kuinin.(Riyanto, PN.2000). Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan, maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan sediaan darah.

Masa Inkubasi Penyakit Malaria Plasmodium P. falciparum P. vivax P. ovale P. malariae Masa 9-14 12-17 16-18 18-40 Inkubasi (12) (15) (17) (28)

Perbedaan Morfologis Dari Keempat Jenis Malaria P. vivax 1. Siklus pra-eritrosit 2. Sikus Eritorit 3. Dalam Eritrosit : Titik schuffner + + + 8 hari 48 jam P. Falciparum 6 hari 36-8 jam P. Malariae 15-21 hari 72 jam P. Ovale 15 hari 48 jam

22

4.

Titik Maurer Bentuk oval eritrosit Parasit darah tepi

+ -

- Semua bentuk pada + jarang jarang 14-24 Jarang + + + 20-32 + + + + 6-12 8-12 + + Bentuk akole dengan 2 inti - Bentuk pita - Gametosit berbentuk pisang 5. Jumlah Morozoit

- Bentuk, cincin

V. PATOGENESIS Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang selse makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macan sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/ovale 48 jam, dar P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari P. vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P malariae demam timbul selang waktu 2 hari. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikulo endotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis
23

Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa padaeritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis set darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi set darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah se darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dar P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu terkumpulnya eritrosit yang berparasit di dalam pembuluh darah kapiler. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga diperberat oleh proses terbentuknya "rosette" yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan set darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-rned:ator antara lain sitokin (TNF, interleukin), di mana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu. Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karenasel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalamkapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapatterjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.

VI. PATOGENESIS MALARIA VIVAX

24

Apabila dibandingkan dengan P. falciparum, P. vivax memiliki waktu inkubasi yang lebih panjang (12 hari sampai beberapa bulan), memiliki siklus eritrosit yang serupa (4248 jam) dan memproduksi merozoit yang lebih sedikit per skizon. Secara umum diketahui bahwa P. vivax membutuhkan duffy antigen yaitu sebuah reseptor yang diperlukan untuk menginvasi eritrosit pejamu. Pada manusia yang tidak mempnyai antigen ini, akan menjadi resisten terhadap infeksi tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa P.vivax tidak terdapat di Afrika Barat, daerah yang sangat tinggi malarianya namun tidak memiliki antigen Duffy. Selain itu P. vivax lebih menyerang sel darah merah muda apabila dibandingkan dengan P. falciparum yang menyerang eritrosit pada semua usia. Kadar parasitemia yang rendah ditemukan pada pasien dengan gejala demam pada malaria tertian benigna (P. vivax) dibandingkan dengan P. falciparum. P. vivax dapat menginduksi demam dengan kadar parasitemia yang lebih rendah daripada P. falciparum. Hal ini berkaitan dengan respon inflamasi dari pejamu yang teraktivasi lebih besar saat terinfeksi dengan P. vivax, dengan kadar TNF- yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi P. falciparum dengan kadar parasitemia yang sama. Selain itu, P. vivax juga daapt lebih mudah ditemukan pada apusan darah tepi pada semua stadium. Perbedaan dengan P. falciparum yaitu pada stadium lanjut sulit ditemukan pada darah perifer. Hal ini menunjukkan terjadinya cytoadherence pada venule pos-kapiler. Proses tersebut merupakan faktor fundamental terjadinya malaria berat dan malaria plasenta. P. vivax pada stadium dewasa cenderung menjadi tidak berbentuk dan biasanya tidak akan terjadi cytoadherence atau sekuester di mikrovaskular. Hal ini menunjukkan alasan bahwa P. vivax lebih jarang menimbulkan malaria berat dari pada infeksi P. falsiparum. Hal-hal yang beru ini ditemukan cukup menarik adalah sel darah merah yang terinfeksi P. vivax akan menjadi sekuester di beberapa organ, salah satunya adalah paru. Salah satu yang paling penting dalam membedakan spesies plasmodium yang menginfeksi manusia adalah kemampuan untuk relaps pada P. vivax dan P. ovale setelah diobati dari infeksi awalnya. Sebagian sporozoit tidak langsung berkembang secara cepat untuk menginvasi hepatosit. Sporozoit tesebut cenderung dorman dalam hati dalam bentuk hipnozoit, dalam waktu yang cukup lama dan menyebabkan infeksi yang rekuren. Galur P. vivax yang berasal dari daerah geografis yang berbeda-beda cenderung mempunyai pola relaps yang juga berbeda, menunjukkan kemampuan adaptasi dari lingkungan pada daerah tersebut sehingga mengoptimalkan transmisi dari parasit. Galur pada daerah tropis ditandai dengan infeksi primer yang diikuti dengan relaps dengan jarak 3-6 minggu. Pada daerah yang dingin, infeksi primer cenderung terjai lebih lambat
25

dengan interval hingga 1 tahun dan jarak relaps yang lebih lama dan lebih sedikit dikarenakan transmisi pada nyamuk sebagai vektor tidak dimungkinkan. Kemampuan P. vivax untuk relaps membuat eradikasi menjadi lebih sulit. Am J Trop Med Hyg. Author manuscript; available in PMC 2009 March 10. Plasmodium vivax infeksi telah lama dianggap penyakit jinak dan sembuh dengan sendirinya, terutama bila dibandingkan dengan Plasmodium falciparum infeksi di negara-negara Afrika. Meskipun demikian, P. vivax bertanggung jawab hingga 400 juta infeksi setiap tahun, mewakili spesies plasmodium paling luas. Plasmodium vivax mewakili sebagian besar kasus malaria dalam Amazon Brazil, dan prevalensi infeksi asimtomatik sangat tinggi. Secara historic, malaria berat akibat plasmodium vivax sangat langka, dan didokumentasikan secara eksklusif oleh laporan kasus atau serangkaian kasus kecil . Bukti terbaru dari penelitian yang lebih besar dilakukan di Melanesia telah diperkuat asosiasi antara malaria vivax yang ditemukan komplikasi parah, dan juga kematian. komplikasi berat yang terkait dengan vivax malaria juga telah dilaporkan di wilayah Amazon. Pada penelitian ditemukan kaitan yang kuat antara pengingkatan CRP plasma, serum kreatinin, bilirubin, dengan tingkat keparahan penyakit. Pada pasien yang skor HIP (Hepatic-Inflammatory Parasitic) tinggi ditemukan peningkatan rasio IFNgamma/IL-10. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat inflamasi secara general yang terjadi secara sistemik pada beberapa kasus malaria vivax yang menjelaskan keparahan dari gejala klinis tersebut. Hal ini menunjukkan pross inflamasi terjadi seimbang dengan derajat keparahan dari gejala klinisnya. Pada observasi ditmeukan perbaikan klinis pada pasien merupakan akibat dari penurunan inflamasi secara general. Andrade et al. Malaria Journal 2010, 9:13 http://www.malariajournal.com/content/9/1/13.

VII. GEJALA KLINIS Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya, transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (P. falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya. Manifestasi Umum Malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dm

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan


26

prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan ovale, sedang pada P. falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak. Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria " secara berurutan: periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P. malariae. Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anaemia ialah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran impa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan theological dari eritrosit yang terinfeksi.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah: Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan immunitas penderita. Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

27

Recrudescense: berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Relapse atau Rechute: ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovale.

Manifestasi Klinik Malaria Tertiana/ M.Vivax/ M.Benigna. Inkubasi 12-17 hari, ladang-kadang lebih panjang 12 - 20 hari. Pada hari-hari pertama panas iregular, kadang-kadang remiten atau intemnten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya teejadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 714 hari. Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima palms mulai turun secara. krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relapse. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivaks juga dilaporkan di Irian Jaya dan di daerah lainnya. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.

VIII. DIAGNOSIS MALARIA Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat (RDT Rapid Diagnostik Test).

28

Anamnesis 1. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan: a) Keluhan utama demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, rnual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1 - 4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria d) Riwayat sakit malaria e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir f) Riwayat mendapat transfusi darah

2. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan dibawah ini a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat b) Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri) c) Kejang-kejang d) Panas sangat tinggi e) Mata atau tubuh kuning f) Perdarahan hidung, gusi atau saltiran pencernaan

g) Nafas cepat dan atau sesak nafas h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum i) j) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)

k) Telapak tangan sangat pucat

Pemeriksaan fisik 1. Demam (pengukuran dengan termometer > 37,5 C) 2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Pembesaran limpa (splenomegali) 4. Pembesaran hati (hepatomegali)

Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium I. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
29

negatip tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatip maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum tulang hanya untuk maksud akademis dan tidak sebagai cara diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Tetesan preparat darah tebal Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah. b. Tetesan darah tipis Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman atau Fields dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik. Kepadatan parasite a. Semi kuantitatif (-) (+) = = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB) positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
30

(++) (+++) (++++)

= = =

positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB) positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB) positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

b. Kuantitatif Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut 1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. 2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

II. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria. dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu. 1. Tes Antigen : P-F test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3 - 5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari

plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0 - 200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax. Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid Test). Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung : a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.

31

b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu a. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum. b. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi infeksi P. falciparum dan non falciparum. 2. Tes Serologi Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:2 dianggap sebagai infeksi baru; dan test > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test,

immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. 3. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

IX. DIAGNOSIS BANDING Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat. 1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut a. Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan empedu positif. b. Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit
32

dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif. c. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran bernafas antara lain: nafas cepat / sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor d. Leptospirosis ringan Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mat, muntah, conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Lepto dipstik positif. e. Infeksi virus akut lainnya. 2. Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut a. Radang otak (meningitis/ensefalitis) Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. b. Stroke (gangguan serebrovaskuler) Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain). c. Tifoid ensefalopati Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam tifoid lainnya. d. Hepatitis : Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5x. e. Leptospirosis berat Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika (penisilin). f. Glomerulonefritis akut atau kronik Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat. g. Sepsis
33

Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi. h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

X. PENATALAKSANAAN Lini pertama Malaria vivaks Pengobatan malaria vivax saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination Therapy) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP).

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur Hari Jenis obat 0-1 bulan Artesunat 1 Amodiakuin Primakuin 2 Artesunat Amodiakuin Artesunat Amodiakuin 1/4 1/4 1/4 1/4 1/4 1/4 2-11 bulan 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1-4 tahun 1 1 3/4 1 1 1 1 5-9 tahun 2 2 1 1/2 2 2 2 2 10-14 tahun 3 3 2 3 3 3 3 >15 tahun 4 4 2-3 4 4 4 4

Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB dan artesunat = 4 mg/kgBB Primakuin = 0.75 mg/kgBB Catatan: sebaiknya obat diberikan sesuai berat badan, karena jika tidak sesuai dengan berat badan akan menimbulkan efek samping yang lebih berat.

Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB.

34

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat. ditemukan keadaan sebagai berikut klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.

Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat: a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten). c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbui kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan lini kedua malaria vivaks

Kina + Primakuin

Kina tablet Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB/kali selama 7 hari. Dosis kina adalah 30 mg/kgBB/hari. Pemberian kina pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

Primakuin Dosis primakuin adalah 0.25 mg/kgBB per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivax yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.

Pengobatan lini kedua malaria vivaks/ovale . Hari H1-7 H1-14 Jenis obat Kina Primakuin Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-11 bulan 2-11 bulan 1 4 tahun 5 - 9 tahun 10 - 14 tahun 15 tahun *) *) 3 x
35

3x1

3x

3x3 1

*) Dosis diberikan kg/BB

Pengobatan malaria vivaks yang relaps Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD dapat dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

XI. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MALARIA Yaitu penyakit atau keadaan klinik yang sering dijumpai pada daerah endemik malaria yang ada hubungannya dengan infeksi parasit malaria yaitu Sindrom Splenomegali Tropik (SST), Sindroma Nefrotik (NS), Burkit Limfoma (BL).

Sindrom Splenomegali Tropik (SST) SST sering dijumpai dinegara tropik yang penyebabnya antara malaria, kala-azar, schistosomiasis, disebut juga Hyper-reaction Malarial Splenomegaly (Big Spleen Disease) SST berbeda dengan splenomegali karena malaria. Splenomegali karena malaria sering dijumpai di daerah endemik malaria dengan parasitemia intermiten dan ditemukan hemozoin (pigmen malaria) pada sistem retikulo-endotelial. Sering pada umur dewasa dengan terbentuknya imunitas, parasitemia menghilang dan limpa mengecil. Pada SST terjadi pada penduduk daerah endemik biasanya anak-anak, spleen tidak mengecil, bahkan membesar, terjadi peningkatan serum IgM and antibodi terhadap malaria. Etiologi diduga merupakan respon imunologik terhadap malaria dimana terjadi peningkatan dari IgM. Gejala klinik berupa bengkak pada perut karena splenomegali, merasa anoreksia, berat badan turun dan anemia. Pembesaran limpa nmencapai umbilikus sampai fossa iliaka (derajat 4-5 Hackett). Anemia biasanya normokromik-normositik dengan peningkatan retikulosit. Anemia hemolitik dapat terjadi pada kehamilan dengan SST,
36

sedangkan trombositopenia jarang menyebabkan manifestasi perdarahan. Kriteria diagnostik yang dipakai untuk menegakkan SST yaitu : Splenomegali (limpa > 10 cm bawah arcus costarum) dan anemia. Antibodi terhadap malaria meningkat IgM meningkat > 2 SD dari normal setempat Penurunan besarnya limpa, IgM dan antibodi setelah 3 bulan pengobatan kemoprofilaktis Limfositosis pada sinusoid hati Respons imunitas seluler dan humoral normal terhadap antigen. Respons limfosit normal terhadap Phytohaemagglutinin (PHA). Hipersplenisme terjadi hanya pada beberapa kasus dan berhubungan dengan besarnya splenomegali. Limfositosis perifer dan pada sumsum tulang. Volume plasma meningkat. Pengobatan : pemberian kemoprofilaktis dalam jangka waktu panjang akan menurunkan besarnya limpa dan immunogolbulin. splenektomi tidak dianjurkan karena mortalitas yang meningkat karena memudahkan terjadinya infeksi. tanpa pengobatan prognosis jelek, 50% meninggal dalam follow up.

Sindroma Nefrotik Sindrom nefrotik (SN) dengan gambaran karakteristik berupa albuminuria, hipoalbumin, edema dan hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada penderita anak-anak dengan infeksi plasmodium malariae. Gambaran patologi dapat bervariasi berupa penebalan setempat dari kapiler glomerulus, sklerosis sebagian, dan peningkatan sel-sel mesangial. Gambaran klinik penderita umumnya < 15 tahun, edema, proteinuria > 3 gr/24 jam, serum albumin < 3 g/dl, dan dijumpai asites. Hipertensi dan uremi dijumpai pada penderita SN dewasa dan jarang pada anak-anak. Komplikasi berupa infeksi, trombosis yang dapat menyebabkan kematian. Pengobatan secara konservatif dengan pemberian diuretika, diet, mengkontrol hipertensi dan mencegah infeksi. Pemberian steroid hanya bermanfaat pada lesi minimal dan biasanya mudah relaps. Apabila steroid
37

tidak berhasil dapat dicoba dengan siklofosfamid, azathioprin. Pemberian hanya obat anti-malaria pada SN oleh karena malaria tidak menunjukkan manfaat, akan tetapi penulis lain menyatakan perbaikan yang dramatik. Akan tetapi Giles dalam penelitian di Nigeria mengobati SN dengan anti malaria selama 6 bulan ternyata tidak membawa hasil. Burkitts Limfoma (BL) Pada daerah piper atau holo-endemik malaria sering dijumpai Burkitt's limfoma yaitu merupakan tumor limfosit B. Terjadinya tumor ini belum diketahui, diduga gangguan pada sel-sel penolong/supresi T dipengaruhi oleh P. falciparum sehingga sel limfosit kurang menghambat pembiakan virus Epstein Barr. BL sering dijumpai pada usia 2 - 16 tahun dengan puncak pada usia 4 dan 9 tahun, dan pria lebih sering dari wanita. Tumor dijumpai pada rahang atau massa pada perut, ovarium, ginjal dan kelenjar limfe mesenterial. Tumor dapat berkembang dengan cepat, ukuran dapat menjadi dobbel dalam 3 hari dan pada gastro intestinal dapat memberikan tanda-tanda obstruksi. Pengobatan dengan sitostatika memberikan survival yang panjang kira-kira 50%.

XII. PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemoprofilaktis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara : 1). Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida : pemethrin atau deltamethrin). 2). Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents) : gosok, spray, asap, elektrik; 3). Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/ stocking). Nyamuk akan menggigit diantara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m; 4). Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti-nyamuk. Bila akan di gunakan kemoprofilaktis perlu di ketahui sensitivitas plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup profilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphosphat) tiap minggu 1 minggu Sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini jugs dipakai pada wanita hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah (sering
38

terinfeksi malaria). Pada daerah denganresisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/ minggu ditambah proguanil 200 mg/hari. Obat bans yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin, Atovaquone/Proguanil (Malarone) dan Azitromycin. Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P.falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi tehadap P. falciparum. Pada dasamya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pemah dicoba ialah SPF-66 atau yang dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujauan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga dtharapkan infeksi tidak terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada manusia tampahnya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun demikian uji lapangan sedang dalam persiapkan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal ialah vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalen (terdiri beberapa antigen) sehingga memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan memberikan respon terbaik dan harga yang kurang mahal.

XIII. PROGNOSIS Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, nisalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI, 2006.h.1754-66 2. 3. 4. 5. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Gebrak Malaria. Jakarta : , 2010 Malaria. Jakarta : EGC http://www.malariajournal.com/content/9/1/13. http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Frames/MR/Malaria/body_Malaria_page1.htm#Lif eCycle 6. Harijanto, Pn. MALARIA: dari molekuler ke Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008.h.1-8

40

Anda mungkin juga menyukai