Anda di halaman 1dari 4

4.8 Penatalaksanaan Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada anemia ini berhasil.

Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga diterapi. Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1]. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan memberikan hasil yang diinginkan. 2]. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara: 1. Oral : Preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang ter sedia berupa: - Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain. (Metha A, Hoffbrand AV, 2000,p.33) - Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama. - Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kirakira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial. ( Bakta IM, 2007, hal 26- 39; Hoffbrand AV, et al, 2005, hal 25-34). 2. Parenteral

Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik dengan terapi besi peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.(Bakta IM, 2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25- 34) Ada beberapa contoh preparat besi parenteral: - Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan dilakukan berulang. - Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus. (Hoffbrand AV, et Al, 2005, hal 2534) Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara infus harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. (Bakta IM,2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68) Dosis besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM, perhitungannya memakai rumus sebagai berikut: (2007, hal 26-39) Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3 3] Terapi lainnya berupa: (Bakta IM, 2007, hal 26- 39; Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p.32-33)

1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani. 2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg. 3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali dengan indikasi tertentu. 4.9 Prognosis 4.10 Pencegahan Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang tingkat pendidikan dan factor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. (Cielsa B, 2007, p. 65-70) Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropic.

Daftar Pustaka Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company. Handayani W, Hariwibowo AS. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Klien Gangguan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika . Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta.Hematologi. Jakarta: EGC. Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK Unair. Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 .Widmans Clinical Interpretation of Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company . Sudoyo A W, Bambang Setiyohadi et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Theml Harald, MD. et all. 2004. Color Atlas Hematology Practical Microscopic And Clinical Diagnosis. New York: Thieme.

Anda mungkin juga menyukai