Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN Latar Belakang Tingginya tingkat penebangan hutan akibat penggunaan kayu sebagai bahan baku berbagai industri

perkayuan menyebabkan perlunya mengganti serat alam dari kayu dengan serat alam non-kayu untuk bahan penguat. Serat alam nonkayu memiliki keuntungan diantaranya yaitu kemudahan dipanen dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan pohon kayu, serta kemudahannya dibudidayakan. Serat alam berlignoselulosa yang berasal dari sumber daya alam tentunya bersifat dapat diperbaharui. Selain itu serat yang berasal dari bahan non-kayu tersedia sangat melimpah di bumi, misalnya bambu, sisal, kenaf, rami dan lainlain. Untuk bambu sendiri jumlahnya sudah sangat melimpah sebagai serat alam berlignoselulosa dari non kayu, dimana menurut Berlian dan Rahayu (1995) di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1500 spesies bambu dan di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinocholoa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Serat alam mempunyai sifat mekanik yang baik dan lebih murah dibandingkan serat sintetik (Oksman et al., 2003). Selain itu sebagai material papan komposit, serat alam juga harus memiliki sifat sebaik kayu. Menurut Liese (1980) dalam Ganie (2008) ditinjau dari struktur anatomi dan komposisi kimia, elemen-elemen penyusun bambu hampir sama dengan elemen-elemen penyusun kayu. Sehingga secara otomatis komposisi kimia serat bambu dapat memiliki sifat

Universitas Sumatera Utara

sebaik serat kayu. Dengan demikian serat bambu dapat direkomendasikan sebagai bahan baku papan serat. Papan serat adalah papan tiruan yang dibuat dari serat kayu atau lignin selulosa lain, yang ditekan oleh kempa plat/rol. Bahan perekat atau bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat papan seperti sifat mekanis, ketahanan kelembaban, ketahanan terhadap api maupun serangga (FAO 1998 dalam Sudarsono et al., 2010). Ketahanan papan serat dalam menolak penyerapan air sering sekali menjadi hambatan penggunaan papan serat sebagai produk eksterior, salah satu contoh papan serat akasia hasil penelitian Tambunan (2010) dapat diketahui bahwa daya serap airnya lebih dari 100%. Untuk itu pada pembuatan papan serat bambu betung, perlu adanya usaha mengurangi penyerapan air pada saat dijadikan papan serat sehingga tidak menyebabkan papan tersebut mudah dalam menyerap air. Antisipasi penyerapan air dalam papan serat bambu betung memerlukan bahan tambahan seperti parafin. Parafin mempunyai kemampuan untuk menghambat penetrasi air pada produk jadi (Forest Products Society, 1999). Selain parafin, keramik juga merupakan salah satu bahan tambahan yang bersifat stabil, keras dan kuat. Sifat keramik yang getas dan mudah patah sangat sesuai untuk dipadukan dengan serat sehingga memberikan kelenturan pada keramik. Sedangkan keramik memberikan kestabilan terhadap papan serat (Agustinus et al., 2010). Hal-hal di atas melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian mengenai pembuatan papan serat dari bambu betung dengan penambahan zat aditif parafin dan keramik.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik papan serat berkerapatan sedang dari serat bambu betung yang dibuat melalui proses CMP sederhana.

Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Menjadikan bambu betung sebagai bahan alternatif bahan serat selain kayu. 2. Memberikan informasi dan pengembangan industri papan serat yang terbuat dari bambu

Hipotesis Penelitian Ada pengaruh perbedaan penambahan jenis aditif (keramik atau parafin) pada sifat fisis dan mekanis papan serat bambu betung.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai