Anda di halaman 1dari 18

Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya

Oleh: Early Ridho Kismawadi 11 EKNI 2364

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2013 M/1433 H

Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya A. Pendahuluan Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya. Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok ( asli ) yang sudah dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan. Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian takhrij hadis, tujuan dan manfaat takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij B. Pengertian Takhrij Hadis Secara etimologi, kata takhrij ( )berasal dari fiil madli kharaja () yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata dasar khuruj ( )yang berasal dari kata kharaja ( )yang berarti keluar. Dengan demikian takhrij hadis berarti mengeluarkan hadis dari sumbernya.

Sedangkan secata terminology takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.1 Sedangkan menurut Al-Thahhan, setelah menyebutkan beberapa macam pengertian takhrij di kalangan ulama hadis, menyimpulkan bahwa: takhrij hadis adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbersumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.dari definisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari takhrij al-hadis adalah:penelusuran atau pencarian sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad-nya.2 C. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis. Mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, Abd al-Mahdi melihatnya secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu : 1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan 2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak. Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya:3

Mahmud, Al-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid, (Beirut:, Dar al-Quran alKarim, 1978). h. 9.
2

Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 152. Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010), h. 27.

1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya. 2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukkannya. 3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi atau lainnya. 4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap. 5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja. Sedangkan menurut Abd al-Mahdi manfaat takhrij hadis setelah disimpulkan sebagai berikut4: Diantara manfaat takhrij antara lain yaitu: 1.Takhrij dapat memperkenalkan sumber hadits. 2.Takhrij dapat menambah perbedaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ada. 3.Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. 4.Takhrij memperjelas hukum hadits dengan banyak meriwayatkannya itu. 5.Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits. 6.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar.

Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar(Semarang: Dina Utama, 1994), h. 6-7.

7.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya. 8.Takhrij dapat menafikan pemakaian An dalam periwayatan hadits oleh seorang perawi mudallis. 9.Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat. 10. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. 11. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak dapat dalam satu sanad. 12. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu sanad. 13. Takhrij dapat menghilangkan hukum syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadits. 14. Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari yang lainnya. 15. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi. 16. Takhrij dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi. 17. Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan mana (pengertian) saja. 18. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. 19. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat timbulnya hadits.

20. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada D. Kitab-kitab yang diperlukan dalam Mentakhrij Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij Hadis Rasullah Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain. Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan dari kitab-kitab kamus atau mujam hadits dan mujam para perawi hadits, diantaranya seperti: AL-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini memuat hadis-hadis dari Sembilan kitab induk hadis seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmidzi, Sunan abu Daud, Sunan Nasai, Sunan ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad. Miftah Kunuz al- Sunna. Kitab ini memuat hadis-hadis yang terdapat dalam empat belas buah kitab, baik mengenai Sunnah maupun biografi Nabi. Yaitu selain dari Sembilan kitab induk hadis yakni; musnad al-Tayalisi, Musnad Zaid ibn Ali ibn Husein ibn Ali ibn Abi Talib, Al-Tabaqat al-Kubra, Sirah ibn Hisyam, Al- Magazi.

Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadits diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan sebagai berikut: a) Kitab yang memuat biografi sahabat Al-Isti ab fi Ma`rifat al Asahab, oleh ibn abd al-Barr al-Andalusi (w. 463 H/1071 M). Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Sahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali ibn Muhammadibn Al-asir al-Jazari (w. 630 H/ 1232 M) Al-Ishabah fi Tamyizal-Sahabah, oleh Al-Hafiz ibn Hajar al-asqalani (w. 852 H/ 1449). b) Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi hadis berdasarkan tingkatan para perawi (tabaqat al-ruwat), seperti: Al-Tabaqat al-Kubra, oleh `Abdullah Muhammad ibn Sa`ad KhatibalWaqidi (w. 230 H). Tazkirat al-Huffaz, karangan Abu `Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Usman al-Zahabi (w. 748 H/ 1348 M). c) Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum; Al-Tarikh al-Kabir, oleh Imam Al-Bukhari (w 256 H/870 M) Al-Jarh wa al-Ta`dil, karya ibn Abi Hatim (w 327 H).

d) Kitab-kitab yang memuat perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu Al-Hidayah wa al-irsyad fi marifat Ahl al-Tsiqat wa al-saad oleh Abu Nashr Ahmad ibn Muhammad al-Kalabzi (w.398 H), Khusus memuat perawi kitab shahih bukhari Rijal Shahih Muslim, oleh Abu Bakar Ahmad ibn al-ashfalani (w. 438 H)

Al-Tarif Rijal al-Muwwaththa, oleh Muhammad ibn Yahya al Hidzdza al-Tamimi (w. 416 H)

E. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij 1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis

Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi;


Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat di halaman 2014. Bearti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;

>
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, (Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah. Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari

dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;


Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza atakum ( ) . Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum ( ) atau iza jaakum ( ), maka hal tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama. 2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya. Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi (Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasai, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa malik, dan Musnad Imam Ahmad) yang

ditulis oleh A.J.Wensinck yang merupakan orientalis dan guru besar bahasa arab pada universitas Leiden. dan Muhammad Fuad Abd al-Baqi Takhrij. Contohnya pencarian hadis berikut;


Dalam pencarian hadis di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata ) al-mutabariyaini ( kata naha () taam ( ), yukal ( ). Akan tetapi dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata al-mutabariyaini ( )karena kata tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama hadis, penggunaan kata tabara ( )di dalam kitab induk hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini: Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadis. Sebaiknya kata kunci yang dipilih adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata tersebut akan semakin mudah proses pencarian hadis. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar tersebutdicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mujammenurut urutannya secara abjad (huruf hijaiyah). Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang terdapat di dalam hadis yang akan kita temukan melalui Mujam ini. Di bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk potongan-potongan hadis (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut

10

dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu yang dituliskan dalm bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain. Selain mempunyai kelebihan, metode ini juga memiliki kelemahan, diantaranya: Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmunya secara memadai. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang menerima Hadis dari Nabi SAW. Karenanya, untuk mengetahui nama sahabat, harus kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah men-takhrij-nya dengan kitab ini. Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain5. 3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama Takhrij ini menelusuri Hadits melalui sanad yang pertama atau yang paling atas yakni para sahabat atau tabiin. berart peneliti harus mengetahui

Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al -Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW, h. 60

11

terlebih dahulu siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabiin. dan dicari dalam kitab-kitab Musnad, seperti Musnad Ahmad bin Hambal, dan sebagainya. Kemudian bagaimana cara men-takhrij sebuah hadits dengan

menggunakan metode ini?, berikut contoh Hadits dalam Musnad Ahmad:

Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu Anas bin Malik itu dilihat dalam daftar isi sahabat dalam kitab Musnad, maka didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah kitab dan halaman tersebut didalam kitab Musnad Anas, dicari satu persatu hadits yang ingin dicari sampai ditemukan, maka ditemukan pada hlm. 103. Dari pentakhrijan ini dapat dikatakan : Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya Juz 3, h. 103.6 4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis Arti takhrij kedua ini adalah penelusuran Hadits yang didasarkan pada topik, misalnya bab Al-kalam, Al-khadim, Al-Ghusl, Ad-Dhahiyah, dan lain-lain. Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu Hadits kemudian ditelusuri melalui kamus Hadits tematik. Salah satu kamus Hadits tematik adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya bahasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J. Wensinck pula.7 Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih banyak dari pada Takhrij bi Lafdzi diatas yaitu 8 kitab sebagaimana diatas

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010), h. 126 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, h. 122.

12

ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai berikut: Shahih Al-bukhari dengan diberi lambang: Shahih Muslim dengandiberi nama:

Sunan abu Dawud dengan diberi lambang: Sunan At-Tirmidzi dengan diberi lambang: Sunan An-Nasai dengan diberi lambang: Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang: Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang: Muwattha Malik dengan diberi lambang: Musnad Ahmad dengan lambang: Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi dengan diberi lambang: Musnad Zaid bin Ali: Sirah Ibnu Hisyam: Maghazi Al-Waqidi: Thabaqat Ibnu Sadim:

Kemudian arti singkatan-singkatan lain dipakai dalam kamus ini adalah sebagai berikut:

13

Kitab : Hadits : Jus :

Bab : Shahifah : Bagian (qismun):

Bandingkan (Qabil):

Misalnya ketika ingin men-takhrij Hadits yaitu:

Hadits tersebut temanya shalat malam. Dalam kamus Miftah dicari pada bab Al-Layl tentang shalat malam. Disana dicantumkan yaitu sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. 515=,5589,<8<- 58<-589:- 6:9- 6186- 5;66 655996 57;h 51=9

Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya, pengetahuan bahasa arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan lainnya8, metode ini menuntut agar kita memahami hadis, mengatahui maksud dari hadis tersebut dan hadis lain yang serupa.

Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 167

14

Namun demikian metode ini tidak dapat diterapkan pada suatu hadis yang tidak diketahui secara pasti tema atau topic, selain itu pemahaman yang berbeda antara mukharrij dengan penyusun kitab yang berbeda juga menjadi kendala dalam penerapan metode ini, umpamanya hadis yang dipahami oleh mukharrij sebagai hadis ekonomi namun penyusun kitab tidak demikian. 5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah melakukan takhrij al hadis.9 Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifatsifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.10 Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :

Ibid. h. 168 Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al -Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW,

10

h. 195.

15

Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan AlSuyuthi.

Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.

F. Kesimpulan Takhrij hadis adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan Secara umum ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu : 1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak

Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya: 1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya. 2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang

ditunjukkannya. 3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi atau lainnya, dan lain-lain. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij

16

Hadis Rasul Allah Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain. Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan dari kitab-kitab kamus atau mujam hadis dan mujam para perawi hadis, selain itu juga diperlukan kitab yang memuat biografi para perawi hadis Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij 1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis 2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis 3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama 4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis Daftar Pustaka Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar. Semarang: Dina Utama, 1994. Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW Abu Muhammad Abdul Mahdi ibn Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW Al-Tahhan, Mahmud, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid. Beirut:, Dar al-Quran al-Karim, 1978. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010. http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/takhrij-hadis-smt-2sjb/ (Akses 09 September 2012)

17

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/metode-takhrij-hadits/ (Akses 09 September 2012) Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits. Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010. Yuslem, Nawir, Kitab Induk Hadis. Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011. Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, Cet. Kedua, 2003

18

Anda mungkin juga menyukai