Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakan Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan eksotoksin bakteri Gram positif Clostridium tetani yang bersifat obligat anaerob dan membentuk spora. Spora banyak terdapat di dalam tanah dan feses hewan dan infeksi terjadi akibat kontak dengan jaringan melalui luka. Toksin mempengaruhi saraf yang mengontrol fungsi otot(1). Tetanus sudah dikenal sejak zaman Mesir uno! tetapi isolasi C. tetani dari itasato. $munisasi manusia baru pertama kali dilakukan pada tahun 1""# oleh

pasif terhadap tetanus pertama kali diperkenalkan oleh %o&ard pada tahun 1"#' dan digunakan selama (erang )unia $. (ada tahun 1#*+ )es&ombey mengembangkan imunisasi aktif tetanus toksoid dan digunakan se&ara luas selama (erang )unia $$ (*! ,). Tetanus terutama ditemukan pada negara-negara kurang dan sedang berkembang dengan iklim hangat dan lembap yang padat penduduk misalnya .razil! /ilipina! 0ietnam! $ndonesia! dan negara-negara di 1frika. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi target program imunisasi World Health Organization (,! +). $nsidensi tahunan tetanus di dunia adalah 2!3-1 juta kasus dengan tingkat mortalitas sekitar +34. )i 1merika Serikat pada tahun 1#+' dilaporkan terdapat 352 kasus! sedangkan antara 1##"-*222 hanya +, kasus per tahunnya. (enurunan tersebut disebabkan oleh penemuan dan penggunaan imunisasi aktif terhadap tetanus. )i negara berkembang tetanus banyak ditemukan pada populasi neonatus dan merupakan salah satu penyebab mortalitas bayi yang penting. )i negara maju tetanus terutama terjadi setelah luka tusuk yang tidak disengaja! misalnya saat bertani atau berkebun! yang tidak mendapatkan perawatan luka yang adekuat (3! 5). 6ingkungan tanah $ndonesia yang kaya akan C. tetani dan angka mortalitas yang tinggi menuntut dokter umum untuk menguasai pen&egahan dan penanganan tetanus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi (enyakit klinis yang ditandai dengan onset akut hipertonia dan kontraksi otot yang nyeri (biasanya otot rahang dan leher) dan spasme otot general tanpa penyebab medis lain yang tampak dengan7tanpa bukti laboratoris C. tetani atau toksinnya dengan atau tanpa riwayat trauma(,! '). 2.2. Sejarah Tetanus berasal dari bahasa 8unani teinein yang artinya 9meregang:. (enyakit ini telah dikenal sejak zaman Mesir kuno lebih dari ,222 tahun yang lalu. ;ipokrates kemudian mendeskripsikan tetanus sebagai 9penderitaan manusia yang tiada akhir:. (ada tahun 1""+ <arle dan =attone berhasil menimbulkan tetanus pada kelin&i dengan menginjeksi ner>us skiatik dengan pus dari manusia penderita tetanus. (ada tahun yang sama! %i&olaier berhasil menimbulkan tetanus pada hewan dengan menginjeksikan tanah. (ada tahun 1""# itasato berhasil mengisolasi C. tetani dari manusia pada kultur murni dan membuktikan bahwa organisme tersebut menimbulkan penyakit apabila diinjeksikan pada hewan. itasato juga melaporkan bahwa toksin C. tetani dapat dinetralisir oleh antibodi spesifik yang dibentuk oleh tubuh. %o&ard kemudian membuktikan efek protektif antibodi yang ditransfer se&ara pasif pada tahun 1"#'. $munisasi pasif ini digunakan untuk pengobatan dan profilaksis tetanus selama (erang )unia $. )es&ombey kemudian mengembangkan imunisasi aktif tetanus toksoid pada tahun 1#*+ dan digunakan se&ara luas selama (erang )unia $$ (*! ,! ").

Ga !ar 1. 6ukisan 9?pisthotonus: oleh Sir <harles .ell (1"2#)! seorang dokter bedah dan ahli anatomi! yang menggambarkan seorang tentara yang menderita tetanus. Sumber@ http@77www.anatomya&ts.&o.uk

2.". E#i$e i%l%&i .akteri C. tetani dapat ditemukan di semua tempat di dunia tetapi tetanus terutama ditemukan pada negara-negara kurang dan sedang berkembang yang padat penduduk dengan iklim hangat dan lembap dan tanah yang kaya dengan material organik. Tanah dan usus manusia serta hewan merupakan reser>oir spora C. tetani. Transmisi spora C. tetani terjadi melalui luka yang kotor (terkontaminasi) atau &idera jaringan lain. $nsiden pun&ak tetanus terutama terjadi pada musim panas atau hujan. Tetanus tidak menular dari manusia ke manusia
#) (*!

. /aktor risiko utama terhadap tetanus yaitu status imunisasi tetanus yang

tidak lengkap! adanya &idera jaringan! serta praktik obstetrik dan injeksi obat yang tidak aseptik. /aktor risiko lainnya meliputi tindakan bedah abdomen! akupunktur! tindik telinga! tusuk gigi! dan infeksi telinga tengah (12). Terdapat satu juta kasus tetanus di dunia per tahunnya yang terutama ditemukan di negara kurang berkembang. Tetanus neonatorum berkontribusi terhadap +2-324 mortalitas akibat tetanus di negara berkembang dan terutama disebabkan kondisi higiene persalinan yang buruk dan praktik sosial atau tradisi seperti mengoleskan kotoran sapi atau ghee (sema&am mentega) pada tali pusat bayi di $ndia (5! 11). $nsiden tetanus di 1merika Serikat telah menurun dengan ditemukannya imunisasi aktif. 6aporan menyatakan bahwa pada tahun 1#+' terjadi 352 kasus! tahun 1#'+ terjadi 121 kasus! tahun 1#"2-an terjadi 52-"2 kasus per tahunnya! dan tahun 1##"-*222 terjadi rata-rata +, kasus per tahunnya. ;ampir semua kasus terjadi pada orang yang tidak pernah diimunisasi atau status imunisasinya tidak lengkap. $nsiden tetanus pada orang dengan imunisasi lengkap sangat jarang yaitu +@122.222.222. Se&ara umum mortalitas akibat tetanus adalah ,24. Sekitar '34 kasus terjadi antara bulan 1pril - September. $nsiden dan mortalitas lebih tinggi pada kelompok usia neonatus dan A 32 tahun dibandingkan kelompok umur lain. Sekuele neurologis residual jarang ditemukan.
3

ematian biasanya diakibatkan

oleh disfungsi autonomik! misalnya peningkatan tekanan darah ekstrim! disritmia! atau henti jantung (3! 5). 2.'. Eti%l%&i Tetanus disebabkan oleh toksin bakteri Clostridium tetani yang memiliki dua bentuk! yaitu bentuk >egetatif dan spora. .entuk >egetatif C. tetani adalah basil! Gram positif! tidak berkapsul! motil! dan bersifat obligat anaerob. .entuk >egetatif rentan terhadap efek bakterisidal dari proses pemanasan! desinfektan kimiawi! dan antibiotik. .entuk ini merupakan bentuk yang dapat menimbulkan tetanus (*). (ada basil yang mengandung spora terdapat bentukan endospora pada salah satu ujungnya sehingga memberikan penampilan seperti stik drum. Spora C. tetani relatif resisten terhadap desinfeksi kimiawi dan pemanasan. Spora tahan terhadap paparan fenol! merbromin! dan bahan kimia lain yang efektif untuk desinfeksi. (emanasan di dalam air mendidih selama 13 menit dapat membunuh hampir semua spora. Sterilisasi menggunakan uap tersaturasi dengan tekanan 13 lbs selama 13-*2 menit pada suhu 1*1< juga dapat membunuh semua bentuk kehidupan. Sterilisasi menggunakan panas kering lebih lambat dibandingkan uap panas (1-, jam pada suhu 152<) tetapi efektif terhadap spora. Sterilisasi menggunakan etilen oksida juga dapat membunuh spora (3). Spora banyak terdapat di dalam tanah! saluran &erna! dan feses hewan. Tanah yang mengandung kotoran hewan mengandung spora dalam jumlah banyak. Spora dapat bertahan beberapa bulan bahkan tahun. (ada lingkungan pertanian! manusia dewasa dapat menjadi reser>oir spora. Spora dapat ditemukan pada permukaan kulit dan heroin yang terkontaminasi (*). Spora bersifat non-patogenik di dalam tanah atau jaringan terkontaminasi sampai ter&apai kondisi yang memadai untuk transformasi ke bentuk >egetatif. Transformasi terjadi akibat penurunan lokal kadar oksigen akibat@ (a) terdapat jaringan mati dan benda asing! (b) crushed injury! dan (&) infeksi supuratif (*).

Ga !ar 2. (ewarnaan Gram C. tetani. .akteri tersebut bersifat Gram positif tetapi memiliki ke&enderungan >ariabilitas dalam pewarnaan Gram. .entuk >egetatifnya berupa basil. Bndospora dibentuk se&ara intraseluler pada ujung sporangium dan memberikan bentuk yang khas yaitu menyerupai stik drum. Sumber@ Todar! *22' (1*)

Germinasi spora dan produksi toksin terjadi pada kondisi anaerobik. .entuk >egetatif C. tetani menghasilkan dua ma&am toksin! yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin merupakan enzim hemolisin yang menyebabkan potensiasi infeksi tetapi perannya dalam patogenesis tetanus belum jelas. Tetanospasmin berperan penting dalam patogenesis tetanus. Tetanospasmin atau toksin tetanus merupakan neurotoksin poten yang dilepaskan seiring pertumbuhan C. tetani pada tempat infeksi. Tetanospasmin merupakan salah satu toksin yang paling poten berdasarkan berat. )osis letal minimum untuk manusia diperkirakan *!3 ng7kg berat badan (*). 2.(. Pat%&enesis Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Masa inkubasi antara inokulasi spora dengan manifestasi klinis awal ber>ariasi antara beberapa hari sampai , minggu. Spora hanya dapat mengalami germinasi pada kondisi anaerob yang paling sering terjadi pada luka dengan nekrosis jaringan dan benda asing. 1danya organisme lain juga memper&epat transformasi spora ke bentuk >egetatif. Masa inkubasi panjang biasanya terjadi pada lokasi infeksi yang jauh dari sistem saraf pusat. Masa inkubasi merupakan salah satu faktor penentu prognosis (3).

Ga !ar ". Gambar skematis struktur tetanospasmin (Sumber@ Cikipedia)

C. tetani merupakan mikroorganisme yang relatif non-in>asif yang kehadirannya di jaringan sulit dibuktikan. (ada kondisi yang jarang! C. tetani dapat dikultur dari darah. .akteri ini menimbulkan reaksi lokal yang minimal pada luka yang biasanya tanpa supurasi. Spora yang mengalami transformasi ke bentuk >egetatif melepaskan toksin solubel tetanospasmin yang bertanggung jawab terhadap manifestasi klinis tetanus. Tetanospasmin dapat men&apai lima persen dari berat bakteri. Tetanospasmin awalnya terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 132-k)a yang tidak aktif. Toksin tersebut kemudian terbagi menjadi dua subunit oleh enzim protease jaringan yaitu rantai berat dengan berat molekul 122-k)a dan rantai ringan dengan berat molekul 32k)a yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Djung karboksil dari rantai berat berikatan dengan membran neural dan ujung amino men&iptakan pori untuk masuknya rantai ringan ke dalam sitosol. /aktor genetik yang mengontrol produksi tetanospasmin terdapat pada plasmid bakteri (3! 5! 1,). Setelah rantai ringan memasuki motorneuron! senyawa tersebut ditranspor melalui akson se&ara intraaksonal dan retrograd dari tempat infeksi ke korda spinalis dalam *-1+ hari. Transpor awalnya terjadi pada neuron motorik kemudian pada neuron sensorik dan autonom. etika men&apai badan sel toksin dapat

berdifusi keluar dan mempengaruhi neuron-neuron lain. 1pabila terdapat toksin dalam jumlah besar sebagian toksin akan masuk ke dalam sirkulasi dan berikatan dengan ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. etika men&apai korda spinalis! rantai ringan memasuki neuron inhibitori sentral kemudian meme&ah sinaptobre>in! senyawa yang penting dalam pengikatan >esikel neurotransmiter ke membran sel. Tetanospasmin memiliki efek predominan terhadap neuron inhibitori dan yang pertama terkena adalah neuron yang menginhibisi alfa motor neuron. Setelahnya neuron simpatetik preganglionik di kornu lateralis dan pusat parasimpatetik juga terkena. 1kibatnya >esikel yang mengandung gamma amino-butyric acid (G1.1) dan glisin tidak dilepaskan dan terjadi hilangnya aksi inhibitori pada neuron motorik dan autonomik. ;ilangnya inhibisi sentral menimbulkan kontraksi otot yang terus menerus (spasme) yang terjadi sebagai respon terhadap stimuli normal seperti suara atau &ahaya dan hiperakti>itas autonomik. Transpor intraneural retrograd yang lebih lanjut terjadi dan toksin men&apai batang otak dan diensefalon (5! 1,). Bfek fisiologis tetanospasmin serupa dengan striknin(*! 3). Motor neuron juga dipengaruhi oleh tetanospasmin dan pelepasan asetilkolin ke &elah neuromuskular menurun. Bfek ini serupa dengan efek toksin botulinum yang menimbulkan gejala paralisis flasid. Meskipun demikian! pada tetanus efek disinhibitori motoneuron melampaui penurunan fungsi pada sambungan neuromuskular sehingga yang tampak adalah akibat dari gangguan inhibisi. Bfek pre-junctional pada sambungan neuromuskular dapat menyebabkan terjadinya kelemahan diantara spasme dan dapat merupakan penyebab paralisis ner>us kranialis yang ditemukan pada tetanus sefalik dan miopati yang ditemukan setelah penyembuhan (1,). (elepasan impuls eferen yang tidak terkontrol dan tanpa inhibisi dari motoneuron pada medula spinalis dan batang otak menyebabkan rigiditas muskuler dan spasme yang dapat menyerupai kon>ulsi. =efleks inhibisi dari kelompok otot antagonis hilang sehingga otot-otot agonis dan antagonis berkontraksi se&ara bersamaan. Spasme otot sangat nyeri dan dapat menyebabkan fraktur serta ruptur tendon. ?tot-otot rahang! wajah! dan kepala merupakan yang pertama kali terpengaruh karena jalur aksonal yang lebih pendek kemudian diikuti

otot-otot tubuh dan ekstremitas tetapi otot perifer pada tangan dan kaki sering tidak terpengaruh. (elepasan impuls autonom tanpa inhibisi menyebabkan gangguan kontrol autonomik dengan o>erakti>itas simpatetik dan kadar katekolamin plasma meningkat. Toksin yang telah terikat pada neuron tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. (engikatan toksin terhadap neuron bersifat ire>ersibel dan proses penyembuhan memerlukan pertumbuhan ujung saraf yang baru sehingga perbaikan klinis baru terlihat *-, minggu setelah terapi dimulai (,! 11! 1,)

Ga !ar '. Mekanisme kerja tetanospasmin.

2.). *anifestasi klinis Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. ontaminasi luka dengan tanah! kotoran binatang! ataupunlogam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi melalui komplikasi dari luka bakar! ulkus gangren! luka gigitan ular yang mengalami nekrosis! infeksi telinga tengah! aborsi septik! persalinan! injeksi intramuskular! dan pembedahan. Trauma yang menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan dan sampai 324 kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak dianggap terlalu serius untuk men&ari pertolongan medis. (ada 13-*34 pasien! tidak terdapat bukti adanya perlukaan baru.(+).

*.5.1.Tetanus lokal Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang ditemukan. (asien dengan tetanus lokal mengalami spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada otot-otot di sekitar tempat infeksi tanpa tanda-tanda sistemik. ontraksi dapat bertahan selama beberapa minggu sebelum perlahan-lahan menghilang. Tetanus lokal dapat berlanjut menjadi tetanus general tetapi gejala yang timbul biasanya ringan dan jarang menimbulkan kematian. Mortalitas akibat tetanus lokal hanya 14 (*!+! 3). *.5.*.Tetanus sefalik Tetanus sefalik juga merupakan bentuk yang jarang ditemukan (insiden sekitar 54) dan merupakan bentuk khusus tetanus lokal yang mempengaruhi otot-otot ner>us kranialis terutama di daerah wajah. Tetanus sefalik dapat timbul setelah otitis media kronik maupun &idera kepala (kulit kepala! mata dan konjungti>a! wajah! telinga! atau leher). Manifestasi klinis yang dapat timbul dalam 1-* hari setelah &idera antara lain fasial palsi akibat paralisis ner>us 0$$ (paling sering)! disfagia! dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis ner>us $$$. Tetanus sefalik dapat berlanjut menjadi tetanus general. Tingkat mortalitas yang dilaporkan tinggi! yaitu 13-,24 (*! ,! 11).

Ga !ar (. (aralisis ner>us fasialis kiri dan tampak luka baru pada pasien dengan tetanus sefalik. Sumber@ <ook! *221

*.5.,.Tetanus general
9

Tetanus generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus! yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi ber>ariasi! tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada Tetanus berat! median onset setelah trauma adalah ' hari. Terdapat trias klinis berupa rigiditas! spasme otot! dan apabila berat disfungsi otonomik. aku kuduk! nyeri tenggorokan dan kesulitan untuk membuka mulut! sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot masseter menyebakan trismus atau rahang terkun&i. Spasme se&ara progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang khas 9 risus sardoni&us: dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang menyebabkan disfagia. Spasme ini dipi&u oleh stimulus internal dan eksternal yang berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri. =igiditas otot leher menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan didnding dada. =efleks tendon dalam meningkat. (asien dapat demam! walaupun banyak yang tidak! sedangkan kesadaran tidak terpengaruh. )isamping peningkatan tonus otot! terdapat spasme yang bersifat episodik. ontraksi tonik ini tampak seoerti kon>ulsi yang terjadi pada ontraksi ini dapat kelompok otot agonis dan antagonis se&ara bersamaan.

bersifat spontan atau dipi&u oleh stimulus berupa sentuhan! stimulus >isial! auditori atau emosional. Spasme yang terjadi dapat ber>ariasi berdasarkan keparahannya dan frekuensinya tetapi dapat sangat kuat sehingga menyebabkan fraktur atau ruptur tendon. Spasme yang terjadi dapat sangat berat dan terus menerus! nyeri bersifat generalisata sehingga menyebakan sianosis dan gagal nafas. Spasme ini dapat terjadi berulang-ulangdan di pi&u oleh stimulus yang ringan. Spasme faringeal sering diikuti dengan spasme laringeal dan berkaitan dengan terjadinya aspirasi dan obstruksi jalan nafas akut yang mengan&am nyawa. (ada bentuk yang paling umum dari tetanus! yaitu tetanus generalisata! otot-otot di seluruh tubuh terpengaruh. ?tot-otot di kepala dan di leher yang biasanya pertamakali terpengaruh dengan penyebaran kaudal

10

yang progresif untuk mempengaruhi seluruh tubuh. Sebelum adanya >entilasi buatan! banyak pasien dengan tetanus berat yang meninggal akibat gagal nafas akut. )engan perkembangan perawatan intensif! menjadi jelas bahwa tetanus yang berat berkaitan dengan instabilitas otonomik yang nyata. Sistem saraf simpatetiklah yang paling jelas dipengaruhi. Se&ara klinis! peningkatan tonus simpatik menyebabkan takikardia persisten dan hipertensi. )ijumpai >asokonstriksi yang tampak jelas! hiperpireksia! keringat berlebihan. .adai autonomik terjadi dengan adanya instabilitas kardio>askuler yang tampak nyata. ;ipertensi berat dan takikardia dapat terjadi bergantian dengan hipotensi berat! bradikardi dan henti jantung berulang. (ergantian ini lebih merupakan akibat perubahan resistensi >askular sistemik daripada perubahan pengisian jantung dan kekuatan jantung. Bfek otobnomik yang lain men&akup sali>asi profus dan meningkatnya sekresi bronkial. Stasis gaster! ileus! diare! dan gagal ginjal &urah tinggi. Telah jelas adanya keterlibatan sistem saraf simpatis. (eranan sistem saraf parasimpatis kurang jelas. Tetanus menyebabkan akti>itas >agal yang berlebihan . hipotensi! bradikardia dan asistol dapat mun&ul akibat meningkatnya tonus dan akti>itas >agal(+)

(a)

(b)

11

(&) Ga !ar ). (a) =isus sardonikusE (b) ?pistotonusE (&) 1nak penderita tetanus yang menangis akibat kontraksi otot yang nyeri. Sumber@ <ook! *221

*.5.+.Tetanus neonatorum Tetanus neonatorum disebabkan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora masuk disebabkan proses pertolongan persalinan yang tidak steril! baik karena penggunaan alat maupun obat-obatan yang terkontaminasi spora C. tetani. ebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan faktor utama dalam terjadinya tetanus neonatorum (1+). Gambaran klinis tetanus neonatorum serupa dengan tetanus general. Gejala awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap ,-12 hari setelah lahir. Gejala lain termasuk iritabilitas dan menangis terus menerus (rewel)! risus sardonikus! peningkatan rigiditas! dan opistotonus (,).

Ga !ar ). Tetanus neonatorum (Sumber@ 1ng! *22+)

2.+. Dia&n%sis

12

)iagnosis tetanus lebih sering ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dibandingkan berdasarkan penemuan bakteriologis. )iagnosis relatif lebih mudah pada daerah dengan insiden tetanus yang sering! tetapi lebih lambat di negaranegara berkembang dimana tetanus jarang ditemukan. Selain trismus! pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot-otot! refleks tendon dalam yang meningkat! kesadaran yang tidak terganggu! demam derajat rendah! dan sistem saraf sensoris yang normal. Spasme paroksismal dapat ditemukan se&ara lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam * minggu terakhir dan se&ara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas (3! "). (emeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya sekitar sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus. ;arus diingat bahwa isolasi C. tetani dari luka terkontaminasi tidak berarti pasien akan atau telah menderita tetanus. /rekuensi isolasi C. tetani dari luka pasien dengan tetanus klinis dapat ditingkatkan dengan memanaskan satu set spesimen pada suhu "2 < selama 13 menit untuk menghilangkan bentuk >egetatif mikroorganisme kompetitor tidak berspora sebelum media kultur diinokulasi (3). (emeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. (emeriksaan &airan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. ;asil elektromiografi dan elektroensefalografi biasanya normal dan tidak membantu diagnosis. (ada kasus tertentu apabila terdapat keterlibatan jantung elektrokardiografi dapat menunjukkan in>ersi gelombang T. Sinus takikardia juga sering ditemukan. )iagnosis tetanus harus dibuat dengan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat dua atau lebih injeksi tetanus toksoid yang terdokumentasi. Spesimen serum harus diambil untuk memeriksa kadar antitoksin. antitoksin 2!21 $D7m6 dianggap protektif (3! #). Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit. .eberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan! diantaranya adalah skor (hillips! )akar! 1blett! dan Ddwadia. Sistem skoring tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis (11! 13). adar

13

Ta!el 1. Skor (hillips untuk menilai derajat tetanus Para eter F +" jam *-3 hari 5-12 hari 11-1+ hari A 1+ hari Nilai 3 + , * 1

Masa inkubasi

6okasi infeksi

$nternal dan umbilikal 6eher! kepala! dinding tubuh Bkstremitas atas Bkstremitas bawah Tidak diketahui Tidak ada Mungkin ada7ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus) A 12 tahun yang lalu F 12 tahun yang lalu $munisasi lengkap

3 + , * 1 12 " + * 2 12 " + * 1

Status imunisasi

/aktor pemberat

(enyakit atau trauma yang mengan&am nyawa eadaan yang tidak langsung mengan&am nyawa eadaan yang tidak mengan&am nyawa Trauma atau penyakit ringan 1S1 derajat $ Sumber@ /arrar et al! *222

Sistem skoring menurut (hillips dikembangkan pada tahun 1#5' dan didasarkan pada empat parameter! yaitu masa inkubasi! lokasi infeksi! status imunisasi! dan faktor pemberat. Skor dari keempat parameter tersebut dijumlahkan dan interpretasinya sebagai berikut@ (a) skor F # tetanus ringan! (b) skor #-1" tetanus sedang! dan (&) skor A 1" tetanus berat.
Ta!el 2. Sistem skoring tetanus menurut 1blett Grade $ (ringan) Grade $$ (sedang) Grade $$$ 1 (berat) Trismus ringan hingga sedang! spastisitas general! tidak ada distres pernapasan! tidak ada spasme dan disfagia. Trismus sedang! rigiditas yang tampak! spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek! takipnea G ,2 kali7menit! disfagia ringan. Trismus berat! spastisitas menyeluruh! spasme spontan yang memanjang! distres pernapasan dengan takipnea G +2 kali7menit! apneic spell! disfagia berat! takikardia G 1*2 kali7menit. eadaan seperti pada grade $$$ ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem kardio>askuler. ;ipertensi berat dan

Grade $$$ . (sangat berat)

14

takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan bradikardia! salah satunya dapat menjadi persisten. Sumber@ <ottle! *211

Sistem skoring menurut 1blett juga dikembangkan pada tahun 1#5' dan menurut beberapa literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan
(#!1,!15)

. Ddwadia (1##*) kemudian sedikit memodifikasi sistem skoring

1blett dan dikenal sebagai skor Ddwadia (1').


Ta!el ". Sistem skoring tetanus menurut Ddwadia Grade $ (ringan) Grade $$ (sedang) Grade $$$ (berat) Trismus ringan hingga sedang! spastisitas general! tidak ada distres pernapasan! tidak ada spasme dan disfagia. Trismus sedang! rigiditas yang tampak! spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek! takipnea G ,2 kali7menit! disfagia ringan. Trismus berat! spastisitas menyeluruh! spasme spontan yang memanjang! distres pernapasan dengan takipnea G +2 kali7menit! apneic spell! disfagia berat! takikardia G 1*2 kali7menit! keringat berlebih! dan peningkatan sali>asi. eadaan seperti pada grade $$$ ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem kardio>askuler@ hipertensi menetap (A 1527122 mm;g)! hipotensi menetap (tekanan darah sistolik F #2 mm;g)! atau hipertensi episodik yang sering diikuti hipotensi.

Grade $0 (sangat berat)

Sumber@ Ddwadia! 1##*.

Sistem skoring lainnya diajukan pada pertemuan membahas tetanus di )akar! Senegal pada tahun 1#'3 dan dikenal sebagai skor )akar. Skor )akar dapat diukur tiga hari setelah mun&ul gejala klinis pertama (#).
Ta!el '. Sistem skoring )akar untuk tetanus Sk%r 1 F ' hari F * hari Dmbilikus! luka bakar! uterus! fraktur terbuka! luka operasi! injeksi intramuskular 1da A ,".+o< )ewasa A 1*2 kali7menit

,akt%r #r%&n%stik Masa inkubasi (eriode onset Tempat masuk Spasme )emam Takikardia

Sk%r -

G ' hari atau tidak diketahui G * hari (enyebab lain dan penyebab yang tidak diketahui Tidak ada F ,".+o< )ewasa F 1*2 kali7menit

15

%eonatus A 132 kali7menit Sumber@ ?gunrin! *22,.

%eonatus F 132 kali7menit

Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai berikut@ Skor 2-1 @ tetanus ringan dengan tingkat mortalitas F 124 Skor *-, @ tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 12-*24 Skor + @ tetanus berat dengan tingkat mortalitas *2-+24

Skor 3-5 @ tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas A 324

2... Dia&n%sis !an$in& .erbagai keadaan dapat memberikan gambaran klinis yang menyerupai tetanus. ondisi lokal tersering yang dapat menyebabkan trismus adalah abses al>eolar. 1namnesa dan pemeriksaan fisik yang baik serta pemeriksaan radiologis dapat menentukan adanya abses al>eolar. Meningitis purulenta dapat dieksklusi dengan pemeriksaan &airan serebrospinal. Bnsefalitis terkadang disertai gejala trismus dan spasme otot! tetapi kesadaran pasien biasanya berkabut. =abies harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding meskipun pada rabies tidak ada trismus. Spasme otot terjadi lebih awal dalam perjalanan penyakit rabies dan melibatkan otot-otot pernapasan dan deglutition. (ada anak-anak F * tahun! tetani hipokalsemia harus dipertimbangkan. (ostur tangan dan kaki yang khas (spasme karpo-pedal)! tidak adanya trismus! dan kadar kalsium serum dapat mengkonfirmasi diagnosis tetani hipokalsemia. =eaksi terhadap fenotiazin dapat menyebabkan trismus! tetapi disertai dengan gejala lain yang tidak ditemukan pada tetanus seperti tremor! gerakan athetoid! dan tortikolis. (ada kera&unan striknin harus digali kemungkinan per&obaaan bunuh diri atau per&obaan pembunuhan. Selain itu! pada kera&unan striknin trismus mun&ul lebih lambat serta tanda dan gejala mun&ul lebih &epat dibandingkan tetanus
(3)

. .erbagai

kelainan yang merupakan diagnosis banding tetanus dirangkum dalam tabel 3.


Ta!el (. )iagnosis banding tetanus.

16

Pen/akit $%/B S$ Meningoensefalitis

Ga !aran $iferensial

)emam! trismus ridak ada! penurunan kesadaran! &airan serebrospinal abnormal. Trismus tidak ada! paralisis tipe flasid! &airan serebrospinal abnormal. Gigitan binatang! trismus tidak ada! hanya spasme orofaring. .ersifat lokal! rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak ada.

Polio

Rabies

esi orofaring

Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.

Peritonitis B61$%1% MBT1.?6$ !etani "eracunan stri#nin Rea#si fenotiazin (B%81 $T S$STBM S1=1/ (DS1T $tatus epilepti#us Perdarahan atau tumor %$O & B61$%1% (S$ $1T=$ Histeria B61$%1% MDS D6?S B6BT16 !rauma Sumber@ =itarwan! *22+

;anya spasme karpo-pedal dan laringeal! hipokalsemia. =elaksasi komplit diantara spasme. )istonia! menunjukkan respon dengan difenhidramin.

(enurunan kesadaran. Trismus tidak ada! penurunan kesadaran.

Trismus inkonstan! relaksasi komplit antara spasme.

;anya lokal.

2.0. Penatalaksanaan (rioritas awal dalam manajemen penderita tetanus adalah kontrol jalan napas dan mempertahankan >entilasi yang adekuat. (ada tetanus sedang sampai berat risiko spasme laring dan gangguan >entilasi tinggi sehingga harus dipikirkan untuk melakukan intubasi profilaksis. Rapid se'uence intubation dengan
17

midazolam dan suksinilkolin dianggap aman dan efektif untuk mendapatkan patensi jalan napas. $ntubasi nasotrakeal dihindari karena stimulasi sensoris yang berlebihan. .eberapa rumah sakit yang sering merawat pasien dengan tetanus memiliki ruangan yang khusus dibangun. (asien ditempatkan di ruang perawatan khusus yang sunyi dan gelap untuk meminimalisir stimulus ekstrinsik yang dapat memi&u spasme paroksismal. (asien harus diistirahatkan dengan tenang untuk membatasi stimulus periferal dan diposisikan se&ara hati-hati untuk men&egah pneumonia aspirasi. (emberian &airan intra>ena dilakukan dan hasil pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah penting untuk menentukan terapi (11! 1"). (enatalaksanaan berikutnya memiliki tiga tujuan utama! yaitu@ (1) menetralisir toksin dalam sirkulasiE (*) menghilangkan sumber tetanospasminE dan (,) memberikan terapi suportif sampai tetanospasmin yang terfiksir pada neuron dimetabolisme (3). %etralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan memberikan human tetanus immunoglobulin (;T$G). .elum ada konsensus mengenai dosis tepat ;T$G untuk tetanus. .hatia(11) menyarankan pemberian dosis tunggal ,222-5222 $D se&ara intramuskular! sedangkan dosis yang disarankan dalam formularium nasional $nggris adalah 3222-12.222 $D(1#). Caktu paruh ;T$G sekitar *, hari sehingga tidak diperlukan dosis ulangan. ;T$G tidak boleh diberikan diberikan lewat jalur intra>ena karena mengandung anti complementary aggregates of globulin yang dapat men&etuskan reaksi alergi. 1pabila ;T$G tidak tersedia dapat digunakan antitetanus serum (1TS) yang berasal dari serum kuda dengan dosis +2.222 $D. <ara pemberiannya yaitu *2.222 $D antitoksin dimasukkan ke dalam *22 ml &airan %a<l fisiologis dan diberikan se&ara intra>ena! pemberian harus selesai dalam ,2-+3 menit. Setengah dosis yang tersisa (*2.222 $D) diberikan se&ara intramuskular pada daerah sekitar luka. 1TS berasal dari serum kuda sehingga berpotensi besar menimbulkan reaksi hipersensiti>itas sehingga pemberiannya harus didahului oleh s#in test yaitu 2!1 m6 1TS dien&erkan menggunakan &airan garam fisiologis dengan perbandingan 1@12 kemudian diinjeksikan intradermal. ;T$G dan 1TS hanya berguna terhadap tetanospasmin yang belum memasuki sistem saraf (1+! 15).

18

Bradikasi sumber toksin dilakukan dengan pemberian antibiotik dan debridemen luka. (enggunaan antibiotik (enisilin G (122.222-*22.222 $D7kg.. per hari dibagi *-+ dosis) dahulunya merupakan terapi pilihan. (enisilin G merupakan antagonis reseptor G1.1 sehingga dapat bekerja se&ara sinergis dengan tetanospasmin. Saat ini Metronidazole merupakan antibiotik pilihan pertama untuk tetanus karena relatif murah dan penetrasi lebih baik ke jaringan anaerobik. )osis Metronidazole adalah 322 mg setiap 5 jam diberikan melalui jalur intra>ena atau per oral selama 12-1+ hari. 1ntibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif terhadap Metronidazole adalah )oksisiklin 122 mg setiap 1* jam selama '-12 hari. Makrolida! lindamisin! Sefalosporin! dan loramfenikol juga efektif (ada perawatan luka dilakukan debridemen luka dengan membuang benda asing! eksisi jaringan nekrotik! serta irigasi luka. 6arutan hidrogen peroksida (;*?*) dapat digunakan dalam perawatan luka. (erawatan luka dilakukan 1-* jam setelah pemberian ;T$G atau 1TS dan antibiotik (1+! 15). (erawatan suportif meliputi sedasi! blokade neuromuskuler! dan manajemen instabilitas autonomik. Sedasi se&ara efektif mengatasi spasme otot dan rigiditas. .enzodiazepin seperti midazolam dan diazepam merupakan obat lini pertama untuk men&apai sedasi. )osis benzodiazepin yang digunakan dapat men&apai 122 mg7jam intra>ena. 1ntikon>ulsan seperti fenobarbital dan se&obarbital yang meningkatkan akti>itas G1.1 juga dapat memberikan efek sedasi dan digunakan dengan dosis awal 1.3-*.3 mg7kg.. untuk anak atau 122-132 mg untuk dewasa diberikan intramuskular. )osis pemeliharaan harus dititrasi. 1pabila spasme menjadi lebih berat atau lebih sering dapat digunakan fenobarbital 1*2-*22 mg intra>ena dan ditambahkan diazepam dalam dosis terbagi sampai 1*2 mg7hari diberikan intra>ena. kejang tetani (3! 1#). Morfin memiliki efek sentral yang dapat meminimalisir efek tetanospasmin. Meskipun morfin merupakan pilihan yang potensial sebagai sedatif kerja pendek dan analgesik penggunaannya terbatas karena harga yang mahal dan berkaitan dengan beberapa efek samping. (ropofol juga telah digunakan dalam manajemen lorpromazin dosis +-1* mg untuk bayi atau 32-132 mg untuk dewasa diberikan setiap +-" jam dapat digunakan untuk mengendalikan

19

tetanus tetapi memiliki keterbatasan karena untuk men&apai konsentrasi plasma yang adekuat membutuhkan >entilasi mekanis (1#). ?bat lain yang dapat digunakan untuk mengontrol spasme adalah magnesium sulfat dan baklofen. Magnesium bekerja sebagai antagonis kalsium dan dalam penggunaannya harus dimonitor refleks patella! respiratory rate! serta tanda-tanda hipokalsemia seperti tanda <h>ostek dan Trousseau yang positif. (emberiannya didahului dengan loading dose 3 mg diberikan selama *2 menit diikuti maintenance dose * gram7jam. Magnesium sulfat tidak boleh digunakan pada pasien dengan gagal ginjal berat. .aklofen merupakan agonis G1.1 fisiologis yang menstimulasi reseptor G1.1 post-sinaptik sehingga mengembalikan inhibisi fisiologis motorneuron. (emberiannya se&ara intratekal dengan dosis ber>ariasi antara 1222 m&g untuk orang dewasa F 33 tahun! 322 m&g F 15 tahun! dan "22 m&g A 33 tahunE diberikan awalnya dengan bolus intermiten pada inter>al 12-*2 jam tergantung respon pasien atau diberikan dengan infus kontinyu apabila dibutuhkan. )antrolene merupakan relaksan otot kerja langsung yang bekerja dengan menginhibisi pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma dan seara langsung mempengaruhi coupling eksitasi-kontraksi. )antrolene telah digunakan dalam beberapa kasus dan memiliki keuntungan karena tidak membutuhkan pernapasan buatan! tetapi )antrolene belum dapat direkomendasikan untuk penggunaan rutin karena belum banyak penelitian melibatkan obat ini! harga yang mahal! dan potensi efek hepatotoksik. Spasme otot yang tidak dapat dikontrol dengan benzodiazepin harus ditangani dengan pemberian agen blokade neuromuskuler! diantaranya atrakurium dan >ekuronium. 0ekuronium memiliki sifat kardiostabil (11! 1#). (enyebab utama mortalitas pada tetanus adalah kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh instabilitas autonomik. ;enti jantung tiba-tiba sering terjadi dan diperkirakan dipi&u oleh kadar katekolamin yang tinggi dan efek langsung toksin terhadap miokardium. 1kti>itas simpatetik yang memanjang dapat berakhir dengan hipotensi dan bradikardia. ?>erakti>itas parasimpatetik dapat menyebabkan henti sinus! yang telah dikaitkan dengan efek langsung perusakan nukleus >agal oleh

20

toksin. 1tropin dosis tinggi (hingga 122 mg7jam) dianjurkan apabila bradikardia merupakan manifestasi utama (1#). Sedasi merupakan tindakan awal untuk mengendalikan instabilitas autonomik terutama menggunakan morfin yang efektif menurunkan output katekolamin. .lokade beta! meskipun se&ara teoritis berguna mengontrol episode hipertensi dan takikardia! berhubungan dengan kolaps kardio>askular tiba-tiba! edema pulmoner! dan kematian. ?bat lain yang telah digunakan termasuk klonidin dan magnesium. lonidin merupakan agonis H*-adrenergik yang menurunkan aliran simpatis! tekanan arteri! denyut jantung! dan pelepasan katekolamin. lonidin dapat diberikan se&ara oral dan parenteral. Magnesium telah meningkat penggunaannya sebagai terapi multimodal tetanus. Magnesium bekerja melalui beberapa &ara diantaranya memblok pelepasan katekolamin dari saraf dan medula adrenal dan mengurangi respon reseptor terhadap katekolamin. Magnesium juga merupakan bloker neuromuskular presinaptik sehingga berguna untuk mengontrol rigiditas dan spasme. )osis yang direkomendasikan adalah *2 mmol7jam dan disesuaikan untuk men&apai konsentrasi plasma *!3-+!2 mmol7liter. menghambat pelepasan hormon paratiroid (1#). ;al lain yang tidak boleh dilupakan adalah pengaturan diet yang adekuat. ebutuhan energi pada tetanus meningkat karena spasme berulang dan o>erakti>itas sistemik. (emberian nutrisi harus dimulai sejak dini! idealnya melalui jalur enteral untuk mempertahankan integritas gastrointestinal. (ada penderita tetanus diberikan diet &ukup kalori dan protein melalui jalur enteral maupun parenteral. .entuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Selama pasase usus baik diberikan nutrisi enteral. 1pabila ada trismus makanan dapat diberikan lewat pipa lambung maupun gastrostomi (12! 1+! 13! 1#). (enderita yang sembuh dari tetanus tidak memiliki imunitas terhadap infeksi tetanus ulangan karena jumlah tetanospasmin yang dibutuhkan untuk menyebabkan tetanus tidak &ukup untuk menstimulasi sistem imunitas tubuh. onsentrasi kalsium plasma harus dimonitor selama pemberian magnesium karena dapat

21

(asien yang sembuh dari tetanus harus memulai atau melengkapi imunisasi aktif dengan tetanus toksoid selama proses penyembuhan (*).

2.1-. K% #likasi omplikasi tetanus dapat berupa komplikasi primer atau efek langsung dari toksin seperti aspirasi! spasme laring! hipertensi! dan henti jantung! atau komplikasi sekunder akibat imobilisasi yang lama maupun tindakan suportif seperti ulkus dekubitus! pneumonia akibat >entilasi jangka panjang! stress ulcer! dan fraktur serta ruptur tendon akibat spasme otot akibat tetanus dirangkum dalam tabel 5.
Ta!el ). omplikasi akibat tetanus Siste %r&an K% #likasi 1spirasi! spasme laring! obstruksi terkait penggunaan sedatif. 1pneu! hipoksia! gagal napas tipe $ dan $$! 1=)S! komplikasi akibat >entilasi mekanis jangka panjang (misalnya pneumonia)! komplikasi trakeostomi. Takikardia! hipertensi! iskemia! hipotensi! bradikardia! aritmia! asistol! gagal jantung. Gagal ginjal! infeksi dan stasis urin. Stasis! ileus! perdarahan. =abdomiolisis! myositis ossificans circumscripta! fraktur akibat spasme. (enurunan berat badan! tromboembolisme! sepsis! sindrom disfungsi multiorgan.
(*! 11)

. .erbagai komplikasi

Ialan napas =espirasi

ardio>askular =enal Gastrointestinal Muskuloskeletal 6ain-lain

Sumber@ 1ng! *22,

2.11. Pr%&n%sis /aktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi! periode awal pengobatan! status imunisasi! lokasi fokus infeksi! penyakit lain yang menyertai! serta penyulit yang timbul. .erbagai sistem skoring yang digunakan untuk menilai berat penyakit juga bertindak sebagai penentu prognostik. Sistem skoring yang dapat digunakan antara lain skor (hillips! )akar! Ddwadia! dan 1blett. Tingkat mortalitas men&apai lebih dari 324 di negaranegara berkembang dengan gagal napas menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas. Mortalitas lebih tinggi pada kelompok usia neonatus dan A 52
22

tahun(11). 2.12. Pen1e&ahan Tindakan pen&egahan merupakan usaha yang sangat penting dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat tetanus. 1da dua &ara men&egah tetanus! yaitu perawatan luka yang adekuat dan imunisasi aktif dan pasif (13). $munisasi aktif dilakukan dengan memberikan tetanus toksoid yang bertujuan merangsang tubuh untuk membentuk antitoksin. $munisasi aktif dapat dimulai sejak anak berusia * bulan dengan pemberian imunisasi )(T atau )T. Dntuk orang dewasa digunakan tetanus toksoid (TT). Iadwal imunisasi dasar untuk profilaksis tetanus ber>ariasi menurut usia pasien.
Ta!el +. Iadwal imunisasi aktif terhadap tetanus .ayi dan anak normal. (munisasi )P! pada usia *+,+-+ dan ./-.0 bulan. )osis #e-/ diberi#an pada usia ,-- tahun. $epuluh tahun setelahnya %usia .,-.- tahun& diberi#an inje#si !! dan diulang setiap .1 tahun se#ali. .ayi dan anak normal sampai usia ' tahun yang tidak diimunisasi pada masa bayi awal. )P! diberi#an pada #unjungan pertama+ #emudian * dan , bulan setelah inje#si pertama. )osis #e-, diberi#an --.* bulan setelah inje#si pertama. )osis #e-/ diberi#an pada usia ,-- tahun. $epuluh tahun setelahnya %usia .,-.- tahun& diberi#an inje#si !! dan diulang setiap .1 tahun se#ali. Dsia G ' tahun yang belum pernah diimunisasi. (munisasi dasar terdiri dari 2 inje#si !! yang diberi#an pada #unjungan pertama+ ,-0 minggu setelah inje#si pertama+ dan --.* bulan setelah inje#si #edua. (nje#si !! diulang setiap .1 tahun se#ali. $bu hamil yang belum pernah diimunisasi. Wanita hamil yang belum pernah diimunisasi harus menerima * dosis inje#si !! dengan jara# * bulan %lebih bai# pada * trimester tera#hir&. $etelah bersalin+ diberi#an dosis #e-2 yaitu - bulan setelah inje#si #e* untu# meleng#api imunisasi.

23

(nje#si !! diulang setiap .1 tahun se#ali. 3pabila ditemu#an neonatus lahir dari ibu yang tida# pernah diimunisasi tanpa pera4atan obstetri# yang ade#uat+ neonatus tersebut diberi#an */1 (5 human tetanus immunoglobulin. (munitas a#tif dan pasif untu# ibu juga harus diberi#an. Sumber@ Bdli&h! *22,

$munisasi aktif dan pasif juga diberikan sebagai profilaksis tetanus pada keadaan trauma. =ekomendasi untuk profilaksis tetanus adalah berdasarkan kondisi luka khususnya kerentanan terhadap tetanus dan riwayat imunisasi pasien. Tanpa memperhatikan status imunitas aktif pasien! pada semua luka harus dilakukan tindakan bedah segera dengan menggunakan teknik aseptik yang hatihati untuk membuang semua jaringan mati dan benda asing. (ada luka yang rentan terhadap tetanus harus dipertimbangkan untuk membiarkan luka terbuka. Tindakan yang demikian penting sebagai profilaksis terhadap tetanus (*2).
Ta!el .. lasifikasi luka menurut 3merican College of $urgeon Committee on !rauma (1##3) Ta #ilan klinis Dsia luka onfigurasi edalaman Mekanisme &idera Tanda-tanda infeksi Iaringan mati ontaminan (tanah! feses! rumput! sali>a! dan lain-lain) Iaringan dener>asi7iskemik L2ka rentan tetan2s A 5 jam .entuk stellate! a>ulsi A 1 &m Misil! crush injury! luka bakar! frostbite 1da 1da 1da 1da L2ka ti$ak rentan tetan2s F 5 jam .entuk linier! abrasi J 1 &m .enda tajam (pisau! ka&a) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sumber@ 3merican College of $urgeon Committee on !rauma (1##3)

Satu-satunya kontraindikasi terhadap tetanus toksoid untuk pasien trauma adalah reaksi neurologis atau hipersensiti>itas terhadap dosis sebelumnya. Bfek samping lokal tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan tetanus toksoid. .erikut adalah panduan pemberian profilaksis tetanus pada pasien trauma. $ndi>idual dengan faktor risiko status imunisasi tetanus yang inadekuat (imigran!

24

kemiskinan! orang tua tanpa riwayat injeksi booster yang jelas) harus diterapi sebagai yang riwayatnya tidak diketahui (*2).
Ta!el 0. (anduan pemberian profilaksis tetanus pada pasien trauma (*2) 3i4a/at i 2nisasi tetan2s se!el2 n/a 5$%sis6 Tidak diketahui atau F , G , dosis L2ka rentan tetan2s TT 8a Tidak
(ke&uali G 3 tahun sejak dosis terakhir)

L2ka ti$ak rentan tetan2s TT 8a Tidak


(ke&uali G 12 tahun sejak dosis terakhir)

HTIG 8a Tidak

HTIG Tidak Tidak

Sumber@ 3merican College of $urgeon Committee on !rauma (1##3)

Dntuk anak J ' tahun dapat digunakan )(T sebagai pengganti TT. )osis profilaksis ;T$G yang direkomendasikan adalah *32 $D diberikan intramuskular. 1pabila diberikan imunisasi tetanus (TT atau )(T) dan ;T$G se&ara bersamaan! gunakan alat injeksi yang berbeda dan tempat injeksi yang terpisah. 1pabila tidak tersedia ;T$G dapat digunakan anti tetanus serum (1TS) yang berasal dari serum kuda dengan dosis ,222-5222 $D. 1TS lebih sering menimbulkan reaksi hipersensiti>itas dibandingkan T$G karena mengandung protein asing bahkan pada pasien dengan tes kulit atau konjungti>a negatif sebelum pemberian (insiden 3-,24). 1TS hanya diberikan apabila tidak tersedia T$G dan kemungkinan tetanus melebihi reaksi yang potensial terhadap produk ini (3! *2! *1). Seseorang yang pernah menderita tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan! artinya penderita tersebut memiliki kemungkinan yang sama untuk menderita tetanus seperti orang lain yang tidak pernah diimunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak mampu merangsang pembentukan antitoksin. Tetanospasmin merupakan toksin yang sangat poten sehingga dalam konsentrasi yang sangat ke&il dapat menimbulkan tetanus. Iumlah toksin yang masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan tetanus tidak &ukup untuk merangsang imunitas aktif penderita (1+). (ada kondisi tertentu dapat dijumpai antitoksin pada serum seseorang yang tidak memiliki riwayat imunisasi atau peninggian titer antitoksin yang

25

karakteristik sebagai respon imun sekunder pada beberapa orang yang diberikan imunisasi tetanus toksoid untuk pertama kali. ;al ini disebut sebagai imunitas alami. $munitas alami dapat terjadi karena C. tetani telah diisolasi dari feses manusia. .akteri yang berada di dalam lumen usus merangsang terbentuknya imunitas pada host. $munitas alami dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tetanus tidak terlaksana dengan baik (1+).

26

BAB III PENUTUP ".1 Kesi #2lan Tetanus yang disebabkan oleh basil Clostridium tetani merupakan penyakit yang telah dikenal sejauh peradaban manusia! tetapi sampai sekarang belum berhasil dieradikasi karena sifat alami spora bakteri tersebut yang hidup dalam tanah dan feses hewan. Tetanus dapat di&egah melalui pemberian imunisasi aktif tetanus toksoid! higiene persalinan yang baik! dan manajemen perawatan luka yang adekuat. (emberian imunitas pasif tetanus dengan antitetanus serum (1TS) sudah tidak dianjurkan karena risiko reaksi alergi tinggi! tetapi kebanyakan dokter umum di $ndonesia pasti akan berhadapan dengan penggunaan 1TS. ;al yang perlu diingat adalah melakukan tes sensiti>itas sebelum pemberian 1TS. )esensitisasi dengan metode .edreska dapat digunakan untuk pasien yang sangat membutuhkan antitoksin (1TS) tetapi hasil tes sensiti>itas positif. Skor (hillips masih merupakan pilihan dalam menentukan derajat keparahan penyakit tetanus pada saat pasien masuk dan juga dapat digunakan untuk menilai kemajuan perjalanan penyakit selama perawatan karena menilai banyak parameter dan penilaian unsur-unsurnya bersifat objektif.

27

DA,TA3 PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai