Anda di halaman 1dari 12

Pendahuluan Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer yang menular, yang disebabkan oleh Varicella Zoster

Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukoasn dengan ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Heberden pada tahun 1767 dan tahun 1875 Steiner dapat memindahkan varisela kepada manusia sukarelawan. Pada tahun 1888 von Bokay pertama kali melaporkan adanya hubungan antara penyabab varisela dan Herpes Zoster.1 Pada tahun 1922 Kundratitz melakukan percobaan skarifikasi yaitu dengan mengambil cairan vesikel dari erupsi zoster yang khas dan di inokulasikan, ternyata mengakibatkan suatu erupsi local dan generalisata seperti pada varisela. Paschen (1917), menggambarkan adanya inclusion bodies dalam cairan vesikel dan menyebutkan bahwa sebagai penyabab ialah virus dan Willer (1953) menemukan pertumbuhan virus varisela dan zoster pada kultur jaringan manusia dan di dapatkan bahwa virus varisela identik dengan virus zoster. Disini kami mendapat kasus dimana gejala klinisnya menurut hipotesa kami adalah gejala klinis daripada varisela zoster. Gejala tersebut seperti demam, myalgia, batuk pilek selama 3 hari kemudian timbul macula, papula, vesikel, dan krusta yang berkelompok dan multiforme dengan sebaran lesi sentrifugal di seluruuh tubuh. Selain itu diketahui juga adik pasien mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu. Anamnesis Langkah-langkah anamnesis yang akan kita lakukan adalah sebagai berikut : 1. Pada identitas pasien, umur penting karena berpengaruh terhadap berat ringannya varisela dan kemungkinan timbulnya komplikasi. 2. Keluhan biasanya berupa demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul ruam kulit. 3. Gatal dapat menyertai lesi kulit dan sangat bervariasi, kadang-kadang dapat berat. 4. Perlu diketahui sudah berapa lama ruam kulit timbul sebelum datang berobat agar dapat menentukan apakah obat antivirus masih efektif bila ada indikasi pemberiannya. 5. Penyebaran/perluasan ruam kulit penting karena varisela mempunyai pola penyebaran yang khas; dari sentral ke perifer (sentrifugal). 6. Selain jumlah anggota keluarga riwayat penderita varisela dalam keluarga penting untuk diketahui karena biasanya orang kedua dan seterusnya yang terkena varisela dalam satu keluarga akan menderita varisela lebih berat.
1

7. Status imun pasien perlu diketahui untuk menentukan apakah obat antivirus perlu diberikan. Untuk itu perlu dinyatakan beberapa hal yang dapat membantu menetukan status imun pasien, antara lain :1,3 Penyakit yang sedang diderita, misalnya keganasan, infeksi HIV/AIDS Pengobatan dengan immunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang atau sitostatik Kehamilan Berat badan rendah pada bayi

Pemeriksaan fisik Langkah-langkah yang dilakukan pada pemeriksaan fisik antara lain :

1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dsb) dapat memberikan petunjuk tentang berat ringannya penyakit. 2. Pada infeksi varisela pada anak-anak, erupsi kulit terutama berbentuk vesikular. Seringkali beberapa kelompok lesi vesikular timbul 1-2 hari sebelum erupsi meluas. 3. Lesi biasanya mulai dari kepala atau badan berupa makula eritematosa yang cepat berubah menjadi vesikel. 4. Dalam beberapa jam sampai 1-2 hari lesi membentuk krusta dan mulai menyembuh. 5. Lesi menyebar secara sentrifugal (dari sentral ke perifer) sehingga dapat ditemukan lesi baru di ekstremitas, sedangkan di badan lesi sudah berkrusta. 6. Jumlah lesi bervariasi, mulai dari beberapa sampai ratusan. 7. Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit, biasanya lebih banyak pada bayi (usia < 1 tahun), pubertas dan dewasa. 8. Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau hemoragik. 9. Selaput lendir sering terkena, terutama mulut, dapat juga konjungtiva palpebra, dan vulva. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan : 1. Pada pemeriksaan darah tepi; jumlah leukosit dapat sedikit meningkat normal, atau sedikit menurun pada beberapa hari pertama. 2. Pemeriksaan apusan darah secara Tzanck biasanya positif, yang dapat menunjukkan sel raksasa multinuklear dan merupakan metode diagnosis yang sederhana dan cepat namun mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan infeksi HSV.
2

3. Penemuan antigen virus pada kerokan vesikel dengan imunofluoresensi atau PCR. 4. Enzim hepatik : kadang-kadang meningkat. 5. Kultur virus dari cairan vesikel : seringkali positif pada 3 hari pertama, tetapi jarang dilakukan karena sulit dan mahal.3 Etiologi Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), yang termasuk kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan merupakan suatu garus dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalam cairan vesukel dan dalam darah penderita varisela dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan dari fibroblast paru embrio manusia. Varisela Zoster Virus dapat menyebabkan varisela dan herpes zoster, kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan varisela oleh karena itu varisela dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varisela sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster.1-3 Epidemiologi Tersebar kosmopolit, menyerang anak-anak. Untuk anak-anak yang belum mendapat vaksin biasanya 90 % penderitanya dibawah umur 10 tahun. Sebanyak 5% juga menyerang penderita dewasa. Virus ini menyerang wanita dan pria. Masa penularan penyakit ini kurang lebih 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit. Beberapa contoh penularannya antara lain : Kontak langsung Percikan ludah Melalui udara Material yang bersifat infeksius Transplasental

Patogenesis dan patologi Virus masuk kedalam tubuh umumnya melalui traktus respiratorius di mana infeksi mulamula terjadi pada selaput lendir pernapasan kemudian menyebar melalui peredaran darah dan system limfa dan berakhir dengan manifestasi pada kulit. Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis folikel kulit dan glandula sebasea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai adanya macula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi krusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk macula dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenerasi sel di ikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. dengan berkembangan lesi yang cepat, maka leukosit polimorfonuclear akan menyerang korium dan cairan vesikel, yang akan mengubah gambaran yang jelas dan terang menjadi berwarna/keruh. Dengan adanya absorbs dari cairan ini maka akan diikuti oleh terbentuknya krusta. Lesi-lesi pada membrane mukosa akan muncul dengan cara yang sama tapi tidak langsung membentuk krusta. Vesikelvesikel biasanya akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, yang akan sembuh dengan cepat. Ensafalitis yang merupakan komplikasi varisela akan menampakkan gambaran demielinisasi perivaskuler pada substansi alba. Meluasnya kerusakan pada sel otak anterior dapat menyebabkan paralisis permanen atau sementara. Lesi-lesi serat saraf posterior ditandai oleh adanya infiltrasi dari sel-sel yang kecil serta sel-sel darah merah, nekrosis dari serat dan selsel saraf menyebabkan reaksi inflamasi dari ganglion sheath.1-3 Gambaran Klinik Masa inkubasi varisela bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 13-17 hari. Setelah masa inkubasi maka didapatkan gejala prodromal yang biasanya didahului panas yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk kering, diikuti eritema pada kulit dapat berbentuk skarlatinaform atau mobilliform. Eritema akan berkembang dengan cepat (beberapa jam) dan pada stadium erupsi berubah menjadi macula yang kecil, papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel, dimana vesikel ini biasanya kecil, berisi cairan jernik, tidak umbilicated dengan dasar eritematous dan dengan
4

mudah pecah serta mengering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai tetesan embun/air mata (tears drops). Penyebaran terutama di daerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal kebagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam penyebaran penyakit didapatkan tanda yang khas yaitu terdapatnya bentuk papula, vesikel, krusta dalam waktu yang sama, di mana keadaan ini disebut polimorf. Bila terdapat infeksi sekunder maka cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata dan farings. Bentuk-bentuk yang jarang pada infeksi varisela: 1. Varisela yang progeresif dan menyebar Pada penderita yang defisiensi imunitas (imun defisiensi), bila terserang infeksi varisela sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Infeksi varisela bersifat progresif dan fatal pernah dilaporkan pada penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Feldman (1987) melaporkan bahwa 28% penderita diantara 127 penderita leukemia yang menderita varisela tanpa mendapat pengobatan antivirus akan mengalami varisela yang progresif dan pneumonitis, ini sangat berhubungan dengan adanya limfopenia. 2. Varisela neonatal Varisela yang terhadi pada bayi baru lahir berhubungan dengan varisela ibu saat sebelum lahir dan biasanya bersifat fatal. Rubin (1986), melaporkan seorang bayi laki-laki kulit hitam yang dirawat di Childerns Hospital of Long Island Jewish Medical Center dengan varisela yang menyebar dan disertai gagal napas akut dan gagal jantung. Bayi kontak dengan ibu yang menderita varisela pada hari ke-8 setelah partus biasanya bayi tersebut akan hidup. King (1989) melaporkan seorang bai cukup bulan dengan berat badan lahir 3300 gram, yang ibunya menderita varisela 2 hari postpartum, bayi diberi 125 Varisela Zoster Imunoglobulin intramuskuler ternyata pada hari ke-8 panas dan timbul papula eritomatousm, hari ke-13 mengalami gangguan pernapasan dan meninggal pada hari ke30.
5

3. Varisela Kongenital Varisela kongenital dijumpai pada bayi dimana ibu menderita varisela pada umur kehamilan 3-4 bulan Scrabstein (1974), melaporkan sindroma yang khas berupa berat badan lahir rendah, lesi kulit berupa sikatrik, hipotrofi tungkai, chorio renitis, mikro-ophthalmia, atrofi papil, katarak disertai kerusakan otak dan mental retardasi.1-4 Diagnosis Banding Varisela dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit antara lain : 1. Variola (cacar) Kasus varisela yang berat terutama tipe perdarahan perlu dibedakan dengan variola. Varisela Stadium Prodormal Singkat (1-2 hari) Variola Panjang (3-4 hari) + Demam tinggi. Rash Lesi Sentral-Perifer Terutama badan Lebih superficial Umbilikasi Polimorf Perifer-Sentral Muka + ekstremitas Dalam + Monomorf

2. Impetigo Lesi impetigo pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustule dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. 3. Skabies Pada scabies terdapat papula yang sangat gatal, lokasi biasanya antara jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.

4. Dermatitis Herpetiform Biasanya simetris terdiri dari papula vesikluer yang eritematous, serta adanya riwayat penyakit kronik dan sembuh dengan meninggalkan pigmentasi.4 Diagnosis Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan dengan anamnesa dan berdasarkan gambaran klinis yang ada yaitu : 1. Timbulnya erupsi papulo-vesikuler yang bersamaan dengan demam yang tidak terlalu tinggi. 2. Perubahan-perubahan yang cepat dari macula menjadi papula kemudian menjadi vesikel dan akhirnya menjadi krusta. 3. Gambaran lesi berkelompok dengan distribusi paling banyak pada tubuh lalu menyebar ke perifer yaitu muka, kepala dan ekstremitas. 4. Membentuk ulkus putih keruh pada mukosa mulut. 5. Terdapat gambaran yang polimorf.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan terbagi atas dua yaitu penatalaksanaan medika mentosa dan non medika mentosa. Berikut akan dijelaskan penatalaksanaan medika mentosa dan non medika mentosa. Penatalaksanaan medika mentosa Pengobatan varisela adalah simtomatik dengan : 1. Obat topical Pengobatan local dapat diberikan Kalamin Lotion atau bedak salisil 1%. 2. Antipiretik/analgetik Biasanya dipakai aspirin. 3. Obat Antivirus Vidarabin (adenosine Arabinoside)

Vidarabin adalah obat antivirus yang terjadi pada fosforilase dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA virus. Dosis :10-20 mg/Kg.BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12 jam, lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin maka vesikel menghilang secara cepat dalam 5 hari 70% suhu tubuh penderita menjadi normal. Efek samping : Gangguan neurologi berupa tremor dan kejang Gangguan hematologi berupa netropenia dan trombositopenia. Gangguan gastrointestinal berupa muntah serta peninggian SGPT dan SGOT.

Acyclovir Acyclovir = 9 (2 Hidroksi Etoksi Metil) Guanine Obat ini sangat baik melawan herpes simpleks tipe 1 dan 2 tetapi juga baik melawan virus herpes zoster. Balfour dkk (1990) mengemukakan bahwa Acyclovir oral cukup efektif dan praktis terhadap varisela pada anak-anak. Dosis: 5-10 mg/Kg.BB iv secara drip tiap 8 jam selama 5-7 hari. Acyclovir lebih baik dibandingkan dengan pengobatan vidarabin. Efek samping : gangguan ginjal berupa rena insuffisiensi. Penatalaksanaan non medika mentosa Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut. Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya: kulit dicuci sesering mungkin dengan ait dan sabun, menjaga kebersihan tangan, kuku dipotong pendek, pakaian tetap kering dan bersih.6
8

Komplikasi Komplikasi dari penyakit ini antara lain : 1. Infeksi sekunder Infeksi sekunder disebabkan staphylococcus atau Streptococcus yang menyebabkan sesuitis, furunkel. Guess (1984) melaporkan infeksi sekunder pada kulit karena komplikasi varisela kebanyakan dibawah umur 5 tahun. 2. Ensafalitis Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. Ensafalitis dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan member gejala ataksia serebeler dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya rash. Maguire (1985) melaporkan 1 kasus wanita umur 3 tahun dengan komplikasi ensafalitis. Pada penderita ini didapatkan susah tidur, nafsu makan menurun, hiperaktif dan iritabel serta sakit kepala. Sembilan belas hari setelah rash timbul gerakan korea atetoid dari lengan dan tungkai dan meninggal setelah 35 hari perawatan. 3. Pneumonitis Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonates,

imunodefisiensi dan orang dewasa. King (1986) pernah melaporkan seorang bayi umur 13 hari dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari. Gejala pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk-batuk, sesak napas, takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler yang radio-opague pada kedua paru. 4. Syndrome Reye Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala-gejala sebagai berikut yaitu nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGPT dan SGOT serta amonia.

5. Hepatitis Dapat terjadi komplikasi ini walaupun jarang. 6. Herpes Zoster Komplikasi yang lambat dari varisela yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella Zoster Virus menetap pada ganglion sensoris. 7. Komplikasi lain seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis.5,6 Prognosis Pada anak-anak sehat prognosis varisela biasanya lebih baik dibandingakan orang dewasa. Angka kematian pada anak normal di Amerika 5,4-7,5 dari 10.000 kasus varisela. Pada neonates dan anak yang menderita leukemia, imunodefisiensi, sering menimbulkan komplikasi dan angka kematian meningkat. Angka kematian pada neonatus 31% dengan penyebab kematian biasanya gagal napas akut. Angkat kematian pada penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif tanpa mendapat vaksinasi dan pengobatan antivirus antara 7-27% dan sebagian besar penyebab kematian adalah akibat komplikasi pnemonitis dan ensefalitis.6 Pencegahan Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif. 1. Imunisasi pasif Imunisasi pasif biasanya diberikan pada neonates yang dilahirkan dari ibu yang menderita varisela, kurang dari 5 hari sebelum partus atau kontak varisela pada saat setelah lahir. Dosis Zoster Imunoglobulin (ZIG): 0,6 ml/Kg.BB intramuskuler diberikan 72 jam setelah kontak. 2. Imunisasi Aktif Diberikan pada anak-anak sehat maupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Dapat diberikan vaksin hidup yang dilemahkan. Baksin yang digunakan adalan OKA strain. Dosis yang dianjurkan ialan 0,5 cc subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup aman
10

dan efektif dan dapat memberikan perlindungan 96%. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengn daya proteksi yan gsama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan. Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan.2,5 Kesimpulan Dengan membandingkan gejala klinis yang diderita pasien dengan gejala klinis pada penyakit yang disebabkan virus varisela zoster didapatkan kesamaan gejala klinis yang meyakinkan bahwa hipotesis awal benar bahwa pasien tersebut menderita cacar air yang diakibatkan virus varisela zoster.

11

Daftar Pusstaka 1. Sugito T L. Infeksi Virus Varicella Zoster pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja S A editor. Infeksi Kulit Bayi & anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 : 17-33 2. Rampengan T. A. dan Laurentz I. R. Penyakit infeksi tropik pada anak. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 1997 : 101-13 3. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007 : 35-9 4. Ardhie A. M. Infeksi kulit pada bayi dan anak serta penanganannya. IDI, 11-5 5. Johnson R. A. Color atlas and synopsis of pediatric dermatology. McGraw Hill Medical, New York, 2009 6. Ilmu kesehatan anak. Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai