Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Batu Bara adalah salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang digunakan pembangkit listrik untuk menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh dunia. Dibanyak negara angka-angka ini jauh lebih tinggi: Polandia menggunakan batu bara lebih dari 94% untuk pembangkit listrik; Afrika Selatan 92%; Cina 77%; dan Australia 76%. Batu bara merupakan sumber energi yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di dunia di tahun-tahun belakangan ini. Lebih cepat daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumber daya pengganti. Batu bara telah memainkan peran yang sangat penting ini selama berabad-abad tidak hanya membangkitkan listrik , namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan-kegiatan industri lainnya. Sumber Daya Batu Bara menyajikan tinjauan lengkap mengenai batu bara dan maknanya bagi kehidupan kita. Tinjauan ini menyajikan proses pembentukan batubara, penambangannya,

penggunaannya serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Tinjauan ini menguraikan peran penting batu bara sebagai sumber energi dan betapa pentingnya batubara bersama sumber energi lainnya. Dalam memenuhi kebutuhan energi dunia yang berkembang dengan cepat (Coal Institute, 2010). Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen yang dipengaruh oleh panas dan tekanan yang berlangsung lama di alam dengan komposisi yang komplek. Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara (Tim Kajian Batubara Nasional, 2006).

1.2 Perumusan Masalah Adapun masalah yang akan dibahas didalam pemicu ini adalah sebagai berikut : 1. Macam-Macam Reaksi Pada Logam 2. Pembakaran Batubara 3. Industri Logam Dasar 4. Penanggulangan Efek Termal Industri Logam

1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dan manfaat dari pemicu ini adalah untuk mengetahui macam-macam reaksi pada logam seperti batu bara dan dampak pemakaian batu bara terhadap pencemaran lingungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Macam-Macam Reaksi Pada Logam


a . Re a ksi P e nde sa ka n L o g a m
Reaksi pendesakan logam adalah reaksi di mana logam mendesak kation logam lain atau hydrogen dalam suatu senyawa. Reaksi ini dapat berlangsung apabila logam berada di sebelah kiri dari logam/H yang didesak dalam deret Volta. Pada reaksi ini, produk reaksi berupa endapan logam, gas, dan air. Deret Volta merupakan urutan unsur-unsur yang disusun berdasarkan data potensial reduksi. berikut beberapa unsur yang dapat dihapal berdasarkan urutan potensial reduksinya: Li - K - Ba - Ca - Na - Mg - Al - Mn - Zn - Fe - Ni - Sn - Pb - (H) - Cu - Hg - Ag - Pt - Au Adapun contoh reaksi pendesakan logam adalah sebagai berikut: 1. Reaksi: Logam 1 + Garam 1 --> Garam 2 + Logam 2 Zn (s) + CuSO4 (aq) --> ZnSO4 (aq) + Cu (s) 2Al (s) + 3FeSO4 (aq) --> Al2(SO4)3 (aq) + 3Fe (s) Cu (s) + Na2SO4 (aq) --> tidak bereaksi karena Cu berada di sebelah kanan deret volta 2. Reaksi: Logam + Asam --> Garam + Gas Hidrogen Mg (s) + HCl (aq) --> MgCl2 (aq) + H2 (g) Zn (s) + H2SO4 (aq) --> ZnSO4 (aq) + H2 (g) Ag (s) + HCl (aq) --> tidak bereaksi karena Ag berada di sebelah kanan deret volta 3. Reaksi: Logam + Asam --> Garam + Air + Gas 2Fe (s) + 6 H2SO4 (aq) --> Fe2(SO4)3 (aq) + 6 H2O (l) + 3SO2 (g) Cu (s) + 4HNO3 (aq) --> Cu(NO3)2 (aq) + 2H2O (l) + 2NO2 (g)

b. Reaksi Korosi Pada Logam Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal.

Secara garis besar korosi ada dua jenis, yaitu: Korosi Internal Yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi. Korosi Eksternal Yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah (Halimatuddahliana, 2003).

c.

Reaksi Nyala Logam Alkali dan Alkali tanah Uji nyala adalah suatu pengujian terhadap suatu unsur mengenai warna

nyalanya. Tujuannya agar dapat mengidentifikasi suatu zat secara kualitatif. Uji nyala dapat diamati dari larutan yang jumlahnya sangat sedikit dengan menggunakan kawat nikrom. Dengan mencelupkan kawat nikrom ke dalam larutan kemudian membakarnya pada nyala yang panas (api biru) lalu amati warna nyala dari unsur tersebut. Setiap unsur akan memberikan warna nyala yang berbeda. Adapun warna nyala masing-masing unsur alkali adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Litium (merah bordo/tua) Natrium (kuning emas) Kalium (ungu/ lembayung muda) Rubidium (merah/lembayung muda) Sesium (biru atau ungu/ lembayung muda)

Sedangkan warna nyala logam-logam alkali tanah adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Berillium (putih) Magnesium (putih) Kalsium (jingga - merah / sindur merah) Stronsium (merah) Barium (hijau muda/kuning muda)

d. Reaksi Redoks Pada Logam Persamaan reaksi redoks dikatakan setara jika jumlah atom dan jumlah muatan di ruas kiri sama dengan jumlah atom dan jumlah muatan di ruas kanan. Pada dasarnya reaksi redoks berlangsung di dalam pelarut air sehingga penyetaraan persamaan reaksi redoks selalu melibatkan ion H+ dan OH-. Terdapat dua metode untuk menyetarakan reaksi redoks, yaitu dengan cara setengah reaksi dan cara bilangan oksidasi. 1. Penyetaraan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi Metode untuk menyetarakan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi lebih praktis dibanding cara bilangan oksidasi. Cara ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun basa. a. Penyetaraan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi dalam suasana asam. b. Penyetaraan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi dalam suasana basa. Contoh soal: Cu(s)+HNO3(aq) Jawaban: Reaksi ion: Cu(s)+ NO3-(aq) a. Cu(s) b. Cu(s) c. Cu(s) NO3-(aq)+3eCu2+(aq)+NO(g) NO(g) (reduksi) NO(g)+2H2O(l)
-

Cu(NO3)2(aq)+NO(g)+H2O(l)

Cu2+(s)+2e- (oksidasi) Cu2+(s)+2eCu


2+ (s)+2e

NO3-(aq)+4H+(aq)+3eNO3-(aq)+4H+(aq)+3e-

x3 NO(g)+2H2O(l) x 2

3Cu(s)+8H+(aq)+2NO3-(aq) 3Cu2+(s)+2NO(g)+4H2O(l) Dalam persamaan molekuler: 3Cu(s)+8H+(aq)+2NO3-(aq) 6NO33Cu(s)+8HNO3(aq) (Buku Kimia SMA jilid 3) 3Cu2+(s)+2NO(g)+4H2O(l) 6NO3-(aq) 3Cu(NO3)2(aq)+2NO(g)+4H2O(l)

3.2 Pembakaran Batubara Secara umum batubara digunakan untuk tujuan: pembakaran, memasak, hydrogenation maupun pyrolysis. Batubara telah digunakan untuk untuk jangka waktu yang lama sebagai penghasil tenaga, meskipun usaha-usaha yang lebih besar telah dilakukan untuk memperoleh produk-produk kimia maupun bahan bakar cair berbahan dasar batubara. Mineral dan unsur kimia didalam batubara memainkan peranan penting didalam pemanfaatan batubara (Bayuseno, 2011). Sebagai upaya menghilangkan dampak buruk keberadaan mineral maka unsur inorganik dan mineral didalam batubara perlu dihilangkan menggunakan proses pencucian atau pembersihan (beneficiation process), yang merupakan tahap awal sebelum proses pembakaran batubara. Dengan cara ini berarti menggunakan sembarang proses untuk meningkatkan kualitas batubara atau memudahkan untuk mengkontrol, memindahkan (transport) maupun menyimpan (store). Akan tetapi dalam pengertian yang lebih tepat pengkayaan batubara (coal beneficiation) berarti membersihkan batubara agar diperoleh bagian/fraksi yang hanya terkonsentrasi pada unsur organik saja serta menurunkan kadar mineral maupun unsur inorganik (Patabang, 2009). Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal. Peningkatan pemakaian batubara juga didorong dengan dikeluarkan Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan peningkatan pemakaian sumber energy batubara dari 15,34 % menjadi 33 % pada tahun 2025. Batubara banyak digunakan oleh industri dan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan kukus (steam) sebagai media pemanas atau pembangkit listrik (Bayuseno, 2011). Pembakaran bahan bakar misalnya batubara terjadi karena reaksi yang sangat cepat antara bahan bakar batubara dengan udara. Terjadinya pembakaran yang optimal apabila kebutuhan udara yang diperlukan untuk membakar batubara terpenuhi secara proporsional. Proses pembakaran adalah reaksi yang sangat cepat antara bahan bakar dengan oksider untuk menghasilkan produk. Dalam hal ini oksider adalah udara. Udara terdiri atas 21 % oksigen dan 79 % nitrogen (basis molal).

Persyaratan terjadinya pembakaran sempurna apabila : 1. Semua Carbon C yang terdapat di dalam bahan bakar menjadi CO2 di dalam produk 2. Semua Hidrogen H yang terdapat dalam bahan bakar menjadi H2O di dalam produk dan 3. Semua Sulfur S di dalam bahan bakar menjadi SO2 di dalam produk.

Penggunaan batubara sebagai bahan bakar tidak selamanya menguntungkan. Batubara merupakan bahan bakar yang sarat dengan masalah lingkungan dan kesehatan manusia. Pembakaran batubara secara konvensional dapat menghasilkan polutan berupa CO (karbon monoksida), NO2 (oksida-oksida nitrogen), SOx(oksidaoksida belerang), HC (senyawa karbon), dan juga partikel-partikel yang terhambur ke udara sebagai bahan pencemar udara seperti fly ash(C), debu-debu silika (SiO2), debu-debu aluminia (Al2O3) dan oksida-oksida besi Fe2O3 atau Fe3O4). Masalah yang ditimbulkan dari pembakaran batubara terutama disebabkan kandungan sulfur yang terdapat pada batu bara sebagai polutan utama. Sulfur merupakan padatan yang rapuh, berwarna kuning pucat, tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam CS2 (karbon disulfida). Sulfur banyak ditemukan di daerah sekitar pegunungan dan hutan tropis. Di alam, sulfur tersebar dalam bentuk pirit, galena, sinabar, stibnit, gipsum, garam epsom, selestit, barit, dan lainnya . Berikut adalah reaksi pembakaran batu bara:

C + O2 => CO2 C + O2 => CO H2 + O2 => H2O S + O2 => SO2


Dapat kita lihat pada reaksi kiia diatas bahwa hasil pembakaran dari batu bara yaitu berupa CO2, H2O Dan SO2. Ada satu bahan polutan yang dihailkan yaitu NOx. Untuk mencegah terbentuknya CO, maka proses pembakaran diatur oleh jumlah udara yang masuk ke proses pembakaran.

Pembakaran batu bara menghasilkan dua jenis limbah yaitu abu ringan (Fly Ash) dan abu berat (Bottom Ash). Fly Ash adalah abu yang terbawa oleh aliran gas pembakaran dan dikumpulkan di economizer air heater dan penampung atau precipitator hopper. Fly Ash merupakan limbah yang dihasilkan oleh PLTU yang mana mengkontribusi untuk pencemaran lingkungan Karakteristik kimia abu batubara hampir sama dengan abu sekam padi. Kandungan utama abu batubara dan abu sekam padi adalah senyawa silika (SiO2). Senyawa silika yang ada di abu sekam sebagian besar dalam bentuk amorphous karena dihasilkan dari pembakaran pada suhu rendah (kurang dari 400
o

C). Ada tiga tipe pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry bottom

boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace. Pembakaran

batubara dibakar

dengan type dry bottom boiler, menghasilkan kurang lebih 80% abu pembakaran sebagai fly ash, yang kemudian masuk ke dalam corong gas. Pembakaran batubara dengan wet-bottom boiler, menghasilkan 50% abu tertinggal dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon furnace, di mana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 % dari abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan pembakaran sebagai dry ash pada corong gas (Patabang, 2009).

3.3 Industri Logam Dasar Dumairy (1995) mengatakan ada dua pengertian industri. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Kedua, industri diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Industri logam dasar besi dan baja merupakan salah satu dari berbagai macam industri manufaktur yang ada. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) (1999), industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi barang jadi atau barang setengah jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir secara mekanis, kimia, atau dengan tangan. Industri logam dasar besi dan baja biasa dikenal dengan sebutan industri besi baja merupakan industri yang memfokuskan dalam memproduksi besi baja. Besi baja

digunakan sebagai bahan baku dasar bagi industri-industri lainnya, mulai dari industri peralatan dapur, transportasi, generatorpembangkit listrik, kerangka gedung, dan juga jembatan semuanya menggunakan bahan dasar baja. Besi pertama kali ditemukan dalam bentuk pasir-pasir besi dan besi ini tidak digunakan dalam keadaan murni tetapi biasanya digunakan dalam bentuk persenyawaan atau campuran, salah satunyayang disebut Cast Iron. Cast Iron merupakan suatu campuran Fe (besi) dengan C sebanyak 3-4 persen dan beberapa elemen seperti Si, Mn dan sebagainya tetapi bila C sebanyak 2 persen, inilah yang dinamakan baja. Dengan kata lain, baja merupakan paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon ini berperan dalam peningkatan perfoman. Adanya perlakuan panas terhadap baja dapat mengubah baja dari lunak seperti kawat menjadi baja keras seperti pisau karena perlakuan panas mengubah struktur mikro besi yang berubah-ubah dari susunan kristal berbentuk kubik berpusat menjadi kubik berpusat sisi atau heksagonal. Industri baja sebagai industri strategis yang cukup berpotensi dikembangkan sehingga pemerintah memandang perlu adanya suatu regulasi guna mendorong pertumbuhan industri baja ini. Salah satu langkahnya yaiutu dengan memproteksi industri ini. Hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bagi industri baja. Kebijakan proteksi lainnya yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi industri baja. Pemerintah mengeluarkan tata niaga impor yang baru dengan pertimbangan bahwa perlu adanya : 1. Perlindungan terhadap kelanjutan dan perkembangan industri baja hulu serta peningkatan industri baja hilir dalam negeri 2. Jaminan kelancaran dan penyederhanaan prosedur pengadaan distribusi besi baja pada tingkat harga yang terkendali 3. Jaminan standar dan mutu bahan baku industri besi baja di dalam negeri Maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor. 36 Tahun 1979 tentang pengaturan pengadaan besi baja di Indonesia. Adanya peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah atau adanya deregulasi terhadap industri besi baja ini, maka dapat dilihat bahwa peranan sektor industri baja ini harus mendapat perhatian

yang besar karena industri besi baja dapat emnunjang industri-industri terkait lainnya (Darmayanti, 2007).

3.4 Penanggulangan Efek Termal Industri Logam a. Penggunaan Batubara sebagai Bahan Bakar Batubara merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan tenaga listrik, karena biayanya yang relatif murah dan mudah didapatkan karena produknya yang berlimpah. Di lain pihak, pembakaran batubara dapat menyebabkan emisi logam seperti As, Hg, Cd, dan Pb. Besar kecilnya kandungan logam juga berbeda- beda dan bergantung pada asal produksinya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa batubara lignit ( asal kayu ) dan batubara subbituminus (asal batuan ) kurang mengandung logam- logam tersebut daripada batubara bituminous ( mineral asli ). Selama proses pembakaran, bagian batubara yang mudah menguap akan berbentuk gas di dalam boiler dan mengumpul dalam partikel aerosol. Suhu

pembakaran dalam boiler merupakan salah satu parameter yang penting dalam memengaruhi jumlah logam yang terbebaskan. Makin tinggi suhu dalam boiler, makin banyak logam yang terbebaskan. Sistem filter juga dipergunakan dalam mengurangi emisi logam ke udara, yaitu dengan menggunakan electrostatic precipitator ( ESP ) dan scrubber basah yang dipasang pada buangan asap pembangkit listrik tenaga batubara ( Darmono, 2001). Pembakaran batubara akan menghasilkan abu terbang ( fly ash ) dan abu dasar ( bottom ash ). Jumlah abu terbang yang dihasilkan lebih banyak (80% dari total sisa abu pembakaran batubara), butiran abu terbang jauh lebih kecil ( 200 Mesh) dan lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara, sedangkan abu dasar masih mempunyai nilai kalori sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar ( Munir.M,2008).

b. Abu terbang Abu terbang merupakan salah satu residu (limbah batubara) yang dihasilkan dalam pembakaran batu bara. Abu terbang terdiri dari partikel halus yang terbang, dan jumlahnya meningkat dengan bertambahnya gas buangan. Abu tidak terbang disebut dengan abu dasar. Dalam industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu

yang dihasilkan selama proses pembakaran batu bara. Abu terbang umumnya dihasilkan dari cerobong hasil pembakaran batubara pada pabrik pembangkit listrik. Abu terbang bersama- sama dengan abu dasar akan dihasilkan dalam tungku pembakaran batubara, yang dikenal sebagai abu hasil pembakaran batubara. Komponen abu terbang sangat bervariasi, dengan komponen utama silikon dioksida ( SiO2 ) ( baik amorf maupun kristal), dan kalsium oksida ( CaO ). Abu terbang hasil pembakaran batubara umumnya dilepaskan ke atmosfir tanpa adanya pengendalian, sehingga dapat menimbulkan pencemaran udara. Oleh karena itu diperlukan adanya perhatian terhadap lingkungan dan pengendalian

pencemaran terhadap abu terbang sebelum dilepaskan ke alam. Di Amerika, abu terbang umumnya disimpan sementara pada pembangkit listrik tenaga batubara, dan akhirnya dibuang di landfill( tempat pembuangan ). Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, sehingga dapat mengurangi dampak buruknya bagi lingkungan ( Munir, 2008).

c. Jenis- jenis abu terbang Menurut American Society for Testing and Materials ( ASTM ) C618, pembagian abu terbang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu abu terbang kelas C dan abu terbang kelas F. Abu terbang kelas F didapatkan dari pembakaran batubara antrasit dan bituminous, sedangkan abu terbang kelas C didapatkan dari pembakaran batubara lignit dan subbituminus ( ASTM C618). Pembakaran dari batubara antrasit dan bituminous yang lebih kuat dan lebih tua akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang jenis ini mengandung kurang dari 10% kapur ( CaO ). Abu terbang kelas F membutuhkan agen penyemenan ( cementing agent ), seperti misalnya semen Portland, kapur, dan dengan adanya air untuk bereaksi dan menghasilkan senyawa semen. Pembakaran dari batubara lignit dan subbituminus yang lebih muda akan menghasilkan abu terbang kelas C, yang memiliki sifat penyemenan sendiri ( selfcementing ), yang dengan penambahan air, abu terbang kelas C akan mengeras dan semakin kuat. Abu terbang kelas C mengandung lebih dari 20% CaO.

Sisa hasil pembakaran batubara menghasilkan abu terbang dan abu dasar. Persentase abu yang dihasilkan adalah abu terbang (80-90%) dan abu dasar (1020%). Butiran abu terbang jauh lebih kecil daripada abu dasar, sehingga lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara, sedangkan abu dasar masih mempunyai nilai kalori, sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999, abu batubara diklasifikasikan sebagai limbah B-3 sehingga penanganannya harus memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Penanganan yang direkomendasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999 adalah solidifikasi dimana dengan proses tersebut limbah B-3 dalam abu batubara dapat menjadi stabil dan dapat dimanfaatkan sebagai produk yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.

Upaya mengatasi masalah abu hasil pembakaran pada IKM antara lain : Melakukan pengawasan secara intensif dan ketat terhadap Industri Kecil Menengah (IKM) pemakai batubara oleh pihak terkait untuk mengurangi dampak lingkungan. Menyediakan tempat khusus pembuangan akhir abu hasil pembakaran batubara bagi IKM pemakai batubara. Mengolah abu hasil pembakaran batubara menjadi bahan bangunan yang bermanfaat. Memberikan kesempatan pada investor untuk mengolah abu tersebut menjadi suatu produk dan memberikan kemudahan untuk menjual produknya. Upaya tersebut di atas diharapkan dapat mengurangi semakin menumpuknya abu hasil pembakaran batubara. Pemanfaatan limbah B-3 adalah kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali ( recovery) yang bertujuan untuk mengubah limbah B-3 menjadi produk yang dapat digunakan dan harus aman terhadap lingkungan. pengolahan secara insenerasi dimaksudkan untuk menghancurkan limbah B-3 dengan cara pemanasan pada suhu yang tinggi untuk dijadikan senyawa yang mempunyai sifat tidak mengandung B-3 lagi. Proses solidifikasi/ stabilisasi pada prinsipnya adalah mengubah sifat fisika dan kimia limbah dengan cara

menambahkan bahan mengikat ( cement) untuk membentuk senyawa dengan struktur yang kompak, agar pergerakan limbah B-3 terbatasi, daya larut diperkecil sehingga daya racunnya berkurang sebelum limbah B-3 tersebut dimanfaatkan kembali (Munir, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Bayuseno. 2011. Pengaruh Sifat Fisik Dan Struktur Mineral Batu Bara Lokal Terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Buku Kimia SMA jilid 3. Reaksi Redoks dan Elektrokimia. Jakarta.2010. Coal, Institute. 2010. Coal Power for Progres. www.worldcoal.org Darmayanti, Mega. 2007. Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Halimatuddahliana, 2003. Pencegahan Korosi Dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. Patabang, Daud. 2009. Analisis Kebutuhan Udara Pembakaran Untuk Membakar Berbagai JenIs Batu Bara. Staf pengajar Teknik Mesin Universitas Tadulako. Tim Kajian Batubara Nasional. 2006. Batubara Indonesia. Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara Munir. 2008. Penanganan Abu Hasil Pembakaran Batubara di IKM. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai